NovelToon NovelToon

PERJUANGAN CINTA IRENE

PART 01

Minggu sore,

Langit cerah dan udara yang mulai menghangat menyapa setiap makhluk dikota itu,

Di sebuah coffee shop yang terkenal di tengah kota Surabaya,

"Bagaimana Tian, mau kan aku kenalkan padanya?" tanya James antusias memecah keheningan.

"Tidah usah, aku tidak berminat." tolak Tian tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya yang terletak diatas meja.

Berulang kali membuka lockscreen dan berulang kali pula menutupnya. Berharap ada panggilan masuk atau minimal pesan teksnya dibalas dari seseorang yang ia harapkan.

"Ayolah Tian, dia itu gadis yang baik, aku yakin kamu pasti akan tertarik." tambah James berusaha memprovokasi Tian lagi.

"Kalau begitu, kenapa tidak kamu saja yang berpacaran dengannya?" balas Tian kesal.

"Gila kau, aku sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Tidak ada kata mendua dalam kamusku." tutur James tegas.

Suasana kembali hening, Tian masih asik bermain dengan ponselnya terkadang membolak balikan ponselnya seakan ada yang salah dengan ponselnya. Kemudian menyeruput ice Americano yang tadi ia pesan.

James hanya memandang prihatin dengan tingkah dan penampilan sahabatnya itu.

Rambut mulai panjang tak terurus walaupun tidak menutupi wajah tampannya.

Janggut dan kumis dibiarkan tumbuh dibawah hidung dan di dagunya tanpa ada niatan untuk mencukurnya.

Tidak seperti Tian yang biasanya yang begitu memperhatikan penampilannya.

Belum lagi warna bagian bawah matanya yang terlihat menghitam. Saat ini Tian terlihat sangat kacau. Pantas saja mama Gina yang adalah mama Tian mencemaskannya ketika menelponnya pagi tadi.

Flashback on

"Halo James, ini mama Gina," ucapnya lembut membuka pembicaraan ketika panggilan telponnya tersambung.

"Halo ma, apa kabar?" tanya James. Mama Gina sudah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri.

Dulu hampir setiap pulang sekolah James sering menghabiskan waktunya dirumah Tian sehingga ia begitu dekat dengan mama Gina.

Tian dan James sendiri sudah bersahabat sejak mereka duduk dibangku sekolah menengah atas.

"Kabar mama baik, kamu apa kabar?" tanya balik mama Gina.

"Kabar James baik ma." balas James.

"Syukurlah kalau begitu," ujar mama Gina.

Hening....

"Mama ada masalah?" tebak James.

Nada suara mama Gina terdengar sendu.

Beberapa kali terdengar wanita paruh baya diseberang sana menghembuskan nafasnya berusaha menenangkan diri.

"James, hari ini Tian ke Surabaya, ada urusan pekerjaan katanya. Mama mau minta tolong, James temani Tian selama Tian disana ya," pinta mama Gina.

"Memangnya Tian kenapa ma?" tanya James penasaran. Tidak biasanya mama Gina cemas seperti itu.

Tian sering pulang pergi Jakarta - Surabaya entah untuk urusan pekerjaan atau hanya sekedar bertemu James.

Dan biasanya James mengajak Tian ke beberapa acara reuni yang sering diadakan oleh teman-teman alumni.

"Mama perhatikan beberapa hari ini Tian terlihat sangat kacau," jawab mama Gina.

Kemudian mama Gina menceritakan perihal hubungan Tian dan Desi hingga alasan kenapa mama Gina belum merestui atau mungkin tidak merestui jalinan hubungan mereka.

Mama Gina juga menceritakan perihal perubahan sikap Tian semenjak mengenal Desi. Termasuk sikap kasar Desi terhadap mama Gina yang tidak Tian ketahui.

Terdengar beberapa kali Mama Gina terisak diseberang sana.

"Beberapa pesan dan panggilan telpon mama sering diabaikan," tambahnya disertai isakan tangis yang tidak dapat ia tahan.

"Apalagi sekarang Tian memutuskan tinggal di apartemennya daripada pulang kerumah, mama sangat cemas James, makanya mama titip Tian ya," imbuhnya lagi.

"Iya ma, mama tenang ya, nanti James coba berbicara dengan Tian," ucap James berusaha menghibur.

Tadi pagi Tian mengiriminya pesan untuk bertemu di coffee shop biasa tempat mereka bertemu.

