Ketika rasa sakit tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Maka air mata lah yang akan menjawabnya ~ Grace Elisha Elard
...🦋🦋🦋🦋...
London 07:00 am
Plak! suara tamparan terdengar nyaring bahkan menggema ke seluruh penjuru ruangan. Seorang gadis melengos, mengusap bekas tamparan yang meninggalkan rasa panas dan perih itu. Lewat ekor mata, ia menangkap sosok gadis dewasa tengah tersenyum sinis. Seolah senang melihat pertunjukan itu.
"Dari mana kamu semalam?" Daniel bertanya dengan nada tinggi. Amarahnya memuncak kala mendapati anak bungsunya melewati gerbang secara diam-diam, pagi ini.
"Klub!" jawaban singkat keluar dari bibir Grace. Satu kata, namun berhasil menyulut api kemarahan sang ayah.
Plak! plak! tak tangung-tangung, Daniel mendaratkan dua tamparan beruntun. Terlalu keras hingga membuat Grace jatuh tersungkur dan mendapat luka di sudut bibirnya.
"Ngapain kamu ke sana? mau jadi wanita penghibur, iya?" Daniel terus memojokkan, tak memberi Grace kesempatan untuk menjelaskan.
"Aku pergi ke sana karena mu dad. Kasih sayang mu pada kak Belle membuat ku muak. Aku hanya mencari hiburan, apa itu salah?" setelah diam beberapa saat, Grace akhirnya membuka suara.
"Tutup mulut mu itu, Belle mendengar mu. Hatinya pasti terluka karena ucapan mu!"
"Dan aku tidak?"
"Dad, aku juga manusia biasa yang menginginkan kasih sayang seorang ayah. Setiap kali melihat mu memperlakukan Belle secara spesial, itu membuat ku iri!" lanjut Grace. Mulai mengungkapkan isi hatinya.
"Karena Belle berprestasi dan kau! kau hanya membuat ku malu!" Grace tertawa, malu dari mana. Semenjak kecil Grace selalu mendapatkan nilai terbaik seangkatannya.
Namun Daniel tak pernah mengapresiasi usahanya itu. Lantas, bagian mananya yang membuat Daniel malu mengakuinya sebagai anak.
"Dad, apa kau masih tidak puas dengan pengorbanan ku. Masa kecil ku bahkan tunangan ku. Semua ku korbankan atas permintaan mu. Tidak bisakah kau mencintai ku sehari saja walaupun hanya berpura-pura?" tanya Grace dengan suara lirih. Matanya meneduh, terlihat rasa lelah yang ketara didalam sana.
"Grace, aku dan Alex saling mencintai. Aku tidak pernah berniat mengambilnya dari mu. Alex sendirilah yang memilih ku!" sanggah Belle, membela diri.
"Benarkah?"
"Ya, dan sekarang aku tengah mengandung buah hatinya!" Belle mengusap perutnya yang agak membuncit. Senyumnya merekah, tak sabar melihat ekspresi dari adik sialannya ini.
"Mengandung?" Grace menautkan sebelah alisnya, menatap Belle tajam seraya tersenyum miring.
Bodohnya Belle mengangguk mengiyakan. "Lihat dad, wanita penghibur yang sebenarnya adalah putri mu ini!" sinis Grace meremehkan.
"Grace, dimana sopan santun mu? Belle adalah kakak mu, berani sekali kau menghinanya?"bela Daniel. Sedetik kemudian, Grace tertawa terbahak.
"Kakak? yang benar saja. Tingkahnya bahkan lebih buruk dari pada musuh!" ucapnya sebelum melangkah pergi, meninggalkan ruang tamu dan masuk kedalam kamar tidur.
Grace POV
Aku berdiri di depan cermin, lalu memegang pipi ku yang terasa nyeri. Tak terasa air mataku kembali bercucuran keluar. Pelacur, gadis sialan, anak memalukan, semua kata itu terngiang-ngiang di kepala ku.
Karena lelah, aku membaringkan diri di atas kasur. Lalu mengarahkan sebelah tangan ku untuk menutupi kedua mata ku. Menyedihkan, hidup ku terlalu miris untuk diceritakan.
Tuhan bisakah kau memberiku waktu untuk beristirahat sejenak. Aku lelah sekarang, bisakah kau memeluk ku dan menyalurkan kehangatan mu. Berikan ketenangan mu pada ku. Agar aku bisa tidur dan merasakan kebahagiaan dalam mimpi ku.
...🦋🦋🦋🦋...
Author POV
Disisi lain, tepatnya dipusat kota New York. Seorang Pria dewasa dengan setelan mahal tengah menyesap wine sambil menikmati indahnya pemandangan malam kota New York.
