NovelToon NovelToon

Behind The Castle

**ALBANY CASTLE**

Gadis itu memacu kudanya dengan cepat. Penglihatannya sesekali buram karna air mata yang memenuhi pelupuk mata. Tubuhnya serasa lemas. Sesekali isakan dan permohonan terdengar saat kakinya tak henti memukul perut kuda. Jantungnya berdetak cepat, dengan pikirannya yang terus melayang pada tempat tujuan yang ingin secepatnya dia tuju dengan semua kemampuannya.

"Ku mohon Tuhan... ku mohon...."

Saat bangunan yang di tujunya mulai terlihat. Isakan, rintihan, tangis dan permohonannya kembali terdengar penuh dengan kecemasan. Sesekali kepalanya berputar ke belakang untuk melihat tiga kuda lain yang sedang menemani dan mengawal perjalanannya.

Masih dengan terus memacu kudanya secepat yang dia bisa. Rasa cemas semakin membuat jantungnya berdetak cepat terlebih, di saat kudanya telah memasuki perkarangan Castle.

Gadis itu melebarkan arah pandangnya dan langsung menangkap sebuah kereta kuda megah dengan lambang pedang di apit dua kepala ular yang sangat dia kenal. Kembali melebarkan arah pandangnya, di sana, di sebelah kanan depan pintu Castle ada beberapa kuda hitam besar yang ikut terparkir di halaman depan pintu masuk, menemani kereta kuda megah itu.

Dengan cepat dan sekuat yang dia mampu, tangan gadis itu menarik tali kekang untuk menghentikan laju kuda. Kaki kuda langsung menukik tinggi dengan di ikuti ringkihan suara kuda. Dengan tergesah-gesah di tengah semua pikiran dan perasaan berkacamuk, tanpa bisa memperhatikan apapun, dan tanpa bisa memikirkan apapun lagi, gadis itu segera melompat sembarang dari punggung kuda.

Langkahnya yang tergesah dan tidak teratur membuat kakinya segera mencium lantai semen dengan kasar. Dengan semua perasaan yang berkecamuk di dadanya, rasa sakit dan perih dari lututnya yang terluka tidak menghentikan langkahnya. Bahkan, gadis itu tidak bisa merasakan rasa sakit apapun pada tubuhnya.

BRAAAAKKK!!!

Kakinya menendang dengan kasar pintu besar utama castle. Dengan sedikit tertatih, gadis itu melebarkan arah pandangnya untuk menilai semua kerusakan yang menyambutnya.

Semua perabotan pecah dan melayang berhamburan. Beberapa tubuh tidak bernyawa pengawal dan pelayan tergeletak dengan darah menggenang mewarnai lantai putih marmer.

Matanya yang langsung menangkap semua kejadian membuat isak tangisnya semakin menjadi. Masih dengan kaki yang terluka dan tertatih, dia berlari menuju ke arah tangga. Di tangga, menunjukkan pemandangan yang tidak kauh berbeda.

Penuh dengan kekacauan dan kehancuran.

Karpet biru yang menjadi alas sudah bercampur dengan warna merah dan tergenangi warna merah. Bahkan, di sana juga ada beberapa tubuh yang tergeletak di sisi-sisi tangga. Pemandangan di sana kembali membuat gadis itu tercekat tanpa bisa menjerit takut karna apa yang di takutkan hatinya, lebih dari apa yang di lihat matanya.

Dengan berlari secepat yang dia bisa, gadis itu menuju pintu keluarga yang terbuka lebar. Dengan mengikuti keinginan hatinya, mulutnya langsung berteriak.

"Ibu!! Ayah!!"

Saat tubuhnya sudah mencapai pintu dan arah pandang sudah bisa menangkap pemandangan di dalam ruangan, tubuhnya langsung mematung dan membeku. Dengan mengerahkan semua sisa kekuatannya, gadis itu mencoba melangkah masuk saat arah pandangnya menangkap pemandangan yang langsung membuat jantungnya seolah berhenti.

"Ayah... Ibu..."

