NovelToon NovelToon

REMEDIAL

Ambisi Mima Ayumna Lenkara

Jakarta 2019

Jemari lentik Mima Ayumna Lenkara memulas touchpad laptop dengan begitu anggun, menunggu sebuah surat elektronik yang sangat istimewa, saking istimewanya dia bahkan sampai menyewa sebuah deluxe room di hotel bintang lima untuk dirinya sendiri.

Kemudian jari telunjuknya mengait cuping cangkir yang berisi susu panas, meski sejak dua hari tidak enak badan, Mima tetap bersemangat menunggu kabar yang dia yakini sebuah keberhasilan untuknya.

Penunjuk waktu digital  menunjukan angka 19 lebih dua puluh lima menit, Mima beralih ke laman media sosial dan menampilkan akun pribadi milik seseorang. Dheo Derzola, lelaki istimewa saat mereka sama-sama sekolah di Madrasah Aliyah Negeri - Padang Pariaman, kini Dheo seorang penulis terkenal, Mima senang meski hanya melihat Dheo dari aktivitas sosial media yang dia bagikan.

Padahal pemilik akun sesekali memamerkan kemesraan berama istri dan anak mereka. Mima sering memberikan komentar melalui direct massage pada setiap postingan Dheo, kali ini Mima menautkan alisnya saat melihat Dheo membagikan aktivitasnya yang sedang berada di Bandara Soekarno-Hatta.

Kita ketemu di Jakarta, ya.

Begitu yang Dheo imbuh di tengah-tengah gambarnya.

“Dheo di Jakarta? Kok Gue baru tau?” gumam Mima.

Mima memutuskan untuk mengirimkan pesan langsung dari unggahan cerita itu.

Wah udah di Jakarta aja, Pak? Nggak ngabarin nih.

Biasanya Dheo memang tidak langsung membalas, jadi Mima kembali ke desktop yang menampilkan potret dirinya di depan istana Pagaruyung-sumatera Barat.

Hampir lima tahun berlalu sejak perpisahan mereka, Dheo tidak pernah tergantikan di hati Mima, meski sekarang lelaki itu sudah memiliki keluarga kecil, jauh di dasar hati Mima masih bersedia menunggunya.

Dheo tidak terlalu tampan, dulu dia juga  tidak berasal dari keluarga yang kaya, tapi dia memiliki pemikiran luar biasa dan kecakapannya mengolah kata menjadi sebuah cerita, juga ketika sedang berbicara di depan orang ramai

Untuk seroang Mima yang sangat menggilai ilmu pengetahuan, sosok Dheo adalah cerminan kriteria idaman, tidak hanya kagum dia juga terobsesi dan belum pernah tertarik dengan lain, Hari ini Dheo sudah menerbitkan lebih dari sepuluh buku best seller, bahkan pembacanya tidak pernah bosan menunggu update novel Dheo di platform literasi online. 

Balasan dari Dheo masuk, pesan yang sama istimewanya dengan surat elektronik yang sudah Mima tunggu sejak lama. Mima menyesap habis madu sasetan di tangannya, tubuhnya terasa semakin lemas dan mulai panas, kepalanya juga cukup berat.

Eh, Hai, Mim, ini ada acara meet up dadakan diadain sama platform, kamu masih di Jakarta ya?

Masih sih, untung belum berangkat ke London.

Wih, London

Yaps, Ini lagi nunggu email penerimaan beasiswa tahap akhir.

Oxford kah?

Of Course, fakultas Theology ... impianku sejak dulu.

Gilasih, Mim. Kamu perempuan paling ambis yang pernah aku kenal, mimpi kamu sebentar lagi jadi nyata, dari dulu kamu memang sekeren itu.

Mima tersenyum miring, memang pujian itu yang dia inginkan dari Dheo. Salah satu tujuannya mengejar ambisi juga tidak lepas dari ajang unjung kebolehan pada satu-satunya lelaki yang dia suka itu.

Kamu nginap di mana? siapa tau boleh minta tanda tangan buat semua novel kamu yang aku punya.

Aku di GM hotel Jakpus, haha, boleh tuh. Bonus cap bibir deh.

Mima tercengang, mereka sedang berada di hotel yang sama sekarang. Kebetulan yang sangat menguntungkan.

Demi apa? Aku juga lagi di GM hotel

Serius kamu? Mau ketemuan sebentar? Aku di kamar 6625

Nanti aku kabari deh abis terima email ini, ketemu di bawah boleh kali.

Lagi males turun, Mim. Cape banget, atau kasi aja nomer kamar kamu, aku yang ke sana.

Oke.

Yakin sih kamu bakalan lulus, selamat ya. Nanti kita rayain, sebelum kamu berangkat ke sana.

Mima merasa hidungnya semakin sumbat, suhu tubuh semakin panas karena Dheo meminta dirinya menyambangi nomor kamar presidential suite tempat di hotel besar itu.

“Rayain?” Bulu kuduknya merinding membaca ajakan Dheo, tapi sejujurnya dia juga senang.

