NovelToon NovelToon

30 Hari Mengejar Badai

Call me Indira!

Novel ini kelanjutan dari Novel I LOVE YOU DOSEN! jadi sebelum membaca Novel ini, di sarankan untuk membaca Novel pertama Author I LOVE YOU DOSEN!.

Indira POV

"Jova, datang ke Cafe ku ya!" ucap ku, "aku punya menu baru yang harus kau coba!"

"Oh ya?" tanya Jova, "yakin enak?"

"Kau meragukan kemampuan memasak ku?"

"Haha! tentu saja tidak!" jawab Indira, "Keluargamu kan ahlinya menciptakan best recipe!"

"Of course!"

"Aku akan mengajak Bayu juga nanti!" ucap Jova.

"Harus!" jawabku.

Nama ku Indira Omara Clovis, orang - orang memanggilku Indira. Aku berwiraswasta mengikuti jejak Orang tua ku, yang merupakan Pengusaha Cafe. Orang tua ku punya banyak cabang di Jakarta. Dan dengan bantuan beliau aku mendirikan Cafe dengan nama yang ku buat sendiri tanpa embel - embel nama Cafe Orang tua ku, IDR Cafe.

Aku merintis usaha Cafe ini sejak lulus SMA. Hampir empat tahun usia Cafe ku sekarang. Sejak semester 3 aku memutuskan untuk tinggal di Cafe ku. Lantai dua yang semula hanya gudang dan tempat istirahat karyawan ku, sepertiga ruangannya ku ubah jadi kamar kedua ku setelah kamar pertamaku di rumah.

Ruko yang ku tempati ini di belikan Papa sebagai hadiah kelulusanku. Untuk mewujudkan cita - cita ku sebagai Wirausaha muda. Ruko ini semula dua Ruko, tapi oleh Papa di jadikan satu Ruko, sehingga Cafe ku paling luas di jajaran Ruko ini. Dengan bantuan Orang tua ku pula ku ciptakan menu yang banyak pada umumnya tapi sedikit ku ubah dengan resep khas Cafe ku.

Bergulat di dapur adalah hobi ku sejak kecil. Mama sama sekali tidak keberatan, jika aku mengganggu beliau di dapur. Nyatanya membuahkan hasil, aku menjadi si gadis apa adanya yang hobi memasak. Tentu banyak di impikan laki - laki untuk menjadi istri idaman bukan? tapi nyatanya kisah cintaku tak semulus kelihaian ku mengolah dapur.

Aku punya seorang adik laki - laki yang berusia 16 tahun. Dia masih duduk di kelas 2 SMA. Aku menyayanginya seperti dia menyayangiku. Kami saling menunjukkan perhatian dan tak sedikitpun kami pernah bertengkar. Kami berusaha untuk saling mengalah dan menjaga perasaan satu sama lain.

Jova dan Bayu adalah sahabat terbaik ku, Sejak kami duduk di bangku SMP. Hanya saja Bayu beda kelas dengan aku dan Jova. Tapi dia selalu dekat dengan kami. Karena dari penerawangan ku, Bayu menyukai sahabat ku Jova, si gadis rumahan yang tidak pernah jatuh cinta itu.

Meskipun dari awal selalu mendapat penolakan, tak sedikitpun Bayu merasa jengah. Sampai akhirnya kabar bahagia membuatnya menyerah.

Ya! pertunangan Jova dengan Dosen Alexander adalah kabar yang paling menggemparkan seluruh kampus saat itu. Dimana Dosen paling tampan di Kampus itu justru menikah dengan Mahasiswi yang paling sering di beri nya hukuman.

Aku sendiri, dua kali jatuh cinta. Pertama baru jadian dia mengalami kecelakaan dan meninggal. Yang kedua ternyata aku hanya pelariannya.

Dan di sini, aku akan menceritakan perjuangan mengejar sang pujaan hati. Siapa lagi kalau bukan Rakha Leonard, Asisten Tuan Alexander Gibran yang tampan itu.

Mungkin hampir seluruh penduduk Bumi tau kalau dia adalah seorang Playboy. Jika ingin menjalin hubungan serius, kebanyakan perempuan pasti akan menjauhinya. Tapi entah apa yang ada di dalam otakku ini, Aku justru mengejarnya. Tak peduli angin bahkan badai sekalipun, aku terus berusaha mendekatinya.

Sejak pertama kali melihatnya secara langsung di saat HUT Group G, aku sudah jatuh hati padanya. Mungkin wanita di luaran sana pun sama, akan dengan mudah jatuh hati pada Rakha di pandangan pertama. Karena memang seorang Rakha Leonard adalah pria yang tampan dan tidak sedingin Tuannya.

Sepanjang aku mendekatinya pun, tak jarang aku mendengar teman - teman atau artikel di ponsel menceritakan gebetan terbaru sang Asisten. Itu adalah julukan lain di artikel dari seorang Rakha Leonard.

Tapi sama sekali tak mengubah niatku, untuk mencuri hatinya. Hati yang entak kenapa sangat membatu untuk ku. Padahal dia sangat ramah pada semua wanita cantik yang berada di sekitarnya.

