NovelToon NovelToon

Malam Panas Di Monaco

LOVELESS MARRIAGE Part 1. The TOP Earning Lawyers

Aku mengerjab merasakan cahaya matahari yang masuk ke mataku. Dan kepalaku sakit! Aku Charlotte Blaine, 32 tahun, hangover, in middle of somewhere! Fu*ck!

"****! Dimana aku... " Sebuah selimut menutup badanku. Dan memakai sebuah t-shirt putih besar. Baju pria?! Hot-pant ku masih yang kupakai semalam. Did I have se*x last night? Aku mengedarkan pandanganku ke kamar ini. Ini kamar presidential suite besar, ini jelas masih di Monaco Beach, tapi ini bukan kamarku, kamar siapa?

My Godness, terakhir ku ingat adalah aku masuk dan minum sendirian, merasa sedih di bar pinggir pantai hotel ini, dan kemudian tampaknya seseorang bicara padaku. Tapi aku bahkan tak ingat wajahnya. Dan sekarang aku berada entah dimana dengan memakai baju seorang pria! Celana jeans pendekku masih ada, lingerieku masih ada, apa pria ini yang memakaikannya. ****! Ini gara-gara Joshua  sialan itu! Dia harus membayar ini.

Tasku? Aku membawa tas dan ponselku. Aku mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan dan mendapatkan tas selempangku ada di sofa putih di ruangan depan.

Aku melangkah turun dari ranjang besar itu. Sepatuku tergeletak dibawah kakiku, baru dua langkah aku melangkah. Seseorang pria tiba-tiba dengan jubah mandi muncul dari pintu bagian dalam. Aku berteriak kaget dan dia juga mundur selangkah karena teriakanku.

"Hei, kau sudah bangun?" Dia bertanya sambil mengeringkan rambutnya sementara aku masih berusaha keras mengumpulkan ingatanku.

"Kau siapa?" Pria berambut coklat gelap pendek yang masih basah itu tersenyum kecil. Dia tampan, mata abu-abunya menghipnotis dan posturnya bagus. Walaupun begitu, sialnya aku bahkan masih tidak ingat siapa dia. Apa aku sudah tidur dengannya?! Aku dikamarnya, bajuku adalah bajunya dan dia mandi! Sial,sial dan sial!

"Kau tidak ingat siapa aku? Kau tidur di ranjangku?" Dia menyeringai lebar sambil melipat tangannya dan bersender di dinding. Aku benar-benar bodoh, menyumpah didalam hati ini tak akan menyelesaikan masalahku.

"Apa kita... " Aku ingin bertanya apa kami melakukannya. Aku benar-benar kacau! Mukaku langsung panas.

"Bagaimana menurutmu?" Dia tertawa. Sial! Aku tak pernah tidur dengan orang asing yang bahkan aku tidak tahu namanya. Apa dia bersih? Bagaimana kalau dia punya penyakit menular. Kali ini aku benar-benar kacau.

"Duduklah, kepalamu sakit? Aku akan mengambilkanmu kopi. Itu akan menolong." Aku jelas berantakan, aku mabuk. Apa aku muntah disatu tempat. Aku mungkin melakukan unprotected s*ex. Ini jelas bencana! Walaupun dia tampaknya tak begitu buruk.

"Aku Ethan Brown, jika kau tak bisa mengingat namaku, Charlotte... " Dia maju ke depan meja dan menuangkan kopi dari mesin kopi. Aku duduk di kursi berseberangan, untunglah aku tidak ditemukan oleh seseorang psycopat yang akan menjual ginjalku. Aku bersyukur diantara nasib burukku akhir pekan ini.

"Apa aku melakukan sesuatu yang buruk semalam ..." Aku memandangnya, ini kacau aku tak bisa menemukan satu jejak memori pun kenapa aku bisa berakhir di kamar pria ini.

"Tidak, kecuali kau banyak minum dan banyak bicara..." Dia menawarkan English breakfast, toast hangat, sandwich dan buah-buahan potong yang tampaknya baru diantar.

"Apa yang kubicarakan?"

"Banyak hal... " Dia menatapku, aku pasti meracau hal-hal aneh tentang kekesalanku terhadap Joshua. Aku mengajaknya ke Monte Carlo untuk menemaniku, tapi dia malah memanfaatkan kesempatan ini untuk menggoda wanita lain dibelakangku. Kami memang tak punya ikatan selain teman dekat atau partner se*x, tapi tak pantas sekali dia menggoda wanita lain saat dia bersamaku.

