Seorang anak terlahir ke dunia tidak bisa memilih dari siapa ia dilahirkan, dalam keluarga apa dia dibesarkan
Semua anak sejatinya baik karena Allah telah menginstal di dalam dirinya fitrah yang lurus. Walau kelak terwarnai oleh macam warna, namun warna putih dari fitrahnya tak akan pudar dan kelak akan memanggil saat jiwa kehilangan arah
***
Jakarta, 25 tahun yang lalu
Farah tergugu di dalam sel nya yang terdiri dari 10 orang tahanan wanita. Ia tak dak menyangka akan dijatuhi hukuman berat karena percobaan pembunuhan terhadap Tsurayya Ednika Frederick
Tuan Frederick tidak main-main dengan tuntutannya. Putusan langsung dijatuhkan seminggu setelah polisi menangkap Farah, Daniel dan anak buahnya di villa
Cinta.. Ya karena cintanya pada Ardhi menjadikan dirinya buta dan menjadi terobsesi ingin memiliki pemuda itu, bagaimanapun caranya
Sekarang, ia harus menjalani sisa hidupnya dalam penjara. Jika beruntung, tuan Wijaya, papanya akan mengeluarkannya dengan mengajukan banding. Namun akan sangat sulit melawan tuan Frederick
Papa..
Menyebut nama itu membuat Farah kembali terisak. Betapa ia amat menyusahkan ayahnya. Terbayang wajah tuan Wijaya yang berlinang airmata saat melihat sidang vonis dirinya
"Ah Papa.." Farah amat merindukan tuan Wijaya
"Hei, daripada nangis terus-menerus lebih baik kau sholat. Dekatkan dirimu pada sang pencipta."
Farah mengangkat wajahnya. Terlihat seorang wanita berambut ikal menyodorkan mukena lusuhnya
Sholat? Ah, kapan terakhir kali Farah mengerjakannya? Apakah ini akibat dari seringnya ia melalaikan Panggilan Cinta Nya?
Wanita tadi mendekati Farah dan mengajaknya bersalaman
"Aku Lela. Kamu siapa?"
"Farah.. "
"Kamu bisa sholat?" Tanya Lela lagi
Farah menggeleng pelan "Aku sudah lupa-lupa bacaan sholat."
Lela tersenyum hangat "Aku akan mengajarimu. Yaah walau bukan sekelas ustadzah, tapi aku hafal kok bacaan sholat dan beberapa doa-doa."
"Apakah Allah masih mau mendengarkan aku?" Tanya Farah ragu sambil menatap Lela
"Tentu saja. Allah itu Maha Pengampun. Dosa sebanyak apapun akan Allah ampuni asalkan kita bersungguh-sungguh untuk bertobat." Kata Lela mantap sambil tersenyum
Farah balas tersenyum lalu menerima mukena lusuh dari Lela
***
Sudah hampir dua bulan Farah berada di penjara. Selama itu pula Farah berusaha keras merubah dirinya. Tadinya ia hanya melamun, bahkan tertawa sendiri. Namun sekarang, banyak perubahan yang terjadi. Gadis itu mulai bisa menerima suratan takdirnya. Farah pun mulai sedikit-sedikit menghafal bacaan sholat dan doa-doa dibantu oleh Lela
Kehidupan Farah mulai membaik. Farah mulai membaur dengan teman-temannya dipenjara. Setiap seminggu sekali di datangkan ustadz mengisi pengajian di penjara dan Farah tidak melewatkannya
***
"Hoeek.."
Lela terbangun melihat Farah berlari ke kamar mandi sambil memegangi mulutnya. Lela segera menyusul Farah ke kamar mandi. Terlihat gadis itu muntah-muntah
"Kamu masuk angin?" Tanya Lela sambil memijat tengkuk Farah
Farah menggeleng "Aku nggak tahu. Rasanya nggak enak banget."
Setelah merasa tidak ada lagi yang bisa dimuntahkan, Farah segera mencuci mulutnya dan bersandar di dinding. Tubuhnya terasa lemas.
"Kamu harus ke klinik. Ayo nanti aku temani. Sekarang kita sholat shubuh dulu ya."
