Dr Prabu Seto Wardhana mengernyitkan dahinya saat melihat tumpukan map di meja kerja suster kepala Miranti saat dirinya jalan-jalan mengontrol semua bagian di Rumah sakit tempatnya bekerja, dan itu di lakukannya rutin sebagai pelayanan terbaiknya juga inspeksi rutin sebagai pimpinan utama di Tasikmalaya Medical Center, atau biasa masyarakat menyebutnya TMC, di kolom kotak map jelas tertulis satu nama dengan spidol permanen,
Raden Ajeng Retno Ayuningtyas.
Deg ! satu nama yang ingin di lupakan dari memori dan catatan perjalanan hidupnya yang telah menggoreskan luka terlalu parah begitu dalam di hatinya, walau dr Prabu sendiri tidak yakin dengan perasaannya sendiri, tapi kenapa sampai saat ini begitu sakit dan terluka hatinya setiap mendengar satu kata nama Retno?
Apakah itu Retno atau Ajeng kekasihnya dulu semasa kuliah di Bandung? ataukah ini hanya kebetulan saja punya nama yang sama? tak mungkin! satu nama ningrat darah biru Jawa yang begitu sakral tak begitu mudah di terapkan pada semua orang, walau sebuah nama adalah hak semua orangtua sebagai do'a pada anaknya, tapi ini semua begitu menggelitik dr Prabu untuk melihatnya juga membuka CV dan file di dalam map itu.
Beribu pertanyaan menggantung ngambang di otaknya, kalau ini benar Retno teman dekatnya dulu kenapa jadi ada di sini? apa dia melamar pekerjaan di Rumah sakit ini? apa dia sudah lulus kuliahnya di ekonomi dan sudah jadi sarjana ekonomi? dimanakah Retno sekarang? apa khabarnya? sudah menikah kah?
Sedang asyik dengan beribu pertanyaan datang suster kepala Miranti, dan tergopoh-gopoh saat tahu pimpinannya ada di ruangannya. Suster kepala Miranti merasa malu karena dirinya tak ada di tempat saat dr Prabu datang ke ruangannya.
"Oh dr Prabu, maaf tadi saya ada yang urgent di lobby depan. Membantu para suster yang pada sibuk ada pasien gawat di IGD mau melahirkan."
"Nggak apa-apa saya hanya melihat-lihat saja kebetulan ruangannya tertutup, dan saat saya ketuk nggak ada jawaban dan saya masuk nggak ada orang, maaf juga saya sudah lancang masuk tanpa izin dulu."
Suster kepala Miranti tersenyum lega sambil mengangguk hormat dan tetap berdiri di samping mejanya.
"Berkas apa di map map merah itu?" dr Prabu menunjuk tumpukan map merah yang tadi sempat di lihat dan di rabanya.
"Oh itu, berkas dan CV mahasiswa yang mau KKN di Rumah sakit ini dok belum saya lihat lagi, sibuk banget."
Dr Prabu mengangguk sambil memanyunkan bibirnya, suster Miranti melihat pimpinannya masih tetap ganteng walau bibirnya di manyun kan, andai saja dirinya belum menikah dan masih muda mungkin akan menjadi biang gosip yang empuk saat ini saat dirinya berdua di dalam satu ruangan heee...
"Boleh aku lihat satu? saya mau melihat persyaratan dan file-file lainnya sebagai syarat ikut KKN mahasiswa sekarang."
"Oh, silahkan Pak."
Dr Prabu mengambil satu map dan pamitan keluar ruangan, permisi sama suster kepala Miranti dan menuju bergegas ke ruangannya.
Dr Prabu merasa deg-degan hatinya sepanjang langkah langkahnya menuju ruangannya dan semakin berdegup kencang saat duduk di meja kerjanya.
Dengan mengusap dasinya tapi lebih ke menenangkan hatinya dr Prabu mengambil minumannya di gelas sebelah kanan mejanya dan tutupnya sampai jatuh karena bergetar dan gemetar kedua tangannya. Dengan sekali teguk saja air minum di gelas itu lalu di simpannya kembali ke tempatnya, begitu sulit untuk menelannya terasa kesat rasanya air mineral itu di tenggorokannya.
