Arjuna tengah bimbang di dalam kamarnya, lelaki rupawan itu berjalan mondar-mandir, dengan ponsel di genggaman.
Berulang kali dia menghubungi Bianca sang sahabat, akan tetapi tak kunjung panggilannya mendapat jawaban.
Sebenarnya Arjuna sangat kesal, sebab, jika Bianca yang menghubunginya, dia akan segera mengangkat panggilan tersebut.
Namun, jika dirinya yang membutuhkan gadis itu, Bianca seperti hilang ditelan bumi.
Tok ... tok ...
Suara ketukan menghentikan langkah Arjuna, dia segera membuka pintu kamarnya.
"Ayo Nak, Ayah mu sudah menunggu," ucap sang ibu Sarmila.
Arjuna menarik napas dan menghembuskan secara perlahan, dirinya lantas mengekori sang ibu berjalan menuju garasi rumah mereka.
Dia yang mengemudikan mobil, sedang ibu dan ayahnya duduk di kursi belakang.
Sarmila memberitahu letak rumah seseorang yang akan didatanginya. Arjuna mengikuti arahan sang ibu memasuki sebuah perumahan cukup mewah di kotanya, dia tahu jika teman sang ibu pastilah dari golongan para sosialita.
Arjuna berhenti di depan rumah berpagar monokrom. Dia menyalakan klakson.
Sang ibu menepuk bahunya, meminta sang putra untuk turun dan menekan bel rumah mewah itu.
Dengan kesal, Arjuna mengikuti keinginan ibunya, dia lantas menekan bel pintu.
Tak lama seorang perempuan paruh baya datang dan membuka sebelah pintu garasi.
"Maaf Den. Mau ketemu siapa, ya?"
"Bilang saja sama majikanmu, saya temannya ... Sarmila," ucap sang ibu yang sudah berdiri di sebelahnya.
"Baik Nyonya, silakan masuk."
Perempuan paruh baya yang terlihat sebagai asisten rumah tangga itu lantas mempersilahkan tamu majikannya untuk menunggu di ruang tamu, sedang ia sendiri akan memanggil majikannya.
"Saya panggilkan Nyonya dulu."
Ratmi segera berlalu dari sana, dia hendak mendatangi kamar majikannya.
Setelah mengetuk pintu kamar majikannya, Ratmi lantas mengatakan jika ada seseorang yang mengaku bernama Sarmila ingin bertemu dengan sang majikan.
Mawar terkejut, dia memang meminta Sarmila untuk berkunjung ke rumahnya kemarin, agar bisa mengenalkan kedua anak mereka, tak menyangka Sarmila langsung menyanggupi keinginannya tersebut.
"Ya udah Bibi cepet bikinin minum, ya? Sama kasih tau Keysha untuk turun. Suruh pake pakean rapih, ya Bi," pinta Mawar.
Mawar lantas mengajak sang suami Cakra untuk menemui teman mereka.
"Ya ampun Jeng Mila, mau maen ngga ngabar-ngabarin, kami ngga nyiapin apa-apa ini jadinya."
Kedua wanita paruh baya itu lantas bercipika-cipiki, sedang Arjuna hanya memutar bola matanya malas, ternyata sang ibu membohonginya.
Kemarin ibunya berkata, jika mereka mendapat undangan acara di rumah temannya, ternyata sang empunya rumah bahkan terkejut dengan kedatangan mereka.
"Abis udah ngga sabar Jeng pengen ngenalin mereka berdua, biar cepet-cepet berbesan kita."
Arjuna menyikut sang ibu yang berbicara terlalu lugas, sedang di sana, Mawar hanya senyum-senyum mendengar perkataan teman arisannya itu.
"Kenalin Jeng, anak saya Arjuna."
Sarmila lantas mendelikan matanya kepada sang putra agar memperkenalkan dirinya.
"Arjuna Tante - Om," sambil menyalami kedua orang di hadapannya.
"Tampan sekali Nak Arjuna ini, sebentar ya Keysha lagi dandan kayaknya."
Tak lama muncullah seorang gadis dengan gaun peachnya menuruni tangga dengan anggun.
"Sore Tante - Om," sapa Keysha lantas menyalami kedua tamu mereka.
Sekarang giliran Sarmila yang menyikut putranya agar berkenalan dengan Keysha.
