Bab 1.
Lilis Hartono seorang gadis yang sangat cantik belia, tinggi semampai, kulit putih bersih, bola mata yang bulat disertai bulu mata yang lentik dan memiliki body yang seperti gitar spanyol. Siapa yang tak kenal dan tak tahu Lilis Hartono. Gadis cantik dan satu-satunya pewaris dari keluarga Hartono yang kaya raya dan terkenal di kota X. Lelaki manapun yang melihatnya pasti Jatuh Hati dan terpesona melihat kecantikannya. Dia lah gadis pujaan semua lelaki. Lilis Hartono satu-satu nya Putri dari Bu Ajeng Ayu Hartono seorang pengusaha Butik terkenal dan cabangnya ada dimana-mana. Ayah Lilis, Pak Bram Hartono adalah seorang pengusaha sukses yang terkenal, cabang dan jaringannya sudah masuk sampai ke internasional.
Dirumahnya yang besar dan megah ditempati oleh Lilis, ayahnya, ibunya,Tante Hesti dan Wenny. Juga ada beberapa pembantu, tukang kebun dan sekuriti.
Tok.. tok...
“Siapa?” Lilis yang sedang membaca buku majalah di kursi dekat ranjang nya menoleh ke asal suara.
“Ini aku Wenny” Wenny masuk ke kamar Lilis dan duduk di sebelahnya.
“Malam ini keluar yuk lis... ke Club” Ajak Wenny.
“Tapi...” Lilis masih ragu.
“Ayolah... Please. Aku janji kita akan pulang sebelum tengah malam. Sekarang masih jam 8 malam. Ayolah” ajak Wenny ke Lilis.
“Ok. Tapi ingat ya harus pulang sebelum tengah malam. Dan jangan sampai ketahuan oleh Papa ku” Lilis meminta Janji.
“Ok” kata Wenny.
Sesampai di Club Wenny memesan banyak minuman. Lilis tak ingin minum awalnya tapi Wenny terus memaksa dan akhirnya mereka minum cukup banyak. Lilis pun mabuk. Lampu disko yang kerlap kerlip dan musik yang keras membuat banyak orang berjoget di lantai dansa...
Di dalam kerumunan banyak orang yang berdansa di lantai dansa, Wenny berjoget-joget riang. Sesekali ada pemuda yang mendekatinya dan ikut berdansa dengannya. Kemudian Wenny pergi bersama pemuda yang baru dikenalnya.
Karena tidak menemukan Wenny, akhirnya Lilis keluar sendirian dari Club tersebut. Beberapa pemuda menggodanya namun tak digubrisnya. Ia terus melangkah dan pergi menjauh.
Tiba-tiba ada suara mobil kejar-kejaran dan tembakan yang terdengar di gang sunyi tak jauh dari tempat Lilis berada. Lilis agak kaget dan syok. Apa itu? Apa yang terjadi?
Bukannya lari menjauh.Lilis malah mencari asal suara tersebut. Setelah sampai ia melihat seorang lelaki sedang berkelahi dengan dua orang pria asing. Terjadilah tembak-menembak. Dan kedua pria asing meninggal ditempat. Lilis kaget dan jatuh terduduk lemas. Walau ia mabuk, separuh sadar dan pandangannya samar. Tapi ia tahu apa yang terjadi. Ada pembunuhan. Ia jadi lemas terduduk. Lelaki tersebut melihat kearah Lilis. Ia datang mendekat.
Lilis berniat berdiri dan kabur. Namun sayang. Pria itu menangkapnya. Dan membawanya menaiki sebuah mobil Mercedes-Benz berwarna Silver. Ia menyekap Lilis. Mengikat tangannya dan menutup mulutnya. Membopongnya masuk kemobil. Kemudian melajukan mobilnya di jalanan jalan raya yang sunyi. Maklum sudah jam 2 dinihari. Jadi agak lengang jalanan.
Sejam kemudian sampailah di sebuah tempat yang tak dikenal Lilis. Sebuah rumah kosong yang agak terpencil dan jauh dari keramaian.
Setelah menurunkan Lilis di ranjangnya. Pria itu menatap Lilis. Pria itu melepaskan penutup mulut Lilis.
“Siapa kau?” Tanya Pria itu.
“Aku... Aku...” Lilis ketakutan.
“Aku tanya sekali lagi siapa kau? Apa kau hanya orang lewat atau mata-mata?” tanyanya kembali.
“Bukan... aku hanya kebetulan lewat. Tolong lepaskan aku” Lilis memohon. Sepertinya Pria tersebut curiga dengan Lilis.
“Siapa namamu Nona?” Tanya Pria itu kembali.
“Aku Rafa” Lilis berbohong. Ia tak mau Pria itu tau siapa dia sebenarnya.
“Aku Fatar... dan apa pekerjaanmu? Dimana alamat mu?” Pria itu mengatakan namanya Fatar.
Agak kurang percaya Lilis, apa betul itu nama pria itu. Kenapa ia mengatakan namanya. Bukankah itu aneh. Akhirnya Lilis memilih berbohong saja mungkin akan lebih aman.