Satu lembar map itu di buka, dua lembar ada lagi tulisan dan terbaca dengan jelas "Raden Ajeng Retno Ayuningtyas"
sampai pada biodata pribadi nya
Nama, alamat, tempat tanggal lahir, dan terbaca nama satu kota kabupaten Pekalongan.
Dan semakin deg-degan seperti melayang rasa hati dan sekujur badan dr Prabu saat melihat satu photo yang begitu jelas itu Retno. Yang lima tahun lalu mengisi hari harinya dengan cinta mereka, dengan mata nanar sekali lagi dr Prabu mengamati dan mengusap photo itu dengan perasaan hancur.
Kenapa kamu hadir kembali di hadapanku? membuka luka lama yang aku usahakan aku obati. Ingin aku lupakan semuanya! apa ini karma atau takdirku? kenapa tak bisa lari dari kenyataan menyakitkan tentangmu Retno?
Dr Prabu menyandarkan tubuhnya yang terasa lemas di kursinya, terasa seperti perjalanan jauh rasa tubuhnya. Lunglai dan tak bertenaga, serasa lumpuh semua persendiannya, Retno kenapa kamu hadir kembali di hadapanku saat aku mulai akan menata diri dan berangsur melupakan?
Lima tahun bukan waktu sebentar aku menghindari dan melupakan kamu dan sisi kelam perjalanan kisah cintaku, aku sampai saat ini masih sendiri dengan sisa cinta yang masih ada dan dendam yang tak pernah padam pada keluargamu!
Kenapa dirinya sampai saat ini masih sendiri, dengan jabatan yang begitu mumpuni, tak ada penolakan dari wanita manapun pada dirinya kalau memang dirinya mau dan niat. Trauma yang begitu hebat penolakan dan penghinaan Raden Haryo Atmojo saat dirinya lulus kuliah dan berniat melamar putri mereka yang waktu itu masih status mahasiswa ekonomi di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Bandung, sedang dirinya baru lulus dari kedokteran dengan alasan yang sangat tidak masuk di akal bukan keturunan ningrat dan nggak jelas bibit bebet dan bobotnya.
Betapapun besar cinta kedua pasangan ini. Prabu dan Retno saat itu akhirnya kalah dan lemah juga semua berakhir di ujung lidah titah sang Romo keturunan ningrat Raden Haryo Atmojo. Juragan dan saudagar batik dari sentra batik paling terkenal kota Pekalongan.
Masih terngiang kata-kata Romo nya Retno seperti petir yang membahana di telinga dr Prabu. Dan itu di jadikan cambuk meriam dalam kehidupan dr Prabu hingga sampai saat ini dirinya duduk di kursi dan ruangan pimpinan saat ini.
"Apa yang kamu banggakan dengan titel dokter mu yang baru saja menetas? masa depan dan hidup anakku harus sejalur dengan leluhurnya. Jelas asal keturunannya jelas silsilahnya, tak ada bagian untuk orang biasa bisa membaur dalam satu ikatan sakral dengan darah biru kami, carilah yang sepadan denganmu, masa depan anakku sudah aku persiapkan dengan baik!"
Kenapa Retno masih saja kuliah dan sekarang baru KKN? bukankah seharusnya sudah selesai tiga tahun lalu? juga kenapa jadi KKN di Fakultas kesehatan jurusan keperawatan?
Dr Prabu memphoto setiap lembar berkas itu juga photo Retno yang tetap saja tersenyum manis menggetarkan hati dr Prabu, walau kertas itu telah di tutup sampul map kembali. Dan setelah menarik nafas berat dr Prabu keluar kembali dan mengembalikan map itu ke meja suster kepala Miranti.