"Oh... kau akhirnya tiba Victoria." Suara berat seorang pria menyambut kedatangannya. Tubuh besar dan tegap dengan terbalut baju zirah perang sedang berdiri di depan ayah dan ibunya yang berlutut dengan suara tangis yang menyambut kedatangannya.

"Jangan....."

Mendengar suara lirih permohonan gadis itu, pria yang sedang mengacungkan mata pedang ke leher ibunya tertawa dingin menyeramkan.

"Kau hampir saja terlambat, Victoria." Gadis itu, Victoria. Mencoba menguatkan tubuhnya yang gemetar untuk berjalan mendekat. Ekor matanya melirik beberapa pria berbaju baju zirah lain yang langsung ikut bergerak ketika kakinya mencoba mendekat menuju ayah dan ibunya.

"Jangan kemari, Vic!!!!" Jeritan peringatan ayahnya membuat langkah kaki Victoria langsung berhenti. Gadis itu menaikkan arah pandangnya untuk menatap pria yang sedang tersenyum mengerikan dengan tangan yang tidak juga bergerak, terus menekan ujung pedang pada leher ibunya.

Tapi tunggu...

Victoria baru menyadari sesuatu, ada sesuatu kurang, ada sesuatu yang hilang.

"Dimana kakakku?!" Victoria menatap tajam pria di depannya dengan wajah memerah menahan marah dan takut.

Pria itu hanya membalas dengan seringai menyeramkan.

"Ini kakakmu." Suara lain dari arah samping, membuat kepala Victoria berputar pada arah suara. Ada dua orang pria berbaju zirah sedang menyeret tubuh seorang gadis yang terkulai tidak sadarkan diri dengan gaun yang sudah hancur. Bahkan, separuh tubuh gadis itu sudah tidak tertutup.

Victoria membulatkan matanya, jantungnya mencelos jatuh bersamaan dengan air mata yang semakin deras terjatuh. "Tidak!! Charlotte!!"

Kaki Victoria berlari, hendak mendekap tubuh kakaknya. Tapi, seseorang segera menangkap dan memegangi tangannya dengan sangat kuat. Tubuhnya meronta kuat untuk melepaskan diri. Dan semua perlawanannya semakin tidak berarti ketika seseorang lagi ikut memegangi bahunya. Isak tangis ibunya semakin kuat, tawa pria yang masih mengacungkan ujung pedang semakin menggelegar saling bersaut-sautan dengan suara tangisan.

Setelah merasa puas tertawa, pria itu kembali memfokuskan arah pandangannya pada dua orang paruh baya yang sedang bersimpu di depan kakinya. "Cukup Victoria, kakakmu sudah berakhir sekarang kembali fokuslah pada orang tuamu."

Victoria merintih pedih melihat keadaan kakaknya. Rasa sakit di dadanya sangat menyesakkan. Victoria menjatuhkan tubuhnya yang memang sudah tidak memiliki tenaga lagi. Dengan bibir yang masih terus terisak, dia menatap pria yang sedang berdiri di depan orang tuanya. Hendak mengeluarkan semua sumpah serapah dan makian dari hatinya tapi, belum sempat Victoria mengeluarkan isi pikirannya, tangan pria itu sudah bergerak.

SRAAATTT!!!

"IBU!!!!!!!"

"EMY!!!!"

Pedang di tangan pria itu dengan cepat memotong tenggorokan ibunya. Darah melayang berhamburan hingga mewarnai wajah ayahnya yang sudah memucat dengan mata terbelalak.

Sekali lagi Victoria akan membuka mulutnya untuk mengeluarkan isi pikirannya tapi,

SRAAAKK!!!

Dengan sangat cepat, pedang itu kembali bergerak dan memotong tenggorokan ayahnya.

Victoria menjerit-jerit sambil berlarian menghampiri kedua tubuh yang langsung tergeletak di lantai dengan darah yang terus mengalir deras dari leher mereka.

Tawa pria itu kembali terdengar.