Farah mengangguk pelan. Kedua wanita itu segera berwudhu untuk menyambut panggilan shubuh
***
"Hamil.." desis Farah tak percaya saat dokter klinik memeriksanya
"Iya mbak, kamu hamil sekitar 2 bulan. Nanti akan saya berikan surat untuk memeriksa di rumah sakit kepolisian untuk lebih jelasnya." Kata dokter klinik
Lela menggenggam tangan Farah saat gadis itu mulai menangis. Keduanya meninggalkan klinik penjara dengan langkah perlahan. Sepertinya Farah kehilangan tenaga. Lela memutuskan untuk duduk sejenak di emperan lapangan
"Kamu tahu bapaknya?" Tanya Lela sambil menatap Farah
Farah mengangguk. Dia sangat yakin karena hanya dengan orang itu dia berhubungan. Walau Farah memiliki pergaulan bebas, namun untuk suatu hal tersendiri, ia memilih untuk tidak berganti-ganti pasangan secara bebas
"Beritahukan, dia harus tahu." kata Lela lagi
Farah menatap Lela dengan sedih "Ayahnya juga sedang di penjara.."
Lela menutup mulutnya. Lalu memeluk Farah tanda empati.
"Sabar ya.." bisik Lela
Farah merasa kotor, merasa hina dan terlalu hitam bahkan untuk memakai mukena lusuh milik Lela
***
"Gugurkan anak itu!"
Farah mendongak menatap tuan Wijaya dengan pandangan tak percaya
"Papa.. Farah nggak akan menggugurkannya."
"Jangan keras kepala! Turuti saja Papa!"
"Tidak, Pa. Cukup sudah Farah berdosa selama ini. Farah tidak mau menambah dosa dengan membunuh bayi ini."
Tuan Wijaya mendesah "Nak, kau akan melahirkan dan membesarkannya di penjara? Pikirkan masa depannya kelak!"
Farah memejamkan matanya. Sungguh, ia tidak mau lagi melakukan dosa. Tapi bagaimana nasib anak ini kelak?
Pandangan tuan Wijaya melembut ke arah Farah
"Nak, maafkan Papa. Tapi mungkin itu jalan terbaik.."
Farah menghela nafas dan segera berdiri dari duduknya
"Maaf, Papa. Farah berasa capek banget. Farah masuk dulu ya."
Secepat kilat gadis itu pergi meninggalkan tuan Wijaya yang termenung memandang punggung Farah yang menjauh
***
"Begitu banyak maksiat dan dosa yang kita lakukan sampai-sampai surga itu terasa tak pantas untuk kita pijaki. Namun janganlah berputus asa. Tak peduli dosamu setinggi langit dan seluas bumi, Allah akan ampuni. Asalkan kamu tetap melakukan dua hal ini, memohon ampun kepada Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun."
Farah mendongak, memasang baik-baik telinganya saat seorang ustadz mengisi pengajian rutin di penjara
"Dari Anas bin Malik radhiallahu‘anhu dia berkata:
Aku mendengar Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Wahai anak Adam, sepanjang engkau memohon kepada-Ku dan berharap kepada-Ku akan Aku ampuni apa yang telah kamu lakukan. Aku tidak peduli.
Wahai anak Adam, jika dosa-dosamu setinggi awan di langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku akan Aku ampuni.
Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang membawa kesalahan sebesar dunia, kemudian engkau datang kepada-Ku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sebesar itu pula."
Airmata Farah menderas. Apakah ia pantas mendapatkan pengampunan? Apakah ia pantas diberikan kesempatan kedua oleh Allah?
"Dosa apa pun, selama kita mau bertaubat, memohon ampun dengan sebenar-benarnya, Pasti Allah akan mengampuninya.
Berdo’alah kepada Allah SWT dan beristighfar atas setiap kesalahan yang kamu lakukan.
Dan janganlah kamu berbuat syirik. Sebab, Allah SWT mengampuni semua dosa-dosa, kecuali satu hal yaitu syirik atau mempersekutukan Allah."
***
Pelan tetapi pasti, Farah mulai memperbaiki dirinya. Ia mengikuti pelajaran baca Quran di dalam penjara, ia berusaha memperdengarkan ayat-ayat cinta dari Sang Khalik untuk anak yang sedang tumbuh dalam rahimnya
Farah bersikeras mempertahankan anaknya. Farah yakin, anaknya akan memperoleh rezeki dari kasih sayang Allah.
Seakan Allah mempermudah segalanya, semua orang di penjara sayang padanya dan Farah sangat bersyukur akan hal itu
Lela sudah dibebaskan. Wanita itu mengatakan kalau ia nanti yang akan merawat anak Farah dan membesarkannya. Saat usianya cukup, ia akan membawanya menemui Farah dan mengenalkan pada ibu kandungnya
Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban..