"Jangan bilang Tian ya kalau mama menelponmu, mama tidak ingin Tian salah paham dan semakin marah sama mama," pinta mama Gina.

"Iya ma." sahut James singkat.

"Maaf kalau mama merepotkan," ujar mama Gina.

"Tidak sama sekali ma, mama tidak merepotkan James. Justru James dengan senang hati membantu keluarga mama. Tian itu sudah seperti saudara bagi James." jawab James jujur.

"O iya, mama mau minta tolong lagi sama kamu," pinta mama Gina pelan.

"Kalau James bisa bantu pasti dengan senang hati akan James bantu," timpal James.

"Apa kamu tidak memiliki teman wanita yang sekiranya bisa dikenalkan pada Tian?" tanya mama Gina.

"Mama tidak peduli status sosial ataupun latar belakangnya, yang penting dia baik, tulus dan tentunya bisa memperhatikan dan merawat Tian dengan baik," ujar mama Gina.

"Sebenarnya ada ma, adik kelas Tian dan James tapi beberapa kali Tian menolak berkenalan," ujar James.

"Padahal Irene gadis yang baik," imbuhnya lagi.

"Huft.... sepertinya cinta Tian pada Desi sudah membutakan mata hatinya," ucap mama Gina putus asa.

"Nanti James coba lagi ya ma. James minta bantuan doa dari mama, mudah-mudahan Tian segera sadar dari khilafnya," timpalnya.

"Iya James mama selalu mendoakan yang terbaik untuk anak-anak mama termasuk kamu," ucap mama Gina tulus.

"Terima kasih ya ma, nanti kalau pekerjaan James mulai longgar James akan main ke Jakarta. James rindu sama mama," ucapnya jujur.

"Mama juga rindu sama kamu. Ajak istri dan anak-anak kamu ya." pinta mama Gina.

"Siap ma," balas James.

"Ya sudah James mama tutup dulu ya telponnya, mama sampai lupa ada janji dengan Elis mau menemaninya membeli beberapa keperluan kuliah. Mama tunggu kabar Tian ya James," ucapnya.

"Iya ma. Titip salam James buat Elis dan Dani," ucap Tian.

"Nanti mama sampaikan. Bye James" balas mama Gina.

"Bye ma," ucap James mengakhiri pembicaraannya dengan mama Gina.

Flashback off.

Tian masih setia memandang ponselnya. "Kamu menghilang kemana?" batin Tian.

Perasaannya campur aduk. Antara cemas, rindu dan khawatir.

Sudah satu minggu Desi tidak ada kabar. Wanita yang ia cintai itu yang sudah menemaninya selama tiga tahun terakhir mendadak menghilang tanpa kabar.

Puluhan panggilannya diabaikan. Ratusan pesan teks tidak satu pun dibaca.

Ia begitu merindukan Desi dengan segala sifat manjanya.

Desi berprofesi sebagai direktur keuangan diperusahaan keluarganya yang bergerak dibidang properti di Jakarta. Selain cantik, sexy dengan body goals, Desi juga cerdas untuk itu dia dipercaya keluarganya memegang jabatan lumayan penting.

Tian begitu memuja Desi yang menurutnya begitu sempurna. Secara fisik tentunya.

Padahal selama ini Desi hanya berpura-pura lembut dan baik padanya. Ada maksud terselubung dari kebaikannya selama ini.

Desi awalnya prihatin melihat Tian yang terpuruk ketika ditinggal pergi istri yang dicintainya untuk selama-lamanya. Ia mulai menyusun rencana.

Karena obsesi Desi hanya harta Tian. Pergaulan sosialitanya membuatnya semakin gila akan benda duniawi itu. Ditambah lagi dengan sifat Tian yang tidak pelit, makin membuat Desi serakah.

Kehadiran Desi yang mampu membangkitkan semangat hidup Tian, membuat Tian menuruti semua permintaan Desi.

PART 02

"Sudahlah, lupakan dia Tian," ucap James mulai putus asa.

"Atau mungkin dia sudah mendapatkan penggantimu?" imbuh James santai.

James beberapa kali pernah bertemu Desi. Dari pengamatan dan penilaiannya ditambah penuturan mama Gina, ia dapat menilai Desi bukan gadis yang tepat untuk sahabatnya.

"Jangan asal menilai, kamu tidak mengenal siapa Desi. Aku yang lebih tau luar dalamnya." bela Tian.