Arjuna menjulurkan tangannya hendak berkenalan dengan Keysha, gadis itu membalas uluran tangan dan juga tersenyum hangat.
"Arjuna."
"Keysha."
Keduanya kompak mengenalkan diri, meski Keysha cantik dan anggun, tidak membuat hatinya berdesir.
Baru saja melepas jabatan tangan, ponsel Arjuna berdering, menandakan seseorang menghubunginya.
Sarmila menatap tajam sang putra, Arjuna tak memedulikan ke tidak sukaan dari tatapan sang ibu, dan pamit berlalu hendak mengangkat panggilan wanita yang masih diinginkan hatinya.
"Bi?"
Bianca menangis histeris di seberang sana, gadis itu tadi tak memedulikan panggilannya, sekarang malah menghubunginya sambil menangis.
Sama seperti sebelum-sebelumnya, Bianca menceritakan masalah percintaannya dengan sang tunangan.
Arjuna menghela napas, benar-benar nasib di zona pertemanan membuatnya dilema, saat bahagia atau sedih harus mendengar cerita sang sahabat, yang padahal itu membuatnya cemburu.
Terkadang Arjuna berpikir, apa Bianca tak bisa melihat ketulusan hatinya?
Tak bisakah Bianca melihat kesedihan di matanya saat dirinya harus mendengar kisah bahagianya bersama sang kekasih?
Bianca meminta Arjuna segera menemuinya di cafe biasa, mau tak mau Arjuna mengiyakan keinginan sang sahabat.
Saat hendak berpamitan dengan sang ibu, Sarmila segera merampas ponsel sang putra.
Sarmila tahu jika tadi pasti Bianca yang menghubungi putranya itu, Sarmila benar-benar tak habis pikir dengan putranya, bagaimana bisa dia masih saja menuruti keinginan sahabatnya itu.
"Bu!" lirihnya.
"Diam! Duduk, apa mau kamu Ibu kirim ke Zimbabwe?" ancam Sarmila.
"Kenapa Nak Juna?" tanya Mawar.
"Ngga pa-pa Tante, biasa kerjaan," dustanya.
Mereka melanjutkan perbincangan mengenai keinginan kedua ibu paruh baya itu menjodohkan keduanya.
Mawar menanyakan pendapat sang putri, "gimana ... kamu mau tunangan sama Arjuna, Key?
Keysha menggigit bibir bawahnya, dia melihat penampilan Arjuna yang sangat rupawan, tak dipungkiri hatinya sedikit berdesir.
"Hemm ... boleh ngga Mah, Tante, kita saling mengenal dulu?" pinta Keysha.
Sarmila mengangguk menyetujui keinginan gadis yang di impikannya mendampingi sang putra.
Sedang Arjuna hanya bisa diam pasrah menerima kemauan sang ibu.
Dia tahu jika Keysha gadis baik-baik, dan cantik, berbeda dengan Bianca yang seorang model, Keysha berdandan sangat natural, menunjukkan sekali sisi pesonanya sebagai anak orang terpandang.
Sedang Bianca, gadis itu selalu tampil glamor, dengan riasan yang tebal, dan pakaian yang seksi.
Arjuna tahu jika sang ibu sangat tak menyukai Bianca karena hal itu, tetapi mau bagaimana pun itu urusan Bianca, pikir Arjuna.
Setelah acara perkenalan keduanya selesai, Arjuna beserta kedua orang tuanya pamit undur diri.
Arjuna mengemudikan laju kendaraannya sedikit lebih cepat, sebab Bianca pasti sudah menunggu dirinya.
"Jun! pelan-pelan, kamu kenapa sih!" Rutuk sang ibu.
"Bianca pasti udah nunggu, Bu!"
"Bianca lagi ... Bianca lagi, inget kamu udah mau tunangan sama Keysha, perhatiin dia, bukan Bianca!"
Arjuna diam seribu bahasa, 'Tunangan!' umpatnya dalam hati.
"Nanti ibu kasih tau Bianca, biar dia ngga ngontrol kamu lagi," ancam Sarmila.
Arjuna merinding mendengar ancaman ibunya, dia berpikir bagaimana nanti tanggapan Bianca jika tahu dirinya melakukan kencan buta.
"Ngga usah Bu, biar Juna aja," lirihnya.