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...
***
Hari berganti, sekian purnama terlalui. Usia kandungan Farah sudah mencapai 40 minggu
"Fa, jangan capek-capek. Ingat perut udah mau mbledos gitu." Gurau seorang temannya saat melihat Farah masih mengepel lantai
Farah tertawa "Kan katanya biar gampang lahiran."
Setelah mengatakan hal itu, Farah mengeryitkan kening. Terasa sakit melanda pinggang dan tubuh bawahnya
"AAAH.." Jeritan Farah mengagetkan teman-temannya. Mereka segera membantu Farah dan memapahnya ke klinik penjara
***
"Ayo bu, sedikit lagi. Atur nafasnya ya." Seorang bidan dengan sabar membimbing Farah. Farah berkeringat sambil mengatur nafas bersiap untuk mengejan
"Allah..sa..kiit.." Rintih Farah. Hatinya sedih, momen seperti ini ia jalani seorang diri
"Ayo, sekarang bu!"
Farah mengejan, merasakan ada yang menuruni jalan lahir di pusat tubuhnya. Ujung kepala bayi mulai terlihat perlahan seiring kuatnya dorongan yang diberikan Farah
"Yak, atur nafas lagi bu. Tiup tiup tiup." Bidan memberikan instruksi. Farah mengikutinya.
"Fuuh..fuuh..fuuh.."
Rasanya sakit seperti 20 tulang tubuhnya patah disaat yang bersamaan
"Ayo dorong lagi bu!"
Farah kembali mengejan. Sedikit tenaga lagi untuk membantu bidan meraih makhluk kecil dari tubuhnya. Rasanya seperti tersiram air es!
"Aaah.."
Tubuh kecil itu keluar dan langsung di telungkupkan bidan untuk menghindari cairan ketuban menutupi pernafasan. Lengkingan tangis bayi memenuhi ruangan bersalin. Bidan dengan cekatan membersihkan bayi mungil itu
"Selamat bu, bayi perempuan anda cantik sekali." Bidan melangkah mendekati Farah yang masih lemas setelah melakui pertarungan hidup dan mati.
Farah tersenyum melihat bayi montok dan lucu dalam dekapan bidan. Farah langsung membawa bayi cantik itu ke dalam dekapan. Bidan segera menginstruksikan untuk inisiasi dini
Farah mengikutinya. Bayinya sangat pintar mencari sumber nutrisi pertamanya menggunakan insting cerdas alami yang dianugerahkan padanya
Bidan tersenyum. Ia meninggalkan Farah menikmati momen kebersamaan dengan bayinya
Hilang sudah rasa sakit yang dirasakan Farah tadi saat melihat pergerakan lincah dari tangan dan kaki mungil dalam dekapannya. Farah menangis
"Anak ibu punya tanda lahir rupanya.." bisik Farah saat melihat lengan kiri bayinya. Tak henti dikecupnya jari mungil itu.
"Cahaya bintangku.. Zalynda Navulia ku.."
Farah amat menikmati momen itu
"Farah.."
Farah mendongak. Tuan Wijaya sudah berada di depan pintu. Senyum sedih terpasang di wajahnya yang terlihat tua
"Papa.." Farah melepaskan sumber nutrisi putrinya dan mendekap putrinya
"Boleh Papa gendong?"
Farah mengangguk. Tuan Wijaya adalah kakek dari bayinya. Apa salahnya
Tuan Wijaya terharu saat mendekap bayi mungil Farah. Terkenang saat ia pertama mendekap Farah sewaktu baru di lahirkan
"Mirip denganmu.." bisik Tuan Wijaya sambil tersenyum melihat ke arah Farah
"Kemarikan, pa. Dia sedang menyusu." Farah merentangkan tangannya. Namun tuan Wijaya tetap terdiam tak memberikan bayi mungil itu
"Pa.."
"Papa akan membawanya. Kau tidak akan bisa melihatnya lagi. Dia adalah beban untuk kita." Jawab tuan Wijaya dingin
Farah terperanjat. Ia ingin bangun berdiri,namun tubuhnya masih lemah dan sakit. Gadis itu menangis pilu
"Jangan Pa! Kemarikan..Farah mohon."