Buru-buru dr Prabu kembali ke ruangannya hatinya begitu takut atau entahlah dan belum siap dengan kenyataan yang ada di hadapannya bukannya takut, tapi merasa belum siap untuk bertemu dan bertegur sapa dengan mantan kekasihnya yang sudah kurang lebih lima tahun tak bertemu, mantan? entahlah.
Sejenak dr Prabu membayangkan seorang anak ningrat berdarah biru Anak Raden Haryo Atmojo, Retno yang begitu cantik dengan kulit kuning langsat dan mata yang begitu tajam, hidung mancung, alis hitam dan bibir yang begitu menggairahkan.
Prabu begitu sayang untuk menyentuhnya, tinggi langsing dengan senyum yang sangat sulit di lupakan membuat dirinya jatuh hati secara tak sengaja, saat makan di kantin mahasiswa senior seorang Prabu Seto Wardhana lagi membetulkan tali sepatunya Retno lagi ngobrol sama temannya sambil bawa makanan karena matanya tak melihat ke bawah terhalang baki makanan, jadi menabrak Prabu. Dan minumannya tumpah di jaket Prabu dan basah kuyup, saat itu teman Prabu merundung Retno dengan menyuruh Prabu menciumnya di hadapan teman-temannya sebagai balasan dan permintaan maaf khas mahasiswa julid senior pada junior, tapi Prabu tak segampang itu, melihat saat itu Retno begitu pucat pasi saja langsung Prabu mengajaknya duduk dan memberi minum takut Retno pingsan.
Dan mulai saat itu mereka kenalan dan saling tukar nomor ponsel.
Maaf, penulis lagi merevisi novel ini untuk bisa lebih baik lagi🙏
Lanjut ? jelas doooooong 😍
Senangnya hatiku !
Tinggalkan jejak dan dukungannya, mohon😆 komen, like, hadiah dan vote nya✌️💝
Retno akan ada di hadapanku dalam wilayah kekuasaan ku, pasti semua mahasiswa KKN butuh nilai dan tandatangan ku, begitu juga Retno, semua harus atas persetujuanku.
Inilah saatnya dendam ku pada Raden Haryo Atmojo aku balas kan pada seorang mahasiswi cantik keturunan ningrat dengan darah biru yang lagi KKN di rumah sakit ini, niat jahat dr Prabu mulai di rancang memenuhi otaknya.
Lihatlah nanti apa yang akan aku lakukan Raden Haryo Atmojo pada putri kesayangan mu, akan aku buat anakmu Retno merangkak dan memohon padaku, akan aku buat anakmu merendahkan martabat ningrat nya sendiri, bahkan kalau perlu akan aku buat dia menjilat ludah di sepatuku! sebegitu dendam dan sakit hatinya dr Prabu pada keluarga Raden Haryo Atmojo, tak ada maaf untuk keluarga Raden Haryo Atmojo sebelum semuanya aku lampiaskan pada putrinya.
Dengan senyum-senyum sendiri wajah dingin dr Prabu merancang akan menyiksa lahir bathin dan biar sampai perasaan anak ningrat itu terkoyak dan terluka seperti saat dirinya dulu merasakan itu, ingin segera dr Prabu berdiri dengan angkuhnya di hadapan Retno, dan ingin melihat wajah cantik khasnya memohon pada dirinya.
Tapi adil kah aku tumpahkan semua dan aku lampiaskan dendam ini pada Retno yang dulu begitu manis dan aku begitu bangga memilikinya juga Prabu begitu memuja dan mengaguminya? pada siapapun keluarga Raden Haryo Atmojo aku begitu membencinya dan satu yang tak aku terima tak ada pembelaan sedikitpun dari seorang Retno sendiri seakan pasrah dan menerima apa yang di haruskan orangtuanya, jadi dimanakah rasa cintanya itu yang selama ini mereka berdua agungkan dan mereka saling ungkapkan juga perjuangkan? mengingat semua itu bertambah rasa sakit hati dr Prabu Seto Wardhana.
Dr Prabu terasa begitu tak ada harganya di hadapan keluarga Retno, begitu juga kedua orangtuanya langsung mengajak pulang dan syok berat, semakin mengingat semuanya semakin menggebu emosi dr Prabu, dan kata kata Bapaknya menjadi satu yang abadi di telinganya.
