Seperti biasanya, setiap hari Maudy selalu menyempatkan diri mampir ke kedai kopi yang berlokasi di sebrang kampus. Kedai kopi favorite para mahasiswa dengah harga yang merakyat dan kualitas rasa yang tidak kalah epic dari kopi-kopi mahal buatan para barista terkenal.Maudy merupakan salah satu pelanggan setia di kedai itu.
Sejak kecil Maudy sudah diperkenalkan dengan kenikmatan cita rasa kopi oleh ayahnya. Baginya kopi tak hanya minuman, tapi juga merupakan teman, yang selalu menenangkan. Bahkan hanya dengan satu sruputan saja mampu menghilangkan semua beban yang sedang dipikulnya.
"Mmmmm, tak ada hal senikmat ini" Sambil menyantap minumannya.
Tanpa Maudy sadari ternyata barista di kedai kopi itu selalu memperhatikan Maudy dari kejauhan. Bahkan dia tau dengan jelas, jam berapa saja pada setiap harinya Maudy akan berkunjung ke kedai tersebut.
*Ting Tong* suara notifikasi di handphone Maudy berbunyi, dia segera membuka handphonenya, ternyata itu adalah pesan yang dikirimkan oleh temannya yang menanyakan keberadaan Maudy karena 5 menit lagi dosen akan masuk kekelas. Maudy panik dan menepuk keningnya, dia lupa jika hari ini ada kelas tambahan.
Sambil melihat ke arah arloji miliknya. "Oh tidak ... yang benar saja Maudy! ini kelas dosen killer itu" berbicara kepada dirinya sendiri dengan ekspresi kesal. Lalu dia segera menghabiskan kopi favoritenya itu, dengan tergesa-gesa.
Bergumam dalam hati. "Huhh, bukan seperti ini cara menikmati kopi."
Maudy segera bergegas meninggalkan kedai, mengendarai skuter maticnya dengan kecepeatan tinggi menuju kampus. Semua orang yang melihatnya merasa heran, beserta khawatir atas keselamatannya, begitu pula dengan barista kedai kopi itu, yang selalu memperhatikan dan peduli kepada Maudy. Barista itu melihat keluar kedai, menyadari ada barang Maudy yang tertinggal di parkiran, dengan sigap dia berlari kencang ke luar.
"heeeeyyy, heleeeemmmm ...," teriaknya. Maudy tak mendengarnya, dan jarak Maudy juga sudah sangat jauh dari kedai itu, karena dia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.
Barista itu pun tersenyum kecil dan membawa helm itu kedalam kedai, dia sangat yakin Maudy akan kembali, untuk mengambil helemnya yang tertinggal.
Di dalam kedai, teman barista itu menatapnya dengan senyuman lalu berkata. "Sepertinya ada yang lagi happy ni ... bisa meluk helemnya aja bahagia banget, haha." Barista itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepala mendengar sentilan dari temannya itu.
Lalu Aditya meletakkan helem itu dengan perlahan, ditempat yang aman. Seperti halnya dia menyimpan sosok Maudy di hatinya.
***
Beberapa jam kemudian akhirnya Maudy kembali ke kedai tersebut, pertama-tama dia memarkirkan motornya dan memulai pencariannya dengan berkeliling parkiran, mencari helemnya yang hilang. Pencarian Maudy tak kunjung mendapat hasil, walau dia sudah mencari di setiap sudut. Dia pun memutuskan untuk masuk kedalam kedai kopi, dengan maksud bertanya kepada karyawan disana tentang helemnya.
Didepan bar counter. "Permisi, bang. Apakah abang melihat helem tertinggal disini? ciri-cirinyaa bewarna coklat dan---," ucapnya.
Sebelum Maudy selesai mendeskripsikan helem tersebut, barista itu segera mengambil helem yang tadi disimpannya di dalam rak.
"Ini maksudmu?" ujarnya.