Tuan Wijaya mundur perlahan, kemudian berbalik membawa bayi itu pergi dengan cepat
"Papa! Papa! Jangan pa, kembalikan!" Farah berusaha turun. Namun ia terjatuh di samping ranjang. Tasa sakit kembali mendera. Tangannya menggapai udara
"Kembalikan bayiku..bayiku.." rintih Farah pelan sesaat sebelum ia pingsan
Sudah dua minggu setelah tuan Wijaya membawa pergi bayi Farah. Selama itu pula Farah terlihat selalu melamun. Ia masih berada di rumah sakit kepolisian karena luka jahitan melahirkan yang kembali terbuka saat Farah terjatuh
Bukan tanpa alasan para bidan dan perawat membiarkan Farah berada di rumah sakit. Dengan kondisinya saat ini, jangankan mengurus luka jahitan. Mengurus dirinya pun Farah seperti terlupa. Gadis itu benar-benar hanya melamun dan melamun
"Fa.." Lela datang mengunjungi Farah. Gadis itu tidak bereaksi. Hanya senandung kecil keluar dari mulutnya.
"Istighfar Fa.." lanjut Lela. Wanita itu sangat terenyuh melihat kondisi Farah. Di sisiri nya rambut panjang Farah. Lela mendesah, Farah masih tidak meresponnya
"Bu Bidan, bisa saya melihat bayi Farah?"
Tiba-tiba mata Farah membola mendengar kata bayi
"Bayi..bayiku..anakku! Jangan ambil! Kembalikan! Kembalikaaan!!" Jerit Farah histeris. Para perawat dengan sigap menangkap tangan Farah dan menyuntikkan obat penenang
"Jangan ambil anakku.." ucap Farah sebelum akhirnya tertidur. Lela memandang Farah dengan pandangan iba
"Kenapa dia histeris begitu? Apa yang terjadi?" Tanya Lela pada bidan. Bidan separuh baya itu menghela nafas
"Anaknya di bawa paksa oleh kakeknya. Kondisinya saat itu mungkin sedikit stres karena menjalani kehamilan dan proses melahirkan sendiri. Saat dia merasa ada yang menemani, justru hal itu diambil paksa darinya. Ini yang menyebabkan bu Farah depresi." Jelas bu bidan
"Ya Allah..kasihan sekali nasibmu Fa." Bisik Lela sedih
***
Tuan Wijaya melihat sekali lagi ke arah bayi mungil dalam dekapannya. Air matanya mengalir. Biar bagaimanapun, bayi ini adalah cucunya. Bayi itu menguap lalu menggeliat lucu dan kembali tertidur
Tuan Wijaya melihat sekali lagi sebuah gelang bulat dengan ukiran nama di dalamnya, Farah Afriyani Wijaya sebelum memasukkannya ke dalam kotak. Tuan Wijaya menyelipkan kotak itu di dalam tas bayi
"Bawa dia pergi. Pergi jauh dari sini. Tolong rawat dia." Kata tuan Wijaya sambil menyerahkan bayi mungil itu pada seorang wanita
"Pak.."
"Kau tidak usah khawatir, Rina. Aku akan mengirimkan uang tiap bulan untuk mencukupinya. Kau satu-satunya orang yang kupercaya merawatnya. Bawa ia pergi.."
Rina memandang tuan Wijaya dengan seksama. Sangat terlihat tuan Wijaya pun tidak rela membiarkan bayi ini dibawa pergi
"Pak, anda terlihat sangat menyayanginya. Kenapa bukan anda yang merawatnya?"
Tuan Wijaya mendesah sambil mengusap kasar wajahnya
"Perusahaanku sedang goyah karena Farah masuk penjara. Kalau para investor mencium skandal anakku hamil di luar nikah, mereka akan menarik uangnya dari perusahaan.."
"Perusahaan Frederick kurang ajar. Beraninya mereka memutuskan kontrak setelah sekian lama kita merintis bersama.."
Tuan Wijaya menoleh melihat Yono, keponakannya. Yono seumuran Farah, ia sudah lama ikut tuan Wijaya sementara orangtuanya (yakni adik angkat tuan Wijaya) berada di luar negeri
"Sudahlah Yon, aku faham mereka begitu. Tindakan Farah sudah keterlaluan.."
Tuan Wijaya kembali menatap bayi mungil dalam gendongan Rina
"Pak, siapa namanya?" Tanya Rina sambil memandang bayi mungil itu
Tuan Wijaya berfikir sejenak. Sepertinya kemarin ia mendengar Farah mengucapkan nama bayi itu. Pria itu masuk ke dalam kamarnya dan keluar dengan membawa sebuah buku.