Kaki pria itu mulai bergerak, menjauh dari genangan darah untuk berjalan menuju kursi kebesaran yang biasa ayah Victoria duduki. Tangan pria itu meraba ukiran-ukiran rumit di kepala kursi hingga dia mendaratkan bokongnya di kursi dengan santai. Seolah ingin menikmati pemandangan kekacauan yang dia ciptakan.

"Ibu... Ayah... ku mohon... ku mohon... tidak.... tidak... jangan.... ku mohon..." Tangan mungil Victoria mencoba menekan-nekan leher ibu dan ayahnya. Berharap darah di sana bisa berhenti mengalir. Dengan arah pandang yang sudah buram karna genangan air mata, Victoria tetap terus menatapi wajah kedua orang tuanya. Rintihan kepedihannya terus memohon pada ibunya agar menjawab panggilannya tapi, tidak ada jawaban dari mata ibunya yang telah menutup rapat.

Victoria menggenggam tangan ayahnya yang mencoba menggapai wajahnya. Mulut ayahnya terbuka dan menutup, seolah ingin mengatakan sesuatu. Tapi, tidak ada suara yang terdengar dari tenggorokan yang sudah terpotong. Hingga tangan itu melemah, dan senyum terakhir ayahnya, menutup semua harapan Victoria.

💚💚💚💚💚

Ayukk kalo merasa tertarik lanjut bacanya dan tinggalin jejak kalian yaaa

Salam sayang untuk kalian semua....

**REMBRANTD PALACE**

Rambut coklat kepirangan yang tergerai indah itu terjatuh lembut menutupi sisi kepalanya yang tertunduk. Arah pandang Victoria hanya terus tertuju pada kedua tangan dan gaun kuningnnya yang penuh dengan campuran warna merah. Bau amis, dan rasa lengket masi sangat terasa di indra penciuman dan perabanya. Sesekali bola matanya bergerak, melirik pada sepatu besi yang menghadap tepat di depan kakinya.

Gerakan kereta kuda sesekali membuat tubuhnya bergoyang. Pikirannya melayang, memikirkan banyak hal. Dadanya masih terasa sakit dengan nafas yang menyesakkan hingga membuatnya tidak bisa mengeluarkan tangisan lagi. Hatinya ingin sekali, meraih apapun yang bisa dia pakai untuk membunuh dirinya sendiri agar bisa menyusul ke dua orang tua dan kakaknya tapi, ingatan pada perkataan pria yang sedang berada di kereta bersamanya, membuat Victoria menghentikan keinginan hatinya.

FLASHBACK

"Berhentilah menangis!"

Bentakan pria yang baru saja merenggut nyawa kedua orang tuannya membuat Victoria berang. "Bajingan iblis! Pembunuh! Kenapa? apa salah orang tuaku? kenapa kau lakukan ini?!" Jerit Victoria.

"Aku melakukan yang harus ku lakukan. Sekarang keluargamu sudah habis. Suka tidak suka kau harus mengikuti peraturan, kau harus ikut denganku."

"Lebih baik aku mati!" Victoria kembali menjeritkan seluruh keinginan hatinya.

"Oh Victoria yang manis.... jika kau mati, kakakmu yang lain bagaimana?" Pria itu terkekeh menjijikkan. Kekehan yang membuat Victoria muak.

Tapi, Victoria hanya bisa terdiam ketika mengingat kakak laki-lakinya yang sedang berada di pasukan perang untuk merebut kekuasaan di wilayah barat. Sambil terisak, Victoria menaikan arah pandangnya yang nanar. Menatap wajah pria yang sudah menebas leher kedua orang tuannya.

"Tolong istirahatkan keluargaku dengan layak." Hanya itu yang bisa Victoria ucapkan. Dengan pasrah dan dengan putus asa Victoria meminta.

Pria itu tersenyum penuh kemenangan. Dan mendekat pada Victoria yang kembali memeluk tubuh ke dua orang tuannya. Entah sudah berapa lama Victoria meratapi tubuh orang tuannya, hingga tubuh yang sudah tidak bernyawa itu mulai terasa dingin.