Gadis berambut pendek itu membongkar sesuatu dalam ranselnya, mencari obat penurun panas rasa jeruk yang biasa dia minum. Mima sangat anti dengan obat-obatan apalagi dalam bentuk tablet, dia bisa muntah jika lidahnya mencecap rasa pahit sedikit saja.

Mima meneteskan air ke dalam sendok yang tadi dia pakai untuk mengaduk susu, baru kemudian obat itu digerus agar larut bersama air.

Sebelah jari Mima menutup hidungnya saat menelan obat itu dengan paksa.

“Arrgh!” erangnya sambil menenggak habis satu  botol air mineral. “Tetap aja ada pahit-pahitnya,” keluhnya.

Saat Mima membersihkan bekas air di meja, jendela notifikasi di laptop memunculkan pop up email yang sudah Mima tunggu-tunggu. Mima bersorak, tubuh tingginya melompat dari kursi, padahal surat elektronik itu belum dia buka.

“Hello, My Dreams … I am definitely coming!”

Mima tersenyum penuh percaya diri saat membayangkan mimpinya akan segera terwujud, Oxfodr University dan … Dheo yang hanya jarak beberapa pintu dengannya kini.

SALAM

Hallo, Everyone ...

Senang bisa kembali menyapa teman-teman di platform ini, Remedial adalah karya terbaruku dengan genre yang berbeda dari sebelumnya.

Judul : Remedial

Genre : Romance, Supranatural, Teen.

Aku pengen karya ini selesai di platform ini, sangan pengen bahkan, tapi lagi-lagi semua tergantung kebijakan platform dan pastinya atensi pembaca. Jadi buat semua teman-teman pembaca mohon kesediaanya mendukung Remedial agar bisa punya level dan kontrak di sini.

Caranya ya, ga boleh pelit kasi poin apalagi koin, buat karya ini ya. Dan plis banget biasakan tekan tombol like dan tinggalkan komentar di setiap chapter yang teman-teman baca. Kehidupan novel online itu tergantung dari atensi pembacanya. Kalau berkenan barangkali teman-teman boleh bantu mempromosikan karya ini agar dijangkau lebih luas lagi.

Terimakasih banyak, selamat membaca.

 

Tanjungpinang, 14 Agustus 2021

Salam Sayang,

Enka

Surat Elektronik dan Tiket Kereta Api

Mima berulang kali merefresh laman  yang menayangkan hasil scan daftar nama peserta yang lolos, berulang kali pula mengusal matanya dan kembali memeriksa satu persatu nama yang ada di daftar, fokusnya dipertajam saat tiba pada deretan huruf M, mencari nama Mima Ayumna Lenkara yang ternyata tidak menjadi salah satu dari ratusan nama.

“Kok?” gumamnya khawatir.

Bersama daftar nama itu terlampir sebuah surat pemberitahuan yang menegaskan bahwa penerimaan beasiswa atas nama dirinya ditunda beserta satu alasan yang tidak pernah dia sangka

“Ini apa sih? ditunda?” Mima merasa keheranan, yang dia tau hanya dua kemungkinan diterima atau ditolak, kenapa ada status ditunda?

Yang menjadi alasan penundaan penerimaan ini adalah nilai C diantara ratusan nilai A di daftar nilai yang terlampir pada Salinan transkip nilai ijazah SMA hingga sarjana.

“Shit! Nilai Fiqih?” umpat Mima.

Mata pelajaran yang tidak pernah dia perhitungkan sejak MA, nilai C yang dia dapat, bukan karena Mima payah tentang pengetahuan hukum dasar islam, tapi karena guru yang mengajarnya mata pelajaran itu menilai Mima tidak pernah menerapkan apa yang dia pelajari di dalam kehidupan nyata.

“Kenapa kamu engga shalat, Mima?” tanya Pak Fauzi, guru paruh baya yang mengajar mata pelajaran Fiqih pada suatu waktu saat mendapati Mima tidak ikut shalat zuhur bersama teman-temannya yang lain.

“Tadi saya laper banget, Pak, pas selesai makan shalat zuhurnya udah mau selesai!” jawab Mima asal.

Itu bukan yang pertama, Pak Fauzi juga sering mendapati Mima tidak menggunakan jilbabnya saat pulang sekolah.

“Maaf, Nak. Bapak tidak bisa kasi nilai A seperti guru lain, sebagai guru yang mengajarkan hukum ibadah dalam agama kita, Bapak bertanggungjawab kalau memberi nilai A padahal kamu tidak pernah menerapkannya. Kamu tau hukum shalat, kamu hafal hukum menutup aurat, tapi kamu jelas-jelas melanggarnya," ucap Pak Fauzi dengan bahasa minang yang sangat kental.

Ini adalah kalimat Pak Fauzi lainnya yang masih Mima ingat.

“Kamu anak yang pintar, Mima, sayang sekali kalau ilmu yang kamu kuasai tidak kamu terapkan, amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan, tapi ilmu yang tidak diamalkan apa namanya, Mima?” tutur guru paruh baya itu di lain waktu.

Mima juga masih ingat jelas ketika dia bersungut kesal pada Pak Fauzi, meski semua guru kagum dengan prestasi akademik Mima, Pak Fauzi tidak sungkan memberikan nilai C untuk kedua semester Mima saat kelas dua belas.