Buku harian Farah
"Aku belum memberikannya nama. Kemarin aku mendengar Farah mengucapkan sebuah nama. Mungkin ada di sini." Tuan Wijaya mulai membolak-balik lembar demi lembar
Pandangannya terhenti pada salah satu lembar berwarna pink
"Dear Bumi Malam ku..
Aku mungkin bukan satu-satunya bintang di langit malam, tetapi aku adalah bintang yang selalu berusaha bersinar lebih terang agar kau perhatikan, walau sebentar
Sayangnya, rembulan telah mencuri semua perhatianmu. Aku tidak akan bisa menyaingi terang dan keindahannya
Aku akan tetap bersinar, disini, menanti secercah perhatian darimu, karena pada dasarnya bintang tidak pernah meninggalkan langit malam, walau langit malam jatuh cinta pada rembulan
Aku lah cahaya, aku lah bintang, aku lah cahaya bintang.. Zalynda Navulia"
***
4 tahun kemudian
Seorang pemuda memicingkan mata saat keluar dari pintu penjara. Tangannya diletakkan ke atas melindungi matanya dari sengatan sang surya
"Aku bebas.." desisnya pelan
Dia, Daniel Pratama. Rambut-rambut yang tumbuh di rahangnya terlihat berantakan. Matanya kini tidak tersirat kesombongan. Kehidupan penjara telah menempanya menjadi seseorang yang jauh lebih baik
Kakinya mengayun ke arah mobil yang sudah menantinya. Terlihat seorang wanita dan seorang pria tersenyum kepadanya
"Kau bebas juga, Niel." Wanita itu memeluk haru Daniel. Daniel balas memeluk wanita itu erat
"Maafkan Niel, mama. Niel selalu bikin repot."
Tuan Pratama, ayah Daniel tersenyum sambil menepuk bahu Daniel.
"Ayo kita pulang. Mama sudah masak banyak untukmu."
Daniel mengangguk. Mereka pun masuk ke dalam mobil dan berjalan meninggalkan rutan
***
Satu nama yang tidak pernah dilupakan Daniel. Seorang gadis yang sukses mencuri hatinya, yang sukses membuatnya merasakan bahagia sekaligus kesedihan dalam satu waktu
Farah Afriyani Wijaya
Selama beberapa hari bebas dari penjara, Daniel akhirnya memutuskan mengunjungi Farah di lapas khusus wanita. Sebelumnya dirapikan penampilannya. Ia ingin terlihat baik-baik saja di depan Farah
***
"Pak, tidak ada yang bernama Farah Afriyani Wijaya di sini."
Daniel mengerutkan keningnya. Hukuman Farah jauh lebih berat dari hukumannya. Tidak mungkin gadis itu dibebaskan terlebih dahulu
"Coba periksa lagi bu." pinta Daniel
"Kami sudah mengecek dengan sistem komputer. Tidak ada tahanan dengan nama Farah Afriyani Wijaya di sini!" Tegas petugas penjara
Daniel mendesah sambil mengedarkan pandangannya
"Apa ku cari saja di rumahnya?" Bisik Daniel
"Mas, nyari Farah ya?" Tanya seorang wanita yang menggunakan seragam polisi
"Iya bu.."
"Sudah empat tahun lalu Farah dipindahkan ke Rumah Sakit Healing Soul."
Daniel tertegun "Healing Soul? Itu kan.."
***
Rumah Sakit Healing Soul, Rumah Sakit Jiwa terbaik di Jakarta
Daniel menatap wanita di depannya. Masih cantik seperti dulu, namun kilatan semangat di matanya menghilang. Terasa kosong dan hampa
"Silahkan pak, saya menunggu di situ untuk berjaga-jaga." Kata seorang petugas rumah sakit. Daniel mengangguk. Perlahan didekatinya Farah. Gadis itu masih menatap lurus ke depan dengan senandung kecil di bibirnya
Daniel menyerahkan seikat bunga Lily di depan Farah. Mata gadis itu mengerjap lalu menoleh memandang Daniel. Mata itu berbinar, dada Daniel bergemuruh
"Apa Farah mengingatku?"
Farah merentangkan tangannya
"Ardhi.. akhirnya kau datang."