Damian Efrat Wilson, Billionaire muda pemilik Wilson grup. Perusahaan jenjang internasional yang bergerak di bidang penerbangan dan pertambangan. Tentunya sudah bercabang dimana-mana. Termasuk di wilayah Asia. Bukan hanya itu, Damian juga mempunyai bisnis di bidang perhotelan.
Wajah sensual dengan pupil abu yang tajam, membuat wanita di luaran sana terpesona akan ketampanan yang menyerupai dewa Yunani itu.
Diusianya ke-28 tahun yang terbilang cukup matang, kerap kali status menjadi topik pembicaraan awak media. Damian masih sendiri. Menunggu sosok gadis yang menempati hatinya selama ini.
Seringkali, Damian mendapat tawaran perjodohan dari rekan-rekan bisnisnya. Tetapi Damian sama sekali tidak tertarik. Sekali Damian menautkan hati, sampai kapanpun dia tidak akan berpaling.
Damian bertemu Grace 5 tahun lalu, bertepatan dengan pembukaan cabang hotel barunya yang ada di kota London. Waktu itu, Damian merasa lelah setelah melakukan konferensi pers dan memutuskan singgah disalah satu kedai kopi.
Tak sengaja matanya menangkap sosok gadis belia dengan pakaian Seragam sekolah, sibuk menyesap satu cup cappucino hangat.
Wajah cantik yang membuatnya tertarik dan mampu membuat pandangannya enggan teralihkan. Sampai akhirnya pandangan mereka bertabrakan. Damian gelagapan, namun tak berniat mengalihkan pandangan.
Seutas senyum Grace lontarkan, seketika jantungnya berdetak kencang. Hatinya menghangat dan mulai saat itu Damian mengklaim Grace sebagai miliknya.
...🦋🦋🦋🦋...
“Ini sir, informasi yang anda minta!” Adam- sekertaris Damian menyodorkan map coklat pada bosnya. Bibir Damian terangkat, membentuk senyuman smirk.
Adam Alfredo, sekertaris Damian yang sudah bekerja selama tujuh tahun lamanya. Pembantaian keluarga membuat Adam hidup sebatang kara dan terlunta-lunta di jalanan kota.
Beruntungnya orang tua Damian mengajaknya tinggal bersama. Mereka merawat dan membesarkan Adam tanpa membedakan keduanya.
“Dia sudah menyelesaikan kuliahnya?”
“Yes sir, nona Grace sudah menyelesaikan studinya dan wisuda satu bulan yang lalu.“ Adam menjawab pertanyaan dengan sopan. Damian tersenyum penuh arti.
“Lalu bagaimana keadaan perusahaan ku yang ada di kota itu?” Adam mengernyit, tidak biasanya Damian menanyakan hal semacam ini. Apalagi menyangkut perusahaan cabang.
"Beberapa petinggi perusahaan menggelapkan dana, Sir. Saya akan membereskan lalat pengganggu itu dengan segera!" Damian mengangguk singkat, Adam memang orang yang bisa diandalkan.
“Siapkan jet pribadiku. Aku akan menjemput Grace sekarang!” Adam menunduk hormat, kemudian melangkah keluar dan menjalankan perintah.
Baby i’m coming!
...🦋🦋🦋🦋...
London 20:00 PM
Malam ini, taman kota terlihat ramai. Bukan berarti hanya wisatawan dalam negeri saja yang menempati, tetapi beberapa wisatawan dari mancanegara juga ikut memenuhi taman ini.
Jauh dari pusat keramaian, dua orang gadis duduk bersandar pada kepala kursi stainless. Di temani dua cup cappucino hangat. Seolah menambah nikmatnya suasana di malam itu.
Mereka adalah Grace dan Rachel.
Rachel Adaline Caesar, sahabat sekaligus kakak bagi Grace. Mereka bertemu di awal semester perkuliahan.
Semua kepahitan yang Grace rasakan tak luput dari pandangan dan pendengaran Rachel. Seringkali Grace menceritakan semua masalahnya pada Rachel.
Rachel pernah mengajak Grace tinggal bersama di apartemennya. Namun, Grace menolak dan berkata ingin tinggal bersama sang ayah.
Kebencian dan ketidaksukaan ayahnya berusaha Grace pendam. Sebisa mungkin ia bersikap biasa, berpura-pura bahagia dan melupakan semua luka. Miris, tapi inilah takdir. Manusia hanya bisa merencanakan, sutradaranya adalah tuhan.
"Grace, are you okay?" suara Rachel menyadarkan Grace dari lamunan. Penampilannya begitu kacau, mata bengkak dengan lingkaran hitam mengelilingi kedua mata indahnya.
