NovelToon NovelToon

Detektif Tampan

Part 01

Pengenalan tokoh

ARVAN SEBASTIAN

Pemuda tampan berusia 20 tahun, dia sangat cerdas dalam ilmu sains dan juga ilmu bela diri. Dia bekerja sebagai detektif swasta di sebuah agen rahasia milik ayahnya sendiri. Walaupun nantinya bisnis ini akan menjadi miliknya, namun Arvan bekerja keras mulai dari nol agar bisa menguasai ilmu yang diajarkan oleh ayahnya. Dia juga memiliki beberapa perusahaan besar di negara ini bahkan ada beberapa cabang di luar negeri. Namun, suatu hari kesialan terjadi saat dia bertemu dengan teman lamanya yang membuat dia merenggut kesucian seorang gadis yang menolongnya.

ERINA BAGASKARA

Gadis cantik dan menawan bak model berusia 18 tahun, putri kedua dari pengusaha properti di kota tempat tinggalnya. Walaupun hidup keluarganya berkecukupan, namun dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orangtuanya karena dia hanyalah anak dari istri kedua dan ibunya meninggal saat melahirkannya. Hidupnya sangat hancur saat dia menolong seorang pemuda yang ternyata malah merenggut kesuciannya secara paksa.

# # #

Pagi yang cerah, Erina bangun dengan penuh semangat. Hari ini dia akan mendaftar ulang kuliah di Universitas ternama karena dirinya mendapat beasiswa sebagai siswa dengan kemampuan diatas rata - rata.

Setelah membantu membuat sarapan untuk keluarganya, Erina segera berangkat ke kampus dengan mobil yang diberikan Ayahnya walaupun mendapat tatapan sinis dari ibu dan kakak tirinya.

Hati Erina sedang bahagia saat ini sehingga tidak menghiraukan tatapan kebencian dari ibu tirinya. Dia berpamitan kepada semuanya lalu bergegas meninggalkan rumah untuk bertemu dengan ibunya.

" Ibu, seandainya engkau tahu... ini adalah pertama kalinya aku merasakan kebahagiaan selama hidup 18 tahun. Semoga ibu mendapat kebahagiaan selalu di keabadian..." gumam Erina di depan pusara ibundanya.

Menangis? Tentu saja. Penderitaan yang setiap hari menghampirinya membuat Erina selalu menumpahkan keluh kesah dan airmata di nisan yang terukir indah nama ibunya. Walaupun tidak sempat melihat seperti apa wajah ibunya karena sang ibu tiri yang telah membakar semua kenangan tentang ibu kandungnya namun Erina yakin ibunya adalah orang yang sangat baik.

" Hei Erina, apa yang kau lakukan disini?"

Seorang laki - laki sebaya dengannya datang menghampiri dan duduk di samping Erina.

" Sam, apa yang kau lakukan disini?"

Erina heran melihat kehadiran Samuel yang tiba - tiba karena setau dia tidak ada kerabat Sam di pemakaman itu.

" Kenapa malah balik nanya sih? Aneh kau ini!" sahut Sam.

" Ini makam ibuku Sam, hampir tiap hari aku mengunjunginya"

" Owh gitu, tadi aku lewat di depan dan nggak sengaja lihat mobilmu terparkir disana"

" Ya sudah, ayo pergi! Aku mau ke kampus buat daftar ulang" ajak Erin.

" Rin, kamu hebat ya bisa masuk kampus itu dengan beasiswa. Aku nggak nyangka kamu sepintar itu" ucap Sam memuji.

" Asalkan mau berusaha, kamu juga pasti bisa Sam!"

" Ya udah, kita bareng ke kampus!"

" Memangnya kamu mendaftar disana juga Sam?" tanya Erina sumringah.

" Kamu seneng ya kita satu kampus?" goda Sam.

" Tentu saja, cuma kamu sahabat terbaikku Sam. Aku pasti kesepian tanpa dirimu" ucap Erina serius.

" Hanya sahabat?" batin Sam sedikit kecewa.

Mereka segera bergegas ke kampus dengan mobil masing - masing. Sampai di kampus, mereka langsung ke bagian pendaftaran untuk mengurus administrasi.

Setelah dari kampus, Erina dan Sam jalan - jalan di Mall hingga sore hari. Tak terasa berjam - jam lamanya mereka menghabiskan waktu bersama dengan bercanda dan tertawa.