"Sudahlah Nak ayo kita pulang, kita bukan setara mereka, perempuan baik baik masih banyak menunggumu, jangan turuti rasa cinta di hatimu, lepaskan semua rasa itu semua akan lambat laun terobati" itulah kata kata Bapaknya yang mengantar dr Prabu ke Pekalongan.
''Suster Miranti bisa ke ruangan ku sekarang?"
"Oh bisa Pak." suara Suster kepala Miranti begitu sopan di ujung telephon sana.
Pintu di ketuk dan dr Prabu mempersilahkan masuk.
"Silahkan duduk sus." dr Prabu memajukan kursinya dan suster kepala Miranti duduk di sebrang meja dr Prabu.
"Suster apa ada pemberitahuan dari awal pada saya kalau mahasiswa yang mau KKN itu?"
"Kan saya sudah ajukan dari dua minggu lalu dan dokter sendiri yang menandatanganinya kan?" suster kepala Miranti malah balik bertanya.
"Oh begitu ya? apa saya lupa lagi?"
"Mungkin dokter lupa."
"Ya ya ya...aku memang lupa tapi tak apa, berapa lama mereka yang akan mengambil KKN di sini dan berapa orang semuanya?"
"Ada sepuluh orang dok dan rencananya tiga bulan."
"Wow lama juga ya, silahkan kondisikan dengan sebaik baiknya."
"Ada beberapa pengajuan keringanan kehadiran dari mahasiswa itu dok karena ada sebagian yang kuliahnya mengambil kelas karyawan dan sudah tercatat sebagai karyawan tetap di perusahaan dan beberapa rumah sakit di kota Bandung."
Dr Prabu mengerutkan keningnya dan semoga yang mengajukan permohonan keringanan kehadiran itu adalah Retno, dan itu akan menjadi tohokan pertamanya.
"Coba saya lihat berkas mahasiswa yang mengajukan keringanan kehadiran."
"Baik dok, saya ambil dulu."
"Silahkan." suster kepala Miranti bangkit dan berjalan keluar menuju ruangannya dan tak lama datang lagi dengan empat map merah dan menyodorkannya ke hadapan dr Prabu.
Dengan serius dr Prabu membuka satu demi satu map itu, melihat perusahaan tempat empat mahasiswa yang mengajukan keringanan kehadiran dan hatinya bersorak gembira karena di situ ada nama Raden Ajeng Retno Ayuningtyas.
"Suster Miranti nggak lagi sibuk?bisa mendengarkan pengarahan saya dan mungkin akan memerlukan waktu yang lumayan lama."
"Oh enggak dok, saya lagi agak longgar selesai memeriksa map map itu."
"Ok terimakasih atas waktunya."
Suster kepala Miranti merasa heran tapi tak tahu apa yang akan di sampaikan pimpinannya ini sungguh di luar kebiasaannya, dan sangat mengundang tanda tanya, tapi tak urung suster Miranti dengan siap mendengar semuanya.
Dr Prabu menarik nafas panjang, melonggarkan segala beban di hatinya yang begitu menyesakkan dalam dadanya.
"Begini sus, ada satu mahasiswa yang mengambil KKN di sini adalah mantan kekasih saya dulu semasa kuliah, dan masuk di salah satu yang mengajukan keringanan kehadiran itu."
"Oh ya?" suster Miranti merasa kaget dan tersenyum.
"Saya akan membuat perhitungan dengan dia dan saat inilah waktunya, saya akan membalas sakit hati saya terhadap keluarga dia yang telah menginjak injak harga diri saya!"
"Dok?" seketika senyum di wajah suster kepala Miranti hilang.
"Di sini saya yang punya peranan bantu saya membalaskan dendam ini dengan wewenang posisi suster kepala Miranti, dan ini akan menjadi rahasia kita berdua."
"Astagfirullah dok?"
