Citra, begitu ia biasa dipanggil, ia perempuan tomboy yang baru saja menamatkan kuliahnya diManagemen Bisnis UP. Kuliah dengan biaya sendiri dari hasil kerjanya menjadi penyapu jalan dan bisnis pakaian pria online. Sejak ditinggal ibunya yang telah berpulang, saat ia masih duduk
dikelas tiga SMP, ia harus berjuang menyambung hidup, dengan menjaga warung kecil milik kakeknya, orang yang satu- satunya ia miliki didunia ini. Dari warung kecil itu ia mengumpulkan pundi- pundi untuk modal berjualan online. Tak cukup hanya disitu, ia juga bergabung dengan tim penyapu jalan kota P, saat mulai memasuki kuliah.
" Lumayan...ganti olahraga, biar tubuh sehat dan otot kuat ! trus mendemontrasikan hidup bersih dan bebas dari sampah. Sekaligus tambah penghasilan! " Fikirnya membayangkan biaya besar yang diperlukan nanti untuk kuliahnya di Universitas swasta termahal dikota P.
" Jangan terlalu berambisi mengerjakan banyak kerja citra! Kakek masih punya tabungan dari hasil
kebun kelapa sawit kita dikampung, kakek rasa itu cukup untuk biaya kuliahmu. Jangan terlalu memaksakan bekerja kasar, ingat kau tetaplah perempuan cucuku, suatu hari kau pasti ingin terlihat cantik Dimata lelaki yang kau cintai, jadi mulai sekarang fikirkan juga perawatan diri, jangan hanya memikirkan uang, manfaatkan apa yang ada dan bersikap feminimlah.." Nasehat sang kakek panjang lebar, dihatinya ia semakin hari kian khawatir dengan sikap citra yang seolah tak menerima kodratnya.
" Aduh...kakekku yang baik dan lebih tampan dariku, kalau dilihat dari genteng...He....He..
Jangan khawatir, aku takkan pernah jatuh cinta pada pria selain kakek seorang, karna tak ada pria baik didunia ini selain kakek, jadi tak ada Citra untuk pria. Apa pula pentingnya feminim- feminim kalau akhirnya akan ditinggal nikah sama pria brengsek kayak ibu.
Ini ni...ni...ni! Foto ibuku yang tak kalah cantik dari Artis papan atas dizamannya. Tapi apa, ia malah ditinggal sama laki.
Aku tak mau patah hati, untuk itu tak ada waktu untuk cinta datang dalam hidupku." Kata Citra mantap, sambil merapikan topinya. Kemudian mengecup tangan keriput sang kakek, lalu pamit.
" Citra berangkat kerja dulu ya, habis itu ngampus. " katanya sebelum berlalu. Jagan lupa makan, sambal sama sayur ada dilemari. " petuahnya pada
sang kakek.
Tiap hari dijalaninya kehidupan yang keras dijalanan dan dikampus, tanpa kata lelah dan menyerah, bahkan nyaris tak ada airmata yang pernah ia tumpahkan, apalagi yang namanya urusan cinta. No way...
Citra sangat tampan dalam pengakuannya, tapi dalam pandangan teman kerja dan teman kampusnya, tak bisa ditutupi kecantikannya
Bagaimanapun ia menutupi dengan pakaian pria, gadis blesteran Jaminda ( Jawa Minang Belanda) itu tetap bisa menimbulkan love- love bertubi- tubi dari teman lelaki yang dekat dengannya. Tapi sikap tegas dan anti prianya itu membuat para pecinta, takut menyatakan perasaan padanya. Apalagi kalau ia juga perempuan yang jago silat, hasil latihan bertahun- tahun dengan sang kakek, salah- salah nanti orang sentuh bisa terpelanting olehnya
Citra hampir tak pernah menangis dalam hidupnya, ia bahkan terkenal sebagai pribadi yang selalu bersemangat dan ambisius , terutama dalam menjalani pekerjaan dan bisnis onlinenya. Ia bergaul dengan banyak pria dikampusnya, yang otomatis jadi pelanggannya. Setiap hari ia hanya peduli dengan kuliah dan bekerja, hingga suatu subuh, sebulan menjelang wisudanya, sang kakek memintanya untuk berbicara dari hati kehati.
" Sayang...Kan slipsinya sudah kelar, ntar lagi wisuda.