" Erin, sepertinya aku harus pulang. Kamu tidak apa - apakan pulang sendiri?" pamit Sam.

" It's Ok Sam! Pulanglah, lagian ini baru jam tujuh malam. Aku bisa pulang sendiri kok" sahut Erina sambil tersenyum.

" Ok! See you tomorrow Erin!"

" Bye Sam! Hati - hati dijalan...!" teriak Erin karena Sam sudah masuk ke dalam mobil.

Setelah Sam pergi, Erina juga masuk ke dalam mobilnya lalu melaju meninggalkan Mall tersebut.

* * *

" Arvan_...!" teriak seorang wanita cantik di sebuah Cafe.

Arvan yang merasa di panggil langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Seorang wanita melambaikan tangannya dengan tersenyum.

" Selly, ada apa kau menyuruhku kesini?" tanya Arvan datar.

" Kita duduk dulu, saya sudah pesan tempat" jawab Selly.

" Baiklah, tapi saya tidak bisa berlama - lama disini. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan"

" Van, kita sudah lama tidak bertemu. Aku sangat merindukanmu" rengek Selly.

" Dengarkan saya! Dari dulu sampai sekarang, saya tidak pernah menyukaimu. Jadi, jangan pernah berharap lebih dariku!" tegas Arvan.

" Aku pasti bisa mendapatkanmu Van!" ucap Selly dalam hati.

" Tidak apa - apa, aku hanya ingin bertemu denganmu saja" kata Selly.

Tak lama pelayan datang membawa dua minuman untuk mereka.

" Silahkan Tuan, Nona..." ucap pelayan itu.

" Terimakasih" jawab Selly tersenyum.

" Minumlah dulu Van, kamu pasti haus. Aku sudah pesan minuman duluan tadi. Kamu mau makan apa?"

" Saya tidak lapar!"

" Minumlah, setelah itu kita bisa pulang jika kau lelah. Kita bisa bertemu lagi lain kali"

Dengan cepat Arvan menenggak minuman itu hingga tak tersisa. Namun baru beberapa detik, Arvan merasakan hawa panas di dalam tubuhnya. Selly nampak tersenyum dan mendekati Arvan lalu menggenggam tangannya erat.

" Van, kamu kenapa?" ucap Selly berpura - pura khawatir.

" Sial, wanita ini sudah menaruh obat perangsang dalam minuman ini" geram Arvan dalam hati.

" Tidak apa - apa, saya mau ke toilet sebentar..." jawab Arvan datar.

Arvan keluar dari cafe lewat pintu belakang. Dia meninggalkan mobilnya karena terparkir di depan cafe dan pasti terlihat dari tempat Selly duduk. Dia berjalan menyusuri bahu jalan dengan sempoyongan karena tak mampu menahan obat yang diminumnya.

" Perempuan sialan! Aku pasti akan menghancurkan hidupmu...!" umpat Arvan sambil terus berjalan untuk mencari taksi.

Karena tidak fokus, Arvan berjalan hampir ke tengah jalan. Dia tidak menyadari bahwa ada sebuah mobil yang melaju di depannya.

" Aakhh...!!!"

" Ciittt...!!!"

Mobil itu mengerem mendadak dan sedikit menyentuh badan sang pejalan kaki sehingga orang itu tersungkur ke aspal. Pengemudi mobil itu turun menghampiri orang yang di tabraknya.

" Tuan, Anda tidak apa - apa...? Maafkan saya karena tadi tidak fokus saat menyetir..."

" Tidak apa - apa, saya juga salah. Bisakah kau menolongku...?"

" Tentu saja, saya akan mengantar Anda ke rumah sakit..."

" Tidak, antarkan saya ke alamat ini..."

Arvan mengambil ponsel di sakunya dan mengetikkan sebuah alamat.

" Baiklah, mari saya bantu masuk ke mobil..."

Erina memapah Arvan masuk ke dalam mobil. Mencium parfum yang di pakai Erina, hasrat Arvan untuk menyentuhnya semakin bergejolak. Namun Arvan berusaha keras untuk menahan dirinya agar dia bisa mengontrol dirinya.

Erina membuka pintu depan untuk lelaki itu namun dia menolak dengan pelan.