Tidak terima kekasihnya diremehkan atau dipandang buruk oleh siapapun termasuk sahabatnya James.

"Dasar bucin!" batin James kesal.

"Bukan begitu, aku hanya tidak ingin kamu larut dalam kesedihan. Lihatlah wajahmu makin keriput padahal minggu lalu terakhir kita bertemu masih kencang," ejek James berusaha menghibur Tian.

"Sialan," balas Tian Gusar.

Flashback On,

Malam itu di apartemen Tian,

"Sudahlah Tian kita break saja dulu, kita saling instrokpeksi diri," ucap Desi.

"Lagian mama kamu masih belum juga merestui hubungan kita," imbuh Desi beralasan.

"Aku tidak setuju," sergah Tian. Baginya ide Desi sangat tidak masuk akal.

"Aku bisa kasih pengertian lagi ke mama aku sayang. Aku yakin cepat atau lambat mama aku akan merestui hubungan kita," bujuk Tian lembut mencoba memberi pengertian pada kekasihnya itu.

"Sampai kapan aku harus menunggumu?" tanya Desi menampilkan raut wajah pura-pura putus asa.

Saat ini yang ia pikirkan bagaimana menghilang sementara waktu dari Tian. Ada rencana besar yang akan ia jalankan bersama keluarganya.

Tian hanya terdiam. Mereka sudah menjalin hubungan cukup lama. 3 tahun bukan waktu yang singkat.

Akan tetapi belum ada tanda-tanda mama Gina memberi restu.

Wanita paruh baya yang seorang janda itu tidak menentang hubungan Tian dan Desi tapi juga tidak merestui.

Mama Gina selalu beralasan setiap Tian ajak bicara serius tentang keseriusan hubungannya dengan Desi.

"Mama belum ingin kamu meninggalkan mama Tian," itulah salah satu senjata mama Gina.

"Mama merasa ada yang disembunyikan Desi," batin mama Gina.

Tapi tidak beliau ungkapkan. Wanita keturunan Jawa itu tidak ingin menyakiti atau menambah beban pikiran anaknya.

Selama ini Tian lah tulang punggung keluarga setelah suaminya yang dicintainya pergi untuk selama-lamanya tujuh tahun silam.

Sejak saat itu bisnis keluarga sepenuhnya diambil alih oleh Tian dan dibantu oleh Robby kakak sepupu Tian.

Tian yang baru menyelesaikan kuliah S2 nya mau tidak mau siap tidak siap harus terjun langsung memimpin perusahaan.

"Oke, bagaimana kalau kita bertunangan dulu?" tawar Tian memberi pilihan.

"Tapi...." Desi berpikir sejenak, alasan apa lagi yang harus dia pakai.

Tian memicingkan matanya sambil menatap lekat wajah Desi yang seolah-olah menyembunyikan sesuatu.

Tiba-tiba ponsel Desi berdering, ia pamit menjauh menuju balkon apartemen untuk menjawab panggilannya dengan alasan telpon dari kantor.

"Maaf Tian aku harus pergi. Ada rapat penting yang harus aku hadiri," Desi beralasan.

Cup.

Desi mengecup singkat bibir Tian.

"Tapi ini sudah malam sayang," ujar Tian berusaha menahan Desi.

Akhir-akhir ini Desi selalu pergi tiba-tiba ketika mereka baru saja bertemu. Setelah itu Desi menghilang tanpa kabar.

Flashback off.

"Sudahlah James. Hentikan perjodohanmu. Aku ingin pulang. Besok pagi aku ada meeting," ucap Tian sambil bangkit dari duduknya.

"Aku antar atau dijemput sopirmu?" tanya James sambil mengikuti langkah kaki Tian yang berjalan keluar.

"Kamu antar saja, sopirku ijin pulang kampung tadi pagi," jawab Tian.

Selama berada di Surabaya, Tian biasanya tinggal dirumah peninggalan almarhum papanya yang terletak di perumahan elite didaerah Surabaya barat.

Rumah yang ia dan keluarganya tempati sebelum pindah ke ibu kota.

Rumah itu saat ini hanya dihuni oleh Art, tukang kebun, beberapa petugas keamanan dan seorang sopir yang bertugas mengantar dan menjemputnya ketika ia ada urusan di Surabaya.