"Ya, aku baik-baik saja. Apa aku terlihat buruk?" Grace menjawab dengan di iringi tawa ringan.
Tidak, jika Grace baik-baik saja. Lalu mengapa dia terus menundukkan kepala. Karena tak tahan akan rasa penasaran, Rachel mengangkat kepala Grace.
Rachel menyibakkan rambut coklat yang menutupi pipi Grace. Bibirnya meringis menahan marah, setelah melihat bekas tamparan yang begitu ketara.
Setelah melalui semua ini Grace masih bisa tersenyum. Hebat sekali, coba tanyakan bagaimana Grace bisa melakukan semua itu tanpa beban sedikitpun.
"Menangis lah Grace, aku tahu kau terluka. Tak usah berakting kuat, kau manusia biasa yang jauh dari kata sempurna."
"Inginnya begitu, tapi keadaan memaksaku agar selalu tersenyum. Aku gadis yang diberi peran kuat dan tegar oleh takdir." lirihnya.
"Sesialan itukah diriku, sampai Tuhan hanya memberiku duka saja. Tidak bisakah dia memberikan suka walaupun hanya sesaat. Suruh dia memberikan ku waktu istirahat, Re!"
“Seorang anak perempuan dilahirkan untuk mendapat cinta dari ayahnya, tapi kenapa itu tidak terjadi pada ku, Re?“ kata Grace meluapkan semua unek-uneknya.
"Aku kehilangan ibu ku, juga tak mendapat kasih sayang ayahku. Menyedihkan, aku kasihan pada diriku sendiri." lanjut Grace.
“Tidak Grace, kau bukan gadis sialan. Berhenti mengatai dirimu sendiri. Aku akan memberi kehangatan keluarga padamu. Ayo kita pulang ke apartemenku!” Rachel menarik tangan Grace, namun ditepisnya ditengah jalan. Grace berhenti seraya tersenyum, sembari mengatakan alasan yang sama.
“Antarkan aku pulang saja, Re. Ini sudah malam, ayah tidak suka aku pulang malam. Dia akan mengatai ku jalaang nanti.”
Rachel mengeram, “baiklah, ayo!”
“Thanks Re, kau mau masuk dulu?” tanya Grace begitu sampai di depan gerbang rumahnya.
“No problem Grace. Aku akan langsung pulang saja, ini sudah malam. See you Grace!” pamit Rachel, seraya melambaikan tangan kanannya, sebelum melajukan mobilnya kembali.
...🦋🦋🦋🦋...
Visual
Damian Efrat Wilson
Grace Elisha Elard
Hai-hai gimana novel kedua author menarik gak? komen ya dibawah dan jangan lupa tekan jempolnya agar author tambah semangat nulisnya 🤗
warning!
cerita ini hanya fiksi yang author buat sesuai dengan imajinasi author jadi mohon untuk tidak dianggap serius. 🙏
Semua gambar yang ada, author cari di pinterest😄
...Ikhlas itu kebohongan, yang benar adalah terpaksa lalu terbiasa. Grace Elisha Elard~...
...🦋🦋🦋🦋...
Setelah mobil Rachel menghilang, decitan gerbang menandakan bahwa Grace masuk kedalam Mansion. Langkahnya terhenti di ambang pintu, mata coklat itu terarah pada ruang tamu yang di penuhi 5 orang.
Alex beserta kedua orang tuanya datang, hendak membicarakan rencana pertunangan putra putri mereka. Grace berjalan mendekat sekedar menyapa mereka singkat.
Karina, ibu Alex langsung mendekapnya erat. Wanita paruh baya itu menganggap Grace seperti anak kandungnya sendiri. Keinginan melihat Grace menyandang sebagai menantu harus dipendamnya kini. mengingat Alex harus mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap Belle.
"Grace, kau baru pulang?" tanya Belle basa basi. Mencairkan suasana yang terjadi.
Karina melepaskan pelukannya. Membiarkan Grace menjawab pertanyaan Belle. "Ya, seperti yang kau lihat!" jawab Grace acuh. Tahu maksud kakaknya.
"Besok, aku dan Alex pergi membeli cincin pertunangan. Kau mau ikut?" tawar Belle.
Semua orang tak terkecuali Alex sendiri terkejut bukan main. Apalagi saat melihat senyuman Grace, mereka kasihan sekaligus merasa bersalah.
"Tentu, jam berapa kalian pergi?" bertanya dengan diselingi senyuman tipis. Siapa sangka, kedua tangannya mengepal erat hingga kukunya memutih kini. Grace merasa sakit sekaligus sesak setelah mendengar pertunangan pria yang dicintainya sudah ditetapkan.