“Aku tinggal di daerah N.. pekerjaanku cuma seorang mahasiswa.” Jawab Lilis. Tapi kemudian ia merasa pusing kepala.
“Kenapa?” Pria itu mendekat. Dan di ciumnya ada aroma alkohol.
“Kau mabuk rupanya Nona...” Pria itu menaikkan sebelah alisnya. Dilihatnya wanita didepannya sangat cantik dan menggoda.
“Kepalaku pusing sekali... tolong lepaskan aku tuan. Aku ingin pulang saja”
“Aku tidak bisa. Biasanya saat aku melakukan pekerjaanku harus sangat rahasia. Kali ini ada saksi harus dilenyapkan.”
“Apa!!!” Lilis kaget dan bingung.
“Ah....” Pria itu merasakan ada yang tidak beres dengan tubuh nya.
“Kenapa?” Tanya Lilis.
“Ada yang tak beres dengan tubuhku. Sialan.” Umpatnya.
“Kenapa? Apa ada yang luka?” Lilis berpikir mungkin Pria itu luka akibat perkelahian dan tembakan tadi.
“Bukan...”
“Lalu apa? Kalau Tuan Fatar mau saya akan bantu obatin. Tapi nanti tolong lepaskan saya.” Lilis memberi penawaran.
“Nona Rafa... Apa anda serius?” Karena Ia sudah tak tahan lagi dengan reaksi obat perangsang yang diberikan oleh seorang pelayan restoran tadi, ia ingin menerkam wanita yang ada dihadapannya.
“Tentu...” jawab Lilis.
Fatar mulai membuka ikatan tangan Lilis. Namun Lilis yang sudah terlepas ikatannya berusaha kabur. Tapi segera ditangkap Fatar.
“Kau sudah janjikan. Maka kau harus puaskan aku dahulu”
Lilis tak menyangka kalau Pria itu ingin melakukan sesuatu pada nya.
“Tidak... Jangan Tuan... Kumohon lepaskan aku” kini Lilis sudah menangis.
Fatar sudah tak peduli. Obat tadi sudah mempengaruhinya. Ia ingin meniduri wanita yang ada dalam cengkramannya.
“Tolong... Tolong...”
“Hahaha... disini tidak ada siapa-siapa nona... jangan buang suaramu.”
Pada akhirnya Lilis tertangkap oleh Fatar dan dilecehkan olehnya.
“Maafkan aku Nona Rafa...” kata Fatar sambil menatap Lilis.
Malam itu telah hilang kesucian Lilis direbut paksa oleh Fatar.
***
Esoknya...
Lilis yang terbangun, tidak melihat siapa pun disamping nya. Ia pun langsung melarikan diri.
Lilis berjalan cukup jauh. Disepanjang jalan raya ia mencoba menyetop mobil. Tapi tak ada yang berhenti. Tiba-tiba sebuah Mobil berhenti di dekatnya. Lilis pun menoleh.
“Lilis...?” Sapa pria dalam Mobil tersebut. Dan ia keluar mendekati Lilis.
“Hah...” Lilis kaget dan berusaha kabur.
“Ini aku Panji...” Cegah Panji saat melihat Lilis mau kabur.
Lilis berbalik dan melihat. Tapi wajahnya menunduk. Ia tahu kalau itu Panji. Panji Sudrajat. Panji adalah Calon Tunangannya. Namun ia sangat malu bertemu Panji apalagi dengan keadaannya yang seperti ini.
“Hiks...Hiks...” Lilis hanya bisa menangis. Bulir bulir air mata mulai berjatuhan kembali membasahi pipinya.
“Kenapa? Kok malah menangis Lis?” Panji mulai khawatir.
“Maaf. Tapi tolong antarkan aku pulang” Pinta Lilis.
Panji membawa Lilis masuk ke mobil BMW Seri 8 Gran Coupe warna Hitamnya. Kemudian melajukan Mobilnya dan membawa Lilis Pulang.
Di sisi lain...
“Kemana Dia?” Fatar bingung. Ia mencoba memeriksa seluruh ruangan dirumah itu tapi keberadaan Lilis tak terlihat. Ia mulai mengambil Laptop. Dan memeriksa CCTV. Fatar melihat kalau Lilis telah kabur dari rumah nya.
“Sial...” Umpatnya.
Fatar melihat keluar. Dan saat memeriksa mobilnya, ia menemukan sebuah dompet. Sepertinya itu punya wanita itu.
“Hhhmmmm... ini pasti punya Nona Rafa..” Fatar mulai membuka dompet hitam tersebut dan didalamnya ada beberapa kartu ATM, uang beberapa lembar, KTP dan HP nya. Diperiksa HP nya ada banyak panggilan tak terjawab. Dan dilihatnya KTP nya...
“Hah...” Fatar agak kaget melihat KTP tersebut. Kemudian ada sebuah pesan masuk di HP Fatar. Sebuah Pesan rahasia.