" Maaf, bolehkah saya di belakang saja Nona...?"

" Oh iya, tentu saja... Anda bisa berbaring di belakang..."

Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, Erina segera melajukan kendaraannya menuju alamat yang ditunjukkan pria di belakangnya itu. Erina sedikit heran, kenapa pria itu tidak mau dibawa ke rumah sakit padahal dia merintih menahan sakit.

" Tuan, Anda yakin tidak apa - apa...?"

" Hmmm... cepatlah Nona..."

" Baik Tuan..."

Erina mempercepat laju mobilnya untuk segera sampai di tujuan. Di belakangnya, pria itu nampak berkeringat padahal Erina sudah menyalakan AC mobilnya full.

" Tuan, kita sudah sampai di Apartment Anda..." ucap Erina.

Arvan hanya diam karena kesadarannya sudah mulai berkurang. Erina bingung harus berbuat apa karena pria itu terlihat sangat kesakitan.

" Tuan, saya akan mengantarmu sampai ke kamar..."

" Terimakasih Nona..."

Saat Erina memapah pria itu, dia sedikit kesulitan karena pria itu memeluknya sangat erat. Bahkan wajah pria itu menempel di leher jenjangnya. Nafasnya terlihat sangat memburu tak beraturan.

" Apa yang terjadi dengan pria ini...?" batin Erina.

" Tuan, Anda tinggal di lantai berapa dan kamar yang mana...?" tanya Erina.

" Lantai lima belas, kamar nomor seratus lima puluh..." jawabnya singkat.

Erina segera menekan tombol lift untuk segera membawa pria itu ke kamarnya. Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan kamar nomor 150.

" Tuan, Anda bisa masuk sendiri...?"

" Tolong saya Nona..." ucap Arvan lirih.

Sepertinya Arvan sudah tidak bisa mengontrol hasratnya sehingga saat pintu kamar terbuka, Arvan langsung meminta Erina memapahnya ke dalam kamar.

" Nona, maukah kau menolongku...?" ucap Arvan tertahan.

" Saya harus menolong Anda apa Tuan...?" tanya Erina bingung setelah mendudukkan tubuh lelaki itu di tempat tidur.

" Maafkan saya Nona, saya tidak berniat menyakitimu..." ucap Arvan dengan tatapan penuh *****.

Arvan menarik tangan Erina ke tempat tidur dan langsung menindihnya. Erina meronta minta dilepaskan dengan tangisnya yang mulai pecah.

" Tuan, lepaskan saya...!"

.

.

TBC

.

.

Part 02

" Tuan, lepaskan saya...!" teriak Erina.

Meskipun berteriak dengan keras, namun tenaganya tak mampu untuk memberontak karena pria itu mencengkeram kedua tangannya dengan kuat.

" Maafkan saya Nona, saya pasti bertanggungjawab..." hanya kata maaf yang terucap dari mulut Arvan dengan suara tertahan.

Arvan terus menciumi bibir Erina hingga gadis itu sangat sulit untuk bernafas. Puas dengan bibirnya, Arvan menurunkan ciumannya pada leher jenjang dan mulus itu. Tangannya mulai tak terkendali, dia melepas paksa pakaian gadis itu hingga tubuhnya polos tanpa sehelai benangpun. Arvan tak ingin berlama - lama menyiksa gadis itu, diapun langsung menuntaskan hasratnya dengan sedikit memaksakan kehendak pada gadis yang tak berdaya itu.

Erina mengerang kesakitan saat mahkota yang paling berharga miliknya diambil paksa oleh lelaki yang tak dikenalnya. Laki - laki itu tampak mendesah keras saat berhasil menyemburkan benihnya ke dalam rahim gadis yang sama sekali tak bersalah itu.

Erina hanya bisa pasrah dan menangis saat lelaki itu ambruk menindihnya dengan keringat yang bercucuran. Namun baru beberapa menit berhenti, hasrat Arvan kembali bergejolak. Mungkin obat yang diberikan pada minumannya itu dosisnya sangat tinggi.

Berkali - kali mengucap maaf dan akan bertanggung jawab, Arvan melakukannya lagi untuk menghilangkan reaksi obat perangsang itu.

Hampir tiga jam, akhirnya Arvan menyudahinya dan terlelap di samping Erina. Mungkin pengaruh obat itu sudah mulai hilang hingga tubuh Arvan sangat lemah.