Hari itu aku pernah melihat Rakha bergandengan tangan dengan seorang wanita cantik di salah satu Mall di Jakarta. Padahal saat itu aku sedang menunggu hari Sabtu. Hari yang di janjikan Rakha untuk aku bisa tinggal bersama di apartemennya selama satu bulan.

Yah! itu adalah perjanjian konyol yang ku buat sendiri. Dimana jika dalam satu bulan Rakha tidak juga mencintai ku, maka aku akan meninggalkannya selamanya. Dan akan berpura - pura tidak mengenalnya dimana pun kami bertemu.

Hari ini adalah hari Jum'at, setelah kuliah aku pulang ke rumah Orang tua ku. Sebelum akhirnya besok aku akan tinggal di apartemen Rakha Leonard.

"Kamu sudah menyiapkan materi untuk skripsi mu?" tanya Mama.

"Sudah, Ma!" jawabku, "tinggal memulainya saja. Mama do'akan supaya langsung diterima nantinya."

"Aamiin," ucap Mama, "Mama selalu mendo'akan yang terbaik untukmu"

"Makasih Mama ku sayang!" ucap ku memeluk Mama yang duduk di sampingku di ruang tengah rumah Papa.

"Iya!" jawab Mama mengusap tanganku.

"Oh ya, Ma! satu lagi!"

"Apa?" tanya Mama.

"Aku sedang berusaha mencuri perhatian seorang laki - laki. Mama do'akan supaya usahaku lancar ya? please!" ucap ku mencium pipi Mama.

"Bukannya kamu harus fokus skripsi?" tanya Mama

"Aku akan tetap fokus dengan skripsi Ma!" jawabku, "aku hanya akan berusaha mencuri hatinya senatural mungkin. Jadi tidak akan menyita waktuku"

"Hemm.. kau ini!"

"Ayolah Ma.." rayuku, "anak Mama ini sudah 22 tahun. Jova saja sudah menikah" lanjut ku.

"Baiklah!" jawab Mama, "tapi ingat skripsi mu harus bagus!"

"Siap Boss!" jawabku yakin, "tapi jangan bilang Papa dulu ya Ma? aku takut Papa tidak setuju"

"Baiklah, tapi beri tau Mama dulu, seperti apa laki - laki incaran mu itu! kenapa kamu sampai berusaha untuk mendapatkannya!"

"Mama akan tau setelah Indira berhasil!"

"Tinggal jawab saja susah amat!"

"Sabarlah Mama! nanti juga akan tau!" ucap ku, "yang jelas sangat tampan!"

"Oh ya!"

"Heem" jawabku mengangguk yakin.

"Baiklah!" ucap Mama, "malam ini kamu mau menginap di sini?"

"Tidak, Ma," jawabku, "ada banyak pekerjaan di Cafe"

"Ya sudah! ayo makan siang dulu!"

"Siap!" ucap ku sambil berdiri dan menggandeng tangan Mama menuju meja makan.

"Gavin! ayo makan!" teriak ku memanggil adik ku yang masih berada di kamarnya di lantai atas.

"Iya kak!" sahutnya tak kalah keras.

Rumah ku tidak besar juga tidak bisa di katakan kecil. Jika kalian pernah membaca ukuran rumah orang tua Jova, maka rumah orang tua ku ini sedikit lebih besar. Halaman depan muat untuk 3 mobil. Dua orang pelayan, karena Mama ku juga sibuk membantu Papa mengelola cabang - cabang Cafe mereka.

Setelah selesai makan siang di rumah orang tua ku bersama Mama dan Gavin, tanpa Papa, karena Papa masih berada di salah satu Cafenya. Aku memutuskan untuk tidur siang di kamarku. Kamar yang aku tempati selama belasan tahun. Sejak kelahiran Gavin, aku meminta untuk tidur sendiri. Saat itu aku berusia 6 tahun.

Mama menghias kamar ku selucu mungkin saat itu. Lambat laun, kamar ku yang menggemaskan itu, ku ubah menjadi kamar khas seorang gadis muda yang menyukai warna Biru dan Pink.

Aku membaringkan tubuhku di ranjang yang sudah sangat jarang aku tempati itu. Tapi selalu tetap bersih, karena pelayan di rumah setiap hari membersihkannya. Bahkan tetap rutin mengganti sprei ku walau tidak pernah aku tempati. Karena itu adalah perintah Mamaku, yang sangat menyukai kebersihan.

Menjelang sore, aku bangun dari tidurku dan langsung mengguyur tubuhku di bawah shower. Setelah berlama - lama di bawah guyuran air shower, aku memilih untuk menyudahinya dan mengganti bajuku dengan baju ku yang ada di almari kamarku.

"Ma, Indira balik ke Cafe sekarang!" ucap ku sedikit berteriak karena Mama sedang asyik berendam di kamar mandinya.

"Iya, Sayang! hati - hati!" ucap Mama taka kalah keras.