" Bukan slipsi kek...Tapi skripsi ." protes Citra.
" Terserah apa namanya, kakek pandainya cuma bilang begitu, lidah orang yang sudah diujung umur
memang tak bisa lagi diatur. " kata sang kakek.
" Jangan bicara begitu dong kek...hanya kakek yang Citra punya. " kata Citra memelas, tah mengapa hatinya terasa pilu mendengar sang kakek mengatakan soal umur.
" Iya sayang...jangan sedih, andai kakek tak dapat lagi menemani Citra. Rasanya waktu kakek sudah dekat nduk..Telinga sudah mulai layu, pusat sudah berkedut, telinga berdengung. Semua tanda sudah lengkap, tinggal menunggu masa, tak lama lagi kakek akan menghadap. " kata sang kakek sambil mengusap airmata Citra yang berjatuhan.
Citra....jangan menangis nak...kakek sudah memberimu bekal, sebentar lagi kan sudah sarjana,
apalagi nilaimu Paling bagus dikampus. Kakek doakan biar citra dapat kerja yang bagus, diperusahaan yang besar, ngak nyapu jalan lagi.
Dan kakek doain supaya Citra dapat suami yang pintar, baik, kaya hati dan kaya harta. Biar kakek bahagia dialam barzah, melihat cucu kakek satu- satunya bisa bahagia dan hidup normal." Kata sang kakek yang sebenarnya banyak yang ingin Citra protes, tapi Citra tak tega melawannya, melihat kakek tercintanya mengucapkan semuanya dengan lemah dan penuh perasaan. Nampak bulir bening membasahi sudut mata sang kakek. Citra mengusapnya dengan telunjuknya. Dengan tangannya yang lemah kakek Roslan meraih tangan Citra, kemudian mengecupnya. Selamat tinggal sayang...Assalamu a..laikum...All....Allah..hu Akbar..." katanya kemudian tersenyum, lalu terdiam.
Citra merasa kakeknya sedang bermain sandiwara, ia tak sadar kalau H Roeslan telah menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang.
" Kakek jangan bermain- main dengan Citra kek, mati itu tak mudah, kakek pun tak sakit apa- apa.
Jadi jangan ngomong yang bukan- bukan, pake bilang mau ninggalin Citra segala. " katanya memencet hidung mancung sang kakek. Dia kan paling ngak tahan diglitik hidungnya, Kok masih diam??? " tanya hatinya mulai khawatir. Diguncang ya tubuh kakek berkali- kali, tapi tak kunjung ada reaksi, baru kemudian ia sadar kalau kakeknya sudah benar- benar tiada.
" Ya Tuhan...ia meninggalkanku dengan semudah itu. Hu....hu.....hu...hu....hu.....Tangis dan raungannya menggema dipagi buta ini. Orang - orang dikomplek perumahan jalan Melati bercengangan mendengar tangisan pilu gadis tomboy yang hampir tak pernah menampakkan wajah sedih dihadapan mereka. Warga satu komplek berduyun- duyun mendatangi sumber suara. Begitu mendapati Citra yang sedang histeris
atas keadaan H Roeslan, diantara mereka langsung mengambil tindakan, ada yang menyiapkan tempat, dan menelfon dokter. Setelah dokter memastikan sudah tak ada lagi, mereka segera menyelenggarakan jenazah.
" Hari ini hari Jumat, langkah yang baik buat kakekmu Citra! Jangan terus meratap nak, Ikhlaskan lah kakekku, ia pergi diwaktu yang baik dan dihari yang baik. Bersabarlah...Kami tahu kakek adalah satu- satunya yang keluarga Citra, tapi waktunya telah habis, Citra kan anak kuat, jangan buat langkah menuju Allah menyakitkan karna ratapanmu Nak..." Kata ibu Rahma tetangga sebelah rumah memberi nasehat. Diusapnya kepala Citra dengan lembut, lalu dipakaikannya kerudung Dongker yang terletak disisi tempat tidur.
******
Citra terpaku ditempat peristirahatan terakhir kakeknya. Rasa sakit ditinggalkan menyayat- nyayat hatinya.
" Semudah itu kau tinggalkan aku kek... Mengapa semua yang kucinta, begitu mudah dan entengnya meninggalkanku. " Baiklah kek...aku takkan mencintai lagi, hingga takkan merasakan sakit ini lagi. " Janjinya dengan beruraian air mata.
