POV VIENA
Bisakah aku bercengkramah dengan diriku sendiri? Bagaimana ini mungkin? Itu Dion, aku tidak akan salah. Dengan mata yang tajam, perawakannya yang sangat manly. Aku masih tidak bisa melupakannya dan menggantinya di hati. Dia hendak membuat suatu kerjasama dengan perusahaan iklanku. Apa aku siap? Aku memijit tulang hidungku hendak berpikir jernih tapi sulit untuk bersikap netral.
"Pertemuan awal diadakan secara pribadi, Madam dengan Tuan Dion di Cafe Gili pukul 15.00," ucap Lexa asisten pribadiku. Aku mengangguk lemah.
"Are you okey, Mem?" tanya Lexa sedikit menunduk memeriksa mimik ku.
"Entahlah. Pukul berapa sekarang? Aku akan pulang sebentar lalu langsung menemui Dion," aku mengambil tas kerjaku dan melangkah keluar tanpa menunggu Lexa mengatakan pukul brapa ini.
Dadaku terasa sesak ketika nama itu terdengar, terucap. Sepertinya baru kemarin kalimat itu menampar hatiku dan membuatku yakin bahwa aku tidak bisa menjauh darinya. Meski pada akhirnya aku berlalu dan menjauh dari kota ini untuk melupakannya, tapi nyatanya namanya kembali lagi bermain main di otakku.
Humm, aku menghela napas. Mengapa hari ini begitu lelah ketika Lexa mengatakan Hotel Prime menghubungi kita untuk membuat iklan dan mempromosikan hotelnya. Prime? Itu nama keluarga Dion, apakah itu Dion? Dan ketika semua info itu terbeber di profil kepemilikan Hotel Prime, hatiku membungkam, mataku tercengang dan saat itu air mata ku jatuh. Apa aku harus menolaknya?
Tapi, ini merupakan hal baik untuk semakin melebarkan usahaku. Usaha yang menjadikan ayahku bangga dan tidak lagi meremehkanku. Aku harus menetralkan perasaanku. Semua sudah berakhir dan akan kubuka lembaran baru bersama usahaku. Aku juga akan tunjukan pada Dion bahwa aku bisa tanpa dia. Bagaimana usaha terberatku dalam hidup ini adalah untuk keluar dari kehampaan tanpa pria itu.
Aku melajukan mobil menuju apartemen. Kulihat jam mobil sudah menunjukan pukul 14.00. Aku bisa sebentar membersihkan diri dan menuju kafe Gili. Aku memilih dres bodycone berbahan rajut yang nyaman dengan lengan 7/8 dan panjang dibawah lutut. Lagi lagi aku menghela napas dan melangkahkan kaki ke cafe Gili.
Sepertinya dia belum datang. Sebelumnya aku mencari cari pundak tegap itu, atau lekukan wajahnya dari samping. Apa rambutnya masih model spike kesukaan ku dulu? Aku membuat reservasi pada resepsionis, khawatir Dion melupakan wajahku dan tidak menemukanku.
"Untuk Tuan Dion Prime dari Viena Jovanca meja nomor 13 ya, Nyonya?" Aku mengangguk pasti ketika resepsionis memastikan apa yang ku reservasi.
Kopi yang kupesan sudah datang. Aku masih memainkan ponselku dan menoleh sesekali ke pintu. Ini sudah telat 5 menit. Tidak biasanya Dion telat seperti ini. Apa dia masih sibuk di kantornya, mengingat ia adalah pemilik hotel? Humm, napas panjang kembali melengah ketika kubaca berkas berkas hotel prime yang dikirim Lexa lewat email. Dion sangat hebat, dia memang selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Sudah banyak hotelnya yang berdiri di kota Legacy dan beberapa di luar kota. Aku yakin, sekarang kedua orang tua nya bangga, pasalnya seingatku dia sulit dalam mencerna pelajaran di bangku sekolah ataupun kuliah.
"Excuse me, Viena?"
Dia? Dia menepuk punggungku ketika aku menyeruput kopi. Jantungku seketika seperti berhenti. Sekarang saatnya aku bertemu. Rasanya seperti 7 tahun yang lalu ia meminta berkenalan denganku di bangku sekolah.
......
Next part 2 akan semakin mengejutkan
Plis like and komen 😊
POV AUTHOR
"Viena, i found you!" Gumam Dion dengan seringaian senyumnya ketika sekertarisnya memberikan berkas perusahaan iklan yang sedang naik daun saat ini.
Dia sangat yakin ini Viena, mantan kekasihnya yang selalu menurutinya dan tidak pernah manja, karna Dion tidak suka perempuan manja. Dia bergidik ngeri ketika mengingat air mata wanita itu turun diimbangin sesenggukannya ketika Dion berkata selesai. Dia tidak pernah melihat Viena sesedih itu, tapi ia harus melakukannya. Dion memantapkan diri memilih perkataan ayahnya. Namun kenyataannya dia hancur tanpa Viena. Dia merasa kesepian dan mencari sosok seperti Viena.