Erina merintih menahan sakit di sekujur tubuhnya terutama di area intinya. Dengan jalan tertatih, Erina mengambil bajunya di lantai dan membersihkan dirinya di kamar mandi sebentar lalu pergi meninggalkan Apartemen Arvan.

Dalam perjalanan pulang, Erina terus saja menangis merutuki nasibnya yang sangat buruk. Hampir tengah malam, Erina sampai di rumah dan langsung masuk ke dalam kamarnya karena penghuni rumah pasti sudah lelap dalam tidurnya.

Erina kembali membersihkan dirinya yang sudah kotor itu. Walaupun sudah berkali - kali di bersihkan, tetap saja dia merasa bahwa dirinya sudah benar - benar kotor dan tak bisa dibersihkan lagi.

Selesai mandi, Erina segera merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Dia masih menangisi nasibnya yang begitu buruk hari ini. Niatnya hanya ingin menolong, namun kebaikannya itu malah menghancurkan dirinya. Kini hilang sudah harapannya, dia tidak akan bisa melanjutkan kuliahnya lagi jika sampai orangtuanya tahu apa yang telah dialaminya saat ini.

* * *

Pagi hari Arvan terbangun dari tidurnya. Kepalanya masih pusing karena kejadian semalam. Dia ingat semalam membawa seorang gadis ke dalam kamarnya. Saat menyibak selimut yang dipakainya, terlihat bercak darah pada seprai putih di ranjangnya.

" Sial... gadis itu ternyata masih perawan...!" geram Arvan frustasi.

Arvan benar - benar merasa bersalah pada gadis yang telah menolongnya semalam. Dia juga akan membalas semua perbuatan wanita murahan yang telah menjebaknya.

" Aku pasti akan menghancurkanmu Selly...!" teriak Arvan.

Tak lama ada orang yang tiba - tiba masuk ke dalam kamar Arvan mengetuk pintu terlebih dahulu.

" Arvan, bangun...lah! Oh my God...! Apa yang terjadi? Kenapa kamarmu berantakan...?"

Yap, dia adalah sahabat Arvan yang selalu setia mendampinginya kemanapun dia pergi. Hans Wijaya, asisten di kantor dan juga rekan satu tim saat menjadi seorang detektif.

" Buang Selly dari negara ini, selamanya...!" perintah Arvan.

" Tapi kenapa? Apa kau menidurinya semalam...?" tanya Hans.

Hans berjalan ke arah tempat tidur dan menyibak selimut yang berada di depannya.

" Astaga, perempuan itu siapa Van? Tidak mungkin itu Selly, dia sudah puluhan kali tidur dengan banyak lelaki. Gadis mana yang telah kau rusak...?" cecar Hans.

Pasalnya Arvan bukanlah orang yang suka bermain dengan perempuan. Mana mungkin semalam dia bisa membawa seorang gadis ke Apartemennya.

Arvan berkali - kali menghembuskan nafasnya dengan kasar seraya menceritakan kejadian yang dia alami semalam mulai dari ia bertemu Selly di cafe hingga seorang gadis yang menolongnya di jalanan.

" Shitt...! Kenapa kau tidak menelfonku? Aku pasti bisa membantumu dengan membawa wanita malam kesini..." ketus Hans.

" Kau pikir aku juga mau melakukan itu! Pastikan perusahaan orangtua Selly hancur secepatnya...!" geram Arvan.

" Sudahlah, semua sudah terjadi. Sebaiknya kau bersiap - siap sekarang. Satu jam lagi kita terbang ke London, Ayah membutuhkan bantuan kita lagi..."

" Huft... aku harus mencari gadis itu Hans..." lirih Arvan.

" Kita tidak punya waktu sekarang Ar, kita bisa mencarinya setelah pulang dari London..."

" Berapa hari kita di London...?"

" Belum tahu, Ayah tidak memberitahukan kasus yang akan kita tangani..."

" Hhh... gimana dengan perusahaan...?"

" Tenang saja, Ricko yang akan mengurus semuanya. Dia adalah sekretaris yang handal..."

" Benar juga, kalian memang sangat bisa diandalkan..."

" Cepatlah mandi, privat jet sudah menunggu dari tadi..."