Di kursi belakang terdengar Sarmila yang masih menggerutu mengenai hubungannya dengan Bianca.
Sang ibu tak tahu jika Bianca adalah cinta pertamanya yang tak bisa begitu saja dia tinggalkan.
Setelah mengantar orang tuanya pulang, Arjuna pamit kembali melajukan mobilnya ke cafe tempat biasa dirinya bertemu dengan Bianca.
Namun, saat sampai di sana, tak ada sosok Bianca. Hingga akhirnya Arjuna bertanya kepada salah seorang pelayan, menanyakan keberadaan Bianca, dan mereka mengatakan Bianca sudah pergi.
Para pelayan sangat mengenal mereka, sebab keduanya adalah pelanggan lama di cafe itu.
Arjuna kembali ke tempat parkir mobilnya, dia mengambil ponsel dari saku jasnya, dia menarik napas sebelum menghubungi nomor gadis itu.
Tak lama Bianca mengangkatnya dengan sebuah tangisan yang memilukan bagi Arjuna.
"Kamu ke mana Juna! aku udah nunggu kamu dari tadi, kamu jahat!" makinya.
"Maaf, aku ada urusan sama Ayah-Ibu, kamu di mana sekarang?" ucap Arjuna lembut.
"Kamu ngga usah perduliin aku, aku ngga mau ketemu kamu!" pekiknya lantas mematikan secara sepihak panggilan Arjuna.
Arjuna menghembuskan napasnya kasar, dia tahu jika Bianca pasti merajuk.
Dan dia juga tahu sedang di mana gadis itu. Arjuna segera melajukan kendaraannya menuju sebuah apartemen mewah di kota mereka.
Di sana adalah tempat tinggal Bianca, hadiah dari tunangannya Rizal, satu tahun lalu.
.
.
.
Tbc.
Arjuna berjalan menuju lift yang akan mengantarnya ke apartemen Bianca.
Berkali-kali lelaki rupawan itu menekan bel pintu. Namun tak membuahkan hasil, dia berpikir sepertinya Bianca sengaja membiarkannya menunggu.
Bianca yang sedari tadi mendengar bel apartemennya berbunyi memutuskan bangkit. Sebelum membuka pintu dia melihat di layar kecil yang terpasang di dekat pintu masuk, melihat siapa yang bertamu ke apartemennya.
Setelah tahu jika itu adalah Arjuna sahabatnya, dia memilih membiarkannya saja.
Bianca berpikir untuk menghukum lelaki itu, karena Bianca biasa di prioritaskan, saat keinginannya tak segera di lakukan, dia akan sangat kesal.
Dirinya kembali duduk di sofa ruang tamu, sambil menonton acara fashion show dirinya tempo hari.
Dia merasa sangat senang saat beberapa pewarta mengerubunginya dan mewawancarainya saat itu.
Sungguh Bianca merasa bahwa dia pantas menjadi model internasional, berharap suatu saat tawaran itu datang padanya.
Suara bel pintu sudah tak terdengar lagi, dia juga mengecek ponselnya, apa sang sahabat mengiriminya pesan.
Sebab seperti yang sudah-sudah, lelaki itu akan membujuk agar dia mau memaafkannya.
Karena penasaran, Bianca beranjak ke pintu dan kembali mengintip di layar dekat pintu. Nihil, Arjuna, lelaki itu sudah pergi dari apartemennya.
Bianca lantas membuka pintu apartemennya, dia menyisir sekeliling, berpikir bisa saja Arjuna tengah bersembunyi.
Namun keberadaan Arjuna benar-benar tak ada, dia lantas kembali masuk.
Saat akan menghubungi Arjuna, ponselnya berdering terlihat nama Hubby di sana, menandakan Rizal sang tunangan menghubunginya.
"Halo sayang," sapanya manja.
"Aku ngga jadi pulang minggu ini, masalahnya belum kelar," ucap Rizal.
"Sayang, masa aku dateng ke acara ulang tahun perusahaannya Arjun sendirian, pastikan nanti banyak wartawan—" ucapan Bianca langsung di potong oleh sang kekasih.
"Kalo aku bilang ngga bisa ya ngga bisa, cuma ulang tahun perusahaan aja, kamu pikir kerjaan aku ngga banyak?!" bentaknya.