"Baiklah...." Tangan besar pembunuh itu membelai lembut rambut panjang Victoria. Belaian yang dulu biasa dia lakukan saat bertemu Victoria kecil. Belaian yang juga tidak asing bagi Victoria. Karna, pria pembunuh itu adalah tangan kanan Raja George II sahabat dari ayahnya, William Arathorn, Duke of Albany.

FALSHBACK OFF

"Apa yang kau pikirkan?" Suara berat pria yang sedang duduk di depannya menyadarkan kembali pikiran Victoria. "Tidurlah sejenak, karna perjalanan ke istana masih lama." Sambungnya dengan suara tenang.

Mendengar suara berat itu berbicara dengan nada tenang dan lembut. Desiran kemarahan Victoria terpancing hingga membuat Victoria terkekeh geli. Bahunnya bergoyang kencang dengan kepala bergerak-gerak.

Pria itu mengeryit melihat kepala tertunduk di hadapannya mengeluarkan suara kekehan. Victoria semakin menjadi, bahkan sekarang suara kekehannya sudah menjadi suara tawa hingga bahunya semakin bergoyang kuat. Pria itu mengulurkan tangannya untuk mencoba menyentuh bahu kecil Victoria tapi,

"Jangan menyentuhku!" Victoria menepis kasar tangan yang mendarat di bahunya hingga akhirnya, mengangkat kepalanya. Tawanya berhenti. Dengan wajah yang masih memerah, Victoria menatap pria di depannya dengan tajam. Rahangnya mengeras dan terkatup rapat. Bibir ranumnya berdesis tajam.

"Suatu hari aku akan membunuhmu dengan kedua tanganku, Edward!"

Pria pembunuh itu, Edward. Mengejap-ngajapkan matanya. Cukup terkejut dengan perubahan wajah Victoria, terlebih namanya yang terucap tajam dari mulut kecil Victoria.

Cukup lama Edward tertengun karna terpesona. Hingga akhirnya bibir tebalnya tertarik melengkung ke atas. Seolah bangga dia mengatakan.

"Kau akan menjadi seorang calon Ratu pendamping yang mengerikan Victoria."

Guratan amarah di wajah Victoria semakin tegas. Rahangnya semakin mengeras hingga giginya mengerutuk. "Dan kau. Akan menjadi orang pertama yang akan merasakannya, Edward."

Edward semakin menaikkan lengkungan bibirnya hingga semakin tinggi ke atas. "Dengan senang hati aku akan menunggunya"

--00-000-00--

"Kita sudah sampai."

Merasakan goyangan di bahu dan suara berat seorang pria. Membuat Victoria tersadar dari tidurnya. Victoria mengejap-ngejapkan kedua matanya mencoba mencari kesadaran. Saat kedua bola mata hijau pekat itu terbuka sepenuhnya, arah pandangnya langsung bertabrakan dengan kedua bola mata gelap milik Edward. Dengan posisi tubuh Edward yang sudah setengah berdiri dan membuat jarak di antara mereka semakin terkikis.

Sadar saat sesuatu terus menempel di bahunya. Victoria semakin menyadari jika tangan Edward lah sedang berada di bahunya. Dengan secepat yang dia bisa, Victoria menepis kasar tangan besar itu.

Edward hanya menghela nafas panjang karna mendapat respon yang sangat tidak bersahabat dari Victoria, dan lebih memilih untuk segera membuka pintu kereta.

Saat sudah keluar dari pintu kereta, Edward mengambil posisi untuk berdiri di samping kereta dan mengulurkan tangannya untuk membantu Victoria turun.

Victoria menatap sekilas jendela kereta. Menatap bangunan besar dan megah yang dulu pernah dia datangi saat masih kecil bersama ayah dan ibunya.

Istana Renbrantd....

Victoria menarik nafas panjang dan memejamkan matanya sebentar. Mencoba menyiapkan hati dan menguatkan mental untuk keluar dari kereta. Karna, setelah dia keluar dari kereta ini. Entah kehidupan seperti apa yang akan dia coba perjuangkan dengan dirinya yang hanya seorang diri.