“Sepertinya aku harus pergi sekarang. Baiklah. Kalau urusanku selesai, aku akan mencari mu” itulah kata-kata Fatar saat memandang KTP wanita yang menghabiskan malam bersamanya. Ada sebuah kilatan didalam kedua bola matanya.
***
Dirumah Lilis. Kediaman lilis.
Di Dalam ruangan. Dikamar Lilis. Lilis masih menangis sambil memeluk Ibunya. Ibunya berusaha menenangkannya. Sedangkan ayahnya sudah bingung. Apa yang sebenarnya yang terjadi.
“Lis... Ada apa? Cerita sama Mama ya...” bu Ajeng Ayu Hartono ,ibunya Lilis mulai menanyakan.
“Kenapa Lis?” Kini sang ayah yang bertanya, Pak Bram Hartono sudah panik rasa nya. Karena Lilis hanya menangis.
“Mama... Papa... Lilis minta maaf. Lilis sudah mengecewakan Papa dan Mama.” Sambil terisak Lilis berkata.
“Maksudnya apa lis? Mama bingung. Dan kenapa juga penampilan mu begini.” Dilihatnya Putrinya sudah berantakan penampilannya.
“Lilis... Hiks... Hiks.... Sudah diperkosa Ma...” Lilis akhirnya pecah tangisannya.
“Apa!!!” Pak Bram Hartono Kaget dan syok sekali. Sedangkan Mama nya, Bu Ajeng Ayu Hartono hanya bisa menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Karena kaget juga.
“Lilis itu gak benerkan...” Tanya Ibu nya.
“Lilis jawab Mama kamu... Benarkah itu?” Ayahnya bertanya lagi memastikannya.
“Iya... Lilis diperkosa.... Hiks... Hiks...” Lilis cuma bisa menangis.
“Ya ampun...Cobaan apa ini.” Ibunya mulai menangis juga.
“Papa kecewa sama kamu Lis... siapa Pria kurang ajar itu?” Tanya sang ayah.
“Lilis gak tau...” Lilis hanya bisa menggeleng. Karena jujur ia memang tak tahu. Saat itu sudah malam. Ia mabuk dan pandangannya samar-samar. Jadi wajah Pria itu tak bisa dikenalinya apalagi diingatnya. Ia sama sekali tak tahu siapa Pria itu.
Lilis menangis kembali. Ibunya memeluknya. Kini keduanya menangis. Sedangkan ayahnya terduduk lemas didekat kursi yang ada di kamar Lilis. Ayahnya sangat terguncang. Ia marah dan kecewa sekali. Lilis adalah Putri satu-satunya. Kebanggaan dan kesayangannya. Tapi semua itu sekarang hancur. Ayahnya tak bisa menerima ini semua.
***
Yang suka dengan karya ini, ikutin terus kisahnya sampai akhir ya kakak readers semuanya :)
No Plagiat ya. Hargai usaha dan kerja keras seseorang dalam berkarya. Jadi katakan tidak pada meniru karya seseorang dan tidak menjiplaknya. No Plagiat. Makasih untuk yang sudah mampir ya kak. Love you all :)
Karya ini sedang mengikutin lomba, jadi mohon dukungannya terus ya kak.
Cara mendukungnya gampang yaitu :
1. Like semua episodenya / bab-nya ya kak. Dibaca juga semua babnya :)
2. Klik Vote setiap hari senin ya kak.
3. Klik Favorite juga ya kak
4. Selalu berikan dukungannya ya kak setiap saat :D
5. Tinggalkan komen ya kak :)
6. Kasi bintang 5 ya kak untuk karya ini sebagai menyukai karya ini dan apresiasi ke karya saya ini.
Makasih semuanya. Dukung terus karya ini ya kakak readers semuanya, biar Author semangat UP ceritanya. Love you all :)
Bab 2.
“Mulai sekarang kau diam di dalam Kamar saja. Jangan pernah untuk keluar lagi. Dengar itu Lilis.” Bentak ayahnya. Lalu bangkit dan beranjak pergi meninggalkan kamar Lilis.
“Sabar ya Putri ku. Papa mungkin sedang kecewa. Berilah ia waktu. Sekarang istirahatlah di kamar mu Lis.” Ibunya mencoba menenangkan Lilis.
“Iya Ma.” Lilis hanya menurut.
Ibu nya pun beranjak pergi dan keluar dari kamar Lilis.
Di Ruang lain. Ibu Wenny tergesa-gesa berjalan dan masuk ke kamar Wenny.
“Wen... kamu tau apa yang baru saja Mama dengar..”
“Nggak Ma... emangnya apaan?”
“Lilis, Papanya dan Mamanya sedang berbicara di dalam kamar Lilis. Karena Nampak aneh. Mama dekatin dan coba nguping. Kamu tau apa yang mama dengar...” Hesti Hartono, Ibu kandungnya Wenny mulai mengatakan apa yang di dengarnya.
“Apa sih Ma... cepatan katakan?” Wenny mulai tak sabar ingin mendengar berita apa yang diketahui Ibunya.