"Siap, Ma!" jawab ku.

"Gavin, Kakak pergi dulu!" ucap ku pada Gavin yang sedang asyik bermain game di ponselnya.

"Iya, Kak!" jawab Gavin menoleh padaku sekilas.

Aku berjalan keluar rumah menuju mobilku yang terparkir manis di halaman rumah orang tua ku.

Aku mengemudikan mobilku di tengah keramaian kota Jakarta, membelah kemacetan karena jam pulang kerja orang - orang dari kantornya. Hingga hampir dua jam berlalu, barulah aku sampai di Cafe ku.

Aku merebahkan tubuh lelah ku di atas ranjang ku yang empuk. Pikiran ku tertuju pada wajah tampan Rakha, saat aku dengan sekuat tenaga mengumpulkan keberanian ku untuk duduk di pangkuannya tanpa permisi. Dan saat itu aku sangat bahagia, karena dia tidak marah, walau dia sama sekali tidak menyentuhku. Tapi dengan jelas dia menghargai ku, karena dia dengan segera mematikan rokok di tangannya.

Dan di sini, aku akan menceritakan 30 hari yang aku lalui sepanjang usaha ku mengejar badai tampan itu. Kisah cinta ku yang penuh perjuangan, yang bahkan belum pernah aku lakukan sebelumnya.

"Hi Reader, Call me Indira!"

Hari Pertama

Di sebuah kamar yang berada di lantai dua Ruko. Indira menjatuhkan tubuhnya di atas ranjangnya. Dia baru saja selesai memasukkan baju cukup banyak, beberapa tas juga sepatu dan sandal. Tak lupa perlengkapan untuk kuliahnya. Hingga dua koper besar terisi penuh.

"Jika di fikirkan, aku ini mengajukan syarat gila," gumam Jova, "meskipun Jova bilang Rakha tidak akan mudah mengambil yang bukan haknya, bagaimana kalau seandainya dia khilaf?" Indira duduk menyilangkan kaki, menatap dua kopernya.

"Ah! kau gila Ndi!" memukul tempat tidurnya. "Bagaimana kalau selama satu bulan Rakha belum juga jatuh cinta padaku?" gumamnya lagi, "aku harus pura - pura tidak mengenalnya! Aaah! berat sekali!" keluh Indira.

Pikiran Indira berjalan kemana - mana, antara ragu dan yakin menjadi satu. Belum lagi rasa takut jika ada khilaf di antara keduanya.

"Aku yakin seorang Rakha Leonard masih punya hati dan pikiran yang waras!" gumamnya meyakinkan dirinya. "Meskipun dia Playboy!" lanjutnya kecewa.

Indira turun dari tempat tidurnya, mengambil tas kecilnya, dan membawa dua kopernya turun ke lantai bawah di bantu seorang karyawannya.

"Mbak Indira mau liburan ke luar negeri?" tanya seorang Waiters melihat dua koper besar milik Indira.

"Tidak," jawab Indira, "selama satu bulan aku akan tinggal di apartemen temanku. Kalian bekerjalah dengan baik. Sesekali aku akan datang kesini untuk meminta pertanggung jawaban kinerja kalian selama aku tidak ada di sini, mengerti?"

"Mengerti, Mbak Indira!" jawab karyawannya serentak.

"Bagus! aku berangkat dulu!"

"Iya, Mbak!"

Indira memasukkan kopernya ke dalam mobil, kemudian melajukan mobilnya menuju apartemen Rakha. Sepanjang perjalanan Indira berusaha meyakinkan dirinya, bahwa dia pasti bisa menaklukkan sang pujaan hati.

Indira memarkirkan mobilnya di parkiran apartemen, dia menurunkan kopernya dan membawanya menuju lobby. Indira masuk ke dalam lift. Indira keluar dari lift setelah pintu lift terbuka di lantai tempat apartemen Rakha berada.

Indira menekan bel apartemen Rakha, cukup lama Indira menekan bel tapi tidak kunjung ada jawaban.

"Kemana dia sepagi ini?" gumamnya sambil terus menekan bel.

Sampai akhirnya terdengar bunyi Cleekk! pintu terbuka yang memperlihatkan muka bantal Rakha dengan mata yang belum terbuka sempurna, di tambah hanya menggunakan celana boxer berwarna hitam. Indira menganga melihat tubuh atletis Rakha. Rakha melihat Indira dan dua koper di kanan kirinya dengan penuh tanda tanya. Rakha berusaha menyadarkan dirinya.

"Mau apa kau kemari?" tanya Rakha menyandarkan dirinya di daun pintu, "kau kabur dari rumahmu?" Indira masih belum fokus sepenuhnya, dia masih tertegun melihat perut sixpack Rakha. "Apartemen ku tidak menampung orang - orang yang kabur dari rumahnya, apalagi anak gadis sepertimu! pulang sana!" usir Rakha dengan mata yang masih menahan kantuk.

"Hey!" Indira mulai menyadarkan dirinya, "kau lupa dengan perjanjian kita?" tanya Indira dengan nada tinggi.