Seketika air mata Bianca luruh, inilah perbedaan Arjuna dan Rizal, jika Arjuna selalu memperlakukannya bak ratu, memberikan perhatian manis dan selalu berada di sisinya saat dia membutuhkan sandaran saat dirinya sedih dan menghiburnya.
Sedangkan Rizal, sang kekasih hanya mampu memberikan kemewahan yang memanjakan dirinya. Tanpa pernah peduli akan perasaannya.
Apalagi dirinya yang seorang publik figur, menjadi tunangan Rizal adalah impian para rekan-rekan sesama selebriti.
Rizal adalah anak dari salah satu pengusaha sukses di negara mereka, Hamdan Wardana.
Perusahaan mereka bergerak di bidang tambang batu bara, dan juga emas.
Sedangkan Arjuna, perusahaan orang tuanya bergerak di bidang kebutuhan sehari-hari, tapi masuk dalam jajaran orang kaya juga.
Mengapa Bianca bisa begitu tergila-gila dengan Rizal karena lelaki itu terkenal sangat dingin, dan susah ditaklukkan oleh kaum hawa. Sifat yang seperti itu juga sama dengan Arjuna.
Walaupun banyak yang mengatakan dia lelaki yang ambisius dan Arogan, Rizal juga tipe lelaki yang tak menerima kekalahan.
Meski tak setampan Arjuna, akan tetapi lelaki itu banyak sekali menjadi incaran para kaum hawa, apalagi jika bukan karena hartanya yang melimpah.
Wanita yang berhasil menaklukkan hatinya sudah pasti akan dimanjakan oleh harta berlimpah hingga beberapa generasi.
Itulah yang membuat Bianca merasa sangat beruntung saat lelaki itu menyatakan cinta padanya.
Rizal lelaki dewasa berusia 30 tahun, sedangkan Bianca dan Arjuna usia mereka 27 tahun.
Keysha lebih muda lagi, gadis cantik dan manis itu baru berusia 25 tahun.
Meski sudah menjadi tunangan Rizal, batin Bianca tetap tersiksa sebab, lelaki itu sama sekali tak bisa romantis atau menghiburnya, yang bisa di lakukan Rizal untuk menyenangkannya hanya dari materi saja.
Rizal lebih mengutamakan perusahaannya dari pada sang kekasih sebab, dia anak pertama yang akan mewarisi perusahaan keluarganya dan itu membuat Bianca jenuh.
Berbeda dengan Arjuna, sahabatnya itu terkadang memberikannya perhatian kecil seperti memberikannya buket mawar saat dirinya sedih, memberi coklat atau mengajaknya makan es krim, meski terkesan kekanak-kanakan, akan tetapi hal itu mampu membuat perasaannya membaik.
Perbedaan yang paling mencolok lain dari keduanya adalah, Rizal selalu berkata ketus dan sering membentaknya, sedangkan Arjuna, dia selalu lembut dalam berkata.
Sebenarnya Bianca tak mengelak, dia merasakan perasaan sedikit takut saat memikirkan jika suatu saat Arjuna akan menemukan seseorang belahan jiwanya.
Memang egois, tapi Bianca tak rela melepaskan Arjuna kepada wanita lain.
Bagaimana pun dia ingin tetap mempertahankan sang sahabat di sisinya.
Hingga dia benar-benar yakin jika Rizal berubah dan memperlakukannya dengan baik, baru dia akan melepas Arjun untuk mencari pasangan.
Dia tak ingin perhatian yang selalu di berikan Arjuna terbagi untuk saat ini, sebab Rizal masih belum ingin melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.
Meski sudah bertunangan tak mustahil bisa gagal menikah di kemudian hari, dan Bianca tak ingin kehilangan Arjuna juga jika itu terjadi.
"Kamu kemarin janji mau dateng di acara fashion showku tapi ... tetap aja kamu ingkar, dan sekarang? kamu ingkar lagi?" rajuknya tak mau kalah.
"Bianca, ngertiin aku, tunangan kamu ini seorang pengusaha bukan pengangguran, aku punya tanggung jawab yang besar di perusahaan, bukannya dulu kamu ngga permasalahin? Kenapa sekarang kamu ngeluh, hah!"
Bianca mengerti, dahulu saat menerima cinta Rizal, lelaki itu tak menutupi kehidupannya.
Rizal berkata apa Bianca sanggup menerima lelaki seperti dirinya yang selalu sibuk dan tidak romantis?