Hening sejenak, sebelum akhirnya Grace kembali membuka suara. "Kabari aku, jika kalian sudah menentukan waktunya. Aku akan istirahat di kamar, permisi!" pamit Grace. Berjalan santai menaiki tangga.
...🦋🦋🦋🦋...
Foto seorang pengusaha terkenal asal Amerika turun dari jet pribadi di bandara kota London menjadi berita sensasional, malam ini.
Terlihat jelas, sosok Damian menuruni Garbarata dengan memakai kacamata hitam. Foto tersebut menjadi pencarian terpopuler.
Semua orang tahu Damian anti memperlihatkan diri dihadapan publik. Ucapkan selamat tinggal pada paparazi yang memotretnya tanpa izin, karena cepat atau lambat dia akan menghilang bak di telan bumi.
“Antar aku ke perusahaan!” ujar Damian tanpa melirik.
"Pergilah!" seorang bodyguard langsung undur diri menyiapkan mobil dihalaman depan.
Adam merupakan orang kedua yang mereka takuti selain Damian. Sikap diam dan tenangnya Adam hanya sebagai kedok untuk menyembunyikan kekejaman yang amat mengerikan.
Adam membunuh mereka yang berani mengganggu bosnya dengan keji, tanpa meninggalkan jejak yang akan membuatnya masuk kedalam jeruji besi. Pekerjaan Adam selalu bersih dan rapi.
"Sir! anda tak ingin rehat sebentar?" Damian mengernyit, menatap Adam sekilas.
"Aku ingin segera menyelesaikan urusanku dan segera menjemput Grace pergi. Kalau kau lelah pergi dan istirahat dikamar hotel. Tapi besok, serahkan surat pengunduran mu!"
"Baik sir! saya akan menulis surat pengunduran diri saya dengan penuh cinta. Akhirnya saya bebas dari segala masalah. Melelahkan sekali menjadi sekertaris anda, sir." langkah Damian terhenti, matanya menajam.
"Hari dimana kau menyerahkan surat pengunduran mu, maka dihari yang sama pula, kau akan melihat dunia ini untuk yang terakhir kali!" seru Damian dingin, penuh dengan ancaman.
Adam meneguk saliva nya kasar, "Besok aku ingin mengikuti Grace, jadi semua urusan kantor harus di selesaikan hari ini!"
“Anda ingin menjadi stalker atau semacam penguntit, sir?” tanya Adam lagi. Kembali memancing emosi Damian. Laki-laki itu tengah memandangnya dengan tatapan membunuh sekarang.
“Kau ingin aku menjahit mulutmu itu?” kesalnya, marah karena Adam mengoceh tanpa henti.
"Maaf Sir!"
...🦋🦋🦋🦋...
Matahari merangkak naik keatas puncak, pertanda pagi yang cerah telah tiba. Grace hendak pergi bersama Rachel mengajukan surat lamaran ke beberapa perusahaan swasta ataupun negeri.
Tadinya Grace ingin menemani pasangan sampah itu membeli cincin. Tapi, Belle masuk kedalam kamarnya dan berkata jika dia tak perlu ikut, pagi tadi. Mungkin kakak tercintanya itu takut perhatian Alex akan teralihkan.
Entahlah, Grace tak tahu alasan pastinya dan ia tak peduli. Perasaan cintanya berubah menjadi kebencian. Penghianatan Alex benar-benar mengoyak hatinya.
Grace bergegas mengambil kunci mobilnya, hanya satu mobil yang Grace punya. Itupun bukan mobil mewah berharga fantastis, tetapi mobil bekas yang masih layak pakai.
Lain halnya dengan Belle, setiap kali Belle berulang tahun. Daniel selalu membelikan mobil baru sebagai hadiah Sedikit iri, namun Grace sudah terbiasa dengan perlakuan berbeda itu.
Decitan terdengar nyaring, tatkala Grace menekan rem tepat di depan halaman apartemen Rachel. Terlihat Rachel berlari menghampirinya dengan raut muka kesal.
"Lama sekali kau. Hampir satu jam aku menunggu. Kau ingin aku marah ya?" cibir Rachel, kesal dengan keterlambatan sahabatnya.
"Maafkan aku Re, jalanan macet. Tadi ada kecelakaan lalu lintas." Grace membual, berharap Rachel percaya dengan kebohongannya.
"Alasan!"
"Ck, kalau tak percaya tak masalah. Kemana kita pergi sekarang?" Grace mengalihkan pembicaraan dan benar saja Rachel terkesiap menyodorkan setumpuk koran berisi iklan lowongan kerja.