***
Ardhi.. hanya Ardhi yang berada di pikiran Farah. Daniel tersenyum kecut. Bahkan di saat begini pun ia kalah dengan Ardhi.
Daniel menatap Farah yang bersenandung kecil. "Apa aku tidak ada dalam ingatan dan hatimu, Fa? Setelah apa yang sudah kita lalui.."
Farah menghentikan senandungnya. Perlahan di toleh kan wajahnya menatap iris coklat milik Daniel. Mata itu terlihat begitu hampa akan cahaya
"Aku selalu mencintaimu, Ardhi. Aku adalah Zalynda Navulia.. Zalynda Navulia.. Zalynda Navulia.."
Kembali Farah menatap lurus, kembali bersenandung kecil. Daniel mendesah pelan. Di belainya rambut Farah lembut
"Besok aku datang lagi. Semoga esok kau mengingatku, sayang." Bisik Daniel
Mata Farah mengerjap, pandangannya tetap kosong lurus ke depan. Daniel mengecup kening Farah kemudian pergi meninggalkannya
Sepeninggalan Daniel, sebutir airmata jatuh dari mata Farah
"Zalynda Navulia.."
***
Selama tiga tahun sejak kebebasannya, Daniel rutin mengunjungi Farah. Namun hari ini adalah hari terakhir Daniel bertemu Farah
Hari ini, orang tua Daniel akan memulai bisnis di Jepang. Daniel pun ikut serta. Pria itu sempat menemui Farah untuk berpamitan. Daniel menatap Farah dari balik kaca
"Tidak peduli berapa lama, aku akan datang lagi Fa. Aku akan membangun perusahaan yang akan mengalahkan perusahaan Ardhi, aku akan membuat perhitungan dengan Ardhi karena membuatmu seperti ini.." Ikrar Daniel
***
Sementara itu, di desa kecil kota Tasikmalaya
Seorang anak perempuan fokus mengerjakan soal-soal di papan tulis saat seseorang guru masuk dan berbicara dengan guru kelasnya. Guru kelasnya terperanjat, lalu melihat sedih ke arahnya. Anak perempuan itu masih fokus mengerjakan soal
"Linda.."
Anak perempuan itu mengangkat kepalanya
"Ya bu?"
"Bereskan buku-bukumu nak. Pak Andri akan mengantar Linda ke rumah sakit."
Kening Linda berkerut. Untuk apa ke rumah sakit?
"Ibu kamu kecelakaan, nak.."
"Lin, kalo mamah mau meninggal jangan ditinggalin ya.."
"Ih mamah, jangan ngomong begitu."
"Ck, pokoknya! Bantuin mamah ngucapin Laa Ilaaha Illallaah, Muhammadur Rasulullah."
"Apa itu?"
"Pokoknya weh kitu. Jangan di setrum-setrum pake kayak di film tea. Takut mamah."
Itu adalah percakapan satu minggu lalu Rina dengan Linda
***
Alat kardiogram di sisi Rina berbunyi stabil. Linda yang baru saja datang langsung menuju kursi di samping bed Rina
Sekilas dokter mengatakan ada trauma di kepala akibat benturan keras. Linda tidak terlalu memahaminya, ia hanya tahu ibunya menjadi korban tabrak lari. Gadis berusia 8 tahun itu duduk menatap ibunya yang terbebat di kepala dan lengan
Perlahan Linda menyentuh tangan Rina
"Mah.."
Mata Rina perlahan terbuka. Pandangannya pelan menuju ke arah Linda. Terlihat Rina tersenyum kecil
"Anak mamah .. yang paling baik.." Linda berusaha menggerakkan tangannya membelai pipi Linda, menghapus airmata di pipi Linda
Andri menatap Rina dan Linda dengan terharu. Sepengetahuannya, Linda memang hanya tinggal berdua dengan ibunya.
Mata Rina mengerjap perlahan,mengatur nafas hendak menyampaikan sesuatu
"Mah, isirahat aja." Linda membelai tangan Rina dan menciuminya. Air matanya mulai menderas
"Lin..kalau..ada.. apa-apa..sama..mamah..kamu..haah..haah.."
"Bu, ibu istirahat saja dulu." Kata Andri yang langsung bergerak ke sisi Linda
Rina menggeleng pelan
"Cari..tuan Wijaya.. alamatnya..di buku..hitam..mamah..lengkap..sama..nomor..telepon.."