Menerima dirinya yang tidak bisa seperti pasangan lainnya? seperti makan malam romantis, menonton bioskop, dan hal romantis yang biasa di lalui sepasang kekasih.
Bianca dengan bodoh menyanggupinya. Namun sekarang, semua perkataan Rizal saat dulu benar-benar membuat hubungan mereka terasa jemu.
Meski Rizal selalu mengatakan maaf dengan barang-barang mewah yang di kirimnya, tapi kekosongan hati tetap saja Bianca rasakan.
"Ma— maaf, aku cuma kangen banget sama kamu," lirih Bianca yang tak bisa menyembunyikan kesedihannya.
Rizal melembut mendengar lirihan sang kekasih, "abis dari sini, aku janji ajak kamu ke Paris, gimana?" rayunya.
Bianca berbinar, membayangkan surga belanja bagi kaum hawa, suasana romantis dan lain sebagainya akan dia habiskan bersama.
"Janji?"
"Hemm ... janji, kamu baik-baik ya, aku kerja dulu."
Pembicaraan mereka terputus sebab Rizal harus kembali melanjutkan pekerjaannya.
Selalu seperti itu hubungan mereka, bahkan bisa dihitung dengan jari selama dua tahun bertunangan, mereka jarang sekali menghabiskan waktu bersama.
Bianca senyum-senyum sendiri, hingga dia sadar jika dirinya berencana menghubungi sang sahabat Arjuna.
Dia melirik jam di dinding, pikirnya belum terlalu malam, masih pukul sembilan malam, dering panjang itu tak juga di jawab oleh Arjuna.
Bianca menatap heran, ke mana perginya sang sahabat, tak lama saat ia memutuskan untuk menghubungi kembali, panggilannya di jawab oleh operator.
"Sial!!" makinya, lantas melempar ponselnya ke sofa.
"Kamu ke mana sih Jun? Marah?" gumamnya.
Bianca berencana akan mendatangi kediaman sang sahabat esok hari, dia memutuskan akan memaafkan Arjuna yang sudah mengabaikannya hari ini.
Meski itu hanya perasaannya sendiri, sebab dilihat dari sisi mana pun, Arjuna sama sekali tak melakukan kesalahan.
Sedangkan Arjuna, lelaki itu memutuskan untuk kembali ke kantor saat menerima panggilan dari sang sekretaris yang juga sahabatnya Roni.
Roni mengatakan bahwa ada masalah untuk rapat besok, dan membutuhkan penanganan segera.
Saat sedang sibuk membenahi berkas-berkas, ponselnya berdering memperlihatkan nama Bianca di sana.
Namun saat dia akan mengangkat panggilannya, sang sekertaris melarangnya.
"Please Jun, kita lagi sibuk ini, bisa ngga kamu fokus ke kerjaan kita dulu," pinta Roni.
Arjuna dilema, takut terjadi sesuatu kepada wanita itu, tapi saat ini dia juga sedang sibuk mengurusi masalahnya.
"Ngga ada yang penting kalo berurusan sama Bianca," ucap Roni, seperti membaca pikiran Arjuna yang pasti berkecamuk.
Arjuna tahu, jika Roni sangat tak menyukai Bianca, bahkan bukan hanya sang sahabat tapi sang ibu juga sangat tak menyukai wanita itu.
Bukan tanpa sebab Roni sangat tak menyukai Bianca sebab, wanita itu selalu berlaku semaunya jika di kantor, bahkan dengan tak tau dirinya, Roni pernah di buat kesal saat Arjuna sang atasan di paksa untuk menemaninya menonton konser, saat rapat akan segera di mulai.
Dan dengan bodohnya Arjuna pasti menuruti keinginan wanita itu.
.
.
.
Tbc.
Bianca sudah berada di rumah Arjuna pagi-pagi sekali, bermaksud memberi kejutan kepada sang sahabat.
Dia memang selalu berlaku seenaknya, para asisten rumah tangga di kediaman Arjuna sudah biasa akan kehadiran dirinya.
Bianca sedang di dapur merecoki para pembantu Arjuna memasak.
Garis bawahi, merecoki, dia tak membantu, melainkan ikut-ikut mengiris sayur yang malah membuatnya terlihat seperti cacahan anak kecil.