Walaupun berasal dari keluarga berada, tak membuat mereka manja dan mengandalkan harta orang tua. Keduanya ingin bekerja keras dan menghasilkan upah.
Tiga jam mereka mondar mandir, ke sana kemari menyerahkan surat-surat tersebut. Entah kenapa matahari begitu terik hari ini. Rasa panasnya pun sampai membakar kulit.
Hingga akhirnya mereka singgah di salah satu kedai kopi di pinggir jalan. Cukup ramai, meskipun tempat dan pelayanan tak sehebat restoran bintang lima. Namun, keramahan pegawai kedai tersebut membuat kesan yang baik di mata pelanggan.
"Ternyata mencari pekerjaan tak semudah yang ku kira, kaki ku pegal sekali!" keluh Grace, memijat pelan lutut sampai tumit kakinya.
"Yah kau benar, kini aku harus mensyukuri semua hal yang ku punya tanpa harus merasa kurang. Pasti di luaran sana banyak rakyat kecil yang bekerja siang sampai malam hanya untuk sepotong roti!" tambah Rachel.
Grace mengangguk setuju, Rachel mengatakan hal yang benar. Bukankah, kita harus bersyukur bisa makan tiga kali sehari dengan porsi yang cukup.
"Aku ke kamar kecil sebentar, kau tunggu disini. Jangan kemana-mana!" Grace mengangguk, membiarkan Rachel beranjak dari tempat duduk.
Grace meraih ponsel yang sedari tadi menganggur. Membuka layar kunci membalas pesan masuk sembari menunggu.
Decitan kursi membuat Grace terperanjat. "Secepat itu?" tatapannya menajam kala melihat seorang pria duduk manis seraya menatanya sendu. Grace kira Rachel sudah selesai.
Orang itu bukan Rachel. Tetapi Alex, seharusnya dia membeli cincin bersama Belle. Lantas, mengapa dia ada disini.
"Kau disini? Aku harap kau tidak meninggalkan kakak ku sendiri. Pergilah! aku tidak mau dia menyalahkan ku atas kepergian mu nanti." seru Grace dingin.
"Aku ingin bicara denganmu Grace!"
"Aku tidak punya urusan dengan mu!" Grace berdiri hendak melangkah pergi. Namun, tangan besar Alex mencengkeramnya erat. Tak membiarkannya beranjak.
Grace menatap Alex tajam, tidak dapat dipungkiri jauh dari dalam lubuk hatinya, Grace masih memiliki perasaan pada mantan tunangannya itu. Apalah dayanya, takdir tak memperbolehkan mereka bersama. Perjuangannya berakhir dengan perpisahan. Perasaannya kandas di tengah jalan.
"Bajingan itu, apa yang dia lakukan di tempat ini?" geram Rachel. Begitu keluar dari kamar mandi langsung mendapati pemandangan yang kurang mengenakkan.
Rachel berlari kencang tak memperdulikan tatapan aneh pengunjung kedai. Dengan kasar Rachel memukul tangan Alex yang mencengkram pergelangan tangan Grace.
Plak! Alex merintih kesakitan. Terpaksa ia melepaskan cengkeramannya dan berjongkok menahan sakit.
"Apa yang kau lakukan disini?" galak Rachel. menarik Grace kebelakang, menyembunyikannya di balik punggung.
"Aku ingin berbicara empat mata dengan Grace, tolong tinggalkan kami?" Alex tidak suka dengan Rachel yang terlalu mencampuri urusan Grace.
"Kau gila! aku tidak akan membiarkan bajingan seperti mu mendekati sahabat ku!" kesal Rachel, menarik Grace pergi dari kedai tersebut. Alex membeku ditempat memandang sedih kepergian sang pujaan hati.
...🦋🦋🦋🦋...
Suasana restauran mendadak suram, dipojok ruangan seorang pria duduk mencengkeram kuat koran yang dipegangnya. Rahangnya mengeras, urat nadinya menonjol keluar. Pertanda pria itu tengah menahan marah.
Damian meraih handphonenya dan menelepon Adam. "Aku tidak mau tahu bagaimana pun caranya, kau harus membuat Grace menandatangani surat pernikahan itu. Ku beri waktu 2 hari!" langsung menutup telfon tanpa mendengar jawaban Adam.
Di seberang sana, Adam menggerutu kesal. Mulutnya bergerak kecil, menggunjing Damian yang menutup sambungan secara sepihak. Adam menjatuhkan dirinya ke sofa empuk, memikirkan rencana selanjutnya. Yaitu menjebak gadis yang menjadi obsesi bosnya.
"Buat saham perusahaan Daniel Elard menurun drastis!"