" Aku akan merantau dan bekerja diperusahaan besar setelah wisuda seperti apa yang kakek inginkan. Bahkan suatu hari aku akan menjadi pemilik kerajaan bisnis terbesar dinegri ini. Tapi maaf...Citra takkan penuhi permintaan kakek yang ketiga, karna Citra benci dengan cinta, cinta hanya membuat orang menangis. Semua yang merasa dicintai akan besar kepala dan dengan mudahnya meninggalkan. Cukup sudah lukaku ini kek..." kau bahkan dengan teganya meninggalkanku, saat semuanya masih terbengkalai, kala aku masih belum bisa mebalas kasihmu. Ini sungguh sangat tidak adil bagiku kek...Hu....Hu...." tangis Citra tak dapat dibendung.
" Ayolah pulang Cit...Penerbangannya tinggal 50 menit lagi, waktu kita buat sampai di bandara 40 menit. " kata Rafdo, teman kuliah Citra, yang kebetulan sama- sama Wisuda dan dapat panggilan kerja diJakarta.
Begitu menginjakkan kakinya di ibukota, darah didada Citra berdesir. Langkah kakinya terasa bergetar. " Apa ini gejala mabuk pesawat kali ya, habis seumur- umur aku baru kali ini menaiki burung raksasa itu. " tebak hatinya. Diusapnya dadanya berkali- kali. Hal ini mengundang tatapan nakal Rafdo pada Citra.
" Ini cewek gayanya tomboy bukan kepalang, tapi tuh buah kuldi besarnya tak dapat ditutupi nyata dengan baju longgarnya. Kapan ya? aku bisa melihat tubuh indahnya yang ia tutup- tutupi dengan pakaian longgar pria itu? " tanya batin Rafdo menerawang. Hingga tak sadar ia menabrak seorang yang berjalan didepannya.
Bup...mereka berdua sama- sama terjatuh saling bertindihan.
" Aduh busyet...Kalau anak gadis yang dibawah lumayan. Ini aduh..." kata batin Rafdo. Nyali Rafdo mengecil bagai balon bocor saat ia beradu pandang dengan pria tampan pemilik mata tajam menusuk hati dibawah tubuhnya. Sebelum Rafdo
bisa berbuat apa-apa. Pria itu langsung mendorongnya keras hingga terjungkal kebelakang. Dan dengan tatapan membunuh pria itu menarik kerah baju Rafdo dan memaksanya untuk berdiri, dan sebuah bogem panas segera akan bersarang dikeningnya. Dalam keputus asaan,
Rafdo memejamkan matanya, dengan pasrah menunggu hadiah kecerobohannya yang akan diberikan oleh pria itu. Setelah tak kunjung merasakan tinju panas itu. Rafdo memberanikan diri membuka matanya.
" Astaga...Didepan matanya sudah terjadi adegan lain.Ternyata Citra menangkis tinju lelaki itu, kemudian mempelintir tangan yang ingin meninju
Rafdo tadi.
" Aku tahu temanku salah, saat jalan tak lihat- lihat.
Tapi siapa Anda berani memukul orang seenak undel. Hadapi aku kalau kau jantan ! " tantang Citra masih menguasai kedua tangan pria itu.
" Hey...kamu! Apa kamu ingin tahu siapa aku? Apa sahabatmu itu bisa mengganti pakaianku yang bernoda akibat tindakan cerobohnya ini? " Ujar Rendra sombong, walau tangannya masih belum bisa ia lepaskan dari orang didepannya.
" Siapa orang ini? sepertinya kuat sekali, ia juga sangat tampan. Eh...tapi kok tubuhnya menonjol seperti seorang gadis. Tapi apa ada gadis yang pegangannya sekencang, sekasar dan sekuat ini?
" tanya batin Rendra penuh keraguan.
Baru kali ini otak cerdasnya mandeks dan tak dapat sinyal langsung tentang orang dihadapannya, hanya dengan menatapnya saja. Selama ini, kawan dan lawan bisnis dimanapun berhadapan dengannya, selalu bisa dengan mudah ia tebak.
Melihat tuan muda mereka sedang dianiaya oleh seseorang yang entah siapa. Kelima anak buah Rendra yang tiba- tiba muncul, langsung menyerang Citra.