Para pembantu itu sudah sangat kesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa, saat mencicipi masakan nasi goreng, dia mengatakan jika masakan itu terlalu asin, dengan tanpa persetujuan sang pembantu, dia segera membuangnya ke tempat sampah.
Tak berapa lama Sarmila mendatangi dapur, sebab dia mendengar kegaduhan.
"Bianca," sapa Sarmila.
"Eh Ibu," balas Bianca di sertai seringai menjengkelkan.
Bianca tahu jika ibunda sahabatnya itu tak menyukai dirinya, tapi dia tak pernah ambil pusing, selama sang sahabat selalu membelanya itu bukan masalah baginya.
"Ngapain kamu pagi-pagi udah di sini?" ucap Sarmila dengan intonasi nada sedikit ketus.
"Emm ... itu Bu, mau buat kejutan buat Juna."
"Dengan ngacak-ngacak dapur saya!"
Sarmila menyisir dapurnya yang berantakan seperti kapal pecah, irisan sayuran di mana-mana, serta tong sampah yang penuh dengan nasi goreng.
"Loh Bi, ini kenapa nasi gorengnya di buang?" heran Sarmila menatap pembantunya.
"I— itu, anu nyonya," sang pembantu hanya melirik Bianca dengan menunduk.
Sedang Bianca, dia membalas mendelikkan mata kepada pembantu itu, dan segera menjawab pertanyaan ibunda Arjuna dengan berkilah, bahwa rasa masakan sang pembantu sangat asin.
Dia juga menjelaskan panjang lebar, sebab dan akibat jika terlalu sering mengonsumsi makanan asin.
"Bianca, kami sudah biasa makan masakan Bi Romlah, kamu ngga perlu mengatur apa yang kami makan, ngga perlu menjelaskan juga, kami tau, sebaiknya, sebagai tamu kamu lebih baik duduk di ruang tamu, ngga perlu ke dapur."
Bianca malu dan tersinggung, dia lantas menundukkan kepalanya, lebih tepatnya dia kesal dan marah kepada ibunda Arjuna yang menegurnya di depan para pembantu.
"Ada apa ini Bu?" tanya Arjuna mendekati keduanya.
Tanpa banyak kata Bianca langsung menghamburkan diri memeluk Arjuna, meminta pembelaan dari sang sahabat.
"Jun, Ibu kamu marah soalnya aku buang masakan Bi Romlah, tapi bener Jun, masakan pembantu kamu itu ngga enak, asin."
Sarmila yang mendengar ucapan Bianca makin tidak menyukai gadis itu, bukannya minta maaf, dia malah membela diri sendiri.
Arjuna yang melihat raut wajah sang ibu nampak kesal, lantas mengajak Bianca untuk sarapan di luar, Bianca mengangguk senang, dia lantas berpamitan kepada ibunda Arjuna.
Bukankah rencana yang bagus, Bianca selalu mendapatkan apa pun yang ia inginkan.
Sebenarnya dia memang sengaja merusak acara masak para pembantu di dapur, sebab dia enggan makan di rumah Arjuna.
Karena dia malas mendengar perkataan Sarmila padanya yang selalu ketus dan sinis. Oleh sebab itu, inilah cara dia membalas perlakuan ibunda Arjuna, dengan mengacaukan acara sarapan pagi mereka.
Sarmila yang tahu akan akal bulus Bianca, lantas mencegah keduanya untuk makan di luar.
"Tunggu!"
"Ngga ada acara sarapan di luar, Juna duduk! tunggu ayah kamu turun kita sarapan seperti biasa."
"Bu ...," lirih Arjuna.
Bianca mendengus kesal mendengar perkataan ibunda Arjuna.
Dia memikirkan kembali berbagai cara untuk membuat Arjuna tetap pergi bersamanya.
"Kamu harus sarapan dan segera pergi ke kantor, bukannya mau ada rapat penting hari ini? kalo kamu pergi sama Bianca, nanti pasti ngga balik ke kantor!" jawab Sarmila telak.
Arjuna menyadari jika Bianca sedang libur syuting, gadis itu pasti akan meminta dirinya untuk menemani pergi seharian.
Arjuna berpikir benar kata sang ibu, hari ini ada rapat penting.
Bianca mendekat dia menggoyang-goyangkan lengan Arjuna seperti anak kecil, "Jun, please," rayunya.