TBC
warning!
cerita ini hanya fiksi yang author buat sesuai dengan imajinasi author jadi mohon untuk tidak dianggap serius. 🙏
...Ketahuilah bahwa orang yang kamu cintai setengah mati, adalah orang yang akan membuatmu menjadi mati rasa di suatu hari nanti~ Grace Elisha Elard...
...🦋🦋🦋🦋...
Hari pertunangan Alex dan Belle telah tiba, pesta yang begitu mewah diadakan di hotel berbintang lima milik keluarga. Grace menyambut semua tamu dengan senyum mengembang seolah ikut andil dalam kebahagiaan kakaknya.
Aktingnya terlalu bagus, sampai tidak ada yang sadar jika gadis malang itu tengah menahan sakit. Bibirnya memang tersenyum, namun hatinya. beribu luka memenuhi gumpalan merah itu.
Acara berjalan lancar, sampai asisten Daniel mendekat dan membisikkan sesuatu yang membuat raut muka Daniel berubah kecut dalam sekejap.
Keduanya meninggalkan pesta, lalu masuk kedalam kamar pribadi Daniel. "Kau bercanda, bagaimana bisa nilai saham kita menurun drastis secara tiba-tiba. Kemarin semuanya masih baik-baik saja bukan?" katanya sambil memijat pelipisnya yang berdenyut.
"Mr. Wilson menarik semua dana investasinya, tuan. Dengan memakai alasan proyek yang kita tawarkan tidak menarik minatnya!"
Berubah pikiran secepat ini, mana mungkin. Kami baru menandatangani kontrak itu dua hari yang lalu.
"Buat janji temu dengan Adam, aku akan kembali ke pesta untuk sementara waktu. Jangan sampai berita ini tersebar luas. Reputasi ku bisa hancur nanti!" titahnya memerintah.
"Baik tuan!" menunduk hormat sebelum berlenggang keluar.
Semua tamu datang memenuhi kursi undangan. menyaksikan hiburan yang telah disediakan. Kebanyakan tamu didominasi oleh rekan bisnis Daniel. Tak hanya itu, teman-teman Belle juga keluarga besar turut hadir dalam acara tersebut.
Hingga tibalah acara inti yaitu pemasangan cincin dijari masing-masing mempelai. Lagi-lagi Belle membuat Grace terlihat menyedihkan dengan menyuruh Grace membawa dan memegang kotak cincinnya.
Keduanya saling menautkan cincin. Namun, saat giliran Alex menyematkan cincin tersebut. Laki-laki itu menatap Grace singkat, seolah memohon pada Grace agar menghentikan pertunangan konyol ini.
Namun, Alex langsung tahu apa dan bagaimana jawaban Grace. Begitu melihat Grace memalingkan wajah. Dengan terpaksa ia menyematkan benda berbentuk lingkaran dengan satu permata biru itu ke jari manis Belle.
Semua tamu undangan bertepuk tangan, memberi ucapan selamat secara bergantian. Belle nampak bahagia, tapi tidak dengan Alex.
Seandainya malam itu Alex tidak minum, mungkin statusnya masih sama. Sedikit curiga, pagi itu Alex tak menemukan Belle di kamar hotel. Lalu mengapa Belle bisa hamil. Apa mereka benar-benar melakukan hubungan badan.
CCTV juga rusak, tidak ada saksi yang melihat Belle membawanya masuk kedalam kamar. Tapi foto itu, dari mana Belle mendapatkannya.
Acara pertunangan telah usai, Daniel dengan asistennya pergi menemui Damian. Hatinya tak henti-hentinya berdoa, berharap Damian berhasil ia yakinkan. Mungkin perusahaannya akan lengser begitu Damian bersikukuh menolak kerja sama ini.
...🦋🦋🦋🦋...
Indahnya cahaya bulan membuat suasana hati Damian semakin bagus. Ia duduk bersandar, menegak segelas wine seraya menatap bulan dan membayangkan wajah cantik Grace.
Sebentar lagi mereka akan menikah. Rasanya Damian tak sabar mendekap tubuh mungil itu. Lalu, mengumumkan pada dunia jika Grace adalah miliknya.
Ukiran senyuman Damian tak pernah memudar, membuat pegawai yang bekerja bingung dan bertanya-tanya. Memang senyum manis bosnya sangat menawan. Heran, gerangan apa yang membuat bos dinginnya itu tersenyum tanpa henti.
Apa bos habis terbentur?
Apa bos sedang sakit?
Apa di luar hujan uang?
Apa bos punya kekasih?
Bos tampan sekali, aku rela menjadi penghangat ranjangnya!
Ah aku ingin mengambil gambarnya, tapi mungkin tanganku hilang sebelah besok!
Bos mau jadi sugar Daddy ku?