"Saya hanya ingin memberi pelajaran pada dia agar keluarga dia tahu siapa saya sekarang, dan saya ingin melihat mereka menyesalinya telah meremehkan dr Prabu Seto Wardhana!"
Suster kepala Miranti terhenyak.
"Ikuti saja instruksi saya tak ada kata bantahan untuk hal ini dan kali ini, tolak pengajuan keringanan kehadiran Raden Ajeng Retno Ayuningtyas, dan yang tiga orang lagi izinkan boleh hadir di lokasi KKN sesuai permintaan mereka!" dr Prabu melempar map merah yang ada tulisan Raden Ajeng Retno Ayuningtyas ke hadapan suster kepala Miranti.
"Dok apa kita setega itu?"
"Suster tidak tahu sakit hati saya, jadi lakukan karena itu adalah perintah!"
"Dok saya mohon maaf jangan setega itu, masa Dek Retno harus bolak balik selama tiga bulan dari Bandung - Tasikmalaya kapan istirahatnya? pagi sampai siang harus kerja dan malamnya menjalani kegiatan KKN di sini kasihanilah dia maafkanlah dia saya merasa nggak mampu membayangkannya juga, bukankan memaafkan itu lebih baik?"
"Jangan mengajari saya suster, itu hanya awal-awal pembalasanku, dan satu lagi selama tiga bulan ini suster kepala Miranti harus menjadi pimpinan yang otoriter, bengis dan tanpa ampun, buat seolah Retno mencari muka pada saya, buat seolah tiap yang dia lakukan semuanya salah, buat juga seolah dia kecentilan berusaha mencari perhatian saya dan sejenis itulah, dan kalau bisa hukum dia dengan hukuman keras dan berat walau kesalahannya kecil suster Retno, harus lebih galak dan keras terutama pada satu mahasiswa satu yang bernama itu!" dr Prabu menunjuk nama Retno di depan suster kepala Miranti.
Lemas rasa hati suster kepala Miranti semua sudah menjadi keputusan pimpinan, semua yang harus di lakukannya adalah yang bertolak belakang dengan kehidupannya yang begitu lembut dan penuh kasih terhadap suster suster baik di keperawatan atau di kebidanan yang menjadi bawahannya.
Bisakah aku menjalani semua ini membalaskan dendam orang lain pada orang yang tak berdosa sedikitpun dan tak tahu permasalahannya dan semua itu akan menjadi tontonan di hadapanku? suster kepala Miranti terpekur dikursi nya tak berani membantah pimpinannya.
"Sanggup menjalankan semua tugasmu suster?"
"Baiklah, akan saya coba."
"Harus bisa dan jangan jadikan ini coba-coba semua harus sesuai rencana dan instruksi ku! kalau memang tak sanggup sampaikan dari sekarang aku bisa mencari seseorang pengganti."
"Baik dok..." begitu lesu muka bathin dan perasaan suster kepala Miranti tapi tak berani bicara dan membantah lagi.
"Apa ada pertanyaan lagi?"
"Sementara tidak dok, saya permisi dulu." suster Miranti undur diri dengan langkah gontai menyusuri lorong rumah sakit menuju ke arah ruangannya.
Bersambung!
Tinggalkan jejak dan dukungannya, mohon😆 komen, like, hadiah dan vote nya✌️💝
"Bu Miranti kenapa hanya saya sendiri yang tak mendapat izin pengurangan kehadiran di lokasi KKN? sementara yang lain bisa, sungguh ini tak adil, coba Ibu usulkan lagi pada pimpinan saya kok di perlakukan berbeda apa salah saya? yang lain juga sama kerja saya mohon Bu tolong saya."
"Saya sudah berusaha Retno semua keputusan pimpinan dan mungkin dengan segala pertimbangannya."
"Atas pertimbangan apa Bu kan kita sama kerja, dan ini masalah jarak, kalau masih bisa di jangkau setengah jam sampai satu jam perjalanan saya mungkin nggak akan protes Bu."