"Makanlah... kau perlu makan sesuatu, ini sudah jam 11 siang. " Dia melihatku sedang melamun. Aku mengambil sepotong sandwich, aku memang merasa lapar, walaupun kepalaku masih berdenyut sakit tapi setidaknya pria ini adalah pria sopan.

"Terimakasih... setidaknya aku tak berakhir di kamar perampok. Apa aku terlihat menyedihkan bagimu?" Aku menertawakan diriku sendiri. Aku ingin menagis sebenarnya. Sambil menyesap kopiku. Setidaknya segelas kafein bisa membuatku berdiri lagi.

"Well, setiap orang punya masalahnya sendiri Charlotte, begitu juga aku. Aku tak berdiri disini untuk menghakimi apapun darimu." Aku menatapnya. Dia duduk didepanku sambil mengaduk kopinya.

"Aku harus pergi. Kita mungkin tidak akan bertemu lagi. Tapi terimakasih buat semua ini."

"Bagaimana kau yakin kita tidak bertemu lagi, Charlotte. Kita tinggal di kota yang sama." Aku menatapnya. Dia tersenyum menatapku. Dia punya senyum yang hangat. Aku menyukai caranya tersenyum.

"Kau tinggal di London?"

"Mostly..."

"Lebih baik tidak Ethan ... " Dia diam.

"Aku akan check out dan mengejar pernerbangan ke Nice, kau mau ikut, bagaimana kalau makan siang di Nice, kapan kau akan kembali ke London?"

"Tiketku jam enam sore."

"Makan sianglah denganku. Untuk sekali merayakan pertemuan kita karena mungkin kita tidak akan bertemu lagi..." Sekarang aku tertawa.

"Kenapa kau bersusah payah untuk wanita yang tidak akan kau temui lagi Ethan."

"Kau tak pernah tahu bagaimana takdir bekerja Charllote, buktinya kau berakhir di ranjangku tadi malam." Wajahku langsung panas. Aku menatapnya dan menyadari bahwa aku bukanlah berhadapan dengan pria biasa. Pria biasa tidak menyewa kamar terbaik di hotel bintang lima Monaco Beach dan dia sangat tampan sebagai nilai tambah.

“Aku bahkan tidak punya ingatan apapun soal semalam.”

“Mungkin aku bisa membantu mengingatkanmu nanti.” Dia menaikkan alisnya padaku dengan lucu. Dia menggodaku.

"Aku punya persyaratan untuk itu..."

"Katakan..."

"Kita boleh bicara apapun, tapi tidak akan membuka indentitas pribadi kita, atau bertukar kontak, karena kita tidak akan bertemu lagi." Dia tersenyum kecil mendengar persyaratanku. Itu membuatku berpikir apa artinya.

"Baiklah. Setuju."

\================****============================

"Aku tak pernah berpikir akan menikah..." aku mengucapkan itu ditengah kota Nice di minggu siang penuh matahari. Duduk diantara semilir angin hangat laut Mediterranean di Le Pengoir, sebuah restaurant menakjubkan di tepian tebing pantai La Riviera, Nice, France. Hanya sekitar 20 menit dari Monaco Beach Hotel.

"Kenapa ..." pertanyaan yang pendek tapi penjelasannya terlalu rumit untukku.

"Mungkin karena aku terbiasa melihat pernikahan adalah sesuatu yang rumit, menyakitkan dan ... mahal." Aku tertawa, karena aku adalah Charlotte Blaine, pengacara perceraian paling berhasil di London. Aku dan timku selalu berhasil memenangkan banyak kasus tuntutan klienku dengan nilai perceraian paling fantastis di Inggris.

Dan perjalananku ke Monaco ini adalah bonus karena aku baru saja memenangkan kasus pembagian kekayaan paling fantastis tahun ini, Ian Scotia dan Maria Schwartz, menikah 20 tahun dengan nilai kekayaan diatas kertas 500juta euro. Bukankah pasangan-pasangan ini aneh, mereka menikah penuh cinta dan kemudian saling menyewa pengacara untuk saling menghabisi satu sama lain di pengadilan dengan berbagai drama menyertainya.