" Kenapa nggak pakai penerbangan umum saja, Ayah terlalu berlebihan..."

" Beliau itu sayang padamu bukannya berlebihan..."

" Huft... siapkan pakaianku...!"

" Siap Boss..."

Arvan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Namun saat hendak menyalakan shower, Arvan seperti menginjak suatu benda. Arvan segera berjongkok untuk mengambil benda itu.

" ERINA..." gumam Arvan saat memungut benda yang ternyata sebuah kalung berlian dengan liontin bertuliskan ' ERINA '.

" Ini pasti kalung milik gadis itu..." gumam Arvan.

Selesai mandi, Arvan segera bersiap - siap untuk pergi. Tak lupa kalung milik gadis itu dia pakai di lehernya dan di masukkan ke dalam bajunya agar tak terlihat orang lain.

" Aku pasti akan mencarimu dan bertanggungjawab Erina..." batin Arvan.

Arvan dan Hans segera menuju Bandara untuk pergi ke London menemui Ayah Arvan. Perjalanan panjang membuat Arvan merasa lelah sehingga diapun tertidur.

Baru sebentar memejamkan mata, bayangan Erina melintas di pikirannya. Rasa bersalah menyeruak di dalam hatinya, membuat Arvan terlihat sangat pucat dan tak bersemangat melakukan apapun.

" Van, apa yang kau fikirkan...?" tanya Hans membuyarkan lamunan Arvan.

" Erina..." ucap Arvan tanpa sadar.

" Hah... siapa Erina...?" Hans menutup laptopnya dan berjalan mendekati Arvan.

" Gadis malang itu Hans, tadi aku menemukan kalung ini di kamar mandi..."

Arvan memperlihatkan kalung berlian dengan liontin bertuliskan ' Erina ' dari lehernya.

" Kau masih ingat wajahnya...?"

" Aku tidak yakin Hans, tapi jika bertemu pasti aku mengenalinya..."

" Oh iya, bukannya di Apartement ada cctv? Kita bisa cari dia dari situ..."

" Kau benar Hans, di basement juga pasti ada cctv. Gadis itu memarkirkan mobilnya disana..."

" Kau harus semangat Van, pasti sangat mudah mencari gadis itu. Penjahat kelas kakap saja bisa kita tangkap, apalagi hanya gadis malang itu..."

" Gimana kerjaan Ricko...?"

" Beres, aku baru kirimkan berkas via email untuk meeting lusa. Tapi sepertinya Ricko harus mengerjakannya sendiri karena kita bisa seminggu lebih berada di London..."

" Apa gadis itu mau memaafkanku Hans...? Aku merasa sangat bersalah padanya..."

" Memangnya ada gadis yang menolak pesona Arvan Sebastian...?" ledek Hans.

" Cihh... mereka itu hanya wanita jal*ng yang cuma membutuhkan uang saja...!" cibir Arvan.

" Tidak perlu kau fikirkan gadis itu sekarang Van, fokus dengan tugas dari Ayah..."

" Aku lagi nggak mood, pergilah! Aku mau tidur dulu, bangunkan saat sudah mendarat...!"

" Siap Boss...!"

Arvan merebahkan tubuhnya di tempat tidur untuk menghilangkan rasa penat dalam pikirannya. Pikirannya melayang kemana - mana seperti privat jet yang dia naiki sekarang, menari di atas awan dengan indahnya.

.

.

TBC

.

.

Part 03

Privat jet sudah mendarat, Arvan dan Hans langsung di sambut oleh anak buahnya di Bandara. Mereka langsung pergi ke Markas sang Ayah.

" Kalian sudah datang..." Ayah Arvan, Regan Sebastian pimpinan detektif swasta yang sangat terkenal karena beliau sering membantu pekerjaan polisi di negara itu.

" Iya Yah, Ibu tidak disini...?" tanya Arvan setelah memeluk Ayahnya.

" Tidak, Ibumu tidak suka tempat ini. Dia lebih suka berada di toko bunga miliknya..."

" Tidak apa - apa Yah, yang penting Ibu bahagia..."

" Ya sudah, kalian istirahat dulu. Besok kita bahas tentang tugas yang akan kalian tangani..." ucap Ayah.

" Baik Yah, besok Arvan akan ke rumah menemui Ibu..."

" Ibumu sangat berharap kau menetap disini..."