Melihat helem didepan mata, Maudy merasa sangat lega, karena ternyata helem itu masih ada. Lalu dia meminta helem tersebut pada barista itu. Tetapi sebelum mengembalikannya, barista itu mengajukan satu permintaan pada Maudy.
Mengeluarkan selembar stiker berlogo kedai kopi itu. "Mau kah kakak menempelkan stiker ini di helem kakak?, tenang saja kak, ini bahannya vinyl kok, tidak mudah luntur dan sangat matching dengan helem kakak" ujarnya.
Maudy mengambil dan melihat-lihat stiker itu. "Hmm ... tentu saja boleh bang"
Barista itu pun langsung membantu Maudy untuk menempel stiker itu ke helem Maudy. Setelah itu dia langsung mengembalikan helem tersebut kepada Maudy.
"Terimakasih bang,eeee--, bang apa ya?"
"Aditya"
"Baiklah terimakasih bang Aditya, stiker yang indah dan juga matching banget dengan helm ku . Oh ya, Aku Maudy" Sambil mengulurkan tangannya.
"Hmmm, Maudy ... nama yang indah" Sambil memberikan senyum termanis.
Aditya sangat merasa senang, hatinya terasa ingin meledak atas kebahagiaan ini. Gadis yang selama ini hanya bisa dikaguminya dari jauh, telah menanyai nama serta berjabat tangan dengannya.
Setelah perkenalan itu, Maudy kembali ke kampus, karena akan ada jam kuliah beberpa menit lagi. Hatinya juga sumringah, tersenyum bahagia, mengelus helemnya, sambil bergumam dalam hati "Helem keberuntungan".
***
"Udah bisa ketebak, pasti nih ketinggalan di kedai kopi. Tak ada hari tanpa kedai kopi. Menyelam sambil minum air, selain dapat kenikmatan kopi kenikmatan wajah baristanya juga dapet, pantesan ya kamu betah banget disana" ucap Diana sahabat Maudy.
"ssstttt, jangan kenceng-kenceng ihh. By the way, aku udah tau loh nama baristanya" Sambil tersenyum halu.
***
Setelah pelajaran usai, semua orang di kelas bubar, kembali pada aktivitas masing-masing, begitu pula dengan Maudy yang memilih langsung pulang. Sesampainya di rumah maudy menatapi helemnya dengan penuh senyuman, membayangkan saat Aditya menempelkan stiker ke helemnya, saat mereka berjabat tangan, dan saat Aditya tersenyum padanya.
Matanya terpaku melihat ke arah stiker yang ada di helemnya, tiba-tiba dia tersadar ternyata ada nomor hp yang bisa dihubungi tertulis di stiker itu untuk melakukan order online. Tanpa berfikir panjang Maudy langsung mengambil handphonenya dan menghubungi nomer tersebut melalui WhatsApp.
Betapa bahagianya Maudy ketika mengetahui nomer tersebut adalah nomor WhatsApp Aditya, di foto profilnya terlihat seorang lelaki berkaos hitam dengan aura yang begitu tajam, membuat hatinya semakin meleleh.
Maudy tak henti-hentinya memandang ke arah handphonenya menunggu notif dari Aditya. Setelah berjam-jam pesan Maudy tak kunjung mendapatkan balasan, Maudy menjadi sangat lesu dan fikirannya mulai traveling, dia berfikir, jangan-jangan Aditya sengaja tak membuka pesan karena dia tak menyukainya
*Ting Tong* Maudy segera membuka handphonenya dengan rasa bahagia, berharap itu adalah pesan dari Aditya. Tapi wajahnya berubah setelah melihat ke layar handphonenya, kecewa, ternyata pesan yang masuk tersebut bukan berasal dari Aditya, melainkan dari sahabatnya Diana, yang menanyakan soal tugas yang akan dikumpul besok. Maudy pun menekuk wajahnya dan segera mematikkan nada dering di ponselnya dengan rasa kecewa serta harap.