“Lilis diperkosa....” Senyum jahat terlihat diwajah Hesti Hartono.
“Apa? Serius Ma?” Wenny seakan mendengar berita yang menghebohkan.
“Tentu saja, Bukankah ini kesempatan bagus untuk mu mengambil hati Om Bram... Dan mengambil posisi Lilis..” Hesti Hartono memandang Putrinya.
“Mama.. Untuk ambil hati Om Bram itu bisa kulakukan tapi menggantikan Lilis itu tak mungkin Ma...”
“Tentu saja bisa. Dengan cara bertunangan dengan Panji. Dengan kondisi Lilis. Mana ada lelaki manapun yang sudi menerimanya lagi. Walau dia cantik pun tapi sudah tercela dan tak suci lagi...” Senyum ibunya ke putrinya.
“Hhhmmm... Aku mengerti maksud Mama.. Kita akan hancurkan Lilis. Aku akan menggantikan posisi Lilis selamanya.” Wenny dari kecil sudah cemburu dengan Lilis. Dia tidak suka Lilis. Lilis Putri satu-satunya dari Om Bram dan pewaris satu-satunya. Semuanya dimiliki oleh Lilis yang tak dimiliki Wenny. Jadi ini kesempatan bagus untuk mengambil semuanya dari Lilis.
“Bagus Putriku... Kau memang cerdas” Hesti Hartono saudara angkat dari Bram Hartono. Keluarga Hartono tidak punya saudara atau sanak keluarga yang lainnya. Hesti Hartono diangkat/di adopsi dari panti asuhan lalu dijadikan saudara angkatnya Bram hartono oleh Kakek dan Nenek keluarga Hartono. Meninggalnya Kakek dan Nenek Lilis, semua harta warisan ditinggalkan kepada anak kandungnya yaitu Bram Hartono.
Hesti Hartono sangat sakit hati karena ternyata orang tua angkatnya tidak meninggalkan harta warisan apapun kepadanya. Ia sadar, kalau ia hanya anak angkat tapi kenapa mereka tidak menganggap nya. Sehingga ia sangat sakit hati dan membenci keluarga Hartono.
Hesti hartono pun menikah dengan Bambang Herlambang seorang pengusaha yang cukup sukses. Setelah menikah, lahirlah Wenny Herlambang. Awalnya semua baik-baik saja, tapi kemudian Bambang Herlambang jatuh bangkrut dan kena serangan jantung hingga meninggal. Mereka mengetahui dibalik kematian suaminya gara-gara kalah tender. Kekalahannya disebabkan Tander tersebut dimenangkan oleh Bram Hartono. Pukulan berat bagi Bambang Herlambang yang jatuh bangkrut hingga akhirnya meninggal. Hesti Hartono yang ditinggal mati oleh suami nya jadi jatuh miskin. Karena kemiskinan dan tak punya apa pun, Hesti meminta belas kasihan pada Bram Hartono. Bram Hartono yang masih menganggap nya saudara pun menerima nya. Hingga akhir nya Hesti dan Putrinya dapat tinggal dirumah Mewah nya. Dan Hesti pun mencari kesempatan untuk membalaskan dendamnya. Ia berfikir mungkin sekarang saatnya dimulai. Kesempatan ini tak boleh di sia-siakannya.
“Jadi Putriku mulai sekarang kita harus menjalankan niat balas dendam kita” Kata sang Ibunya yaitu Hesti Hartono.
“Baik Ma...” Wenny tersenyum licik.
Sebulan telah berlalu.
DiDalam kamar Lilis masih mengurung diri. Ia tak diperbolehkan kemana pun. Rencananya ia akan bekerja setelah lulus kuliah, namun sekarang Ia hanya bisa mengurung diri dikamarnya.
Lilis merasa pagi ini perutnya seakan mual... Kemudian dia teringat. Bulan ini belum datang bulan. Ada rasa khawatir di hatinya. Ia pun muntah-muntah di toilet.
Pintu diketuk dan Ibunya masuk membawa sarapan.
“Pagi Sayang. Ini Mama bawakan sarapan.”
“Iya Ma.” Lilis menerima nampan makanannya. Tapi saat baru memegang nampannya, perut Lilis mual kembali. Ia muntah-muntah kembali di toilet.
“Kenapa Lis? Gak enak badan ya? Mama panggilkan dokter ya..” Mamanya berjalan keluar dan ingin menelpon dokter kepercayaan dari keluarga Hartono.
“Jangan Ma...” Lilis ingin mencegah tapi Ibunya sudah keluar dari kamarnya. Ia hanya bisa terduduk lemas di kamar mandi. Lalu mulai menangis.
Tak lama kemudian datang seorang dokter. Ibunya membawa ke kamar Lilis. Saat ini Lilis sudah terbaring di ranjangnya. Ia terlihat lemas. Dokter datang memeriksa. Setelah diperiksa dan mencoba memeriksa sekali lagi akhirnya dokter bertanya.
“Maaf Nona Lilis... Apa anda sudah telat datang bulan?” Dokter bertanya.