Kira-kira seperti itu kata pegawai yang mayoritas perempuan. Tentu saja, mereka katakan dalam hati masing-masing.
...🦋🦋🦋🦋...
Tok! tok! tok! ketukan pintu membuat Damian mengeram, bayangan wajah Grace memudar. Sedikit kesal. Namun, ia menyuruh mereka masuk.
"Masuk!"
Mendengar Damian memberi izin. Adam membawa seorang pria menginjak kepala 5 itu masuk kedalam. Damian tersenyum smirk mendapati yang datang adalah tamu spesialnya.
"Selamat malam, tuan!" sapa Daniel. Tersenyum ramah, namun tubuhnya bergetar takut melihat tatapan tajam Damian.
"Apa yang membawa mu kemari Mr?" Daniel merapatkan gigi, kesal karena Damian bersikap seolah tidak tahu apa-apa.
"Tuan, saya mohon jangan menarik investasi anda di perusahan saya. Saya akan merencanakan kembali proyek hotel di kota Y dengan sangat baik dan memuaskan anda."
"Saya mohon, beri saya satu kesempatan lagi. Saya akan memperbaiki proposal- nya. Saya tidak ingin perusahaan yang saya bangun dari nol lengser begitu saja!" lanjut Daniel, bersimpuh memohon dengan wajah memelas.
Damian menautkan sebelah alisnya, "aku tidak tertarik dengan ocehan mu. Pergilah, jangan membuang waktu ku." sok mengusir, padahal kepalanya menyusun strategi licik yang akan membuat Grace menjadi miliknya.
"Tidak, apakah anda menginginkan sesuatu. Seperti saham ataupun keuntungan lain?" Damian tergelak. Apa yang tidak Damian miliki sekarang. Hanya Grace yang Damian inginkan.
"Aku ingin salah satu putri mu untuk ku nikahi!" ucap Damian tanpa basa-basi. Daniel menelan ludahnya kasar. Jantungnya berdetak kencang. Terkejut.
Pernikahan, aku tidak ingin mempunyai menantu iblis sepertinya. Tapi kekayaan ku akan hilang jika aku tidak menuruti kemauannya.
Siapa yang harus aku serahkan. Belle, tidak dia putri kesayangan ku. Tidak boleh hidup satu atap dengan iblis sepertinya. Grace, bagaimana caraku membujuk gadis itu. Aku tidak boleh gegabah, sebaiknya aku tanyakan dulu. Mr Wilson ingin menikah dengan siapa.
"Siapa yang anda inginkan tuan?"
"Grace, aku menginginkan putri bungsu mu. Aku tertarik padanya!" jawab Damian cepat.
"Tepat sekali, saya juga ingin menyerahkan dia pada anda, tuan." Damian dan Adam menatap Daniel dengan tatapan jijik. Sudah mereka duga Daniel akan menumbalkan Grace.
"Minta dia menandatangani surat pernikahan itu. Aku akan datang besok dan membawanya pulang!" melemparkan map bewarna coklat itu kebawah.
Secepat kilat Daniel meraihnya. Aku harus segera membujuk Grace untuk menikah dengan iblis ini.
"Kalau begitu, saya permisi!"
Kepergian Daniel membuat Damian sedikit tenang, sedari tadi ia menahan diri untuk tak melukai pria tua serakah itu. Amarah dalam dirinya tergugah, merasa dendam dengan Daniel yang berlaku tidak adil pada gadis yang dicintainya.
"Siapkan segalanya, besok kita pulang!"
...🦋🦋🦋🦋...
Sampai di kediamannya Daniel bergegas masuk, berteriak memanggil Grace. Berulang kali ia memanggil. Namun, Grace tak kunjung datang.
Belle menghampiri ayahnya, "dad apa semuanya baik-baik saja. Kenapa kau berteriak-teriak?" tanya Belle, memegang lengan Daniel menenangkan amarah sang ayah.
Tap! tap!tap! perhatian mereka beralih, menatap ke atas. Grace turun mengenakan baju merah ketat dengan dipadukan rok span di atas lutut. Baju kurang bahan macam apa itu.
"Kenapa dad?"
"Kau ingin pergi kemana dengan pakaian kurang bahan itu?" bukannya menjawab, Daniel malah balik melontarkan pertanyaan.
"klub!" memakai pakaian mini, kemana lagi Grace harus pergi, selain ketempat haram itu.
"Tunggu, aku ingin berbicara dengan mu. Sebelum itu baca dokumen ini!" memberikan map yang di bawanya dari perusahaan Damian tadi.
Grace mengambilnya, perlahan ia buka pengait map tersebut. Dengan seksama ia membaca setiap kalimat yang tertulis.