" Lepaskan bos kami ! " teriak Mex, pria bule tinggi besar yang tampaknya merupakan ketua rombongan.
" Jadi ternyata ia bos??? Baiklah akan aku lepaskan.Jadi takut....He....He...He..." tawa Citra menggema, ditariknya baju Rendra hingga berserakan seluruh kancingnya. Lalu disentaknya kasar baju itu sampai lepas dari badan, kemudian dilemparnya keudara. Tentu saja anak buah Rendra kian marah karna perlakuan Citra yang dengan beraninya mempermalukan tuan mereka.
" Serang!!!...Yap....yah...ciak...Ciak...Terjadilah persiteruan satu lawan lima.
Renda menggeleng- gelengkan kepalanya sambil berusaha menutup tubuhnya dengan tangan. Walau tubuhnya terbalut singket, tak pernah seumur- umur ia diperlakukan seperti ini.
Dengan bekal ilmu silat dari kakek H. Roeslan, yang sudah ia dalami selama bertahun- tahun. Tak sulit bagi Citra untuk melumpuhkan serangan lima Body Guard Renda. Kelima anak buah Rendra tumbang dihadapan matanya. Lalu dengan enteng Citra menarik kelimanya dan mengikat tangan mereka dengan kemeja jutaan milik Rendra yang tadi ia lempar. Kelima orang yang babak belur itu tertunduk diam tak berdaya melawan gadis penguasa didepan mereka.
" Ini baju dan anak buahmu kukembalikan. Aku tak perlu tahu berapa harga baju dan gaji para body guard mu . Cuma saranku padamu. Adakan lagi ajang pencarian pengawal, agar kau bisa menemukan pengawal yang lebih kuat untuk melindungimu.
Rendra memasuki mobil mewahnya dengan pandangan kosong, hatinya terkoyak- koyak oleh penghinaan yang dilakukan oleh orang yang dalam pandangannya sangat aneh itu.
" Baiklah...aku akan mengikuti saranmu manusia teka -teki. Aku akan cari pengawal yang lebih tangguh. Dan akan segera membalasmu. " Batin Rendra sembari mengepalkannya tinjunya, dengan gigi gemerutuk menahan kesal.
Kemudian Rendra memakai baju yang baru, masih dengan dada berkecamuk.
" Jadi kami dipecat bos??? " Tanya anak buahnya serentak, bimbang melihat ekspresi tuannya.
" Menurut kalian !!! Hardik Rendra. Kemudian menatap Mex dan kawan- kawannya bergantian.
" Aku sudah dipermalukan hari ini, tapi kalian tidak bisa melindungiku. Untung lokasinya ditempat sepi. Kalau sampai tadi ada wartawan yang meliput, bisa hancur Reputasi ku dan GNN Group, padahal aku sudah bersusah payah membangunnya. Apa menurut kalian yang akan kulakukan pada kalian??? " Tanya Rendra.
" Dipecat dong..." jawab mereka lemah.
" Tidak !!! Aku takkan sebodoh itu memecat kalian. Aku akan memecat kalian kalau kalian tak dapat menemukan manusia langka itu lagi dan menyerahkannya padaku." Kata Rendra.
" Bagaimana bisa bos? Tadi saja sudah babak belur. " Sanggah Mex memberanikan diri.
" Selidiki alamatnya. Kalau sudah tahu alamatnya, baru kita atur rencana. Orang kuat tak bisa dilawan pakai otot. Tapi pakai akal! " Perintah Rendra.
" Baiklah bos...Kata Mex yang dianggukkan oleh yang lain.
" Tapi bos..." Kata Mex.
" Tapi apa lagi! " Rendra Geram.
" Tapi kayaknya ia orang baru disini bos. " jawab Mex ragu- ragu.
" Pandanganmu lumayan tajam Mex, ia memang kayaknya baru sampai di Ibu kota. Buktinya tadi kawannya yang norak celingak - celinguk sampai tertabrak aku. Sebenarnya ia tak salah, ia hanya ingin membela kawannya yang tak tahu diri itu.
" Aku berfikir untuk menjadikannya pengawal pribadi sekaligus asisten pribadiku. Coba kau selidiki semua hotel dan penginapan
dikawasan tadi. Kalau ketemu lapor padaku! " titah Rendra.