“Mungkin nilai Fiqih tidak terlalu penting bagi kamu, maka tidak ada yang perlu diremedial. Itu adalah kenang-kenangan dari saya. Jika suatu saat kamu melihatnya, semoga saat itu ilmu Fiqihmu sudah diterapkan.”

Kalimat terakhir Pak Fauzi setelah ujian akhir sekolah.

***

Mima adalah salah satu siswa berprestasi di Madrasah Aliyah Negeri Padusunan yang terletak di kota Pariaman provinsi Sumatera Barat.

Di tanah itu Mima kecil tinggal bersama sang Nenek, kedua orang tua Mima meninggal dunia dalam salah satu bencana alam di negeri itu. Nenek Mima adalah seorang tunarungu, hal itu yang menjadikan Mima tumbuh menjadi gadis yang tidak banyak bicara, dia tidak pintar berkata-kata, diam dan selalu mengasingkan diri.

Mima pintar dalam semua mata pelajaran, tapi sangat lemah bersosial, dia sama sekali tidak memiliki teman dekat, yang menjadi temannya sehari-hari adalah sang nenek yang mengurusnya, mengajarinya banyak hal walau tidak dengan kata-kata.

Saat Mima naik ke kelas dua belas,  Nenek meninggal dunia, kesedihan dan keterpurukan Mima bertambah. Dia tinggal seorang diri di rumah sederhana peninggalan neneknya. Semakin jadi gadis sepi lah dia, sehingga saat lulus sekolah  Mima memutuskan untuk merantau ke Jakarta.

Dengan modal nilai akademik dan pengetahuannya, Mima berhasil menjadi salah satu penerima beasiswa berprestasi Universitas Indonesia, momen itu menyeretnya ke dalam hiruk pikuk kota Jakarta tahun 2014.

Menjadi salah satu mahasiswa pada program studi Ilmu Filsafat, Mima semakin menggilai hal-hal berbau filsafat ketuhanan dan eksistensialisme.

Kesehariannya merasionalkan sesuatu justru membuat kepribadiannya semakin menyukai kesendirian. Kamar kosnya yang sempit bisa menjadi sangat luas saat sedang dia gunakan untuk megkaji tugas-tugas agama dan filsafat.

Segala sesuatu dia ukur dengan logika, termasuk cara beragama. Mima dilahirkan sebagai seorang muslim, sekolah di madrasah sejak tingkat dasar, dia tau tekhnik beribadah dengan benar tapi sayangnya sampai sekarang dia belum menerapkan pengetahuan itu, dia justru tertantang dan terus haus untuk mencari tau seluk beluk ketuhanan sampai ke dasarnya.

Kehausan yang hanya akan membuatnya semakin kekeringan.

“Jadi Gue harus apa?” tanyanya frustasi.

Mima menggigit bibirnya, dia sudah merelakan separuh gaji  part timenya sebagai tenaga administrasi di kampus untuk membayar kamar hotel ini.

Lama, Mima merefresh lagi layar di hadapannya, memikirkan jalur lain untuk lolos. Sebuah pesan dari Dheo masuk.

Mim, aku yang ke sana atau kamu yang ke sini?

Mima bingung apa yang nanti akan dia katakan pada Dheo setelah kegagalannya malam ini.

“Ralat, bukan kegagalan, tapi penundaan!” ucapnya menghibur diri sendiri.

Selang beberapa detik, sebuah pemberitahuan menyusul masuk, Mima berharap email itu dari pihak penyelenggara yang mengirim revisi pengumuman.

“Kode apa ini?” tanya Mima saat melihat alamat pengirim yang bertuliskan rangkaian huruf dan angka yang tidak bisa dia baca.

“Kamu disarankan untuk kembali ke MAN Padusunan dan melakukan remedial untuk mata pelajaran Fiqih. Bersama ini kami kirimkan tiket kereta api yang akan berangkat besok sebelum matahari condong ke arah barat.” Mima membaca surat itu dengan suara keras.

Lama Mima mencerna ini surat yang tidak masuk akal itu, logika dan rasionalitasnya menolak percaya.

“Omong kosong apa ini?”

 

Mima mencari tau kode-kode  yang dia yakini berasal dari pihak yang ingin memanfaatkannya atau penipu-penipu iseng, tidak satupun fakta dia temukan, tapi tiket kereta api itu valid dan sesuai jadwal yang tertera.

“Kalaupun pulang kenapa harus naik kereta api? Kan bisa langsung naik bus aja dari bandara?”

Ada bisikan kecil di hatinya, kecil tapi mengalahkan logikanya sangat keras itu, hingga akhirnya Mima mengkonfirmasi bahwa dia akan berangkat besok, tapi sayangnya email itu tidak berhasil terkirim.

 

“Sial!” umpatnya kesal karena merasa dipermainkan.

 

Demi memuaskan logikanya tentang email tidak jelas ini, Mima mereservasi penerbangan paling pagi agar bisa mengejar kereta dari stasiun kota Padang tepat pada jam yang ditentukan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!