Hari semakin malam, pesan yang dikirimkan Maudy tak kunjung di balas oleh Aditya. Maudy bermaksud mengirimkan pesan ulang ke Aditya, tapi dia mengurungkan niatnya karena merasa gengsi. Tak lama kemudian, ada notifikasi pesan masuk dari Aditya. Dia pun membuka pesan itu dengan perasaan bahagia.
Messege From Aditya:
(Ya, kenapa?)
Setelah membaca pesan dari Aditya, hati Maudy malah semakin kacau. Karena balasannya sangat singkat dan cuek, rasanya lebih baik pesan itu tak dibalas. Dia meletakkan handphonenya dengan perasaan kecewa, tapi di dalam kepalanya masih tak berhenti memikirkan Barista keren itu, seluruh isi kepalanya hanya ada Aditya.
Maudy kembali mengambil handphonenya, lalu dia mengetik pesan di kolom chat, ingin menanyai apa yang sedang dilakukan aditya saat ini, tapi Maudy kembali menghapus pesan yang diketiknya itu, dia takut aditya merasa terganggu. Akhirnya, Maudy memutuskan untuk tidur, agar hati beserta fikirannya bisa tenang tak lagi memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan Aditya.
Pukul 03.00 Maudy terbangun, dia teringat akan tugas yang akan dikumpulkan besok pagi, sedangkan dia belum mengerjakannya. Maudy menyalakan laptopnya dan memulai mengerjakan tugasnya, tetapi pikirannya tak bisa fokus, karena terlalu sibuk memikirkan tentang aditya.
"Maudy fokus Maudy!" berbicara kepada dirinya sendiri.
Satu jam kemudian. Finally, semua tugas akhirnya sudah diselesaikan. Saat Maudy membuka handphonenya betapa bahagianya dia melihat ada sebuah panggilan tak terjawab dari seorang yang sangat spesial dihatinya.
Cahaya merambat masuk kedalam kamar, melalui sela-sela bingkai jendela. Maudy perlahan membuka matanya dan segera melihat jam di handphonenya, lalu bersiap untuk pergi kekampus. Maudy terlihat begitu bersemangat dan bahagia pagi ini, tampak dari lengkungan bibir dan pancaran mata yang begitu berbinar.
Sesampainya dikampus Maudy langsung menuju kelas dan menghampiri sahabatnya Diana.
"Waahh, ada yang lagi berbunga-bunga nih," ucap diana.
"Ahh, biasa aja kok" Tersipu malu.
"Tugas udah buat kan?" tanya Diana.
"Udah dong, eeeee--tapi--" Dengan terbata-bata.
"Tapi apa? pasti belum di print kan. Dasar pelupa, ayo buruan aku temenin," ucap Diana.
Maudy dan Diana segera menuju ke KOPMA (Koperasi Mahasiswa), sesampainya disana ternyata ada banyak mahasiswa didalam.
"Bu mau ngeprint udh bisa?" tanya Maudy ke ibu penjaga kopma.
"Udah bisa nak, langsung print sendiri saja ya" jawab ibu itu.
Maudy berjalan ke arah komputer yang berada di pojok kopma, melewati antrian mahasiswa yang di sekitarnya. Saat berjalan tak sengaja dia menyenggol salah satu mahasiswa, yang ternyata adalah teman kelas yang sering membully-nya yaitu Shafira.
"Duhh, makanya badan tu kecilin biar gak banyak makan tempat!" ucap Shafira dengan tatapan sinis.
Mendengar ucapan gadis itu Maudy terdiam dan hatinya terasa sesak, rasanya sangat sakit dan malu, direndahkan didepan orang banyak. Maudy merasa Insecure dengan dirinya sendiri, dia merasa apa yang dikatan Shafira adalah benar.