" Ayah kan tahu sendiri, pekerjaan Arvan lebih banyak di Indonesia..."

" Iya, Ayah percaya padamu. Tapi Ayah masih berharap kamu bisa melanjutkan bisnis Ayah ini..."

" Ayah tenang saja, Arvan akan memberikan penerus buat Ayah yang banyak..." gurau Arvan.

" Dasar anak nakal! Bahkan kekasihpun kau tak punya..." ledek Ayah.

"Ayah, Hans mau ke kamar duluan..." pamit Hans pada Ayah angkatnya.

" Oh iya, istirahatlah Nak. Kau pasti lelah mengurus Arvan..."

Hans segera masuk ke dalam kamar karena sangat lelah dan ingin cepat - cepat merebahkan tubuhnya di kasur. Dia sangat bersyukur karena bisa di pungut oleh keluarga Sebastian yang sangat kaya raya dan baik hati.

* * *

Pagi hari, Arvan mengunjungi ibunya di kediaman pribadi keluarga Sebastian.

" Ibuu..." teriak Arvan.

" Anak Ibu akhirnya pulang juga, kapan datang...?"

" Semalam Bu, Arvan menginap di tempat kerja Ayah..."

" Hans dan Ricko tidak ikut...?"

" Hans masih di tempat kerja Ayah, kalau Ricko ngurus pekerjaan di Indonesia..."

" Apa kau tidak bawa calon istri...?"

" Arvan itu masih muda Bu, baru 20 tahun. Tapi ada yang ingin Arvan bicarakan dengan Ibu..."

" Ada apa...?"

" Kita bicara di toko bunga aja, Arvan rindu pada bunga - bunga milik Ibu..."

" Ya sudah, kita berangkat sekarang..." ajak Ibu.

Arvan dan ibunya segera berangkat menuju toko bunga yang tidak terlalu jauh dari rumah utama. Sampai disana, Arvan berkeliling menikmati indahnya bunga bermekaran di kebun belakang toko sang Ibu.

Saat menatap bunga - bunga itu, Arvan teringat wajah Erina yang selalu mengusik pikirannya. Arvan berjanji pada dirinya sendiri untuk bertanggungjawab pada gadis yang telah dia sakiti itu.

" Van, kenapa kamu melamun? Apa ada masalah dengan pekerjaanmu...?" Ibu menghampiri Arvan yang sedang memetik setangkai bunga mawar putih.

" Oh tidak Bu, ini bukan masalah pekerjaan..."

Arvan menghirup aroma mawar itu cukup lama. Sepertinya aroma bunga itu tak asing untuknya. Dia berusaha mengingat sesuatu dan pikirannya langsung tertuju pada wangi tubuh gadis itu.

" Erina..." desis Arvan.

" Siapa Erina...?" tiba - tiba sang ibu menepuk bahunya.

" Mmmm... bukan siapa - siapa Bu, lupakan saja. Arvan harus segera menemui Ayah..."

" Kau tidak boleh pergi sebelum cerita pada Ibu...!"

" Bu, lain kali Arvan pasti cerita. Sekarang hanya pelukan Ibu yang Arvan butuhkan..."

Arvan mengurungkan niatnya untuk menceritakan masalahnya kepada sang ibu. Dia tidak mau ibunya berpikir bahwa dirinya adalah laki - laki yang tidak bermoral. Setelah cukup puas memeluk sang ibu, Arvan berpamitan untuk kembali ke markas ayahnya.

Lima belas menit kemudian, Arvan memasuki halaman markas Ayahnya dan melihat sekilas beberapa orang sedang berlatih bela diri.

" Selamat pagi Yah..." sapa Arvan.

" Selamat siang..." cibir Ayah.

Pasalnya sekarang sudah pukul sepuluh dan Arvan dengan santainya duduk di samping Ayahnya.

" Apa tugas yang harus Arvan kerjakan...? Pekerjaan di kantor sangat banyak, jadi Arvan nggak bisa lama stay disini..."

" Ikut Ayah ke ruang kerja, Hans sudah menunggu dari tadi..."

Arvan berjalan mengikuti sang Ayah di belakang. Tugas ini pasti sangat sulit sehingga Arvan harus terjun langsung ke lapangan. Biasanya William, orang kepercayaan Ayah Arvan yang akan turun tangan sendiri bersama anak buahnya.