Rina memandang Andri dengan mata memohon
"Tolong..Linda..di..antar..ya..pak..Andri.."
Andri menggigit bibirnya. Kemudian mengangguk pelan
Mata Rina mulai melihat ke arah atas bergantian. Linda memegang tangan Rina. Gadis kecil itu sudah memiliki feeling kalau waktu Rina sudah dekat.
"Bapak panggil dokter." Kata Andri yang langsung pergi
"Laa..laa.."
Linda tercekat, gadis itu mendekatkan bibirnya ke telinga Rina. Menuntunnya perlahan
"Laa Ilaaha Illallaah, Muhammadur Rasulullah.."
Mulut Rina bergerak-gerak. Air matanya menetes
"Laa Ilaaha Illallaah, Muhammadur Rasulullah.."
Kembali Linda menuntunnya, berkali-kali.
"Laa..ilaaha..Illallaah..Mu..hammadur..Ra..sulullah.." Terbata-bata Rina mengucapkannya. Kemudian matanya terpejam. Alat kardiogram itu berbunyi nyaring, menampakkan satu garis lurus
"Permisi.." seorang dokter mendorong Linda ke belakang. Andri dengan sigap menahan tubuh kecil Linda. Linda tidak melihat apa yang dilakukan oleh dokter. Matanya sudah tertutup oleh air mata
Dokter itu menghela nafas dan melihat ke jam. "Waktu kematian pukul 11.25."
***
Sudah tiga hari semenjak Rina di makamkan. Linda kini hidup sebatang kara. Kebutuhan pangannya rutin diantar oleh ibu-ibu PKK
Beberapa ibu-ibu tetangga menemaninya hanya beberapa hari, selebihnya mereka hanya ikut mengantarkan lauk sekadarnya. Linda benar-benar sendirian sekarang
Rina membawa Linda ke desa seorang diri tanpa adanya lelaki berpredikat suami yang mendampingi. Rina juga tidak pernah mengatakan apapun tentang diri mereka kepada para tetangga
Beberapa tetangga memang selalu menggunjingkan diri Rina dan Linda yang tidak memiliki seorang ayah. Ada yang mengatakan Rina ditinggalkan suaminya, bahkan lebih parah ada yang mengatakan Rina hamil diluar nikah. Beberapa pertanyaan kerap dilontarkan para tetangga baik secara langsung ataupun tersirat
Namun Rina tetap bungkam. Tahun berganti, para tetangga di sana pun tidak lagi mengusik kehidupan Rina dan Linda. Selain karena Rina pekerja keras dan selalu berbaik hati pada tetangganya.
Lagipula Rina bukan ancaman bagi ibu-ibu di sana. Dengan luka parut di wajahnya, membuat ibu-ibu di sana tenang, setidaknya suami mereka tidak akan tergoda oleh fisik Rina
Linda pun tumbuh menjadi gadis yang cerdas dan rajin. Walau Linda sedikit tidak percaya diri karena status yang menempel pada dirinya.
Linda pun tahu, ia tidak boleh selamanya bergantung pada tetangga. Ia tidak boleh merepotkan mereka. Linda juga harus memenuhi amanat terakhir Rina, mencari tuan Wijaya
***
"Pak, Linda mau cari tuan Wijaya sesuai permintaan mamah.." kata Linda saat menemui Andri di sekolah
Andri menatap Linda sambil menghela nafas. Gadis ini sedikit keras kepala, entah menurun dari siapa
"Emang Linda tahu mau cari di mana?"
Gadis kecil itu menyodorkan buku Rina. Di situ tertulis lengkap alamat tuan Wijaya beserta nomor teleponnya.
"Linda punya uang?"
Lagi-lagi gadis itu mengangguk sambil menunjukkan kartu atm Rina
"Mamah suka ngajak Linda ambil duit di box dekat bank Beri. Pencetin nomer, keluar uangnya." Kata Linda polos
Andri tertawa. Yang di maksud box oleh Linda pastilah gerai ATM
"Ya sudah, nanti bapak ijin ke kepala sekolah nganterin kamu."
***
Tuan Wijaya menatap haru sesosok gadis kecil di depannya. Parasnya tidak jauh berbeda dengan Farah. Namun yang membedakan adalah rambut gadis itu. Farah berambut hitam panjang dan bergelombang, sedang Linda berambut lurus
"Kamu..anak Fa.. ehm, Rina?"
Mata Linda mengerjap melihat tuan Wijaya. "Iya, pak."