Melihat sahabatnya di bully Diana pun tak tinggal diam. "Eh! mulut itu disekolahin, jangan cuma muka aja dipermak terus!" ucap Diana dengan kesal.
Maudy menahan Diana untuk tidak melanjutkan keributan disana, Maudy berjalan ke meja komputer dan me-ngeprint tugasnya. Setelah selesai ngeprint mereka kembali kekelas, disusul oleh Shafira dan teman-temannya. Shafira adalah gadis yang paling cantik dikelasnya kulit putih, mata besar, bibir tipis, dan tubuh tinggi semampai. Shafira cukup popular di kampus karena kecantikannya.
Sebenarnya Maudy tak kalah cantiknya dengan Shafira, dia memiliki mata besar, kulit putih, bibir yang seksi, hidung mancung, hanya saja Maudy memiliki tubuh yang gendut.
"Eh Maudy, jangan duduk disana! badan kamu nutupin papan tulis," teriak Shafira.
Mendengar ucapan Shafira Maudy hanya terdiam, dan merasa semakin insecure karena Shafira selalu mengolok-olok bentuk tubuhnya. Diana yang kesal mendengar sahabatnya diolok-olok oleh Shafira langsung menghampiri Shafira.
"Itu mulut kalau ga bisa dipake untuk yang baik mending diem aja deh!" Sambil menunjuk ke arah wajah Shafira.
"Kenapa? gak senang?" Menantang Diana.
Melihat hal itu Maudy segera menghampiri mereka dan menarik tangan sahabatnya itu. Tak lama, dosen memasuki kelas dan semuanya duduk di bangku masing-masing untuk melaksanakan perkuliahan.
***
Seperti biasa disela-sela waktu luang Maudy selalu menyempatkan untuk pergi ke kedai kopi diseberang sekolah, untuk menikmati kopi beserta keindahan baristanya.
"Diana ikut gak?" tanyanya.
"Ngopi kan? gak lah mending ke perpustakaan" ujar Diana.
Maudy berangkat ke kedai kopi menggunakan skuter matic miliknya. Kali ini ada perasaan yang berbeda dari sebelumnya, dia merasa sedikit canggung ketika hendak membuka pintu kedai itu. Tapi rasa itu terkalahkan, ketika dia melihat sosok Aditya didalam kedai. Maudy berjalan perlahan ke arah meja order.
"1 Kopi Ekspresso dan seporsi singkong keju?" ucap Aditya. Sambil tersenyum ke arah Maudy.
"Hmm, iya. secangkir ekspresso dan seporsi singkong keju" jawab Maudy dengan canggung.
"Ok terimakasih, mohon menunggu" Masih dengan senyuman manisnya.
Lalu, Maudy duduk di meja yang berada di sudut kedai, hatinya kembali berbunga-bunga karena Aditya bisa menebak apa yang akan dipesannya. Dia pun mengalihkan pikiran itu dengan mendengarkan musik menggunakan heatset, sambil menunggu orderannya siap. Walau sebenarnya fikirannya hanya tertuju pada Aditya.
"Pesanan datang" ucap Aditya sambil membawa baki berisi makanan dan minuman.
"Terimakasih" jawab Maudy.
"eemmm ..."
"Apa ada yang ingin disampaikan Maudy?" tanya Aditya.
"eee, tidakk, tidak ada" jawabnya.
Aditya kembali melanjutkan pekerjaannya, sedangkan Maudy merasa sangat menyesal karena dia melewatkan kesempatan untuk berbicara dengan Aditya, karena tak biasanya Aditya mengantarkan pesanan pelanggan langsung kemejanya.
Disisi lain Aditya dan Rendy mengobrol sambil menyiapkan kopi pesanan pelanggan.
"Bagaimana pendapatmu tentang wanita gendut?" ucap Rendy.
"Mereka Chubby dan menggemaskan. Pada dasarnya semua wanita itu sama saja, semuanya cantik dan berharga" jawab Aditya.