"Perjanjian?" Rakha mengerutkan keningnya.

"Iya!" tegas Indira, "Perjanjian kita! mulai hari Sabtu ini aku akan tinggal di apartemen mu selama satu bulan!" Indira menunjukkan jari kelingkingnya di depan Rakha.

Rakha menatap jari kelingking Indira, berusaha mengingat perjanjian apa yang mereka sepakati. Sampai akhirnya Rakha terlonjak kaget begitu ingat apa yang pernah mereka sepakati di malam pesta Jova dan Alexander. Dia berdiri tegak menghadap Indira.

"Sudah ingat?" tanya Indira dengan senyum manisnya.

Rakha menatap tajam wajah Indira, menyadarkan dirinya sepenuhnya. Menarik nafasnya panjang sebelum bicara pada Indira.

"Kau yakin benar - benar ingin tinggal di sini selama satu bulan?" tanya Rakha penuh penekanan.

"Tentu saja!" jawab Indira yakin membuat Rakha membuang nafasnya kesal.

"Bagaimana jika dalam satu bulan aku tetap tidak menyukaimu?" tanya Rakha serius.

"Sesuai perjanjian kita, aku akan pergi jauh dari hidupmu" jawab Indira dengan senyum menantang.

Rakha menatap intens wajah Indira. Sebelum akhirnya kembali berjalan masuk tanpa berkata sepatah katapun. Indira langsung membawa kopernya masuk dan menutup pintu apartemen Rakha.

"Kau tinggal di kamar ini," tunjuk Rakha pada pintu di lantai bawah dekat ruang tengah.

"Siap, Tuan Rakha yang tampan" jawab Indira dengan senyum manisnya.

Rakha hanya menyebikkan bibirnya heran pada antusiasme Indira.

"Ingat! di sini tidak ada pembantu, dan selama satu bulan kau di sini, aku tidak akan sekalipun memanggil Cleaning Service. Jadi kau yang harus membersihkan. Aku tidak mau ada orang yang tau kalau ada perempuan di apartemen ku, paham!"

"Paham 100%!" jawab Indira yakin, "kau sudah sarapan?" tanya Indira.

"Kau tidak lihat? mataku saja baru terbuka, bagaimana aku sudah sarapan!" jawab Rakha acuh.

"Hehe, maaf maaf," Indira menerbitkan senyum kikuknya, "mandilah, aku akan siapkan sarapan untukmu." ucap Indira menunjukkan kantong kresek berisi bahan masakan yang sengaja dia bawa dari dapur Cafenya.

"Hemm," jawab Rakha cuek lalu naik ke kamarnya di lantai atas.

Indira masuk ke kamar bawah. Apartemen Rakha tidak terlalu besar. Di lantai atas hanya ada satu kamar utama yang lumayan luas beserta walk in closed nya. Dan satu ruangan untuk Gym, juga ruang untuk santai yang kecil juga. Di lantai bawah hanya ada ruang tamu kecil, ruang tengah yang tidak terlalu luas, satu kamar tamu, satu dapur kecil, satu kamar mandi, dan satu ruang belakang untuk mencuci baju kotor.

Setelah merapikan baju dan barang lainnya ke dalam lemari pakaian yang ada di kamar tamu, Indira keluar dari kamar menuju dapur. Indira melihat - lihat peralatan dapur yang tidak terlalu lengkap. Tapi Indira yang basic nya hobi memasak, bahkan semua menu ala Cafenya adalah resep yang dia ciptakan bersama kedua orang tuanya yang sama - sama pengusaha Cafe, tentu bukan sesuatu yang sulit memanfaatkan bahan masakan yang ada dengan alat masak seadanya.

Satu jam berlalu Indira berkutat di dapur mini Rakha, barulah Indira membawa beberapa menu sarapan untuknya dan Rakha. Indira menata rapi set piring dan sendok di atas meja. Tapi Rakha belum juga terlihat turun dari atas. Indira memutuskan untuk naik ke lantai atas. Terlihat ada dua pintu di lantai atas.

"Mana yang kamar Rakha?" gumam Indira.

Indira mengetuk beberapa kali pintu yang pertama, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Lalu beralih ke pintu satunya, beberapa kali mengetuk terlihat gagang pintu bergerak.

Cekleekk!

Pintu terbuka memperlihatkan Rakha yang hanya terlilit handuk di pinggangnya dan handuk kecil yang dia gosokkan di kepalanya. Tubuh segar Rakha terpampang nyata di mata Indira.

"Apa?" tanya Indira.

Ya ampun, pemandangan macam apa ini?, ucap Indira dalam hati.

Rakha melihat arah pandang Indira, lalu melirik perutnya yang menjadi pusat perhatian Indira.

"Kenapa mencari ku?" tanya Rakha lagi karena Indira hanya bernafas tanpa ekspresi.

"Ehm! ini.., Em..!" Indira mendadak gaguk.

"Apa!" tanya Rakha lebih tegas.