Tunggu bukankah ini dokumen pernikahan, untuk apa pak tua ini memberikannya pada ku.
"Ini surat pernikahan, kenapa kau memberikannya padaku dad. Bukankah kak Belle yang akan menikah?" Grace mengira itu surat pernikahan Alex dan Belle.
"Tanda tangani dokumen itu!" kata Daniel dengan suara tegas. Mata Grace melebar, mendadak tubuhnya kaku. Sekali lagi Grace membaca dokumen tersebut, mencari tahu nama mempelai pria.
Damian Efrat Wilson, siapa dia. Apa ayah ingin aku menikah dengan pria asing.
“Kau bercanda dad, aku tidak mau." tolak Grace, melemparkan lembaran kertas itu ke atas, membuatnya berhamburan kemana-mana.
Plak! Daniel menampar Grace karena marah dengan sifat tidak sopan nya. "Apa yang kau lakukan?"
Grace tersenyum miring, memegang pipinya yang terasa panas. Seperti biasa Daniel melampiaskan kemarahan dengan cara memukulnya.
"Pukul aku dad, bunuh aku sekalian. Apa aku salah jika menolak. Aku mengorbankan segalanya untuk kebahagiaan mu, tapi tidak dengan pasangan hidup ku. Aku akan menikah dengan pria yang ku cintai!"
“Tutup mulut mu, kau pikir kau siapa bisa menolak perintah ku. Kau hanya anak pembawa sial yang tidak pernah aku inginkan." Grace terdiam, hatinya tercubit mendengar itu.
“Lalu aku harus bagaimana dad, kau tahu betapa sakitnya hatiku mendengar ucapan rendahan mu itu. Aku lelah, tidak bisakah kau tidak menghinaku sehari saja."
"Maka dari itu tanda tangan ini dan kau bisa pergi dari sini. Seharusnya kau bersyukur karena aku menikahkan mu dengan pria kaya raya seperti Mr Wilson."
"Kenapa tidak kak Belle saja yang menikah dengannya? kenapa kau malah menyuruh anak tidak tahu di untung seperti ku?" tersenyum hambar, menyeka air mata diujung kelopak.
"Belle sudah bertunangan, hanya kau yang bisa aku serahkan. Meskipun Belle tidak punya tunangan, aku tidak akan pernah menyerahkannya pada pria kejam seperti Damian!"
"Lalu kau menumbalkan ku?" sendunya, menahan sesak di dada.
"Kau bisa melaluinya, aku percaya itu. Lagi pula kau tidak berharga bagiku." lagi, kebencian itu lagi. Sebenarnya apa salahnya sampai membuat Daniel membencinya.
Tuhan seandainya kau memberiku pilihan, maka aku memilih untuk tidak lahir di dunia yang kejam ini. Dimana ayahku sendiri menggoreskan luka pada hati ku. Aku benci diriku, hidup ku, semua tentangku.
"Dad, apa benar-benar tidak ada setitik cinta di hati mu untuk ku?" Daniel terdiam, tak bisa menjawab.
"Aku mohon Grace, tanda tangani dokumen itu. Kau tidak mau keluarga kita hidup serba kekurangan bukan?"Grace tergelak. Keluarga yang mana, keluarga yang membuatku hidup dalam keterpurukan.
"Kau menukarkan aku dengan harta dad, setidak berharga itukah aku?"
"Yah kau tidak berharga bagi ku!" bagai disambar petir Grace terdiam setelah jawaban Sang ayah. Ternyata cinta yang ia miliki tidak bisa meluluhkan hati batu ayahnya.
Baiklah, seperti yang kau inginkan Tuhan, aku menyerah. aku tidak akan pernah meminta ataupun mengemis kasih sayang lagi. Hari ini kau benar-benar membuat ku hancur. Aku ucapkan selamat, karena aku mengaku kalah.
"Baiklah akan ku tanda tangani, anggap ini sebagai kebaikan terakhir ku. Setelah ini jangan menganggap ku sebagai putri mu, karena kita tidak punya hubungan apapun lagi!" Daniel dan Belle terkejut.
"Terserah kau saja!" serunya, kemudian mengambil pena dan memberikannya pada Grace.
Apa yang kau harapkan Grace, tidak mungkin ayahmu mempertahankan gadis sial seperti mu. Jangankan menolak, menanyakan alasannya pun tidak.
Dengan gemetar, Grace membubuhkan tanda tangan. Sekarang ia telah menjadi istri seseorang yang sah dimata hukum.
TBC
warning!
cerita ini hanya fiksi yang author buat sesuai dengan imajinasi author jadi mohon untuk tidak dianggap serius. 🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!