“...” Lilis tak bisa berkata apa-apa.
“Baiklah. Ini alat tespek. Cobalah dicek dengan ini. Jika kurang pasti bisa ke dokter kandungan” Dokter berkata kembali.
“Apa dok... Apa kata anda?” Ibu Lilis Nampak syok. Ia paham betul apa maksud si dokter.
“Sepertinya Putri Nyonya sedang hamil. Untuk lebih jelas bisa diperiksa dengan tespek ini atau diperiksakan ke dokter kandungan. Agar diketahui berapa usia kandungannya. Tapi bukankah Nona Lilis belum menikah? Lalu bagaimana bisa...?” Dokter tak jadi melanjutkan. Ia hanya menyerahkan alat tespek ke Nyonya Hartono. Kemudian Dokter pamit pulang.
Kini diruang itu hanya ada Ibunya dan Lilis.
“Lis.. Apakah? Apakah? Kau sedang hamil..?” Ibunya Nampak ragu menanyakan. Ia ingat kalau putrinya sudah diperkosa. Apa karena itu sekarang putrinya hamil... ya ampun cobaan apa lagi ini.
Lilis hanya menangis. Namun tiba-tiba terdengar suara ayahnya.
“Apa!! Hamil!!” Bram Hartono syok sekali, baru sebulan lalu ia kaget dengan lilis yang diperkosa sekarang malah hamil.
“Papa... Maafkan aku.” Lilis menangis kembali.
“Cepat periksa dengan ini” kata sang ayah, mengambil alat tespek dari tangan istri nya.
“Tapi Pa...”
“Cepat...” Bentak ayahnya.
Ayah menunggu di luar kamar mandi dengan perasaan gelisah. Ibunya pun sama.
Lilis keluar dari kamar mandi. Dan ayahnya segera mendekat.
Ayahnya segera mengambil alat tespek ditangan Lilis dan betapa terkejutnya sang ayah seperti tersambar petir rasanya. Ia terduduk lemas. Ibunya pun ikut melihat dan mulai menangis. Dua garis muncul. Pertanda Lilis memang Hamil.
“Enggak. Ini gak boleh terjadi dengan keluarga Hartono. Gugurkan segera kandungan mu Lis... Janin mu pasti masih kecil. Masih bisa kita gugurkan.” Pinta sang Ayah yang pikirannya sudah kacau.
“Apa Pa?” Lilis seakan tak percaya dengan yang didengarnya.
“Kita gugurkan saja sekarang. Ayo kerumah sakit dan gugurkan” Ajak ayah nya.
“Nggak Pa... Lilis gak mau.” Lilis menolak. Bagaimanapun ini adalah anaknya. Walau hasil pemerkosaan dan tak tahu siapa pelakunya tapi sekarang janin itu sudah ada di rahimnya. Ia tak tega membunuh janin tersebut.
“Apa kau bilang Lis... Enggak? Putri dari Bram Hartono Hamil tanpa suami. Dan tak jelas siapa yang menghamili. Bagaimana mungkin itu. Itu akan mencoreng nama baik keluarga kita Lis... Dan nanti apa kata keluarga Panji, calon tunanganmu Lis. Mereka pasti sulit menerimanya.” Bentak sang ayah sudah sangat marah.
“Nggak Pa... Pokoknya enggak.”
“Kalau begitu kau bukan lagi Putri ku. Pergi dari rumah ini. Keluar dari keluarga Hartono.” Bentak Bram Hartono ke Putrinya.
“Papa...” Lilis menangis kembali.
“Pergi ku bilang. Jangan pernah kau injak kakimu di rumah ini lagi. Pergi...!!!” Bram sama sekali tak mau melihat Lilis.
Sakit dan hancur rasanya Lilis. Ia memandang ke ayah dan Ibunya. Ibunya hanya bisa menangis sedangkan sang ayah membuang muka. Lilis mengemasi pakaiannya dan beberapa barangnya. Ia membawa koper besarnya. Kemudian melihat ke orang tuanya untuk terakhir kali.
“Mama... Papa... Maafkan Lilis.” Lilis pun pergi keluar.
“Lilis... jangan pergi” Ibunya hendak mengejar. Tapi ayahnya melarang.
“Kalau kau mengejarnya maka kau pun bukan istriku lagi. Paham itu.” Bram memang sangat keras. Ajeng Ayu Hartono hanya bisa menatap kepergian sang putri.
Di dekat pintu kamar, Hesti dan Wenny sudah mendengar semuanya. Mereka hanya menatap Lilis yang terus berjalan keluar.
“Wen... lihat Tuan Putri sudah diusir. Peran mu sudah bisa dimainkan” Kata Hesti kepada Putrinya.
“Tentu Ma...” Wenny tersenyum melihat keluarga Hartono hancur.
Semenjak keluar dari rumah keluarga Hartono, Lilis tak punya fasilitas apa pun. Ia mencari kontrakan rumah kecil-kecilan dengan harga murah. Cukuplah satu kamar tidur. Satu ruang tamu. Satu ruang dapur kecil dan kamar mandi di dalamnya. Walau kecil dan sederhana tapi tak apa baginya. Baginya ini sudah lebih dari cukup. Kecil, sederhana dan murah.