Dalam perjalanan pulang mereka hanya diam dalam pikirannya masing-masing ditemani suara radio yang sengaja disetel James sekedar memantau jalanan kota Surabaya yang sering macet di jam-jam tertentu.

Hingga akhirnya mobil yang dikendarai James tiba didepan gerbang rumah Tian.

Terlihat seorang petugas keamanan tergopoh-gopoh membukakan pintu gerbang.

"Kamu yakin tidak ingin kukenalkan dengan Irene?" desak James ketika Tian hendak turun.

"Tutup mulutmu dan pulanglah! Anak dan istrimu menunggu dirumah," balas Tian yang berlalu memasuki pintu gerbang.

"Terima kasih pak" ucap James sambil menepuk lembut pundak lelaki paruh baya yang bertugas menjaga rumahnya kemudian berjalan masuk kedalam rumah.

"Sama-sama mas Tian" balasnya.

"Awas saja kalau sampai kamu menyesal" ancam James lirih sambil mengemudikan mobilnya meninggalkan rumah Tian.

...................

Didalam kamar berukuran sedang disebuah kontrakan yang tidak terlalu besar yang berada dipinggiran kota Surabaya, terlihat seorang wanita yang sedang merebahkan dirinya diatas ranjang berbalut piyama satin tipisnya.

Wanita itu sedang memandang layar ponselnya.

Irene tersenyum memandang sosok yang ia kagumi yang telah mencuri perhatiannya akhir-akhir ini.

Ya, wanita itu adalah Irene Putri Kusuma.

"Ah susah sekali mendapatkan perhatianmu mas ," batin Irene.

"Tapi siapa aku? Hanya wanita biasa, anak yatim piatu yang tidak cantik dan hanya karyawan biasa," gumamnya lirih.

"Sedangkan kamu, tampan dan mapan, kita seperti langit dan bumi," lanjutnya lagi bermonolog dengan dirinya sendiri.

"Walaupun statusmu duda tapi kamu duda keren mas. Kamu bisa mendapatkan pendamping yang jauh lebih segalanya dari aku," gumamnya lagi.

Christian Abimanyu Wijaya adalah sosok yang ada dipikirannya saat ini.

Pengusaha muda berusia beranjak 31 tahun yang menjabat sebagai presiden direktur di Wijaya Group.

Perusahaan yang dibangun oleh mendiang papanya yang saat ini ia kelola.

Walaupun memiliki jabatan dan harta yang melimpah tetapi sosok Tian adalah pribadi yang humble di mata teman, anak buah dan rekan bisnisnya.

Sikapnya yang lembut dan sopan membuat banyak wanita terpesona padanya.

Sayangnya Tian adalah pria yang cuek dan sulit bersosialisasi sehingga sahabat satu-satunya hanya James.

Sehingga beberapa kali James mengajaknya menghadiri beberapa acara reuni sekolah berharap Tian menemukan pengganti Desi.

Hingga suatu ketika Irene bertemu Tian diacara reuni.

"Dia tampan sekali" batin Irene dari kejauhan. Ia tidak berani mendekati Tian.

"Kalau mau kenalan bisa aku jembatani Ren" bisik James yang diam-diam memperhatikan pandangan mata Irene terhadap Tian.

"Ah ...ti..tidak usah mas" sahut Irene tergagap.

Tingkahnya ketahuan oleh sahabat Tian.

Irene cukup mengenal James karena sosok James yang cepat akrab dengan siapa saja termasuk adik kelasnya.

"Memalukan" desisnya lirih kemudian berpura-pura ke toilet.

"Sepertinya cocok dengan Tian" gumam James yakin.

Karena diam-diam mama Gina meminta James mencarikan wanita yang baik untuk Tian.

Sejak ditinggal pergi istri yang paling dicintainya beberapa tahun silam hanya sosok Desi yang bisa membuat Tian tersenyum kembali.

Di mata James Irene adalah gadis yang baik. Beberapa kali mereka pernah bertemu dan berbincang dalam acara reuni.

PART 03

Irene bukan tidak berusaha. Ia sudah beberapa kali memulai obrolannya dengan Tian tapi hanya dibalas datar oleh Tian.

Terlalu sibuk dengan jalan pikirannya sendiri hingga tanpa sadar ia sudah terlelap ke alam mimpi.

.......................

Mentari pagi menyapa di ufuk timur, menembus cela-cela jendela kamar Irene. Membuat wanita itu menggeliat.