"Retno mau jaraknya jauh, mau perjalanan satu jam dua jam bahkan lebih itu masalahmu, itu konsekuensi kerja sambil kuliah yang harus di jalani, mungkin semua orang yang punya kasus seperti kamu akan seperti itu pada akhirnya dilema dan berkorban untuk semua cita citanya." suara suster kepala Miranti semakin kasar saja kedengaran di telinga Retno dan Retno hanya diam selesai bicara tadi.
"Jalani saja semuanya, jangan terlalu protes berlebihan jadi kesannya kita mengintervensi atasan."
"Saya tidak bermaksud begitu Bu, barangkali menjadi bahan pertimbangan, saya kerja di Bandung, Lokasi KKN di Tasikmalaya sini dengan jarak tempuh enam jam perjalanan bolak balik Masya Allah Bu apa saya mampu?"
"Manage waktumu seefektif mungkin semua kita berjuang bersama, saya tidak mau tahu dan tak menerima alasan apapun yang penting kehadiran kamu tepat waktu di absensi, itu urusan kamu gimana caranya semua berjalan pada waktunya nanti."
"Apa saya boleh mengajukan sendiri siapa tahu bisa, mungkin secara tertulis barangkali Bu? saya sudah tak berfikir keluarga dan tanggung jawab saya,saya berfikir badan saya bukan robot perlu sejenak istirahat."
"Kamu coba saja bikin pengajuan tapi saya yakin hanya akan menjadi sesuatu yang sia sia,
Kamu masih bisa istirahat di mobil barangkali lumayan perjalanan satu balik tiga jam tidurlah di mobil."
"Ya ampuuuuun Bu, do'ain saya kuat." dengan mimik sedih Retno menahan sesak di dadanya dan suster kepala Miranti merasa nggak tega tapi itu bagian dari tugasnya, dan di rasa dirinya nggak mau terlalu kejam bertindak atau bicara pada gadis cantik itu, tapi tuntutan skenario dr Prabu semua harus di jalaninya.
"Jangan terlalu cengeng semua belum di jalani, kalau semua sudah berjalan akan biasa saja." suster kepala Miranti bicara tanpa senyum, membuat Retno setengah pasrah dengan keputusan yang dirasa tidak adil pada dirinya.
"Bu saya juga orang kerja seperti Ibu sebagai tenaga keperawatan juga di rumah sakit masih satu jaringan dengan rumah sakit ini Bandung Medical Center, karena saya berharap bisa ada sedikit keringanan, juga saya belajar juga dari mahasiswa mahasiswa lain yang KKN di Rumah sakit tempat saya bekerja semua yang bekerja yang sudah punya pekerjaan tetap dan ingin melanjutkan kuliah mendapat keringanan saat KKN."
"Jangan menyamakan semua kebijakan rumah sakit itu sama, jelas akan berbeda satu pimpinan dan pimpinan lain dan itu kembali pada kita masing masing, kalau nggak suka silahkan mencari tempat KKN yang lain yang bisa memenuhi semua keinginan kalian."
"Maafkan saya Bu Miranti saya tak bermaksud menyinggung siapapun dan membanding bandingkan hanya saya menyampaikan pandangan saya saja, kalau memang sudah tak bisa di negosiasikan lagi apalah daya saya semua tinggal di jalani."
"Pokoknya kehadiran yang utama dan tepat waktu, saya harus tegas untuk kedisiplinan terutama absensi mutlak tak bisa di wakilkan, kita tahu dunia kerja kita melayani bukan di layani."
"Iya Bu."
Sedihnya hati Retno dan tak bisa membayangkan kegiatannya tiga bulan ke depan bakal garing di jalan dan pontang panting Bandung - Tasikmalaya akan menjadi seperti jalan ke kamar mandi saja.