Ia melihat isi kopernya. Beberapa pakaian dan alat make up sederhana. Ia baru sadar kalau ia tak punya HP lagi. Kartu ATM dan uang pun tak ada. Cuma ada buku tabungannya. Dilihatnya isi tabungannya. Bagaimanapun ia adalah anak yang hemat. Semua uang dan fasilitasnya tak pernah dipakainya dengan boros. Dilihatnya tabungannya di buku tabungan itu sepertinya lumayan banyak. Ia akan mulai membayar untuk sewa rumah kontrakannya untuk satu tahun. Lalu mempersiapkan keperluan sehari-hari dan biaya melahirkan. Bagaimana pun tak bisa mengandalkan tabungannya saja. Karena nanti pasti habis. Jadi dia harus mulai cari pekerjaan. Ia harus memikirkan apa yang harus dilakukan nya nanti.
Bab 3.
Dengan tabungan yang di punyanya, Lilis membeli HP second. Dari HP-nya ia mulai mencari berita lowongan pekerjaan. Semua surat lamaran pun sudah dikirimkannya.
Kini Lilis sedang duduk di sebuah tempat duduk di halte Bis. Sambil memeriksa HP-nya kalau-kalau ada panggilan pekerjaan. Namun ia harus kecewa karena sampai sekarang belum ada juga panggilan pekerjaan untuknya. Lilis menghela nafas.
“Susah juga ya cari pekerjaan...” Gumamnya sendirian.
Dari kejauhan seorang gadis yang manis datang menghampiri Lilis.
“Hai Lilis...” Sapa gadis tersebut.
Lilis menoleh. Awalnya ia tak tanda siapa gadis tersebut. Namun setelah lama diperhatikan ternyata gadis itu sahabatnya dulu sewaktu dikampus.
“Hai juga..” Lilis tersenyum.
Tania Putri Siregar, sahabat Lilis sewaktu di kampus dahulu. Tapi pas semester ke-5 ia pindah keluar negeri. Sudah lama tak bertemu. Tak disangka bakal bertemu di tempat tak terduga.
“Kenapa duduk disini sambil termenung?” Tania duduk disebelah Lilis.
“Oh... nunggu Bis...” Lilis tersenyum.
“Bis??? Kok tidak dijemput supir mu saja Lis?” Tania heran dengan jawaban Lilis.
“Aku... Aku...” Lilis agak bingung. Bagaimana caranya memberitahukan keadaannya kepada Tania.
“Kenapa Lis?? Apakah kau sedang ada masalah? Lilis bisa ceritakan masalah Lilis kepadaku. Bagaimana pun dulu kita adalah sahabat baik kan...” Tania mencoba menyakinkan Lilis. Karena dilihatnya Lilis agak bingung.
“...” Lilis hanya bisa diam.
“Baiklah. Begini saja. Kita pindah tempat ke tempat yang lebih nyaman saja. Ok.” Tania mengajak Lilis. Tanpa perlu jawaban, Tania langsung meraih tangan Lilis dan membawanya untuk mengikutinya.
Tania membawa Lilis ke sebuah cafe. Dan memesan ruangan VIP. Memesan beberapa makanan minuman serta camilan. Didalam ruang tersebut, mereka diam dengan pikiran masing-masing. Karena sudah cukup lama diam-diaman. Akhir nya Tania kembali bertanya.
“Apa kabar mu Lis?” Tanya Tania.
“Aku baik. Kalau kau?” Lilis pun menanyakan kabar Tania.
“Aku juga baik. Aku sangat rindu denganmu Lis. Sudah lama kita tidak bertemu. Bahkan kabar dari mu sudah lama tidak ku dengar.” Tania tersenyum.
“Aku juga kangen denganmu Tan...” Lilis pun tersenyum.
“Oh iya. Tadi kenapa menunggu dan duduk dihalte Bis?” Tania mulai menanyakan pembicaraan mereka tadi yang terpotong.
“Aku...”
“Gak usah ragu Lis.... Kita sahabatan kan”
Akhirnya Lilis menceritakan semua kisahnya pada Tania.
Tania mendengarkan dengan penuh perhatian.
“Jadi siapa Pria itu tidak sama sekali bisa kau ingat Lis...” Tania penasaran.
“Aku tidak ingat wajahnya. Siapa dia sebenarnya pun aku tidak tau. Kondisi ku mabuk dan setengah sadar. Pandanganku pun samar-samar. Jadi aku tidak bisa ingat wajahnya. Apa lagi untuk mengenalinya pun aku tidak bisa.” Lilis menjelaskan.
“Baiklah. Kalau begitu untuk mencarinya pun kita tak bisa.”
“Aku tidak berniat untuk mencarinya” Jawab Lilis
“Kenapa? Dia harus bertanggung jawab kepada mu Lis...”