" Baik bos. Siap! Pokoknya begitu bos sampai di Mension dengan aman. Kami akan melanjutkan penyusuran tentang Mala. " Jawab Mex mantap.
" Emang kau tahu namanya Mala Mex? Tanya Rendra bersemangat, yang membuat Mex merasa curiga dengan tingkah bos mereka, yang tampak berlebihan pada orang itu.
" Kan tadi bos bilang manusia langka. Makanya aku sebut saja Mala.
" Busyet deh kamu...tapi tak apa, untuk sementara kita sebut saja namanya Mala. Tapi Mala kan nama
perempuan. Apa kau merasa seperti yang kurasa Mex? Tanya Rendra dengan nada Rendah, membuat Mex dan kawan- kawan kembali heran dengan perubahan sang bos.
" Apa tadi gadis itu sempat menjedot kepala bos, sebelum kami datang? " tanya batin Mex.
" Kau dengar tidak Mex pertanyaanku!!!" sang bos kembali naik pitam, melihat Mex yang malah melamun.
" Ma...ma...maaf bos...Aku sedang memikirkannya.
Sebenarnya aku ada terfikir kalau ia seorang gadis bos. Matanya indah, bibirnya. Dan itu...
" Itu apa Mex? Kejar Rendra penasaran.
" Ada Mangga gajah didadanya yang turut bergoyang pas ia membalas serangan kita. " kata
Mex yang membuat hati Rendra berdesir. Ada rasa marah saat tahu Mex sedalam itu mengekspos bentuk tubuh Malanya.
" Ah...mengapa jadi begini? " tanya hatinya kesal, ia mengetuk- ngetuk jidatnya dengan tinju, berharap bisa menepis filirannya yang
menurutnya diluar kendali.
****
" Kau sungguh tangguh Citra...Luar biasa, untung ada dirimu. Kalau bukan aku pasti sudah dibuang kelaut dan jadi makanan Hiu oleh orang- orang itu." kata Rafdo menatap Citra makin kagum, ia makin tak sabar untuk segera bisa mendapatkan Citra, yang dimatanya semakin tampak sempurna.
" Makanya...jadi orang jangan kebanyakan menghayal, sampai jalan aja kau ngak pake mata.
Untung mereka cuma berlima, kalau banyak dan kuatkan mana aku bisa hadapi. Yang ada kita berdua bakal disate sama laki- laki yang kayaknya big bos itu. Melihat jenis mobilnya, nampaknya ia orang dapat nomor juga didunia bisnis. Tapi kok hanya punya pengawal selemah itu ya? " kata Citra.
" Aku tak peduli siapa big bos itu, yang penting kita sudah sampai diibu kota. ayo kita ke penginapan itu saja. Tunjuk Rafdo, besok kalau sudah selesai interviuw kerjanya, baru kita cari kos- kosan biar irit." Ditariknya tangan Citra dengan lembut, menuju
motel didepan mereka. Citrapun segera menurut, karna ia sudah tak tahan ingin segera istirahat.
Bersambung...Ayo mampir yuk sambil Rehat, baca karya kita, jangan lupa tinggalkan like, Fote dan foforitkan. Kasih komen yang bijak...Salam
.
Rendra tak habis fikir apa yang terjadi dengan dirinya. Sejak dipermalukan oleh Si Mala, ia tak hentinya memikirkan orang itu. Bahkan yang paling ia heran pada dirinya, setiap terlintas wajah Mala yang sedang menatapnya tajam dan dengan seenaknya mempelintir tangannya. Renda malah senyum sendiri.
" Gila sekali, sakit tauk! " Kata Rendra.
" Maaf tuan muda...Bibi mijitnya terlalu kuat ya? " Tanya bi Sumi, pengasuh yang sudah Rendra anggap sebagai ibunya.
" Bukan pijitannya yang sakit Bu. Tapi tangan itu sangat kasar mempelintir tanganku.
" Siapa yang sudah berani mempelintir tangan tuan muda? Dimana Mex rupanya. Kenapa dibiarkan saja? " tanya bi Sumi tak terima tuan mudanya dizolimi sama orang .
" Dia bukan orang biasa bu...Dia kuat dan jago Silat, tatapan matanya membunuh, tangannya sangat kasar. Tapi..