Pernikahan hanyalah omong kosong bagiku. Cinta adalah itu tidak ada, itu hanya pengaruh sebuah sebuah hormon yang beredar ditubuhmu dan membuat otakmu sedikit kehilangan rasionalitas bahkan fungsi fisiologismu menjadi tidak normal.

Bahkan Ibuku membenci mantan suaminya dan berjuang sendiri membesarkanku. Jadi apa yang harus kupercayai. Sebuah cerita Cinderella? Dari pertama aku mendengarnya aku tahu itu hanyalah dongeng pengantar tidur.

"Well, bisa jadi kau benar..." Aku tersenyum pada pria didepanku saat dia menyetujuiku.

"Untuk cinta yang tak realistis bagi kita. Mari kita menertawakannya." Aku mengajak toss champagne. Ethan tertawa dan menyambut toss ku.

"Tentu saja, untuk cinta yang membinggungkan, dan... mahal ...." kami berdua tertawa ketika gelas kami berdenting.

"Dan siapa Joshua yang kau sumpahi semalam sebagai bastard..." pertanyaan lanjutan itu membuatku terbatuk. Dan dia menyeringai lebar.

LOVELESS MARRIAGE Part 2. A Good Samaritan

"Well, dia hanya teman yang tak tahu diri..." aku menolak membicarakan partner pria sialan itu.

"Bagaimana kau sendiri, apa yang membuatmu terdampar sendirian di Monaco, kau single atau menikah."

"Aku belum menikah, aku sering binggung menilai kalian wanita... Mungkin itu sebabnya aku terdampar di Monaco sendirian, dan aku sudah melewati banyak fase untuk percaya sebuah kata cinta. Dulu aku mempercayainya, sekarang kupikir bagiku cinta itu realistis, s*ex, status, kenyamanan dan sebuah dorongan untuk menguasai sesuatu." Aku mengerti, pria ini telah banyak bertemu gold digger cantik, sehingga mungkin dia sekarang terlalu ahli untuk dibodohi.

"Hmm... , wanita cantik dan kebutuhannya. Itu yang kau maksud bukan." Aku tertawa, pria kaya itu punya dua mata pedang. Dia mudah mendapatkan siapapun, tapi disisi lain itu karena nominal yang tertulis di dirinya, para wanita menyebutnya realistic love. Tapi mungkin mereka menyebutnya "gold digger".

"Ketika mereka tahu siapa aku, gadis-gadis itu mengerumuniku. Berharap aku membawa mereka, semurah itukah mereka tertarik pada dollar, kadang aku sengaja memanfaatkan mereka, tapi itu adalah kesalahan mereka sendiri. Mereka miskin idealisme dan penghargaan atas siapa diri mereka. Maaf aku tidak menyinggungmu, aku tidak berkata semua sama, hanya aku banyak menemukan hal seperti itu."

"Aku mengerti apa yang kau maksud, kau tidak salah... Beberapa wanita cantik diluar sana menyalahgunakan kecantikan mereka untuk membuat hidup mereka lebih mudah, kadang itu bisa disebut realistik tapi kadang mereka bisa saja terlalu malas... mereka menganggap itu pintar " Aku tersenyum sambil menyesap champagneku. Mengalihkan pandanganku ke garis horizon laut luas yang terbentang di depan kami. Laut selalu indah, warna birunya selalu mempesona.

Jika mungkin ayahku tak meninggalkan Ibuku, aku akan punya kehidupan berbeda dari ini. Aku tak bakal terlalu keras pada diriku sendiri, atau sebuah hubungan. Kadang ini melelahkan, tanpa tempat bersandar. Berusaha bersikap tegar, menjadi super woman yang dikagumi dan tak tersentuh. Sometimes, I just need some friend to lay down. Someone I trust with all my heart.

"Tempat ini sangat indah, terima kasih mengajakku kesini." Aku tersenyum sementara mata abu-abu gelapnya gelapnya menatapku. Pria didepanku ini juga indah.

"Terima kasih sudah menemaniku hari ini. Setidaknya aku punya teman bicara yang baik."

"Apa aku bicara sesuatu yang memalukan semalam padamu... " Ethan tersenyum kecil.