Di ruang kerja itu, ada Hans dan William yang telah lama menunggu. Arvan segera duduk bersama keduanya.

" Ini kasus yang sangat rumit..." tutur Ayah.

" Maksud Ayah...?"

" Tentang pembunuhan seorang putri Pejabat negeri yang sangat terkenal. Pembunuhan ini dilakukan dengan sangat rapi dan tidak meninggalkan jejak sama sekali..."

" Apa ini soal pribadi atau perkerjaan orangtuanya Yah...?"

" Itulah yang harus kalian selidiki, tapi kalian harus hati - hati. Klien kita adalah orang terpandang, mungkin saja ini ulah para mafia atau pemberontak yang tak menyukai posisinya saat ini..."

" Baiklah, kami akan mempelajari berkas - berkas ini dulu..." ucap Arvan.

Setelah mempelajari berkas pembunuhan itu, Arvan dan Hans mulai bergerak menyelidiki di mulai dari tempat ditemukannya mayat korban yang berada di taman.

" Hans, retas cctv yang ada di ujung jalan itu...!" perintah Arvan.

" Tapi itu terlalu jauh Van, apa kau yakin...? Sistem keamanan di negara ini sangat ketat, cukup sulit untuk meretasnya..."

" Kita pulang sekarang, kita akan meretasnya di rumah..."

" Baiklah..."

Arvan masuk ke ruang kerjanya lalu membuka laptop untuk mencari jejak sang pembunuh. Ternyata benar, walaupun bukanlah tempat yang penting tapi sistem keamanannya memang sulit diretas.

" Huft... aku tidak bisa fokus..." keluh Arvan.

" Kenapa Van...?" tanya Hans.

" Di pikiranku hanya ada Erina saja, sepertinya aku sudah mulai gila...!" geram Arvan.

" Kau ini, apa ada rasa cinta yang mulai tumbuh dihatimu...?"

" Tidak mungkin, kami baru sekali bertemu..."

" Walaupun begitu, kau pernah melewati malam bersamanya..." cibir Hans.

" Aku merasa sangat bersalah padanya Hans, dia perempuan baik - baik yang telah kuhancurkan masa depannya..."

" Tenanglah, kita pasti akan menemukannya..." hibur Hans.

" Huft... kita lanjutkan nanti saja, pikiranku sedang kacau hari ini..."

Arvan melenggang masuk ke dalam kamarnya dan segera menjatuhkan tubuhnya di atas kasur king size miliknya.

* * *

Di tempat yang berbeda, Erina kini sedang berada di kampus barunya. Dia sedang duduk sendirian menatap orang - orang yang berlalu lalang di hadapannya.

" Woiii... bengong aja dari tadi...?" Sam datang membuyarkan lamunan Erina.

" Ish... ngagetin aja sih Sam...!" gerutu Erina kesal.

" Apa terjadi masalah Rin...? Kau boleh berbagi suka dukamu padaku..." tutur Sam lembut.

" Aku hanya lelah Sam, tidak perlu khawatir..." sahut Erina pelan.

"Mau aku antar pulang...?"

" Tidak usah Sam, aku bawa mobil sendiri..."

" Ok! Tapi kita makan dulu yuk di cafe depan, aku sangat lapar..." rengek Sam.

" Iya, tapi kamu yang traktir ya...?"

" Siap Nona...!"

Akhirnya mereka berdua berjalan menuju kafe yang hanya berseberangan dengan gerbang kampus. Sampai di dalam cafe, Sam memesan beberapa makanan untuk mereka berdua.

" Sam, kenapa pesan makanan sebanyak ini? Kita cuma berdua loh...?"

" Tidak apa - apa, makanlah yang banyak biar cepet gede..." gurau Samuel.

" Memangnya aku anak kecil..." cibir Erina.

" Sudah, makan saja Rin... keburu makanannya dingin..."

" Iya, terimakasih ya Sam... kamu selalu baik padaku, kamu sahabat terbaikku..." ucap Erina tulus.

Samuel menyunggingkan senyumnya walau dengan terpaksa. Sebenarnya dia ingin mengungkapkan perasaannya pada Erina sekarang, namun gadis itu malah menganggapnya hanya sebatas sahabat saja.

.

.

TBC

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!