"Super sekaliii anda" Sambil tertawa kecill dan menepuk kedua tangannya.
Setelah menghabiskan makanannya Maudy segera meninggalkan kedai, dia berjalan kecil perlahan, berharap Aditya menyapa atau sekedar mengucapkan sepatah kata untuknya. Tapi sebelum dia keluar dia melihat Shafira memasuki kedai tersebut dan berjalan ke arah meja order, setelah menyebutkan pesanannya Shafira bertanya pada Aditya, dengan tujuan membully Maudy.
"Bagaimana pendapatmu tentang wanita bertubuh gendut?" Dengan nada mengolok.
Aditya tidak menjawab dia hanya menanggapi pertanyaan itu dengan tawa kecil.
Percakapan itu didengar oleh Maudy, mendengar hal itu, Maudy langsung berjalan dengan cepat menuju parkiran, segera pergi meninggalkan kedai itu dengan perasaan kecewa. Bukan bully-an Shafira yang membuatnya kecewa tapi tawa kecil yang keluar dari mulut Aditya yang membuat hatinya bersedih. Maudy menganggap Aditya juga ikut mengoloknya bersama dengan Shafira.
Di kampus Maudy langsung menemui Diana sahabatnya, menceritakan yang dialaminya di cafe serta menangis di pundaknya.
"Cup,, cup,, cup bayi gede jangan nangis lagi ya" ucap Diana menghibur Maudy
"Aaaa sahabat durhaka! sahabatnya lagi sedih bukannya dihibur malah gitu"
"Hehe, bercanda. Udah ahh jangan sedih lagi, mending kita makan ke kantin. Laper kan?"
"Iyaaa laper" jawab Maudy.
"Haaa laper? bukannya tadi udah ke kedai kopi?" Sambil tertawa kecil
"Itu ngopi ini makan, beda!!"
*Ting Tong*
Pemberitahuan dari grup setelah ini tak ada kelas lagi, karena dosen yang bersangkutan berhalangan hadir.
"Ehhh, stop-stop abis ini kan udah ga ada kelas lagi, kalau gitu kita masak aja ya ke kostan kamu" ucap Diana
***
Sesampainya di kost Maudy, mereka pun mulai memasak sambil bergosip tentang hal-hal yang baru terjadi. Mulai dari pernikahan les lar, vlog yotube kartun tekotok, film horor dan finally percintaan. Tiba-tiba wajah Maudy terlihat murung kembali.
"Kenapa ya na kisah hidup aku menyedihkan" ucap Maudy
"Ah kamu sih gak bersyukur dy, kamu lupa diluar sana masih banyak orang yang kurang beruntung. Contohnya ni ya, orang-orang di Palestina, mereka itu gak tau masih bisa hidup atau enggak besok, karena hujan rudal yang bisa datang kapan saja. Yang lebih deket aja ya, kamu lihat gak, pemulung yang dipersimpangan jalan tadi? dia bisa nafkahin keluarganya, untuk sekedar memberi makan aja udah syukur dy, dan tak jarang mereka tidak bisa makan, bahkan ketika mereka sudah berusaha sekuat tenaga. Tapi mereka tetap berusaha meskipun mereka belum tau hasilnya gimana."
Maudy pun bengong melihat Diana berbicara. "Sumpah deh, super banget kamu na. Aku sampe tersentuh begini"
"Ya baguslah kalau gitu, jadi jangan putus asa gitu ya. Sebel aku lihatnya" jawab Diana.
"Berarti aku harus berjuang ya untuk mendapatkan cintaku"
"Lah ... lah. Bukan begitu konsepnya! Sumpah ya, percuma ngomong panjang lebar kalau dikepala kamu isinya Barista itu doang!!!"
"Hemm, kalau gitu aku mau diet!" ucap Maudy dengan semangat
"Nah gilaa ni anak, makin gak nyambung! terserah kamu lah mau gmn" ujar Diana.
