NovelToon NovelToon

Suamiku Mafia Dingin

Bab 1. Ketidakberdayaan.

Prangg!!!!

"Ha! Ayah tolong!" teriak seorang gadis yang di seret paksa menuju kamar dalam rumah kecil itu.

"Jangan sentuh putri ku! Lepaskan dia!" teriak pria tua yang sudah babak belur, kepalanya berdarah, kakinya tak dapat di gerakan lagi.

Para laki-laki bejat itu tertawa melihat kondisi si laki-laki tua. Mereka berjaga di luar menunggu giliran akan memuaskan ***** mereka pada seorang gadis polos yang baru saja menginjak usia 19 tahun.

Terdengar teriakan histeris dari dalam kamar membuat sang ayah menangis pilu dan berusaha merangkak menuju kamar.

"Eh, tua bangka! Diam saja kau di sana yah, kami tidak akan melukai putri mu jika dia menurut." Seseorang menginjak kepala sang ayah agar kembali menempel pada lantai.

Sang ayah hanya bisa memberontak sekuat tenaga, tubuhnya yang sudah rentan dan juga mengalami cidera membuat ia tak bisa melakukan apapun untuk putrinya.

Hingga jam menunjukkan pukul 3 pagi, para preman itu sudah pergi meninggalkan rumah bapak Amar dan juga putrinya Diana Saraya.

"Nana," panggil pak Amar lirih sembari terus merangkak mendekati putrinya yang terlihat sudah tak sadarkan diri.

"Di-a-na." Suara pak Amar terdengar putus-putus karena memang dada nya yang sesak.

Pak Amar, dengan sekuat tenaga menutupi tubuh putri tercintanya lalu mencoba membangunkan putrinya yang malang. Andai saja ia orang kaya, pastinya sang putri tidak akan seperti ini. Andai saja ia orang kaya, maka akan ada masyarakat yang mau menolongnya.

Pak Amar adalah seorang penggali kubur, dimana ia hanya hidup bersama sang putri saja setelah istrinya meninggal. Ia memiliki putri yang cantik, banyak para pemuda desa yang datang melamar namun Diana menolak karena takut dengan ibu para pemuda itu.

Pak Amar dan Diana seperti orang yang tak dianggap di wilayah itu, mereka hidup di rumah kecil yang berada di ujung, sehingga ketika terjadi sesuatu di rumah Diana para warga tak mengetahuinya. Jika pun mereka tau, mereka akan buta dan tuli.

Begitulah masyarakat memandang kasta seseorang.

******

Beberapa Bulan kemudian.

Sebulan setelah kejadian naas itu, Diana dinyatakan hamil. Gadis itu benar-benar terpukul dan ingin mati saja, namun sang ayah selalu menguatkannya.

Kini kehamilan Diana sudah memasuki usia enam bulan, sudah sangat terlihat perutnya yang buncit. Beragam gosip tersebar dan tentunya sangat menggangu kejiwaan Diana.

"Miris sekali, karena sudah tak ada istri dia malah memperkosa putrinya sendiri."

"Makanya jadi gadis itu jangan sok jual mahal, dulu banyak yang lamar, tapi malah memilih jalan sesat!"

"Sudah miskin, hina pula tuh!"

"Dasar tak punya perikemanusiaan!"

Banyak lagi ragam hinaan dan juga fitnah yang di lontarkan masyarakat pada Diana maupun pak Amar. Namun, pak Amar memilih bungkam, karena percuma saja ia melawan, semua itu akan semakin memperburuk keadaan.

"Nana, ayah akan pergi bekerja," ucap pak Amar pamit pada putrinya yang tengah tersenyum sendiri.

"Nana ikut ayah, siapa tau disana banyak teman untuk mengobrol." Pak Amar hanya membalas dengan senyuman saja. Ia paham apa yang dimaksud teman oleh putrinya.

Diana memiliki sebuah kelebihan yang mungkin beberapa orang menganggap nya sebuah kekurangan. Gadis itu bisa melihat sosok mahluk halus di sekitar nya bahkan bisa berbicara dengan para roh gentayangan.