🎀🎀🎀🎀

Ayuk jangan tinggalin jejak kalian. Yang masih merasa tertarik ayukk lanjut baca

Salam sayang untuk kalian semua...

**KING GEORGE II**

Dengan dagu terangkat angkuh. Sepasang bola mata hijau pekat itu menatap tajam seseorang yang sedang duduk di kursi megah dengan sebelah tangan menopang sisi kanan kepala.

Victoria tidak peduli dengan Edward dan para kesatria lain yang sudah menundukkan kepala mereka dengan satu lutut mereka yang menempel di karpet lantai. Tanda jika mereka sedang memberikan penghormatan tertinggi pada seseorang yang memiliki kuasa paling mutlak di Francia, Raja George II. Pembunuh yang sebenarnya, iblis yang sebenarnya.

Rahang Victoria mengeras ketika ingatannya kembali berputar pada kejadian mengerikan keluarganya. Tangan Victoria terkepal kuat, sepasang bola mata hijau pekatnya mengkilap semakin menatap tajam ke arah iblis di depannya. Dada Victoria bergemuruh hebat berteriak untuk membalas. Tapi, belum sempat dia melangkah untuk menggigit, sepasang tangan dengan cepat cengkaman kuat kedua bahunya. Seseorang mendorongan di punggung Victoria, menyusul sebuah tendangan pada kaki yang membuat lutut Victoria di paksa untuk tertekuk dan menempel di atas karpet lantai.

Senyuman penuh makna terbit di bibir Raja George. Dia mengangkat kepalanya masih dengan senyuman penuh makna sambil membalas tatapan tajam Victoria.

Dalam ingatannya, Victoria merasa tatapan penuh makna Raja George tampak tidak asing. Tatapan yang menyimpan banyak makna dan rencana, mengingatkan pada tatapan yang sama seperti tatapan ayahnya ketika sedang menatap surat alur perdagangan yang di inginkannya.

"Selamat datang Victoria, kau sudah dewasa sekarang." Victoria bergeming mendengar suara berat pria paruh baya yang mungkin tidak jauh berbeda dari usia ayahnya. Rasa amarah, muak, dan benci dengan cepat memenuhi dan menggerogoti hati Victoria. "Wajahmu semakin mirip William, tapi dengan bibir dan warna mata Emylis." Raja George melanjutkan ucapannya dengan bibir terus tersenyum.

Indra pendengaran Victoria yang menangkap jika nama kedua orang tuanya keluar dari mulut Raja George. Membangkitkan desirah kemarahannya yang tidak bisa lagi dia tahan. Victoria mencoba berdiri. Mengikuti segala nalurinya yang kembali ingin menggigit iblis itu. Tapi, saat kakinya baru akan tegak, bahunya kembali di tahan dan di tekan dengan kuat oleh seseorang. Hingga membuat lututnya kembali menempel ke karpet lantai dengan kasar.

Raja George semakin melengkungkan bibirnya ke atas setelah melihat kemarahan membara Victoria. Dia beranjak dari kursi singgah sanahnya. Kakinya mulai menapaki undakan tangga tahta hingga berhenti di akhir tangga.

Jaraknya dan Victoria semakin menipis, membuat Victoria semakin bisa menatap tajam sepasang bola mata abu-abu dengan rambut hitam yang sudah mulai memutih di kedua sisi kepalanya. "Kau pasti lelah nak, istirahatlah dan...." Raja George, semakin mendekat pada Victoria dengan senyum yang terus tercetak di bibirnya. Kepalanya memposisikan wajah mereka, yang membuat mata mereka semakin dekat untuk memberikan tatapan mata saling menghujam langsung ke dalam kedua manik mata Victoria. Dan apapun niat Raja George pada tatapnya. Tatapan itu berhasil menghantarkan rasa menggigil yang langsung merayap ke punggung Victoria. "Arthur kakakmu juga lelah setelah menang di satu posisi wilayah barat. Kemungkinan besok saat dia sudah istirahat, kami baru akan mengirimkan pesan duka padanya."