"Rahasiamu aman padaku Charlotte... orang mabuk mengatakan hal-hal yang tidak mereka sadari, bahkan mereka cenderung menyangkal itu. Tak apa untuk mengakuinya sesekali." Jadi benar aku bicara banyak hal semalam.

"Aku memalukan semalam bukan?"

"Must be hard sometimes, I get it. But you’ll be ok at the end." Sebuah kalimat yang membuat mataku panas.

Itu sebuah kalimat sederhana yang membuat emosiku bergejolak. Memukul kesadaranku. Entah kenapa tiba-tiba aku menjadi cengeng sekarang. Sebutir air mata bergulir. Joshua sialan itu membuat liburanku menjadi tangisan, aku membencinya. Membuatku disini tidur seranjang dengan pria asing yang bahkan aku tak tahu namanya.

"Hei, kau baik-baik saja.... " Aku dengan cepat menghapus air mataku. Tetap saja butir ke dua merembes disisi lain. Dia pindah ke sampingku.

"I'm sorry... I must be out my mind." Aku mengalihkan pandanganku darinya dengan cepat. Pria asing ini melihatku menangis. Bahkan Ibuku tak pernah melihatku menangis, karena aku tak mau dia bersedih untukku.

"Charlotte... here ..." dia memberiku tissue. "please don't cry, people will hate me and will make me jump to cliff down there since I look like a badguy. You can slap me in the face right now, but please don't cry." Aku langsung tertawa. Dia mengelus punggungku. Aku memandangnya, dia pria yang baik . Orang asing ini, teman tidurku semalam. Setidaknya dia bukan orang yang meninggalkanku begitu saja.

"Thanks, kau tidak perlu melakukan semua ini. Tapi kau membawaku kesini, kau bisa saja meninggalkanku dikamarku sendiri setelah selesai. Dan bahkan aku tak tahu apa yang terjadi... aku memang kacau." Dia tersenyum melihatku menyesali semalam, yang sebenarnya aku tidak ingat sedikitpun apa yang terjadi.

"Semalam, tidak ada apapun terjadi. Aku tak mau memperkosa wanita mabuk, itu bukan gayaku." Giliranku tercengang.

"Apa?" Aku sekarang binggung, jelas-jelas aku berganti pakaian.

"Kau hanya memuntahi bajumu sendiri dan langsung tidur dengan pulas, setelah puas minum dan meracau hal-hal sedih, kita bahkan tak tidur sera*njang, aku tidur di sofa. Kau akan baik-baik saja. Jika itu bisa membuatmu lebih baik. Aku mengganti bajumu, membersihkan tubuhmu, melihat sedikit... cuma itu yang terjadi." Aku tak bisa bicara sekarang, aku hanya menatapnya.

"Kenapa kau tak bilang dari awal ..."

"Aku hanya suka ekspresi binggungmu. Itu lucu menurutku." Dia tertawa. Aku memukul lengannya.

"Jadi kau hanya Samaria yang baik hati..."

"Well, itu pujian. Terima kasih sudah memujiku dengan tulus... " Senyumnya terkembang dan sebuah detakan aneh dijantungku untuk pria asing didepanku ini. Sayang sekali, tapi kami tidak akan bertemu lagi. Dia bisa jadi teman cerita yang baik.

"Sudah hampir jam empat, aku akan mengantarmu ke airport. Aku akan membayar billnya dulu."

"Biarkan aku yang membayar ..." bagaimanapun aku berhutang kepada penolongku ini.

"Tidak, kau tak ingat aku Samaria baik hati, dia juga memberi makan pasiennya ... Izinkan aku berbuat satu kebaikan lagi padamu sebagai orang asing." Aku tertawa lepas. Kubiarkan Ethan membayar.

Kami sampai di airport dengan mobil sewaannya, sepanjang jalan kami pembicaraan kami mengalir dengan mudah. Akhirnya aku punya akhir liburan yang tidak begitu mengecewakan.

Saatnya berpisah dengan orang asing yang baik hati ini.

"Thanks Ethan,...aku harap kita punya banyak waktu lagi. Ini sore yang menyenangkan. Terimakasih sudah menghiburku. Aku senang bisa bertemu denganmu." Aku mengucapkan terima kasih dengan tulus.

"Tentu, kita melewatkan waktu dengan penuh kesenangan. Aku harus mengatakan terima kasih juga untukmu." Kami berpandangan dan saling tersenyum. Terakhir kalinya aku melihat orang asing ini.