Awalnya Diana risih dengan kelebihan itu, namun lama-kelamaan, kelebihan itu menjadi suatu hal yang sangat berharga bagi Diana. Dirinya yang selalu sendirian dan tak punya teman dapat menghibur diri dengan kehadiran para roh itu.

"Kalau begitu, tambahkan lagi nasi nya." Pak Amar kembali membuka rantang makanan lalu memberikan nya pada Diana. Mereka akan pulang sore nanti. Meski kaki pak Amar di ganti dengan kaki palsu setelah kejadian malam itu, pak Amar tetap semangat dalam bekerja untuk bisa menghidupi anak nya. Tak bisa terbayangkan olehnya bagaimana jika ia tiada nanti.

Setelah menambah nasi, Diana berganti pakaian dengan memakai daster panjang. Tentunya ia juga memakai celana pendek selutut.

"Ayo, ayah."

Pak Amar dan Diana pun pergi meninggalkan rumah menuju pemakaman umum. Hari ini, pak Amar mendapatkan tugas untuk membersihkan beberapa makam dan akan di upah setelah pekerjaan itu selesai.

"Eh, mau kemana bapak dan istri muda nya? Hahahahaha," tawa mereka meledek. Pak Amar memilih diam dan membalas dengan senyuman saja.

Semua orang akan menyimpulkan dengan pandangan mereka saja, tanpa ingin mengetahui kebenarannya. Kalaupun mereka tau, ego mereka akan membuat mereka tuli serta buta.

Sebuah ketidakberdayaan yang sering dialami oleh orang-orang yang tak punya.

_

_

_

_

_

_

_

Cerita ini hanyalah fiksi belaka, tak ada unsur kehidupan nyata di sana. Namun, cerita akan di buat se-logika mungkin. jika tak logika, maka bayangkan saja😂

Cerita ini mengandung banyak adegan kekerasan! Harap bijak dalam memilih bacaan baik itu di bawah umur maupun yang sudah berumur.

Jika anda adalah orang yang sensitif, baiknya menghindari bacaan sensitif seperti ini agar dapat mengontrol emosi anda sendiri ❤️

Selamat membaca, semoga suka.🌻🌹

Bab 2. Nathaniel Albert Salvador

Pagi yang cerah untuk memulai hari. Di sebuah mansion besar seorang laki-laki masih terlelap di balut kan selimut yang tebal.

Tok.

Tok.

Tok.

Suara ketukan pintu kamar tak membuat pria itu terbangun dari tidurnya yang lelap. Hingga terlihat pintu kamar terbuka, seorang pria muda dengan kaca mata serta pakaian formal masuk sembari memegang tablet nya.

"Tuan muda." Pria itu mencoba membangunkan tuan nya.

"Hm." Tampak laki-laki yang tidur itu bergumam sembari menggeliat tak nyaman.

"Sudah pagi, tuan. Waktunya bangun," ucap pria berkaca mata yang tak lain bernama Xeon merupakan asisten pribadi dari pria yang masih tertidur.

"Tuan muda," panggil Xeon masih terus mencoba membangunkan tuan muda nya.

"Berisik!" Xeon memasang wajah datar melihat tuan mudanya mengumpat.

"Apa anda tidak ingin bangun dan ke kantor, tuan?" tanya Xeon menahan emosinya.

Tampak pria itu bangun dari tidurnya lalu menatap Xeon dengan tatapan dingin.

Pria itu adalah Nathaniel Albert Salvador atau sering dipanggil tuan Albert, hanya orang-orang terpilihlah yang boleh memanggilnya Nathan.

Nathan berjalan menuju kamar mandi mengabaikan keberadaan Xeon. Ia membersihkan diri dengan waktu yang lama membuat Xeon menggerutu kesal.

"Tuan muda, ini sudah hampir satu jam. Apa anda ingin mandi selama satu abad di sana?" tanya Xeon mengetuk pintu kamar mandi.

Braaaakkk!!

Suara pintu yang di lempari dengan benda membuat Xeon yang menempelkan telinganya di pintu kamar mandi menjadi kaget dan alhasil memundurkan langkahnya.