Malam semakin gelap, juga terasa sangat sunyi, tapi bulan tak pernah berhenti bersinar, walau kehadirannya sering sekali tak dianggap. Seperti hatiku yang selalu merasa kosong, walau begitu aku akan berusaha menjadi seperti bulan, yang selalu menyinari harimu, tanpa harap balasan, bahkan walaupun kau tak menganggap aku ada. Walau saat terang, aku harus pergi. Karena kau tak membutuhkanku lagi.
"Ok, aku gak boleh putus asa! akan ku perjuangkan cintaku, mulai besok aku harus diet" ucap Maudy dengan penuh semangat.
Pagi hari yang cerah, mentari mulai menyapa dengan senyuman, memberikan energi tambahan bagi setiap insan yang menyapa. Maudy sudah siap dengan pakaian trainingnya, memulai hari dengan semangat dan tekad. Berharap usaha dengan cepat membuahkan hasil, karena dia tau hari-hari akan melelahkan mulai hari ini. Ntah apa yang akan di laluinya nanti.
Dengan pakaian training lengkap, sepatu olahraga dan ikat kepala, tak lupa pula amunisi terpenting, bagi setiap manusia, yap ... air mineral. Semua hal sudah siap, waktunya beraksi. Langkah demi langkah, sudah tak terhitung lagi, Maudy mengerahkan seluruh tenaganya, untuk terus melaju menyusuri komplek. Satu putaran berlalu, baju yang tadi kering kini sudah basah kuyup, menyelimuti tubuh nya. Saat dia ingin memulai putaran kedua, tiba - tiba pandangannya menjadi gelap dan berkunang-kunang, kepalanya berputar *Bruuukkk* akhirnya dia terjatuh tepat di depan rumahnya, sebelum memulai putaran kedua.
Untung saja, saat itu satpam komplek sedang berkeliling untuk memastikan keamanan warga. Saat dia lewat di depan rumah Maudy, dia melihat ada wanita gendut tergeletak di depan teras, dengan sigap, dia segera membantu.
***
Beberapa menit kemudian, Maudy akhirnya sadar. Kondisi tubuhnya saat itu sangat pucat, pak satpam pun menasehati Maudy untuk selalu menjaga kesehatan dan mengingatkan Maudy untuk meminum obat, setelah itu dia pamit, karena harus melanjutkan tugas.
Merasa kondisi tubuhnya kurang sehat, Maudy menghubungi Diana untuk datang kerumahnya.
"Kamu ngapain sih dy, kok bisa tumbang gini?" ucap Diana dengan cemas.
"Gak kenapa - kenapa kok beb, aku tadi pagi joging keliling komplek, lupa pemanasan sangking semangatnya" jawab Maudy dengan nada melas.
"Jangan bilang kamu diet?" sambil menyudutkan matanya ke arah Maudy.
"hehehe, iyaa" dengan raut wajah malu
"Udah ku duga! kenapa diet? biar gak dibully lagi? atau untuk Aditya?" bertanya dengan nada marah.
"Semuanya benar beb ... hehe." Menunjukkan ekspresi wajah memelas.
Diana kesal mendengar jawaban Maudy. Dia tak setuju, jika Maudy merubah dirinya hanya karena pendapat orang lain.
"Dy, kamu itu spesial, udah jangan nyiksa diri lagi hanya untuk merubah pandangan orang lain" ucap Diana.
Maudy hanya terdiam, tidak merespon ucapan sahabatnya, Diana pun semakin dongkol. Lalu dia ke dapur, berniat menyiapkan sarapan untuk Maudy.
"Eh-eh-eh, mau kemana na?" tanya Maudy.
"Ke dapur, masak sarapan, pasti belum sarapan kan" jawab Diana.
"Ehh, siapa bilang, udah kok tadi sebelum joging aku tu sarapan dulu, di warung depan komplek, kalau mau masak untuk kamu aja ya" ucap maudy.