"Sarapan kita sudah siap, kenapa kamu tidak juga turun," Indira menyadarkan dirinya sepenuhnya. "Bukankah kamu harusnya sudah selesai mandi dari tadi?" lanjutnya.

"Aku bukan dirimu yang malas berolah raga!" jawab Rakha ketus.

"Hehe!" Indira tersenyum kikuk menggaruk tengkuk lehernya, menyadari kalau Rakha baru saja berolah raga.

"Turunlah, aku akan menyusul!" ucap Rakha cuek.

"Ok!" jawab Indira.

Indira kembali menuruni tangga, menunggu Rakha di meja makan dengan memainkan ponselnya.

Selang beberapa menit Rakha menuruni tangga dan langsung duduk di kursi yang sudah ada pering tepat di depannya.

"Kamu mau makan yang mana"

"Terserah" jawab Rakha cuek.

Indira dengan sangat telaten dan ikhlas mengambilkan menu sarapan untuk Rakha. Rakha hanya memperhatikan setiap gerak gerik Indira. Terkahir Rakha menatap wajah Indira yang terlihat senang melakukan hal itu untuknya.

"Rakha, apa hari ini kamu sibuk?" tanya Indira setelah makanan mereka habis.

"Kenapa?"

"Ayo temani aku belanja ke supermarket!" ucap Indira, "kamu tidak punya bahan masakan, dan alat masak mu juga tidak lengkap."

Rakha menatap Indira dengan heran, dan penuh tanda tanya.

"Apa!" pekik Rakha, "belanja? ke supermarket?" Rakha mengerutkan keningnya.

"Iya!"

"Cih! kau mengajakku belanja bahan masakan ke supermarket? apa tidak salah?" tanya Rakha terheran - heran.

"Kenapa?" Indira mengerutkan keningnya.

"Di taruh di mana mukaku belanja bahan masakan bersama mu?"

"Hey! di sana banyak kok laki - laki yang belanja!" ucap Indira.

"Tapi bukan untuk bahan masakan dan alat dapur kan?" ucap Rakha menahan kesal.

"Tch! kata siapa?" ucap Indira, "kelak kau juga akan menjadi calon suami, kau bisa di cincang istrimu kalau kau tidak mau menemani dia belanja ke supermarket!" lanjutnya.

"Itu beda lagi!"

"Beda apanya, sama saja dengan sekarang! Di sana banyak kok para suami yang mendorong troli istrinya"

"Kau kan bukan istriku!"

"Selama kita belanja, anggap saja aku ini istrimu. Itung-itung belajar menjadi suami yang baik." bujuk Indira.

"Kau tau kan aku ini suka gonta - ganti pasangan kencan. Bagaimana kalau seandainya salah satu dari mereka yang pernah kencan dengan ku melihatku mendorong troli belanja mu!" Rakha bicara berapi - api, "memalukan!" Rakha menyilangkan kedua tangannya di dada.

Indira tersenyum melihat Rakha yang sangat kesal dengan ajakannya.

"Kalau yang melihat mu itu sudah putus dari mu, mereka pasti menyesal. Karena seorang Rakha Leonard ternyata punya jiwa calon suami yang baik," ucap Indira dengan lembut, "kalau yang melihatmu sekarang sedang berstatus gebetan atau bahkan pacarmu dia akan semakin mengagumimu. Jika mereka bertanya siapa aku, aku tidak akan keberatan kalau aku kau anggap sebagai sepupu mu. Lagi pula usia kita beda 7 tahun." jelas Indira dengan sangat hati - hati.

Rakha masih diam memikirkan ucapan Indira. Sesekali dia menyebikkan bibirnya, membuang nafas kasarnya.

Ingat Indira! kau harus berusaha mengambil hatinya senatural mungkin. Jangan memaksa dan jangan menggenggamnya terlalu erat. Ucap Indira dalam hati melihat Rakha yang masih berfikir.

"Bagaimana, mau kan?" tanya Indira penuh harap.

"Baiklah!" jawab Rakha pasrah.

"Yes!" pekik Indira.

Rakha melirik Indira yang kegirangan dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Aku ambil kunci mobil dulu!" Rakha beranjak dari duduknya.

"Ok!" jawab Indira ikut berdiri mengambil tasnya di kamar.

"Ingat! di dalam nanti jangan sampai kau menggandeng tanganku!" ucap Rakha ketus saat memarkirkan mobilnya di parkiran supermarket.

"Iya..iya..!" jawan Indira memanyunkan bibirnya.

Rakha dan Indira berjalan bersama memasuki supermarket. Indira menarik troli sendiri, karena ia yakin Rakha tidak akan mau mendorong troli.

Yang penting dia mau menemaniku berkeliling, batin Indira.

"Kau mau aku masak kan apa?" tanya Indira yang sedang memilih bahan masakan.

"Terserah kau! yang penting enak" jawab Rakha yang berjalan di belakang Indira.

"Kalau masakan ku yang tadi enak tidak?"

"Lumayan," jawa Rakha cuek.

"Kok lumayan sih, padahal itu menu terlaris di Cafe ku" ucap Indira memanyunkan bibirnya.