Xeon pun memilih diam dan menunggu saja, ia tak punya keberanian lagi untuk memanggil tuan nya jika sudah mendapatkan peringatan.

Selang setengah jam, Nathan keluar dari kamar mandi lalu berjalan menuju ruang ganti. Di perjalanan ia melirik Xeon yang terdiam membeku lalu masuk ke dalam ruang ganti.

"Sial! Aku belum menyiapkan pakaiannya," gerutu Xeon panik. Karena geram menunggu Nathan yang terlalu lama di kamar mandi membuat ia lupa menyiapkan pakaian tuan nya. Semoga saja hari ini masih hari keberuntungan nya.

Beberapa menit kemudian, Nathan keluar dari ruang ganti dengan hanya memakai celana pendek dan kaos lengan pendek saja. Hal itu membuat Xeon menghela nafas berat.

"Tuan, kita akan mengadakan rapat penting. Apa anda tidak ingin.....

"Diam!" Nathan melirik Xeon dengan tatapan dingin lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Xeon pun hanya mengikuti saja tanpa mau berkomentar lagi. Ia memilih jalan aman saja saat ini.

"Selamat pagi, tuan muda. Apa anda ingin....

Nathan langsung memotong ucapan kepala pelayan dengan tangannya. Sontak kepala pelayan itu langsung terdiam dan menunduk.

"Tuan muda akan sarapan di perusahaan saja, siapkan sarapan nya lalu hantarkan ke kantor," ucap Xeon dan diangguki kepala pelayan yang bernama pak Hans.

"Baik tuan."

Xeon pun berjalan menyusul tuan nya yang sudah ada di dalam mobil. Setelah itu mobil pun melaju dengan kecepatan sedang menuju A.S group.

Di dalam mobil.

Xeon sesekali melirik tuannya yang tampak termenung melihat keluar jendela mobil. Entah apa yang dipikirkan oleh tuan nya sehingga membuat suasana hati tuan nya menjadi buruk.

"Tuan....

"Aku tidak meminta mu bicara." Nathan langsung memotong ucapan Xeon karena memang tak suka mendengar orang bicara saat ini.

Xeon pun memilih diam dan fokus mengemudi saja. Daripada harus menanggung hukuman jika membantah tuan nya. Padahal ia tadi ingin berbicara mengenai bisnis senjata yang sedang di jalani tuan nya. Ada beberapa oknum yang ingin melakukan transaksi, namun mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengatakan itu.

Yah, Nathan adalah seorang mafia yang terkenal akan kekejaman dan juga kecerdikannya. Nathan pernah di tuntut oleh seorang pengacara karena transaksi organ tubuh manusia.

Saat itu, Nathan tak membantah segala tuduhan karena memang itu benar. Pengadilan pun memutuskan untuk memenjarakan Nathan, namun belum beberapa menit keputusan itu terucap. Pengadilan langsung terbakar begitu juga dengan lapas terbesar di negara itu. Banyak orang yang mati akibat ledakan besar itu termaksuk para tahanan maupun polisi.

Setelah kejadian itu, tak ada yang berani menentang nya maupun menuntut kejahatan sang Nathaniel Albert Salvador. Mereka memilih berdamai dengan keadaan dan mencoba menjilat kaki seorang tuan Albert untuk bisa bekerja sama dengan perusahaan terbesar di dunia.

Kembali pada Nathan.

Mobil sudah tiba di parkiran perusahaan, Nathan langsung keluar dari mobil setelah Xeon membukakan pintu mobil. Melihat sang Presdir datang, orang-orang yang sedang melintas langsung menunduk hormat dan memberi sapaan.

Namun, tak satu sapaan yang ia jawab. Laki-laki itu memilih tetap berjalan dan diam hingga di ruang rapat.

Orang-orang yang ada di ruang rapat semulanya masih terlihat santai dan saling berbincang, namun ketika Nathan datang semua orang langsung berdiri dan tertunduk hormat.

"Selamat pa.....

"Langsung saja," sela Nathan langsung duduk di kursi kebesarannya lalu mendengarkan presentasi dari para pihak yang ingin bekerja sama.