Ia melirik jam dinding yang menggantung di dinding depan ranjangnya.

"Sudah pukul 7.30 pagi, aahhh aku hampir saja terlambat," ia bergumam sambil berlari menuju kamar mandi.

Setelah mandi dan bersiap-siap hanya memakai sunscreen sedikit bedak dan lipstick, menyambar tas selempang dan tas laptopnya tidak lupa sekotak susu dalam lemari pendingin kemudian berlari menuju gerbang depan.

Disana sudah menunggu ojek online yang tadi sudah ia pesan.

"Pak, sesuai aplikasi ya" ujarnya buru-buru memakai helm yang disodorkan bapak ojek online.

"Siap bu" sahutnya.

Irene berjalan tergesa-gesa menuju ruang meeting salah satu hotel berbintang di Surabaya.

Sesuai jadwal, hari ini ia akan mendampingi salah satu atasannya untuk meeting tender proyek dengan beberapa petinggi perusahaan pemegang saham dan perusahaan kontraktor.

Irene bekerja sebagai sekretaris umum di sebuah perusahaan konsultan yang bergerak di banyak bidang salah satunya konstruksi bangunan.

Didepan lift, "Kenapa tergesa-gesa?" sapa pak Herry atasan Irene yang baru datang dari arah lobby dengan tujuan yang sama menuju ruang meeting.

"I..iya pak maaf saya kesiangan," jawab Irene. Meski sebenarnya ia belum terlambat masih ada waktu beberapa menit lagi.

"Tidak apa, masih ada waktu. O iya sudah kamu siapkan bahan meeting yang saya emailkan?" tanya pak Herry.

"Sudah pak," sahut Irene.

Saking gugup dan tergesa-gesa nya Irene tidak menyadari ada sepasang mata yang memperhatikannya ketika ia hendak masuk kedalam lift.

Irene adalah wanita berusia hampir mendekati kepala tiga. Cantik, sederhana dan supel. Memiliki tubuh mungil yang ideal tidak terlalu tinggi.

Berkulit putih bersih dengan bentuk mata sedikit sipit yang diturunkan dari ibunya yang berdarah campuran Indo Chinesse.

Hidung sedikit mancung dan memiliki bibir tipis.

Ukuran dada yang sedikit besar meski sering ia tutupi dengan kemeja dan blazer.

Ia begitu muak mendapat tatapan tajam dari lelaki hidung belang.

Pengalaman pahit masa lalunya membuatnya menutup tubuhnya dengan kemeja longgar.

Ketika Irene baru melangkahkan kakinya keluar dari lift sebelah,

"Irene?" sapa lelaki bertubuh tegap tinggi putih dan berlesung pipi yang baru keluar dari lift sebelah.

"Ma..mas Tian?" balasnya gugup. Sosok yang ia pikirkan semalam ada dihadapannya.

Sapaan Irene hanya dibalas senyuman dengan sedikit anggukan kepala.

"Mas Tian ada acara disini?" tanyanya penasaran.

"Aku ada meeting disini," jawab Tian.

"Oh gitu. Aku duluan ya mas," ujar Irene. Karena ada beberapa materi meeting yang harus ia siapkan.

Tanpa Irene sadari mereka memasuki ruang meeting yang sama.

"Cantik," batin Tian yang berjalan dibelakang Irene. Tapi ia buru-buru menampik perasaan aneh yang tiba-tiba muncul. Yang harus ia pikirkan saat ini adalah Desi.

Kemudian menempati tempat duduk yang disediakan.

Karena sibuk menyiapkan materi Irene tidak menyadari ketika Tian masuk.

Ketika ia hendak berjalan menuju pintu,

"Halo mbak Irene," sapa seseorang yang suaranya familiar bagi Irene.

"Halo pak Adit, silahkan menempati kursi yang sudah disediakan," sahut Irene mengabaikan tatapan Adit yang menatapnya lekat tanpa kedip.

"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Adit.

Saat ini sangat sulit menemui Irene. Wanita itu selalu menghindarinya.

"Maaf saya harus mengecek beberapa kelengkapan dulu," jawab Irene asal kemudian berlalu. Saat ini orang yang sangat ingin ia hindari ada dihadapannya.

Masih terasa sakit mengingat bagaimana seminggu yang lalu Adit tiba-tiba menghilang. Dan beberapa hari yang lalu ia mendapat kabar kalau Adit sudah menikah.