Rakha hanya tersenyum samar.

"Aku sangat suka brokoli, buatkan aku menu terbaikmu dari bahan ini!" meletakkan brokoli ke dalam troli.

"Kecil!" ucap Indira.

"Rakha!" sapa seseorang, "kamu benar Rakha Leonard kan?"

Rakha menatap wajah seorang wanita yang menyapanya, dengan tatapan bingung.

"Aahh.. tentu saja kamu tidak ingat siapa aku, gebetanmu kan banyak" ucapnya dengan senyum manis.

Rakha hanya tersenyum kikuk, karena dia benar - benar tidak ingat siapa perempuan yang menyapanya.

"Kamu...?" Rakha kesulitan melanjutkan kalimatnya.

"Tere!" jawab perempuan bernama Tere itu.

"Tere?" Rakha mengerenyitkan dahinya.

"Teresha!" ucapnya lagi, "yang setelah kau beri harapan, eh malah kabur sama Angel!" imbuhnya.

"Oh!" Rakha tersenyum kikuk, menunjukkan semua gigi putihnya, menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Sudah ingat?" tanya Tere yang di angguki Rakha dengan rasa malunya, "ini pacar mu? atau gebetan lagi?" tanya Tere menunjuk Indira yang dari tadi hanya melihat interaksi keduanya.

"Saya sepupunya," jawab Indira mengulurkan tangan pada Tere, Rakha langsung menatap tak percaya pada Indira.

"Tere," ucap Tere menyambut uluran tangan Indira.

"Indira!" ucap Indira memperkenalkan diri

"Ya sudah kalian lanjutkan saja kegiatan kalian. Have fun!" ucap Tere dan berlalu dari Rakha dan Indira.

"Iya!" jawab Rakha dan Indira bersamaan.

"Kenapa kau bilang kalau kau sepupuku" tanya Rakha.

"Kan aku tadi sudah bilang, jika ada wanita yang menyapamu, aku akan memperkenalkan diriku sebagai sepupumu. Jadi kau tetap aman dari barisan mantan maupun gebetanmu!" ucap Indira dengan menyungging senyum manis.

Rakha tidak menjawab dia hanya merasa aneh dengan dirinya sendiri.

Lalu apa yang membuat gadis ini begitu menginginkanku, kalau dia tau aku punya banyak mantan bahkan gebetan. Bukankah itu hal yang buruk. Ucap Rakha dalam hati lalu mengambil alih troli yang di dorong Indira.

"Kau jalan duluan, pilih yang kau butuhkan. Biar aku yang mendorong troli ini!" ucap Rakha.

Indira menerbitkan senyum manisnya, menatap mata Rakha lekat - lekat.

"Ok!" ucap Indira berpindah ke depan troli.

Lama - lama kau pasti membuka hatimu untukku! batin Indira yakin.

Belanjaan mereka sudah satu troli penuh, Rakha mendorongnya ke meja kasir, setelah Indira mengatakan cukup. Indira mengeluarkan belanjaannya satu persatu. Setelah seluruhnya selesai di scan, Rakha mengeluarkan kartu debitnya untuk membayar.

"Kita makan siang di sini saja," ucap Rakha berhenti di salah satu stand makanan.

"Ok!"

Rakha kembali mendorong trolinya ke parkiran mobil setelah menyelesaikan makan siangnya. Dan memindah beberapa kantong plastik dari troli ke dalam mobilnya.

Ini episode khusus yang Author ambil dari Novel pertama yang berjudul I LOVE YOU DOSEN! agar cerita lebih detail dan bagi pembaca yang langsung membaca novel ini tau cerita awal mula mereka tinggal bersama.

Jangan lupa untuk selalu meninggalkan Like dan Komentarnya ya.

Dukungan dalam bentuk apapun adalah penyemangat untuk Author siap lembur.

Terima kasih,

Salam Lovallena.

Sunday part 1

Rakha berdiri di dekat jendela kaca di kamarnya, menatap luar jendela apartemen, yang mana gelap malam mulai sedikit memudar. Sesekali meneguk susu steril kaleng di tangannya.

Rakha melempar kaleng susu itu ke tempat sampah setelah menghabiskan isinya. Rakha masuk ke walk in closed di kamarnya, dan memakai baju olah raganya. Memasang headset di telinga kanan kirinya, memainkan musik melalui ponsel di genggamannya. Setelah musik siap, Rakha memasukkan ponselnya ke dalam saku jaketnya.

Rakha berjalan keluar dari walk in closed, dan membuka pintu utama kamarnya. Rakha menuruni tangga sambil mengangguk anggukan kepalanya menikmati musik yang di mainkan. Sampai hidungnya mencium bau harum dan sedap masakan dari arah dapur.

Rakha berhenti di anak tangga paling bawah menatap Indira yang yang memasak dengan memunggunginya. Ada perasaan lain di hatinya, ketika melihat ada seorang gadis yang memasak di apartemennya. Rakha menyandarkan lengannya di dinding dapur. Menatap Indira yang belum menyadari kehadiran Rakha.