Beberapa menit kemudian. Nathan sudah berada di mobil menuju pulang. Ia menghentikan rapat karena merasa waktunya sia-sia untuk mendengar presentasi tak berguna.

"Hancurkan tiga perusahaan tadi, mereka sudah membuang waktu ku!" titah Nathan.

"Baik, tuan."

"Nanti sore hantarkan aku ke tempat biasa!" titah nya lagi.

"Baik tuan."

Setelah menempuh beberapa menit perjalanan, mobil pun akhirnya sampai di pekarangan mansion. Terlihat pak Hans tengah berbincang dengan seseorang sembari memegang kotak bekal.

"Anda sudah pulang, tuan? Maafkan saya karena telat mengantarkan sarapan Anda," ucap pak Hans langsung berlutut.

"Hm."

Nathan hanya berlalu mengabaikan pak Hans yang masih berlutut ketakutan.

"Tak apa-apa, pak. Sarapan nya anda makan saja." Xeon pun berjalan mengikuti Nathan masuk ke dalam mansion.

Pak Hans menghela nafas lega, sebelumnya ia begitu ketakutan karena tuan nya datang dan sarapan belum di hantarkan. Bagaimana tidak, Nathan saja hanya beberapa menit di perusahaan, jadi tidak sempat untuk mengirimkan sarapan.

Di dalam kamar.

Nathan kembali membaringkan tubuhnya dan menarik selimut untuk melanjutkan tidurnya yang terganggu dengan rapat tak berguna itu.

"Apa anda ingin sesuatu, tuan?" tanya Xeon berdiri di jarak satu meter dari Nathan.

"Pulanglah, nanti sore hantarkan aku ke tempat biasa. Jangan telat! Aku tak suka orang yang lelet!"

"Baik tuan." Xeon pun memilih keluar dari dalam kamar tuannya lalu mengikuti perintah sang tuan.

Di perjalanan pulang, Xeon meraih ponselnya lalu menghubungi seseorang.

"Hancurkan tiga perusahaan tadi!"

Setelah mengatakan itu, Xeon memutuskan panggilan lalu kembali fokus pada jalanan.

_

_

_

_

_

Typo bertebaran di mana-mana harap bijak dalam berkomentar yah.

to be continue.

Bab 3. Berkunjung

Sore harinya.

Xeon datang kembali ke mansion dengan waktu yang sudah di tetapkan oleh Nathan.

Laki-laki itu sudah berdiri di dekat mobil selama satu jam, tapi Nathan tak kunjung keluar dari sarangnya.

"Saya akan memanggil tuan muda," ucap pak Hans.

"Jika anda ingin mati hari ini silahkan, pak." Xeon mengatakan itu dengan tatapan mengejek membuat pak Hans mati kutu.

Lama mereka menunggu hingga akhirnya Nathan keluar dari sarangnya.

"Silahkan, tuan." Xeon mempersilahkan tuan nya masuk ke dalam mobil.

"Siapkan makan malam yang istimewa, pak." Pak Hans pun mengangguk mengerti dengan perintah Xeon.

Setelah itu, mobil pun melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan kawasan mansion.

Di perjalanan, Nathan terlihat menutup matanya sembari bergumam kecil.

"Apa anda ingin berhenti di toko bunga, tuan?" tanya Xeon.

"Hm."

Xeon pun mengangguk lalu menghentikan mobil di depan sebuah toko bunga, ia turun lalu membelikan dua tangkai bunga.

Setelah itu, Xeon kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan bunga itu pada tuan nya. Mobil pun melaju kembali menuju tempat yang ingin di kunjungi oleh tuannya.

Sesampainya di sebuah pemakaman umum.

Nathan keluar dari dalam mobil tanpa menunggu Xeon membukakan pintu. Laki-laki gagah itu berjalan pelan menelusuri jalan yang sudah ia perbaiki agar para peziarah merasa nyaman ketika berkunjung di sini.

"Anda ingin saya temani?" tanya Xeon.