“Tidak. Pokoknya aku tidak mau kenal atau pun bertemu dengan Pria jahat itu lagi” Lilis membuang wajahnya melihat ke arah lain.
“Lis... jika mau pekerjaan, bekerjalah di salah satu restoranku. Kebetulan posisi manager di restoranku sedang kosong. Bagaimana?” tanya Tania kembali.
“Aku pilih pelayan biasa saja Tan... aku tak mau terlihat khusus.” Pinta Lilis. Ia sadar sudah ditolong jadi tak mau menerima yang terlalu berlebihan baginya.
“Baiklah kalau itu mau mu. Coba berikan CV dan surat lamaran mu biar di urus asistenku nanti. Oh iya kita tukeran nomer HP ya agar bisa ku kabarin lagi nanti kembali.”
“Ok. Baiklah. Terima Kasih Tan.” Lilis berterima kasih kepada Tania. Ia sangat bersyukur punya sahabat baik seperti Tania.
“Iya. Sama-sama. Tapi jangan sungkan-sungkan kepadaku ya Lis...” Tania tersenyum.
Malam itu Lilis bisa tidur dengan nyaman tentunya.
Esoknya. Ditempat kerja.
Lilis pun mulai bekerja. Awalnya ia nampak kelelahan. Maklum ia sedang hamil. Dan ini pengalaman pertamanya bekerja sebagai pelayan.
Di tempat kerja Lilis berkenalan dengan Dimas. Mereka pun berteman baik. Dimas juga kadang membantu Lilis ditempat kerjanya. Jika Lilis bingung, ia akan membimbingnya dan menolong Lilis.
Beberapa bulan kemudian. Setelah pulang kerja Lilis langsung berganti pakaian dan menuju ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi janinnya. Kandungan nya kini memasuki usia 5 bulan.
“Gimana Dok?” Tanya Lilis setelah selesai pemeriksaan dan ia sekarang duduk di kursi pasien yang berhadapan dengan meja Dokter.
“Kandungannya sangat baik. Semuanya baik dan sehat. Bayi kembarnya juga sehat.” Dokter Rita tersenyum.
“Kembar Dok?? Bayi ku Kembar??” Tanya Lilis.
“Iya. Anak yang anda kandung Kembar. Apa tidak pernah periksa sebelumnya.”
“Tidak pernah dok. Selama 5 bulan kehamilan saya, saya gak pernah periksa.”
“Oh... Begitu. Lain kali seringlah cek kehamilannya. Dengan nama siapa?” Dokter menanyakan nama Lilis. Ia menulis sebuah catatan periksa dibuku kehamilan yang akan diberikannya ke Lilis.
“Lilis Dok. Lilis Hartono.”
“Baik. Lilis ya... Lilis harus sering cek ke dokter ya. paling enggak sebulan sekali ya... mulai sekarang harus rajin periksa.” Dokter Rita tersenyum
“Baik Dok.” Lilis pun pamitan ke dokter tersebut. Dan membawa catatan buku kehamilannya yang diberikan oleh dokter.
Sesampainya dirumahnya. Dikamarnya. Dipandanginya hasil Foto USG nya. Terlihat dua janin kembar. Ia terharu dan bahagia. Ia berjanji akan merawat anak-anaknya kelak dengan baik.
“Nak... tumbuh yang sehat ya... baik-baik dalam perut Mama ya sayang” Lilis mengelus perutnya yang nampak lebih membuncit. Lama-kelamaan Lilis pun terlelap tidur dengan pulas.
Waktu pun terus berlalu. Bulan demi bulan pun berlalu. Dan betapa terkejutnya Dimas karena ternyata Lilis hamil tanpa seorang suami. Namun ia tak banyak komentar saat Lilis menceritakan perihal Kehamilannya.
Akhirnya masa melahirkan tiba. Lilis dibawa kerumah sakit oleh Tania yang ditemani Dimas juga. Lilis pun melahirkan. Awalnya masa-masa kritis di alami Lilis. Karena saat melahirkan ia mengalami pendarahan yang sangat banyak. Akhirnya Dokter menyarankannya operasi. Tania mengiyakan. Dan membayarkan semua biaya operasi persalinannya.
Masa kritis pun lewat. Lilis selamat dan bayi kembarnya pun selamat.
Lima tahun pun berlalu....
Kini si kembar sudah berumur 5 tahun.
Lilis pulang dari tempat kerjanya. Dilihatnya rumahnya sudah berantakan. Ini pasti ulah si kembar.
“Rafa... Fatar...” Panggil Lilis kepada kedua anaknya.
“Iya Mama...” Rafa menyambut mamanya. Dan memeluknya.
“Dimana Fatar... tak kelihatan?” Tanya Lilis.
“Fatar.... sedang main Ma...” Rafa tersenyum.
Lilis mencari kekamar dimana Fatar mungkin berada. Dilihatnya Fatar sedang mengotak-atik sesuatu.
“Apa itu sayang...” Sapa Lilis Kepada Putra nya.
“Bukan apa-apa Mama.” Jawab Fatar sambil menyembunyikan sesuatu.