Mendengar ucapan Maudy, Diana pun mengurungkan niatnya untuk membuat sarapan. Diana sedikit ragu dengan ucapan Maudy, tapi dia berusaha mempercayainya. Walau sebenarnya, Maudy berbohong kepada Diana, dia tak ingin dietnya gagal.
***
Suasana kelas sedikit tenang pagi ini, karena si julid Shafira tidak mengontrak pelajaran di kelas yang sama dengan Maudy. Setidaknya, pagi ini Maudy tak perlu menghabiskan energi untuk menahan diri karena mendengar setiap bully-an Shafira yang menyakitkan.
Seperti biasanya disetiap waktu luang, Maudy selalu menyempatkan diri untuk ke kedai kopi seberang kampus, untuk menikmati kelezatan kopi dan keindahan baristanya Aditya. Sesampainya di kedai kopi tersebut, Maud memesan segelas kopi ekspreso, kali ini tanpa singkong keju. Aditya melihat ke arah Maudy dengan tatapan heran, karena biasanya dia tak pernah merubah pesanannya, sambil menerima pesanan, Aditya mellihat wajah Maudy yang terlihat sedikit pucat dan sangat tak bergairah, tidak seperti biasanya.
Maudy duduk di sudut ruang kedai bernuansa klasik itu, mengambil posisi yang nyaman untuk bisa menikmati kopi ekspresso kesukaannya, serta bisa memperhatikan Aditya dari kejauhan. Tak lupa dia mengeluarkan bekal, yang sudah di siapkannya dari rumah, yaitu menu diet low kalori, rebusan wortel, kentang, buncis, dan telur, semua dimasak tanpa menggunakan garam sama sekali.
Maudy mulai memakan bekalnya sedikit demi sedikit, sebenarnya dia tak menyukainya. Tapi dia telah membulatkan tekad untuk diet, maka apapun akan dilakukannya demi mewujudkan tubuh ideal impian. Walau pun itu sesuatu yang tak disukainya, Maudy benar - benar telah kehilangan akal sehatnya.
Hari itu benar-benar perut Maudy hanya baru terisi dengan bekal yang dibawanya, setelah itu dia menyeruput sedikit kopi, dan tiba-tiba maudy merasa pandangannya menjadi gelap, rasa sakit yang luar biasa di perutnya, seperti tertusuk-tusuk jarum, perutnya juga mual seperti ingin muntah, tapi dia tetap berusaha menahannya.
Dari kejauhan terlihat Aditya yang sesekali mencuri pandang ke arah Maudy, dia khawatir dengan keadaan Maudy yang tak se-fresh biasanya.
Teman barista aditya pun menghampirinya. "Eey, liatin apa lu?" Sambil mengusap wajah Aditya. Aditya tak menanggapi dan kembali memperhatikan Maudy.
"Broo, kalau lu suka kenapa gak bilang aja sih? tu cewe kelihatannya juga suka kok sama lu" ucap temannya.
"Prinsip ku sih, harus sukses dulu bro, baru boleh deket sama cewek" Jawab Aditya.
*Bruuukkkk....* seketika terdengar bunyi yang sangat keras. Seluruh pengunjung kedai pun menatap ke arah yang sama dan mulai berkerumun di sudut ruang itu. Begitupula dengan Aditya, dia berlari kencang ke sumber bunyi itu dengan ekspresi wajah yang panik.
Didepan mata dia melihat wanita yang di sukainya tergeletak. Aditya segera melepas celemeknya, membawa Maudy ke klinik terdekat dengan taksi online. Didalam mobil Aditya juga sempat berbicara kepada supir taksi dengan nada keras, agar lebih cepat. Aditya begitu khawatir dan panik melihat keadaan Maudy.