"Dimana Rina?" Tanya tuan Wijaya sambil melihat ke belakang Linda
"Bu Rina sudah meninggal karena kecelakaan pak.." Andri menjawab pertanyaan tuan Wijaya
"Innalillahi wa inna ilaihi rooji'uun.. terus kamu sama siapa nak?" Tuan Wijaya menatap ke arah Linda. Tuan Wijaya menekuk lututnya, mensejajarkan tingginya dengan Linda
"Sendirian pak. Kata mamah, Linda disuruh cari bapak."
"Maaf, kalau boleh tahu anda siapanya bu Rina?"
"Bisa dibilang saya omnya. Saya sepupu ayahnya Rina."
"Berarti anda kakek Linda?"
Mata tuan Wijaya memandang Linda. Bibirnya tersenyum sembari mengangguk. Biarkan orang tahu, Linda adalah anak Rina. Yang penting, gadis itu sudah ada bersamanya sekarang
"Panggil kakek ya, nak. Kakek akan merawat Linda di sini." Tuan Wijaya membelai lembut kepala Linda
Linda tersenyum seraya mengangguk
***
"Siapa itu Om?" Tanya Yono yang kebetulan bertandang ke rumah tuan Wijaya. Yono melihat Linda sedang bermain dengan boneka yang baru saja dibelikan tuan Wijaya
Setelah menikah, Yono memilih tinggal di rumah yang berbeda dengan tuan Wijaya. Namun kedatangannya kali ini adalah untuk membujuk tuan Wijaya agar ia diperbolehkan tinggal di rumah tuan Wijaya
Perusahaan Yono mengalami kebangkrutan akibat kegemarannya berjudi. Terpaksa rumahnya di sita oleh Bank untuk menutupi hutang perusahaannya
Sebetulnya ia masih memiliki banyak hutang, karena itu ia mengincar perusahaan tuan Wijaya. Ia ingin menguasai perusahaan dan harta dari tuan Wijaya
"Dia anak yang di bawa Rina." jawab tuan Wijaya
Yono terkejut, dengan cepat menoleh tuan Wijaya
"Anak Farah?" Desis Yono
Yono memandang Linda yang sedang bermain sendiri
"Sial! Kalau begini akan susah mengambil perusahaan om Wijaya." Rutuk Yono dalam hati.
Terlihat Diva, anak Yono mendekati Linda. Dengan cepat Diva merebut mainan Linda. Linda berusaha mempertahankannya namun Diva mendorong Linda kuat-kuat sehingga gadis kecil itu terjerembab ke belakang
Seketika Yono tersenyum licik
"Diva! Nggak boleh begitu!" Kata Yono keras
Diva menatap Papanya tidak percaya. Baru kali ini Yono membentaknya
Yono menghampiri Linda dan mengelus kepalanya. Lalu melihat ke arah Diva dan menariknya
"Ikut Papa!"
Diva memberontak sambil berteriak tidak terima. Yono membawa Diva masuk kedalam kamar tamu, tempat ia dan keluarganya akan menginap
"Mas, kamu bentak Diva?!" Kata Anggun istri Yono dengan suara meninggi
"Iya, Papa kenapa sih malah belain anak kampung itu?!" Protes Diva
Yono membelai kepala Diva sambil berkata dengan pelan
"Kalian tahu itu siapa? Dia anak Farah! Cucu kandung om Wijaya."
Anggun langsung menutup mulutnya "Anak Farah? Lalu bagaimana rencana kita?"
"Siapa Farah?" Tanya Diva. Bocah berusia 7 tahun itu sudah banyak bertanya. Yono mengkode agar Diva diam dan mendengarkan
"Kita bisa memanfaatkan anak itu. Kalau di depan om Wijaya, kalian harus baik padanya. Om Wijaya akan mengijinkan kita tinggal di sini karena cucunya pasti butuh teman sepermainan." Yono langsung memandang Diva
"Ih gelay! Diva nggak mau!" Kata Diva sambil melotot
"Pura-pura aja. Kan kita bisa tinggal di sini gratis lho." Kata Yono
"Iya, kamu suka di sini kan? Ada kolam renang, ada sopir, banyak mobilnya. Cuma pura-pura kalau di depan kakek Wijaya. Nanti mama beliin mainan yang kamu mau di mall." Bujuk Anggun
Diva menghembuskan nafas kasar dan mengangguk
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!