" Tapi apa tuan?" tanya bi Sumi makin penasaran, melihat tingkah sang tuan muda yang tampak terlihat berbeda.
" Iya tampan, tapi cantik juga bu..." rengeknya sambil merebahkan kepala dipangkuan sang bibi.
Sumikian terpana dengan perkembangan baru tuan mudanya.
" Apa tuan muda jatuh cinta? " fikirnya dalam hati.
" Ibu jangan bilang kakek ya...Sebenarnya Rendra berharap orang itu bukan laki- laki, tapi perempuan bu..." kata Rendra menyembunyikan wajahnya dengan memandang kearah lain.
" Bibipun berharapnya begitu, bibi berharap orang itu perempuan. Agar impian kakek punya pewaris berikutnya bisa terwujud. " kata bi Sumi kelepasan.
" Jadi ibu berfikir selama ini, Rendra sukanya sama lelaki,hingga tak pernah punya pacar? " tanya Rendra menatap sang bibi dengan tatapan menyelidik.
" Maaf tuan muda...bibi takut, tuan salah gaul waktu kuliah diluar negri, makanya sampai sekarang belum juga memikirkan soal perempuan. " jawab bi Sumi jujur.
" Jadi kakek juga berfikir sama? " tanya Rendra.
" Apa tuan marah? " tanya bi Sumi sedikit gentar.
" Ren tak marah kok bu, kalau kalian berfikir begitu. Habis Rendra juga berfikir takkan pernah tertarik dengan yang namanya wanita. Sejak dahulu memang belum ada perempuan yang bisa mengusik hati ini. " katanya sambil mengelus dada bidangnya, tah mengapa ia tersenyum ketika wajah dan dada Mala terbayang dibenaknya.
" Adakah lelaki bertubuh bagus dan berdada besar bu? " tanyanya sambil membuang muka.
" Sang ibu asuh memberanikan diri meraih wajahnya dan menghadapkan padanya.
" Tentu tidak ada sayang...kalaupun itu hasil operasi, takkan senada dengan bentuk tubuhnya.
" Berarti?
" Iya seorang gadis yang tak mau terlihat sebagai perempuan. Ia ingin menutupi jati dirinya dengan pakaiannya. Tapi yang namanya perempuan tulen, bagaimanapun ia sembunyikan keanggunannya, lelaki sejati akan bisa melihatnya. " kata bi Sumi bersemangat.
" Apa tangan tuan muda masih sakit? Tanyanya mengalihkan perhatian Rendra, takut terlalu kentara mengorek pribadi sang tuan muda.
" Berarti aku lelaki sejati dong? " tanya Rendra pada hatinya. Wajah Malanya kembali terbayang, Rendra memejamkan matanya, merasakan debaran aneh yang mengisi dadanya, kala wajah itu terlintas.
" Doakan aku ya bu...Rengeknya bagai remaja yang sedang kasmaran.
" Biar bisa bertemu lagi dengannya, biar kubalas semua perbuatannya. " katanya sambil mengepalkan tinju. Kemudian memejamkan matanya, lalu beberapa detik kemudian dengkuran halusnya mulai terdengar berirama.
" Ternyata tuan muda sudah tertidur. " kata bi Sumi
kemudian dengan cekatan menyelimuti Rendra. Sejenak Sumi memandang Rendra.
" Anakmu sudah besar Nia, kekhawatiran ku akan segera berakhir. Nampaknya anakmu normal. " katanya berbicara sendiri. Dipelupuk matanya terbayang Rendra bayi yang sudah ditinggal oleh ibunya yang meninggal akibat kecelakaan pesawat,
yang menyebabkan ia yang mengikuti suaminya karna cemburuan, ikut perjalanan bisnis, sehingga mereka berdua ikut menjadi korban pesawat naas itu. Karna sikap posesivnya yang berlebihan, ia memilih meninggalkan bayinya saat itu. Karna sang ayah mertua melarang mereka membawa bayi yang masih berumur sebulan itu
Mr Kims dalam kesedihannya ditinggal anak menantu, masih bisa kuat untuk bertahan hidup
karna adanya Rendra kecil. Rendra dibesarkan dalam pengasuhan bi Sumi, dan dimanjakan oleh sang kakek, dengan harapan untuk menjadi satu- satunya sang pewaris yang masih tersisa. Hingga
besar dan kuliah, Rendra selalu diperlakukan dengan sangat hati- hati. Hingga untuk menyodorkan perempuan saja Mr Kims segan, takut cucu kesayangannya tersinggung, dan menganggap sang kakek mendikte hidupnya.