Sesampainya di klinik, sebelum turun dari mobil Aditya meminta maaf kepada supir tersebut karena perilakunya, supir itupun memahami dan segera membantu Aditya menggotong Maudy ke dalam klinik. Mauudy dilarikan ke ruang IGD karena detak jantungnya yang lemah dan badannya sangat tak bertenaga, didalam ruangan para medis berusaha mengobati Maudy.
Diluar ruangan tampak Aditya yang sangat panik dia berjalan bulak balik berkali - kali didepan ruangan IGD, menunggu kabar dari dokter tentang keadaan wanita yang dicintainya. Disini sangat terlihat jelas, bahwa Aditya sangat sayang dan peduli terhadap Maudy.
Lalu Aditya membuka handphone Maudy, melihat nomor kontak yang bisa dia hubungi untuk menemani Maudy nantinya. Aditya menemukan chat history terakhir Maudy dengan Diana, Aditya pun segera menghubungi Diana dan meminta Diana untuk datang ke klinik untuk melihat keadaan Maudy dan meminta agar Diana meluangkan waktu untuk menjaga Maudy di klinik. Mendengar kabar dari Aditya, Diana langsung berlari menuju parkiran dengan sangat panik, mengendarai motornya menuju klinik.
Diana masuk kedalam klinik dan dia langsung melihat Aditya sedang duduk di koridor masih dengan wajah yang sangat dingin. Dia seperti tidak khawatir bahkan perduli sedikitpun terhadap keadaan Maudy. Diana mendekat kepada Aditya dan duduk disebelahnya. Dia bercerita kepada Aditya kenapa Maudy bisa berakhir di klinik, dia mulai menceritakan kepada Aditya terkait sahabatnya Maudy yang sangat mencintainya, bahwa setiap hari tak luput cerita tentangnya, bahkan hari ini dia bertekad untuk menguruskan badan dengan diet ekstrim juga untuk Aditya.
Setelah bercerita keadaan Maudy yang sebenarnya kepada Aditya, Diana mengajukan pertanyaan kepada Aditya.
"Apakah tak ada sedikitpun perasaan untuknya?" tanya Diana kepada Aditya
Aditya hanya diam, terus berusaha menutupi perasaannya yang sesungguhnya, perasaan yang saat ini dia rasakan.
Dari pintu IGD terlihat ada seorang wanita ber jas putih keluar dari ruangan, dia adalah dokter yang mengobati Maudy. Lalu dokter itu memberitahukan kepada Diana dan Aditya bahwa penyakit magh Maudy kambuh, karena perutnya kosong dan mengkonsumsi banyak kafein. Dokter meminta Diana dan Aditya untuk memberikan pengertian kepada Maudy, agar tidak melakukan diet ekstrim lagi karena bisa fatal akibatnya, lalu dokter pergi meninggalkan mereka.
Diana dan Aditya pun masuk ke ruang IGD, melihat sosok Aditya ada disini Maudy merasa sangat bahagia.
"Siapa yang membawaku kesini?" tanya Maudy
"Pangeranmu" jawab Diana
Mendengar jawaban Diana, Maudy merasa malu dan melupakan rasa sakitnya, dia tersenyum sambil melihat ke arah Aditya.
"Aku hanya membantu, jangan berfikir yang lain, aku lakukan karena kau sedang berada di kedaiku, itu saja" jawab Aditya ketus.
Maudy merasa bingung dan bertanya-tanya kenapa Aditya yang kini didepannya berbeda dari Aditya yang biasanya ditemuinya di kedai, sosok yang penuh kehangatan. Suasana yang tadinya cair kini berubah menjadi sangat canggung.
"Baguslah kalau kau sudah baikan, kalau begitu aku bisa tinggal kalian disini" ucap Aditya dengan nada dingin.
Aditya pun berjalan menuju pintu keluar, tepat didepan pintu dia membalikkan badan, menatap ke arah Maudy.
"Aku tidak menyukaimu, aku merasa risih saat kau berada disekitarku."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!