Sarmila yang sudah tak bisa membendung kekesalan lantas memisahkan cekalan Bianca.
"Kamu tau kan tante tadi bilang apa Bianca, hari ini Arjun ada rapat penting! kamu mau bikin kacau perusahaan kami, iya!" ketus Sarmila.
Bianca seperti biasa hanya bisa menunduk mencari simpati dari Arjuna, agar sahabatnya itu membelanya.
Arjuna lantas menarik lengan sang ibu menjauh dari sana, dia tak ingin pembicaraannya dengan sang ibu di dengar oleh Bianca.
Gadis itu tersenyum menyeringai, dia pasti menang juga kali ini melawan ibunda Arjuna.
"Bu aku mohon, kali ini aja, aku janji cuma sarapan aja, ngga kemana-mana," bujuk Arjuna.
"Berapa kali kamu ingkar hah! dari sekolah dulu kamu sering dapet masalah gara-gara Bianca, kerjaan kantor kamu tinggalin gara-gara dia juga, kalo sampe rapat kali ini, sang investor ngga jadi nanam saham gara-gara dia juga, mending kamu keluar dari perusahaan ayah, biar Roni yang gantiin kamu."
Ancaman sang ibu benar-benar membuat Arjuna bergidik ngeri, dia merasa hanya sebatas sarapan, mengapa sang ibu tampak melebih-lebihkan keinginannya, batin Arjuna.
"Ibu tenang aja, cuma sarapan, aku janji ke kantor tepat waktu, ya!" mohon Arjun dengan memegang kedua lengan sang ibu.
"Awas! ibu pegang janji kamu, kalo kamu ngga dateng di rapat kali ini ...," Sarmila membuat isyarat dengan menarik garis di lehernya.
"Beres, makasih Bu, Arjun pamit ya."
Yang tak mereka tahu, Bianca sudah merencanakan akan mengajak Arjuna pergi keluar kota, meski dia tak bermaksud menghancurkan perusahaan Arjuna, tapi kelakuannya itu perlahan bisa membuat perusahaan Arjuna gulung tikar.
Bianca hanya tak menyukai penolakan dari Arjuna, dia seperti melampiaskan kekesalan yang dia dapat dari Rizal sang tunangan kepada Arjuna sang sahabat.
Diam-diam saat Arjuna dan ibundanya berbincang berdua, dia meminta manajernya memesankan tiket ke Bali untuk dua orang, untuk dirinya dan Arjuna.
Bianca berpikir, biasa juga yang menangani perusahaan adalah ayah dan asisten Arjuna Roni, jadi pikirnya tak apa dia bersenang-senang dengan Arjuna.
Benar-benar pemikiran yang tak masuk akal, dia sendiri tahu bagaimana sibuknya sang tunangan, sedang dia tak mau tahu seberapa sibuknya sang sahabat.
Bianca hanya memikirkan dirinya sendiri yang tak ingin mendapat penolakan dari Arjuna.
Mereka akhirnya sarapan di hotel yang di pesan Bianca, gadis itu sangat senang, jika berurusan dengan Arjuna, lelaki itu pasti akan selalu mengabulkan keinginannya.
"Jun ... emmm aku ada syuting di Bali, kamu bisa temenin aku kan?" pintanya manja.
"Kapan?"
"Sekarang."
Arjuna tercengang dengan permintaan gadis di hadapannya ini, bukankah tadi Bianca tahu jika hari ini ia ada rapat penting.
"Maaf Bi, kamu dengerkan tadi, di perusahaan ada rapat penting, mau ngga mau aku harus hadir."
"Halah Jun, kan ada ayah kamu sama Roni, biasa juga mereka yang urus. Ayolah Jun aku takut ke sana sendirian, Sandra ngga bisa nemenin aku," rayunya.
Arjuna menelan kasar salivanya, masih terngiang ancaman sang ibu, jika sampai hari ini dia tak datang ke perusahaan maka kelar sudah karirnya di perusahaan sang ayah.
"Tapi Bi ..."
Bianca mulai terisak berharap sang sahabat mau menemaninya sekarang, dan hal itu berhasil, air mata Bianca itu lah yang membuat Arjuna tak tega.
Lelaki bodoh itu lagi dan lagi pasti akan menuruti keinginan sang sahabat.
.
.
.
Tbc.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!