Kali ini, rasa takut yang di kirimkan Raja Geogre mulai merayap cepat ke seluruh jiwa Victoria. Hingga punggung Victoria semakin mengigil.

Tatapan kedua sepasang bola mata abu-abu itu, dan setiap kata yang keluar dari mulut itu, langsung mengancak semua sisa-sisa keberanian Victoria. Karna ucapan terakhir Raja George, bukan hanya sekedar ucapan biasa. Itu adalah sebuah ancaman. Raja George menegaskan, jika Arthur kakak laki-laki Victoria, sedang berada dalam pengawasan mereka.

Dan Victoria. Terima tidak terima, harus tenang mengikuti semua perkataannya.

🌺🌺🌺🌺

Di sisi lain. Sepasang pria dan wanita sedang dalam pergumulan panas. Pergerakan kasar, suara de**han, dan erangan kenikmatan, semakin memanaskan seisi ruangan. Hingga akhirnya, jeritan dari sang wanita dan suara eraman panjang dari sang pria, menutup pergerakan di atas ranjang besar sebuah ruangan.

Sang pria langsung menjatuhkan tubuhnya ke samping. Sekujur tubuhnya basah penuh peluh. Dada lebar dan bidangnya naik turun karna nafas yang masih porak-poranda. Tubuh atletisnya yang hanya menggenakan pakaian kelahiran, akhirnya mulai terasa dingin setelah mendapatkan pelepasan. Dari ekor matanya, sang pria melirik ke samping. Pada sang wanita yang keadaannya, tidak jauh lebih baik darinya.

Dengan kekuatan yang tersisa, sang wanita mencoba menggeser tubuhnya untuk mendekat dan masuk ke dalam pelukan sang pria. Cukup lama mereka mengatur nafas dan ketenangan diri, dengan sang wanita yang semakin mengeratkan pelukkannya. Pelukkan malam ini yang sebenarnya, penuh dengan syarat akan kepemilikkan.

"Fred, aku dengar calon pengantinmu hari ini akan tiba di istana?" Sang wanita, bertanya sambil mendongakkan kepala untuk menatap wajah tampan sang pria. Ingin melihat respon wajah tampan pria miliknya. Tapi, sang pria tampak bergeming. Hanya menjawab dengan mengedipkan bahu acuh. "Jadi, siapa yang terpilih? Putri yang sulung atau yang bungsu?" Sambungnya kembali memberikan pertanyaan.

Kembali, setelah terus bertanya, sang wanita tidak juga mendapat jawaban apapun dari sang pria. Raut wajah sang pria pun masih tetap sama, tampak tidak tertarik. Tapi tidak membuat sang wanita berhenti membuka mulutnya. "Aku pernah bertemu dengan putri sulung saat pesta debutnya. Dia sangat cantik dan lembut. Dia juga terlihat pintar dan elegant. Wajah dan pembawaannya terlihat sangat mirip dengan Her Grace Arathorn tapi...." Akhirnya, wajah pria itu sedikit menunduk untuk menatap wajah cantik sang wanita. "Tapi, aku belum pernah melihat si bungsu. Aku hanya mendengar jika dia juga sangat cantik walaupun kabarnya, kecantikannya masih tidak sebanding dengan kecantikan si sulung kakak perempuannya."

Sang pria hanya tersenyum tipis menatap kedua manik coklat sang wanita. Tangannya dengan lembut membelai rambut merah bergelombang sang wanita. "Apa kau cemburu?"

Alis sang wanita mengerut, lalu berdecak kesal. "Ck! jangan menggodaku Fredrick."

Kekehan pelan terdengar dari mulut sang pria, bibirnya segera mendarat sayang pada pelipis sang wanita. "Tenang saja, aku hanya mencintaimu, Calista." Ucapnya penuh janji.

Anggukkan singkat kepala penuh kepercayaan sang wanita. Menjadi penutup percakapan mereka. Hingga keduanya terlelap dengan saling berpelukan penuh kasih sayang.

\=\=\=💛💛💛

Ayukk silahkan tinggalin jejaknya buat dukungan

Salam sayang semua.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!