"Aku harus pergi... "

"Aku akan bantu menurunkan kopermu." Dia dengan cepat membuka pintu bagasi.

Aku berterima kasih sekali lagi dan menset pegangan koperku, aku siap pergi.

"Take care Ethan...Gos Bless You." Itu kata perpisahanku untuk Samaria baik hati ini. Aku mengulurkan tanganku untuk bersalaman.

Tapi diluar dugaanku dia maju merangkul pinggangku dan mencium bibirku dengan cepat. Aku membelalak, dan jantungku berdetak dengan cepat. Ciuman itu tidak lama, tapi tak cukup waktu untukku untuk mengatakan apapun.

"Pergilah, kau akan baik-baik saja. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri Charlotte. Itu ciuman perkenalan dariku." Ciuman perkenalan?

"Apa maksudmu ...perkenalan... "

"Kau akan tahu nanti..."

"Pergilah, atau aku akan membuatmu benar-benar tidur bersamaku, jika kau tak pergi sekarang juga." Dia menyeringai lebar.

"Jangan harap aku memberimu kesempatan seperti itu saat aku sadar." Aku berkacak pinggang dan Ethan langsung tertawa.

"Aku tahu kau akan mengatakannya. Pergilah sebelum kau ketinggalan pesawat."

"Baiklah, bye Ethan ...."

"Bye Charlotte.... " Aku menatapnya sekali lagi. Tidak mungkin kami akan bertemu lagi. Walau mungkin akan menyenangkan bisa bertemu dengannya lagi.Kami hanyalah orang asing yang kebetulan bertemu. Selamat tinggal Ethan.

LOVELESS MARRIAGE Part 3 . Good Samaritan 2

Aku berjalan menatap Joshua dengan perasaan sebal saat dia muncul di depanku dalam rapat mingguan para senior partner Allen and Colleen LLP, London .

“Menjauh dariku Josh!” Aku Charlotte Blaine, 32 tahun. Posisiku adalah senior partner Allen dan Collen LLP. Sebuah law firm prestigious dengan lebih dari 60 senior partner, ribuan junior partner dan paralegal yang bernaung dibawahnya, kami memiliki lebih dari lima puluh cabang di kota besar seluruh dunia. Aku sekali lagi ada di top earning partner semester ini, bukan hal yang mengherankan bagiku karena namaku sudah terkenal seantero UK untuk pengacara perceraian mahal, dan aku selalu memuaskan klienku. Dan tambahan aku pengacara termuda untuk gelar senior partner disini.

"Oke, aku tahu aku salah Charlotte, aku minta maaf sekali lagi, kau bisa membunuhku dengan tatapanmu itu. Kemarin tak berjalan baik. Itu salahku." Joshua Menard, pria tampan berumur sama denganku ini akhirnya duduk disebelahku. Jika bukan karena pamannya adalah Mayor of London, dia tak akan mungkin duduk disini sebagai senior partner. Dia disini karena punya banyak koneksi orang-orang terkenal dan tambahan ketampanannya yang membuatnya sering menjadi muka depan law firm ini. Baiklah, dia memang bagus di hukum korporasi International. Tetap saja dia punya relasi besar, bukan sepertiku yang merangkak dari bawah.

"Kita sedang meeting Josh, kau mengganguku." Aku menjauhkan diriku, aku masih marah padanya. Dia merusak liburanku dan membiarkanku menangis di depan orang asing.

Aku tahu kami memang hanya teman yang berlibur bersama, aku tahu hubungan kami tanpa status, tapi dia menggoda gadis lain saat bersamaku. Dan aku bertengkar dengannya kemarin sampai aku menangis dan minum sendiri dan berakhir bertemu Ethan. Teman mesra ini kadangkala membuatku terjebak dengan perasaanku sendiri.

Dia tak berani menentang mataku dan memilih menghindari bertatapan denganku kemudian. Aku sangat kecewa padanya, memang kami tidak punya komitmen apapun dalam hubungan kami. Tapi setidaknya dia menghargai kebersamaan kami di Monaco kemarin. Dan membuatku harus merasa begitu buruk setelahnya.