“Ayo makan bersama. Tadi Mama membawa makanan dari restoran”
“Hore...” Jawab si kembar bersamaan.
Semenjak ia punya anak kembar. Makanan direstoran yang masih ada atau tidak lagi ada yang mau selalu dibawa pulang Lilis. Lagian masih bagus. Daripada dibuang kan sayang, lebih baik dibawa pulang. Begitulah semenjak itu Lilis sering bawa makanan dari tempatnya bekerja.
Si kembar pun tak pernah rewel. Dan tak pernah susah dirawat. Dari bayi hingga berumur 5 tahun, Selalu baik, patuh dan penurut. Lilis bersyukur punya anak kembar yang baik.
Sambil memakan makanannya. Lilis memperhatikan anak-anaknya.
“Kenapa Mama?” Tanya Rafa sang Kakak.
“Tidak apa-apa sayang” jawab Lilis
“Bilang saja Mama. Mama mau kerja lagi ya. kami akan diam dirumah dengan baik.” Fatar sang adik menyahut. Mamanya memang punya kerjaan sambilan lain juga di cafe minuman selain direstoran.
“Bukan begitu anak-anak mama. Kalian sudah berusia 5 tahun. Sudah waktunya sekolah. Apa mau Mama sekolahkan? Masuk ke TK ya...” Lilis menatap kedua anaknya.
Rafa dan Fatar saling pandang.
“Kami tidak perlu sekolah Ma.” Jawab Rafa.
“Iya Ma. Nanti Mama makin lama pulangnya jika harus bekerja cari uang untuk kami sekolah” Tambah si Fatar juga.
Lilis bengong menatap kedua anaknya. Dia heran. Kenapa anak-anaknya bijak sekali. Umur 5 tahun sudah lancar ngomongnya. Saat umur 9 bulan sudah mulai belajar jalan. Umur setahun sudah pandai jalan. Dua tahun sudah lari-lari. Tiga tahun mulai belajar ngomong. Dan sekarang lima tahun seperti semuanya sudah bisa. Terkadang anak-anaknya sangat bijak. Lilis terkadang berpikir anak-anaknya seakan berpikiran seperti orang dewasa saja. Jika seumur mereka banyak anak-anak yang lasak dan susah diatur juga selalu minta perhatian Mamanya. Tapi anaknya sangat pintar dan mandiri. Padahal baru berusia 5 tahun.
“ya sudah habiskan makannya dulu ya. Masalah sekolah nanti kita bicarakan ya... Habis itu beresin mainan dan tidur ya” Jawab Lilis sambil tersenyum.
“Ya Ma...” Jawab Rafa dan fatar. Mereka mulai kembali makan dengan lahapnya.
Selesai makan. Lilis mengajak anak-anaknya merapikan mainan yang berantakan lalu tidur. Dikiranya anaknya sudah tertidur. Ia pun bergeser dan mulai masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Rafa yang belum tidur kembali membuka matanya. Ia memanggil Fatar.
“Fatar...”
“Iya Kak” Jawab fatar.
“Kasian Mama.” Kata Rafa.
“Kenapa?” Fatar bertanya.
“Mama pasti sedang memikirkan biaya untuk kita sekolah. Sebaiknya gimana?” terdengarlah bisik-bisik Rafa dan Fatar. Kedua bocah sedang berbicara.
“Sepertinya begitu. Sebaiknya kita tidak usah sekolah. Biaya hidup bertiga saja Mama sudah sampai dua pekerjaan. Kalau ditambah kita sekolah. Pasti Mama cari kerja lagi.”
“Tapi apa kau tidak mau sekolah?” Tanya Rafa.
“Aku Ingin... tapi...”
“Kita cari Papa saja gimana? Biar bantu Mama rawat Kita...”
“Bagaimana cari Papa... Mama tidak pernah cerita tentang Papa.”
“Oh iya. Bener juga. Tidak mungkin juga mintak tolong tante Tania. Mama pasti tidak setuju.”
“Apa lagi Om Dimas. Mama mana mau juga.”
“Iya. Karena Mama gak mau merepotkan Om Dimas dan Tante Tania.” Si kembar sudah lama kenal dengan Dimas dan Tania juga. Karena sering main kerumah Lilis untuk melihat si kembar.
“Lalu Bagimana???”
“Kita Hipnotis Mama yuk... Biar bisa tanya-tanya tentang Papa?”
“Gila. Belajar dimana hal kayak gitu?”
“Lihat di TV terus coba cari buku Hipnotis”
“Kebanyakan Nonton TV lah... Logika sedikit”
“Dicoba dulu kek... ini aku sempat browsing di internet... cara menghipnotis.” Si kecil mengambil HP mama nya dan mencoba melihat informasi dari internet.
“Secepat itu... Wow” jawab kembarannya.
Tiba-tiba Mamanya muncul.
“Hey... Kalian berdua kenapa belum tidur??? Lagi bahas apa?” Tanya Lilis kepada kedua anak kembarnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!