Dan ketika ia kembali mencari Viena, bahkan sehelai rambut Viena saja tidak terlihat lagi di kota Legacy. Dan sekarang, Viena kembali lagi. Apa ini takdir? Pikir Dion dalam hati dan mengambil kunci mobilnya menuju kafe Gili bertemu dengan Viena.
POV DION
Viena. Apa kabarmu sekarang? Apa masih seperti dahulu? Dengan rambut hitam menjuntai sepunggung. Dengan tatapan kecil dan senyum tipis dan tawanya tergelak ketika aku memberikan gurauan garing. Dengan tangan putih pucat dan jari memerah. Dengan poninya menutupi dahinya yang sedikit lebar. Aku merindukanmu Viena. Apa kau juga sama?
Sudah seluruh sudut kota ini aku mencari keberadaanmu tapi nihil. Sampai ada seseorang yang ku anggap itu dirimu tapi bukan. Aku terus memikirkan perawakanmu yang sekarang sambil melajukan mobilku. Aku memijit mijit daguku. Berpikir, apa dia membenciku? Dia sudah berhasil sekarang. Ingat dulu ia mengatakan akan menjadi CEO sebuah perusahaan iklan seperti jurusan kuliah yang dia ambil. Dan, ternyata ia menjadi CEO sekaligus pemilik perusahaan itu.
Sebenarnya dia pergi kemana? Mengapa dia pergi? Apa karna hubungan kita berakhir? Fotonya tidak terpampang di profil perusahaan. Kata Leon, Viena adalah CEO paling misterius yang sebenarnya sangat sulit untuk ditemui untuk meeting meeting biasa. Dia lebih sering menyuruh asisten kepercayaannya, Lexa yang menghadirinya. Viena juga tidak mau terekspos maupun terlihat di media bisnis manapun. Dia hanya memperlihatkan punggung atau bibirnya saja. Sangat terbalik dengan kepribadiannya yang ku tau dulu.
Apa yang sebenarnya terjadi? Apa pertemuan awal ini dia datang? Atau, mengutus asistennya? Tapi, sejauh apapun dia menghindar, aku akan menemuinya.
Aku memasuki ruangan depan Cafe, ada resepsionis yang menyapaku mengatakan Nyonya Viena ada di meja belakang nomor 13. Aku melangkahkan kakiku, dan aku yakin ini Viena.
Dia juga pasti ingin menemuiku. Dan kulihat punggung itu lagi. Punggung yang kecil tapi berisi dengan rambutnya yang dikuncir bulat ke atas. Kulitnya masih seputih dulu, aku sering mencium leher belakangnya, dan dia juga menyukainya. Aku berdiri terlebih dahulu di beberapa seberang meja memandangnya sebentar sebelum ia menyadarinya.
Sepertinya, bentuk tubuhnya makin berisi tapi berbentuk. Kupastikan jika ia berdiri akan seperti gitar spanyol, biasanya orang menyebut wanita langsing seperti itu. Dia semakin dewasa dengan ukuran dada yang juga semakin berisi. Perawakan wajahnya dari samping sangat cantik dengan dandanan yang tipis tapi merona. Oh tidak, aku semakin terbuai, aku tidak boleh seperti ini. Aku harus memposisikan diriku netral. Bukan Viena tujuanku sekarang, tapi Pevi.
Kulangkahkan kakiku mendekatinya, menepuk punggung cantik itu. Dia sedikit tersentak. Mata itu, mata dimana dia masih mengagumiku. Bibir itu, bibir yang selalu kurasakan, apa masih terasa manis? Tapi di sekitar dahi dan tulang pipinya yang sempurna, ia seperti memendam kekecewaan. Aku merasa karnaku.
"Halo, Dion, lama tidak bersua." balasnya dan mengulurkan tangannya untuk menjabatku, apa apaan ini? Benar benar seperti bertemu dengan klient.
Aku tidak hanya menjabat tangannya tapi aku juga menarik tangannya lalu memberikan ciuman pipi ke pipinya yang ku pastikan dia langsung memerah. Dia langsung mempersilahkan kan ku duduk.
"Sudah lama sekali, Viena, aku merindukanmu, kemana saja kau?" Aku mencairkan suasana, wajahnya masih memerah. Dia menyeruput kembali kopinya.
"Aku ada, baik baik saja, bagaimana mamamu? Dia sehat?" Sautnya pelan sambil terseyum. Senyumnya masih seperti dulu, sangat hangat.
"Kau tidak menanyaiku? Mamaku baik baik saja."
Balasku tidak terima sambil mengambil kue yang sudah ia pesan.
"Aku tau, kau pasti baik baik saja, ya kan?" Senyumnya lagi. Kali ini senyumnya benar benar manis.
"Ya begitulah, tapi aku merindukanmu, Viena." kutundukan badanku dan berkata berbisik. Dia tercengang salah tingkah dan melihat berkas di ipadnya.
...........
Next part 3
Siapa Pevi? Pacar Dion sekarang?