"Ah!" pekik Indira kaget melihat Rakha yang berdiri menatapnya tajam.

Indira melanjutkan langkahnya untuk meletakkan mangkok berisi sayur di atas meja makan.

"Kau ini mengagetkan saja!" ucap Indira melihat Rakha yang tak bicara sepatah katapun.

Beberapa saat terjadi keheningan di anatar keduanya.

"Kenapa kau harus membuat dirimu sendiri lelah dengan melakukan hal konyol seperti ini?" tanya Rakha setelah melepas headset di kedua telinganya.

"Hal konyol?" Indira mengerutkan keningnya, "hal konyol apa?" tanya Indira yang tidak paham maksud Rakha.

"Tch!" Rakha berpindah duduk di kursi makan, "sebulan tinggal di sini untuk mendekatiku, membersihkan apartemen ku, dan kau juga memasak seperti ini!" ucap Rakha, "bukankah lebih baik kau bersantai di rumahmu!"

"Namanya juga berjuang merebut hatimu, aku harus melakukan banyak cara untuk mengambil hatimu!" jawab Indira dengan senyum yakin.

"Bagaiman jika dalam satu bulan ternyata aku tidak juga jatuh cinta padamu? semua yang kau lakukan ini akan sia - sia. Lelah mu menjadi tidak ada harganya." jelas Rakha.

"Setidaknya aku pernah berjuang!" jawab indira dengan menyungging senyum manisnya.

Rakha membuang muka ke arah lain, menggosok dahinya karena heran dengan perjuangan seorang gadis yang usianya jauh di bawahnya itu.

"Kalau aku tidak berjuang, aku tidak akan tau sejauh mana kemampuanku. Jika perjuangan ku sia - sia, setidaknya aku benar - benar tau kalau tidak satu hal pun dari hidupku yang bisa membuatmu jatuh cinta padaku," lanjut Indira. "Jadi aku bisa mengakhiri perjuangan dengan senyum manis karena memang kita tidak berjodoh." lanjut Indira dengan senyumnya.

Rakha menatap intens wajah Indira. Mencari tau setulus apa gadis itu mencintainya.

"Kau lihat diriku!" ucap Rakha, "aku playboy! semua orang tau itu! sudah banyak gadis yang berjalan denganku! dan mungkin aku sudah banyak menyakiti hati wanita. Bahkan kemarin kau melihatnya sendiri!" ucap Rakha.

"I don't care!" ucap Indira yakin.

Rakha menarik nafas kuat dan membuangnya panjang. Rakha tampak berfikir, dia juga pasti kasian kalau seandainya Indira tidak bisa membuatnya jatuh cinta.

Apa harus aku membuat gadis ini tidak betah tinggal di sini? ucap Rakha dalam hati.

"Terserah kau sajalah!" ucap Rakha pasrah, "ingat! jika dalam satu bulan ternyata aku tidak jatuh cinta padamu, jangan pernah mengatai ku tega, kejam dan sebagainya!" lanjut Rakha.

"Siap!" jawab Indira dengan mengangkat tangannya hormat.

Rakha bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh dari meja makan.

"Kamu mau kemana?" tanya Indira menatap punggung Rakha.

"Jogging!" jawab Rakha singkat sambil memasang kembali headset pada kedua lubang telinganya.

"Aku akan menunggumu pulang!" ucap Indira meninggikan suaranya agar dapat di dengar Rakha yang memakai headset.

Rakha tidak menjawab meskipun mendengarnya, dia langsung berjalan ke arah pintu utama apartemennya. Indira masih menatap punggung Rakha yang menjauh dengan menyunggingkan senyum manisnya.

"Apapun yang kau katakan dan kau lakukan tidak akan membuatku merubah tujuanku Rakha!" gumam Indira setelah Rakha menghilang di balik pintu apartemen.

Indira kembali melanjutkan memasaknya dengan penuh semangat.

# # # # # #

Sudah 15 menit Rakha berlari di sepanjang trotoar setelah keluar dari gerbang gedung apartemennya. Rakha berlari - lari kecil dengan headset yang masih menempel di telinganya.

Pukk!

Seseorang menepuk pundak Rakha, seketika Rakha menoleh. Rakha menghentikan larinya yang membuat orang itu ikut berhenti dari larinya. Rakha menyunggingkan senyum sambil melepas headset nya menatap perempuan yang menepuk pundaknya.

"Angel!" sapa Rakha.

"Masih ingat aku rupanya!" ucap Angel.

"Tentu saja! mana mungkin aku melupakan nama wanita cantik sepertimu!" gombal Rakha.

"Kau ini! masih tidak berubah!" ucap Angel sambil memberi kode untuk berjalan.

"Hehehe! sepertinya sudah bawaan!" jawab Rakha.

"Oh, jadi begitu" ucap Angel dengan lirikan mengejek.

"Hahaha! jangan melirik ku seperti itu!" ucap Rakha membuat Angel menyunggingkan senyum. Mereka masih berjalan santai di sepanjang trotoar. "Kamu masih tinggal di apartemen itu?" tanya Rakha menunjuk apartemen di sebrang jalan.