Dia terdengar menghela napas. Aku mendiamkannya. Dia dan aku teman dekat "with benefit" selama setahun belakangan, dia tahu aku tak mau terikat dalam hubungan resmi. Dan aku nyaman dengan pembawaannya yang santai dan penuh humor. Kurasa beberapa saat aku seperti menemukan penyeimbang untuk kehidupanku yang penuh tekanan dan Joshua yang penuh kesenangan. Tapi Joshua menganggap hubungan kami serius, dari pertama dia mengangapku kekasihnya.

Apa yang terjadi di Monaco adalah dia mencoba membuatku cemburu dengan menggoda gadis lain. Dan setelahnya aku merasa terpuruk.

"Charlotte makan malamlah denganku. Bagaimana kalau kita menonton pertunjukan ballet. Kau tidak dalam kasus penting bukan. Ada Bolshoi Don Quixote sedang pentas aku sudah membeli tiketnya." Joshua menyusul langkahku seusai meeting menuju ke ruanganku.

Dia sedang merayuku untuk permintaan maaf , dia tahu aku menyenangi ballet. Sebaliknya dia tidak menyukainya, pernah sekali dia malah tertidur di tengah pementasan balet klasik yang kutonton dengan penuh penghayatan.

"Pergilah Josh!" Ada Bolshoi Rusia pentas! Don Quixote, aku belum pernah menonton cerita cinta Kitri dan Basil itu. Aku ingin menontonnya, tentu saja. Tapi tanpa dia karena aku sedang kesal dengannya, dengan cepat kuketikkan nama pentasnya, sial VIP sudah habis, tinggal tiket biasa di podium umum. Itu jauh dan tidak memberikan view bagus untuk pertunjukan istimewa seperti itu.

Aku menghenyakkan diriku dengan kecewa sesampainya diruanganku. Joshua yang tetap mengekoriku duduk dimejaku sekarang.

“Kenapa kau disini!” Aku tetap belum mau berdamai dengannya.

"Tidak ada lagi sisanya sekarang, sudah habis. Tapi aku punya dua untuk Jumat Malam." Dia menyeringai lebar, sambil melipat tangannya dan aku menatapnya dengan kesal.

"Serahkan tiketnya padaku!"

"Makan malamlah denganku." Makan malam, itu berarti aku merindukannya lagi menyentuhku. Dia selalu bisa membuatku merasa istimewa.

"Tidak." Aku membuang muka.

"Mereka baru pentas lagi tahun depan di London, dan belum tentu dengan cerita yang sama. Dan kejutan ..... Ada ... Artemy Belyakov ... " dia berdiri didepanku dan menyebutkan nama itu didepan mukaku dengan penekanan. Itu nama aktor ballet tampan yang sedang melejit sekarang.

"Kau menyebalkan..."

"Aku tahu, tapi demi celana ketat Belyakov kau pasti menganggapku baik hati.” Aku mati langkah, dia tersenyum lebar.

"Keluar dari kantorku!" Aku mengulum senyumku, dan dengan cepat dia tertawa karena merasa menang.

Dia beralih duduk didepanku. Aku menatapnya saat dia mengambil tanganku dan membawanya ke pangkuannya.

“Aku minta maaf, kau tahu aku hanya mengedipkan mata padanya untuk bercanda, tapi kau mengangap aku serius, kau bereaksi terlalu berlebihan, apa aku pernah tidak memperhatikanmu selama ini. Jika aku tidak perduli padamu, apa kita tetap bersama setahun ini. Charlotte, apa yang kau inginkan katakan padaku." Aku masih tak menjawabnya. “Kau cemburu pada gadis yang namanya saja aku tak tahu? Akan kukatakan kau jadi pacarku kepada semua orang di kantor ini. Tapi kau selalu hanya mengatakan aku hanya teman, apa yang kau inginkan sebenarnya.” Aku tak bisa menjawabnya. Dia selalu berkata aku terlalu keras pada diriku sendiri, mungkin dia benar.

“Maafkan aku sweetheart...”

Aku juga tak tahu. Aku ingin berteman, tapi kami jelas-jelas lebih dari teman. Aku tak suka komitmen. Tapi Josh bersedia melakukannya dan sialnya aku terperangkap perasaanku sendiri padanya. Aku memang menyukainya....

“Fine! Jumat malam!” Aku menyerah, dia terlalu manis. Aku membutuhkannya. Dia tersenyum lebar dan memberiku ciuman.