Nathan hanya diam dan tetap berjalan menuju dua makam yang di jaga dengan baik. Melihat respon tuannya, Xeon pun memilih diam di tempat dan tidak mengikuti tuannya. Mungkin sang tuan ingin menenangkan diri sejenak dari kehidupan dunia yang kacau.

Kembali pada Nathan yang kini sudah berjongkok di antara dua makam. Ia meletakkan satu tangkai bunga pada satu makam dan yang satu tangkai lagi pada makam yang kedua.

Tak ada air mata maupun kata-kata, laki-laki itu hanya diam menatap dua makam di hadapannya.

"Sembunyi lah, nak! Jangan keluar dari sini!"

Nathan tersenyum kecut mengingat kata-kata itu. Ia menatap langit yang cerah meski hari sudah sore.

"Inilah yang ku dapat setelah bersembunyi, kekayaan, kekuasaan dan juga kebebasan."

Setelah mengatakan itu, Nathan memilih berdiri dan kembali menatap dua makan yang ada di hadapannya lalu pergi meninggalkan tempat itu.

"Anda ingin pulang?" tanya Xeon melihat sang tuan berjalan ke arah nya.

"Aku ingin melihat-lihat," ucap Nathan berjalan dengan langkah pelan sembari melihat-lihat sekitaran makam.

Langkah kaki Nathan berhenti ketika melihat seorang bapak yang sedang membakar dedaunan.

"Dia ini petugas makam, mungkin sedang mendapat pekerjaan untuk membersihkan makam," ucap Xeon memberi penjelasan.

"Aku tidak bertanya."

Nathan masih menatap laki-laki tua itu lalu tatapannya beralih pada seorang wanita hamil yang tengah berbicara sendiri.

"Oh, ada apa gerangan tuan-tuan ini datang kemari? Ada yang bisa saya bantu?" tanya laki-laki tua itu yang ternyata adalah pak Amar.

"Kami hanya melihat saja, pak." Xeon menjawab pertanyaan dari pak Amar.

"Siapa dia pak?" tanya Xeon penasaran dengan wanita hamil yang tengah berbicara dan juga tersenyum sendiri.

"Dia putri saya, tuan." Pak Amar menjawab dengan nada sopan.

"Oh, dimana suaminya? Mengapa dia ikut kemari? Bukannya wanita hamil itu tak bisa berada di kuburan yah? Karena nanti bisa di ganggu," tanya Xeon penasaran hingga mendapat lirikan tajam dari Nathan.

"Eum, putri saya belum menikah, tuan. Dia adalah korban pemerkosaan, karena dia tak punya teman dan hanya sendiri di rumah, makanya saya ajak dia kemari," jawab pak Amar dengan nada sendu.

"Lalu apa yang kau lakukan ketika putrimu mengalami kejadian itu?" tanya Nathan membuat Xeon tercengang karena ternyata tuannya tertarik dengan kisah dua orang asing ini.

"Saya tidak melakukan apa-apa, saya yang bisa menangis dan berteriak saja." pak Amar menundukkan kepalanya.

Nathan tampak tak berekspresi lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

Sebuah belati lengkap dengan sarungnya, ia melemparkan belati itu tepat di wajah pak Amar.

"Lain kali jadilah laki-laki yang berguna!" tekan Nathan pergi meninggalkan pak Amar yang tercengang begitupun dengan Xeon.

Xeon pun mengeluarkan beberapa lembar uang lalu memberikan nya pada pak Amar.

"Tuan saya itu sangat penyayang, dia memang begitu. Gunakan belati itu untuk membunuh siapapun yang mencoba melukai putri mu. Ingatlah, keluarga yang kau miliki sekarang adalah hal yang paling berharga dalam hidup mu."

Setelah mengatakan itu, Xeon pun bergegas menyusul tuannya. Ia paham mengapa sang tuan marah, karena kejadian masa lalu sangatlah membekas hingga saat ini.

Sebuah pembunuhan bahkan pemerkosaan tepat di depan mata pada saat tuannya berusia 10 tahun.

_

_

_

_

_

_

_

_

Typo bertebaran di mana-mana harap bijak dalam berkomentar yah.

Tbc.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!