Mr Kims, hanya bisa berdoa, agar Renda segera membawa sendiri gadisnya yang akan menjadi Ratu diistana mereka. Nampaknya doamu hampir- hampir didengar oleh Tuhan, tuan Kims. Tapi sepertinya Rendra belum mau terbuka padamu.
Biarlah kurahasiakan dulu apa yang masih hendak ia simpan. Mudah- mudahan sebentar lagi tak ada lagi rahasia dirumah ini. Istana ini hanya ramai dengan para pelayan, sedangkan yang dilayani hanya dua manusia yang sama-sama dingin dan enggan Memandang wanita.
Mengingat bagaimana Sumi pernah menggoda Kims, bahkan ia hampir dipecat oleh pria dingin itu karna sudah berani menaiki ranjangnya.Tapi Rendra kecil menyelamatkannya. Rendra tak mau diam ditangan pelayan, perawat atau apapun saat itu, hingga dengan terpaksa ia kembali mencari
Sumi ke panti, untuk kembali kerumah itu untuk merawat cucunya. Ketika Sumi menolak kembali kerumah itu. Mr Kims sampai menawarkan separo hartanya untuk Sumi.
" Aku tak butuh hartamu tuan Kims...aku hanya menginginkan dirimu, tapi kau menolak ku. Bagaimana bisa aku hidup serumah dengan orang yang sudah menolakku. Sebagai manusia biasa aku juga takkan kuat, menatap pria yang kuinginkan memandangku dengan acuh tiap hari." kata Sumi kala itu.
" Kalau begitu, akan kubangunkan kau dan Rendra sebuah istana. Tapi izinkan aku kesana sekali seminggu berkunjung untuk melihat cucuku." Pinta
Mr Kims dengan bersujud.
" Tak perlu bersujud segala pada rakyat jelata sepertiku tuan Kims. Baiklah aku akan merawat Rendra, tapi dengan syarat kau mau menikahiku.
" You Crazy Sum...Bagaimana bisa aku menikahimu, sedang hatiku masih mencintai Almarhum istriku? Apa artinya menikah kalau hanya diatas kertas? Tanyanya.
" Yang penting aku jadi nyonya dirumah itu. " kata Sumi.
" No way ! Kalau kau tak mau baiklah, biar Rendraku menangis tiap hari, kalau umurnya panjang Syukurlah, kalau ngak tak jadi masalah, biar nanti aku mati juga, kalau cucuku sudah tiada. " katanya dengan wajah merah padam, ditinggalkannya panti dengan menggas mobilnya secepat kilat.
Sumi bukanlah orang yang gila harta, tapi tidak salah bila ia jatuh cinta pada mantan tuan mudanya yang Duren Blesteran itu. Tapi yang namanya cinta tak dapat dipaksakan. Sadar bahwa
ia takkan bisa mencari cinta yang lain, pun bayangan ibu Rendra yang terus memohon agar ia merawat putranya. Akhirnya Sumi pasrah pada takdirnya untuk kembali kekeluarga kecil itu.
Ia merawat Rendra dengan penuh kasih dirumah baru sebagaimana yang dijanjikan konglomerat itu.
Ia melupakan perasaannya pada Kims dan menghapus kata cinta dalam kamus hidupnya.
Hingga hari ini ia terus menjalani takdirnya, hanya sebagai pengasuh. Tanpa terasa airmatanya menetes.
" Jangan menangis Bu...Rendra sangat menyayangi ibu Sumi. " kata sebuah suara yang mengejutkannya. Begitu ia memandang sumber suara itu, nampak tidurnya masih lelap.
" Jadi saat tidurpun kau bisa memandangku nak.
Terima kasih..., ibu juga sangat menyayangimu.
Mimpi yang indah sayang...Semoga cintamu terwujud, jangan seperti ibu asuhmu ini" kata Sumi sebelum berlalu dari kamar itu.
Berlanjut...Jangan lupa mampir sebelum bobok... Tinggalkan like, komen and fotenya ya...Have a nice sleep !...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!