"Sampai jumpa jumat sore, aku akan menjemputmu jam 4... Aku harus ke Brussel dulu. Love you Honey..." dia melambai dengan gaya yang dibuat-buat membuatku ingin melemparkan sesuatu kepadanya.

"I hate you Josh..."

"I know, but you need me Honey."

"Get out bastard!" Aku meremas kertas tak terpakui dimeja dan melemparkan padanya. Dia menangkapnya dengan tertawa dan dengan cepat menutup pintu sambil menyeringai lebar.

Aku menghela napas panjang. Haruskah aku mencoba menerimanya. Cinta? Cinta membuat Ibuku harus hidup sendiri, berjuang sendiri, setelah ayahku meninggalkannya, membuatku merasa terbuang bertahun-tahun.

Aku tak mempercayai cinta.

"Nona, Ny. Anna Bowen sudah datang." Aku mendengar intercomku berbunyi kemudian.

"Baiklah, pandu dia ke ruangan meeting Gina. Minta Albert dan Elly bersiap mendampingiku."

Aku mempersiapkan diri menerima tamuku. Elly menerima high value cases, sebuah kasus perceraian yang menyertakan "marital wealth" dengan jumlah fantastis dan wanita itu dengan jelas menyebutkan namaku yang dia inginkan untuk mendampinginya.

Aku belum menbaca salinan kasusnya, biasanya aku langsung bertemu klienku dulu untuk melihat apa aku akan mendampinginya.

Aku masuk ke ruang meeting dan seorang wanita yang rambutnya sudah memutih bersama seorang pria yang sepantaran dengannya terlihat disana.

Apa mereka orang tua orang anaknya yang akan bercerai? Tak biasanya orang tua mengurus kasus perceraian anaknya. Aku berpikir kemungkinan dari kasusku.

"Nyonya Bowen ini miss Charlotte Blaine,  Miss Charlotte ini Nyonya Bowen yang memintamu mendampinginya dalam permintaan perceraiannya dengan Tuan Alan Bowen." Aku terkejut, aku memandang wanita ini setidaknya kurasa dia sudah berumur 60 tahun. Sangat jarang ada kasus di umur seperti ini.

"Nyonya Bowen, senang bertemu Anda." Aku menjabat tangannya.

"Miss Charlotte, kupikir kau akan sedikit lebih ... matang. Ternyata kau masih begitu cantik, maafkan aku, aku berpikir seorang pengacara perceraian sudah pasti berusia lebih matang, tapi ternyata kau sangat muda." Bukan sekali dua kali aku mendapatkan pernyataan seperti itu, aku tersenyum.

"Bukan Anda saja yang mengatakannya Nyonya, dan saya pun terkejut mendapat calon klien di usia seperti Anda. Maafkan saya rata-rata klien saya sedikit lebih muda." Kami berdua tertawa bersama. Nampaknya dia tidak tersinggung dengan perkataanku.

"Saya tahu, tapi saya berpikir di sisa umur saya, saya ingin merasa bahagia lagi. Anak-anak  saya sudah besar, mereka sudah menemukannya dunia mereka sendiri. Ada kalanya saya ingin merasa dicintai sekali lagi di sisa umur saya, jadi saya memutuskan menemui Anda." Dia mengenggam tangan laki-laki  disampingnya. Ini pastinya kekasih barunya. Ini menggelikan bagiku  dan sangat absurd. Tapi aku tak perduli. Dia calon klienku dengan jumlah persentase dollar yang tinggi tentunya.

 

"Baiklah, sebelum saya meriview kasus Anda. Ceritakan tentang perkawinan Anda dan apa yang Anda inginkan dari saya." Aku mulai membuka buku catatanku dan duduk bersender di kursiku.

Wanita dengan rambut sudah hampir seluruhnya abu-abu yang  bernama Anna itu mulai bercerita dan aku mendengarkan dengan tenang sambil mencatat apa yang dia katakan.

 

Dan kesimpulan dari semua ceritanya adalah sang wanita ingin bercerai tapi suaminya tak ingin melepaskannya.

Well, harus kukatakan kali ini adalah kasus berat. Aku berkali-kali menghela napas panjang tertahan mendengar semua ceritanya selama hampir setengah jam kemudian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!