Pagi pagi sekitar jam tujuh absensi tempat kerjanya di Bandung, tempat kerjanya selama ini sama sama rumah sakit juga Bandung Medical Center,sudah itu kerja sampai jam dua belas karena mendapat keringanan bagi karyawan yang masih ngambil kuliah seperti Retno apalagi saat ini lagi menjalani KKN lanjut setelah itu perjalanan ke Tasikmalaya lagi ke tempat KKN absensi sekitar jam lima karena Retno kerja mengambil sip dua, sampai malam sekitar 7 jam kerja kurang lebih selesai jam setengah sebelas malam dan otomatis hanya punya waktu jeda istirahat untuk tidur untuk makan mandi dan mengurus keperluannya sendiri empat jam dalam sehari, setelah itu lanjut sudah harus berangkat lagi ke Bandung untuk memburu ke tempat kerjanya dan hanya punya waktu istirahat di jalan.
Memang benar harus bisa mengatur waktu dan peluang yang ada walaupun dilema, dan Retno tak ingin salah satunya gagal baik di tempat kerjanya yang sudah di rintis lama juga KKN kali ini sebagai sarat kelulusan sarjananya, Retno harus mempersiapkan stamina ekstra kali ini.
Retno harus pandai pandai mengatur waktunya kalau tidak semuanya akan terbengkalai dan itu sudah menjadi tekad nya, semua harus berhasil kerja tetap lancar dan KKN juga harus berjalan semestinya.
"Sudah tak ada lagi yang di tanya?" suster kepala Miranti menatap tajam Retno seperti mata elang, meneliti raut muka orang yang kata dr Prabu telah menyakitinya dan menggores begitu dalam perasaannya.
"Saya rasa cukup Bu, terima kasih saya pamit dulu dan beres beres di mes dulu."
"Ya sudah silahkan."
Retno keluar dari ruangan suster kepala Miranti dengan lesu, kenapa dulu team KKN mereka mengambil di rumah sakit ini, kenapa tidak di Bandung saja mungkin ceritanya akan lain, tapi semua teamnya telah terlanjur semua telah sepakat untuk mengambil KKN di tempat ini.
Tekad Retno mendapat dukungan dari teman dekatnya Ella dan Ismi dengan perasaan sedih juga Ella memeluk Retno dan memberi motivasi.
"Tenang saja mbak Retno aku handle apa yang aku bisa pasti aku bantu kan kita satu team." Ismi mengusap tangan Retno yang masih belum fokus dengan fikirannya.
"Iya mbak jangan fikirkan apapun yang penting semua terlewati." Ella menambahkan.
"Kenapa pula ya kita dapat pimpinan kepala suster yang super julid gitu? iiiiiiiiiih... amit- amit kayak dia nggak pernah yang namanya kuliah dan KKN seperti kita, jangan jangan orang itu tidak harmonis di rumah tangganya." Ismi bersungut sungut sendiri.
"Malah saya berfikir orang seperti suster kepala Miranti itu nggak harmonis di ranjangnya haaaa..." Ella tertawa dan di susul dengan tawa Ismi dan Retno.
"Ssssst... jangan men judge orang seperti apa yang kita lihat, belum tentu yang sebenarnya karakter dia galak, itu hanya menjalankan tugas saja dan memang jadi pimpinan harus tegas." Retno meredakan tawa dan penilaian teman temannya terhadap suster kepala Miranti.
"Eh...tapi benar juga lho apa yang di katakan Mbak Retno, kemarin juga waktu saya datang ke sini diantar ortu saya ketemu di depan suster kepala Miranti langsung nanya, yang mau KKN ya? katanya dan langsung membantu saya menarik satu koper saya sampai kamar sini heeee..." timpal Ismi.
"Iya pada dasarnya semua orang itu punya hati nurani, jadi stop kita jangan menghujat atasan kita sendiri, apapun itu juga yang akan kita lakukan semua di sini kita perlu bimbingan dia kan?" Retno mengingatkan teman temannya dan mereka selalu menurut dan Retno sendiri merasa lebih tua dari mereka mereka itu jadi dalam segala hal Retno harus menjadi contoh dan teladan yang baik.
Bersambung...
Tinggalkan jejak dan dukungannya, mohon😆 komen, like, hadiah dan vote nya✌️💝
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!