Memang hubungan mereka sudah renggang beberapa bulan terakhir. Pertengkaran tidak bisa mereka hindari. Semuanya bermula dari papanya Adit tidak merestui hubungan mereka.

Flashback on,

Adit dan Irene bertemu dalam beberapa proyek.

Adit menyukai sifat profesional Irene selain cantik dan sexy dimata Adit.

Ia selalu terpesona setiap kali Irene membawakan presentasi materi.

Karena sering menghabiskan banyak waktu bersama dalam beberapa proyek mereka menemukan banyak kecocokan. Sehingga mereka memutuskan untuk menjalin hubungan lebih dekat lagi.

Mereka menghabiskan waktu dengan sekedar makan atau menonton film dibioskop.

Sosok Irene yang dewasa mampu menjadi obat penenang setiap Adit penat dengan permasalahan di perusahaannya.

Senyuman Irene selalu mampu menghipnotisnya.

Baginya Irene bisa mengimbangi sifatnya yang keras.

Sayangnya papanya Adit mengetahui kedekatan mereka dan murka. Papanya mengancam akan memutuskan hubungan kontrak dengan perusahaan tempat Irene bekerja dan mewariskan perusahaan kepada adik iparnya jika Adit tidak menikah dengan anak sahabat sekaligus rekan bisnis papanya.

Flashback off.

"Tunggu Irene, kita harus bicara," Adit berusaha menahan lengan Irene. Ia berbicara sepelan mungkin agar tidak ada yang mendengar selain mereka.

"Cukup. Untuk urusan pribadi semua sudah berakhir." sahut Irene dengan menekankan kata yang terakhir.

Dan segera berlalu untuk menemui beberapa peserta meeting lainnya.

Kehadiran Adit mengacaukan konsentrasinya. Sehingga ia tidak menyadari sepasang mata yang menatapnya lekat dan berusaha mendengar pembicaraan mereka.

Meeting tender proyek pun dimulai. Irene duduk disebelah pak Herry selaku atasannya dan mencatat jalannya meeting.

Ia berusaha mengabaikan tatapan Adit padanya. Hingga ia memalingkan wajahnya dan pandangannya terpaku pada sosok tampan yang tidak lain adalah Tian.

Sosok yang memperhatikannya dari tadi ketika berbicara dengan Adit adalah Tian.

Ia berusaha tersenyum pada Tian walaupun sedikit dipaksakan. Jujur saja moodnya mendadak tidak baik.

Sekilas ia melihat Tian tersenyum padanya. "Duh ada apa dengan jantungku? Tolong bekerja sama lah hai jantung," batinnya.

"Kalau perusahaan mas Tian menang tender aku akan sering bertemu dengan nya," Irene mulai berimajinasi.

"Ternyata ia sudah memiliki kekasih, tetapi kenapa wajahnya ditekuk seperti itu?" batin Tian.

"Kenapa aku mendadak memikirkannya?" batin Tian lagi.

..................

Matahari sudah berada disisi barat.

Meeting sudah selesai beberapa jam yang lalu. Karena banyaknya materi yang dibahas sehingga butuh waktu lumayan lama.

Irene baru saja meninggalkan ruang meeting karena ada beberapa laporan hasil meeting yang harus ia emailkan ke beberapa perusahaan.

Ketika ia hendak memasuki lift ada tangan kekar yang menariknya.

"Kita harus bicara," cegah Adit begitu mereka sudah berada di sudut ruangan tidak terlalu jauh dari lift.

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan Dit, semua sudah berakhir," tukas Irene dengan ketus.

"Aku bisa jelaskan semuanya sayang," jawab Adit melembutkan suaranya.

Ia berusaha menahan ego dan emosinya terhadap penolakan Irene.

Irene terdiam. Ia cukup lelah hari ini dan butuh asupan kafein.

"Aku dijodohkan." sahut Adit karena tidak ada jawaban atau tanggapan dari Irene.

"Papaku tiba-tiba menjodohkanku dengan anak sahabatnya," jelas Adit.

Ia tidak ingin membeberkan alasan sebenarnya. Ia tidak ingin menyakiti Irene tentang penolakan dan ancaman papanya.

"Aku masih mencintaimu Irene, aku berharap kita bisa mulai dari awal lagi" sahutnya.

❤ Ini karya pertama aku jadi mohon dukungannya ya.

Bisa bantu like dan komen ❤

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!