Jangan lupa like dan komen, saran kalian sungguh membantu 😊
POV AUTHOR
Wajah Viena memerah tapi juga terdiam. Dion seperti sangat menggodanya. Dia juga makin tidak tahan melihat wajah Dion yang semakin menawan. Dion terlihat lebih bersih dan tampan dengan rambut spike nya yang bertahan.
Dion membenarkan kembali posisi duduknya sambil tersenyum nakal.
"Aku bercanda Viena, memangnya kau masih menyukaiku?" Dion tergelak sambil meminum kopi Viena
"Bisakah kau memesan minuman atau makananmu dulu? Kau terus saja mengambil milikku," sambung Viena mengalihkan salah tingkahnya karna Dion terus menggodanya.
"Bukannya lebih baik satu untuk berdua, hah?" Lagi lagi Dion tersenyum yang membuat Viena makin tak karuan. Viena mencoba menetralkan mimiknya.
"Kalau begitu kita langsung saja membicarakan kerjasama kita. Konsep apa yang anda inginkan Pak Dion?" Viena memotong semua usaha Dion untuk menggodanya dengan kembali ke poin inti mereka bertemu.
"Jangan langsung seperti itu Viena. Kita sudah lamaaaaa sekali tidak bertemu, apa benar kau tidak merindukanku?" Dion melipat tangan nya di dada dan tersenyum jail.
"Cukup Dion, ini bukan masalah tidak bertemu atau tidak, ini kerjasama. Apa ini tujuanmu bertemu? Kalau begitu kenapa tidak secara pribadi?" Viena menatap tajam Dion namun sedikit sendu. Ia mengingat kembali 4 tahun yang lalu, ketika Dion mengatakan selesai dan Viena bukan yang terbaik.
"Baik baik aku menyerah," Dion mengangguk angguk dan mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan untuk memesan minuman.
"Begini, sudah lama sekali aku tidak memakai jasa iklan untuk mempromosikan hotelku. Belakangan sudah banyak juga hotel dan apartemen berdiri dengan harga rendah. Tidak menutup kemungkinan, mereka mendapatkan konsumen yang meningkat. Aku hanya bergerak pada hotel, aku hanya ingin fokus. Aku ingin memberi tahu semua orang, bahwa kualitas itu yang utama dan hotelku memberikan itu. Aku hanya ingin kau memberi tahu orang orang itu bahwa kualitas itu juga harus diperhitungkan," Dion berhenti sampai disitu dan menyeruput kopinya. Viena takjup, sungguh perubahan Dion yang sangat memukau. Dion bisa menjelaskan dengan penuh wibawa seperti yang ayah Viena katakan. Viena merasa memang Dion yang pantas bersama hidupnya, tapi itu hanyalah hayalan saja. Dion sudah memilih yang lain. Ya, Viena merasa seperti itu.
"Sudah puas melihat ketampananku?" Dion tersenyum melihat Viena yang terdiam memandangnya ketika Dion selesai menjelaskan.
"A-aku tidak," Viena melihat lihat berkas Hotel Prime lagi di ipad.
Drrt drrtt..
Ponsel Dion bergetar di meja. Viena melirik sedikit ada nama Pevi. Siapa Pevi? Pikir Viena. Apa Pevi pacar Dion? Viena tidak ambil pusing dan mencoba berpikir positif. Dion langsung mengangkat ponselnya tanpa permisi terlebih dahulu.
Percakapan Telepon Dion dan Pevi:
Dion : "Halo?"
Pevi : "Kamu dimana? Apa sudah selesai?"
Dion : "sebentar lagi, kenapa?"
Pevi : "tidak ada, aku hanya mengabari aku sudah pulang kerja,"
Dion : "baiklah, setelah semua selesai aku akan keapartemenmu."
Pevi : "baiklah, aku mencintaimu,"
Dion : "sama halnya denganku."
Pembicaraan terputus. Viena mulai mencerna dan mengingat, dulu Dion juga selalu mengakhiri pembicaraannya seperti itu ketika Viena mengatakan dia menyayanginya. Tidak salah lagi, Pevi adalah kekasih Dion sekarang. Viena menunduk cukup lama dan akhirnya tersadar ketika Dion menjentikan jarinya.
"Kau baik-baik saja, Viena?" Kata Dion membuyarkan lamunan Viena. Viena tersentak dan mulai membereskan ipad dan ponselnya. Viena menghabiskan kopinya.
"Baiklah Bapak Dion Prime, aku rasa sampai sini dulu pertemuan kita. Aku masih harus berbelanja kebutuhanku. Kerangka design iklanmu akan kukirimkan sekitar lusa atau 3 hari lagi. Bahan bahan lainnya akan aku cari tahu sendiri atau aku akan mengutus Lexa menghubungi asistenmu." Viena tersenyum dan kembali hendak menjabat tangan Dion.
"Tapi kopiku belum habis, Viena, bisakah kita berbicara sebentar lagi?" Wajah Dion terlihat masam dan sedikit terkejut. Mengapa Viena sedingin ini?
.......
Next part 4
Sebenaranya apa yang diharapkan Dion dari Viena? Ayo cari tahu terus 😁
Plis like n komen thankyou 😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!