"Iyalah!" jawab Angel, "kalau kamu?"

"Tentu saja masih sama!" jawab Rakha cepat, "kamu sudah punya pacar lagi?" tanya Rakha ragu.

Angel menggelengkan kepalanya pelan.

"Kenapa?"

"Sejak kita mengakhiri.. bukan kita sih, tapi kamu," menunjuk Rakha yang membuat Rakha tersenyum kikuk. "Sejak kamu mengakhiri hubungan kita, aku belum ada niatan untuk mencari pasangan. Meskipun usia ku sudah cukup banyak, hehe." jawab Angel.

"Kenapa begitu?" tanya Rakha.

"Aku takut kecewa lagi!" jawab Angel.

"Ehm! Angel?" panggil Rakha ragu.

"Apa?" Angel menoleh pada Rakha di sampingnya yang seolah ragu untuk bicara.

"Aku minta maaf, aku tidak bermaksud untuk membuatmu trauma dengan jatuh cinta. Tapi aku.."

"Kenapa?" tanya Angel karena Rakha tidak melanjutkan bicaranya.

"Tapi aku merasa tidak menemukan tempat terbaik untukmu di hatiku. Aku yakin kamu akan mendapatkan laki - laki yang lebih baik dariku!" jelas Rakha dengan rasa bersalah di hatinya mendengar penjelasan Angel.

"Tidak apa - apa!" jawab Angel dengan senyum manisnya, "cinta tidak bisa dipaksakan. Itu bukan salahmu, aku saja yang terlalu berharap besar!" lanjut Angel.

Rakha berjalan sambil menatap wajah Angel di sampingnya, kemudian menyunggingkan senyum saat Angel melihatnya balik.

"Kita masih bisa berteman kan?" tanya Rakha.

"Tentu saja! kenapa tidak!" jawab Angel yakin.

Rakha mengangguk dan tersenyum.

"Lari lagi yuk!" ucap Angel kemudian.

"Ayo! keringat ku juga belum banyak!" jawab Rakha.

Mereka berlari beriringan, menyusuri trotoar saat Matahari mulai menyapa Bumi bagian Jakarta. Mereka menyebrangi jalanan yang sedikit lengang karena hari Minggu. Sampai akhirnya mereka sampai di depan gedung apartemen Angel.

"Aku masuk dulu ya!" ucap Angel.

"Iya!" jawab Rakha, "Oh ya! kalau kau ada waktu mainlah ke apartemenku!" ucap Rakha.

"Ok!" jawab Angel menyatukan ibu jari dan jari telunjuknya, lambang OK.

Setelah memastikan Angel masuk ke lobby apartemen, Rakha melanjutkan larinya sampai di apartemennya.

Rakha masuk ke apartemennya, mengedarkan pandangannya mencari Indira yang tidak terlihat.

"Kemana gadis itu?" gumam Rakha pelan.

Rakha mendekati tangga, dan langkahnya terhenti karena bau harum masakan di meja makan. Rakha berjalan mendekati meja makan, yang sudah tertata beberapa menu.

"Brokoli!" gumam Rakha dengan senyum mengembang menatap brokoli pilihannya yang sudah di olah oleh Indira.

Setelah itu Rakha kembali ke arah tangga dan naik ke kamarnya. Rakha mengeringkan keringatnya di kursi samping jendela kaca kamarnya.

Setelah kering Rakha mengguyur tubuhnya di bawah air shower. Setelah selesai dengan ritual mandinya Rakha memakai kaos dan celana pendek rumahannya. Rakha keluar kamar menuruni tangga.

"Hai!" sapa Indira yang melihat Rakha menuruni tangga.

"Hemm," jawab Rakha cuek.

"Ayo sarapan!" ucap Indira sambil berjalan ke arah meja makan.

Rakha hanya mengangkat kedua alisnya tanda setuju. Indira membalikkan piring yang dia siapkan untuk Rakha, dan mengisinya dengan nasi.

"Kau coba ini!" ucap Indira mengangkat mangkok berisi olahan brokoli. "Semoga kamu suka dengan olahan brokoli ku! aku menggunakan resep rahasiaku." ucap indira menyendok masakan brokoli nya ke piring Rakha.

"Hemm," jawab Rakha menatap piringnya yang sudah berisi nasi dan olahan brokoli kesukaannya.

Rakha mulai memakan makanannya, Indira juga mulai mengunyah menu sarapan yang di pilihnya.

"Bagaimana?" tanya Indira setelah melihat Rakha menelan suapan pertamanya, "enak?"

Rakha menatap intens mata Indira yang duduk di depannya.

Semoga suka ya dengan kisah Rakha dan Indira ini.

Author mencoba untuk selalu membuat cerita natural yang tidak di lebih - lebihkan.

Jangan lupa tinggalkan Like dan Komentarnya ya.

Terima kasih pada teman - teman yang sudah memberi dukungan pada Novel - novel receh Author.

Salam Lovallena.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!