NovelToon NovelToon

Cinta Menyembuhkan Luka

1. Mimpi Buruk

Dalam sebuah rumah di tengah hutan terdengar jeritan dan tangisan yang tidak berujung. Makian dan permohonan ampun saling bersahutan. Entah setan apa yang merasuki, membuat hati tak lagi merasakan iba.

"Mengapa kau melakukan ini padaku." lirih seorang wanita yang berbaring tak berdaya.

"Hentikan pertanyaan bodoh itu."

"Tak bisakah kita menyelesaikannya dengan baik."

Plakkkk!!!

Bukan jawaban yang ia dapatkan, melainkan sebuah tamparan. Air mata kembali mengalir deras dari kedua kelopak yang telah bengkak dan membiru. Entah sudah berapa puluh kali perlakuan ini diterimanya.

Badannya terasa remuk, setiap inci kulitnya terasa perih. Dari ujung rambut sampai ujung kaki terasa sakit luar biasa. Si penyiksa tampak sangat menikmati saat mendengar tangis dan jerit kesakitannya.

Tak peduli berapa kali ia memohon dan mengiba, telinga lawannya seakan tuli, matanya seakan buta tak melihat luka. Terlebih lagi hatinya, entah set*n apa yang merasuki, sampai wanita itu berlaku begitu kejam.

"Aku sangat mencintainya, melebihi cintamu kepadanya. Tapi mengapa dia lebih memilihmu? Aku lebih cantik, aku lebih kaya, badanku lebih bagus dari pada dirimu. Sihir apa yang kau gunakan hah!!!" dengan kasar wanita itu menarik rambut tubuh lawannya yang telah lemah.

"Aku tak menggunakan sihir."

Mendengar itu si penyiksa semakin marah. Kemudian ia menghempaskan sekuat tenaga ke lantai hingga kepala lawannya membentur lantai dengan sangat keras, menciptakan luka baru di kulit putihnya yang sudah memucat.

"Jika aku tak bisa mendapatkannya, maka kau pun sama!"

"Tolong, jangan lakukan lagi. Jangan turuti iblis dalam dirimu."

"Iblis kau bilang?! Hahahaha." Tawa yang sangat menakutkan terdengar dari mulut wanita itu. "Kau, kaulah yang mengubahku menjadi iblis."

"Tapi bukan salahku. Hiks..Hiks.."

"Jadi maksudmu semua adalah salahku? Salahku jatuh cinta pada suamimu?" penyiksa itu tersenyum miris. "Ya, salahku jatuh cinta pada suami orang, dan salahmu mempunyai hidup yang membuatku iri."

Matanya menerawang, tiba-tiba saja ia merasa sedih. Namun sejurus kemudian ia tertawa terbahak-bahak. Sepertinya wanita ini sudah kehilangan akal sehatnya.

Perlahan tapi pasti, korbannya merayap menjauhi wanita itu. Ia berusaha mencari perlindungan dengan sisa tenaga yang ada di tubuhnya. Namun usahanya sia-sia. Wanita gila itu menghentikan tawanya, menatap ke lantai dengan nyalang.

Ia segera menarik rambut korbannya dan menyeretnya kembali ke tempat semula. Sekali lagi dengan sengaja ia membenturkan kepala korban pada ubin lantai.

Melihat darah segar yang mengalir membuat wanita itu semakin membabi buta. Dengan segera ia mengambil belati yang tergeletak di atas meja. Kemudian menarik rambut hitam panjang lawannya, dan dengan paksa mengarahkan wajah lawannya menatap lemari di sisi mereka.

"Aku akan membuat putrimu mengingat peristiwa ini sepanjang hidupnya. Aku akan menyiksa setiap detik hidupnya dan membuat dia mati perlahan-lahan."

Jleb...Jleb...Jleb...Jleb...Jleb...

Suara belati menembus daging terdengar dengan jelas, disertai dengan suara percikan darah yang mewarna lantai serta perabotan di sekitar mereka.

"Hmmphhh...hmmmpphhhhh..." teriakan korban tertahan tangan iblis wanita berambut pirang. Air matanya mengalir deras manatap pintu lemari tempat putri kecilnya bersembunyi.

Sakit dari luka yang ia rasakan tak sebanding dengan sakit hatinya mengingat putrinya yang ketakutan berada di dalam sana.

Brakkkkkk

Pintu terbuka dengan kasar menghentikan kegiatan gila wanita berambut pirang.

"Cepat, tinggalkan tempat ini. Mereka membawa pasukan penuh menyerang kita. Kalau kau masih mau hidup, ayo pergi sekarang." seorang pria tiba-tiba muncul dan masuk menarik wanita berambut pirang itu. Ia bahkan tidak melirik sama sekali pada wanita yang tergeletak bersimbah darah di lantai. Dengan terburu-buru mereka pergi meninggalkan rumah dan korbannya.

Beberapa menit kemudian, pintu lemari di ruangan terkutuk itu terbuka. Seorang gadis kecil berambut panjang merangkak keluar dengan gemetar. Sambil terisak perlahan ia beringsut, mendekati wanita yang terkulai tak berdaya tanpa rasa takut melihat genangan darah di lantai. Wanita itu memandang dengan tatapan pilu, membelai pipi putrinya dengan tangan yang berlumuran darah.

"Mama menyayangimu mutiaraku, mama mencintaimu." ucapnya di sela-sela tarikan nafasnya yang terakhir. Kemudian matanya terpejam tanpa ada harapan untuk dapat terbuka lagi.

"Mama...hiks hiks....mama..." gadis itu menangis, meraung sambil meletakkan kepalanya pada dada mamanya.

"Mamaaaaaa......Mammaaaaaaaaaaaaaaa....... "

Brakkkkkkk

Pintu kamar terbuka

"Sayang, ada apa nak? Mimpi buruk lagi, hmm?" seorang pria paruh baya masuk dan bergegas menghampiri ranjang gadis cantik pemilik kamar. Gadis itu hanya mengangguk lemah, matanya menatap kedepan dengan tatapan hampa.

Sang pria mendekati nakas di samping ranjang dan menuangkan air putih ke dalam gelas yang tersedia kemudian menyerahkannya pada putrinya.

"Hari ini papa tidak akan berangkat kerja, papa akan menemanimu." ucapnya lembut sambil membelai kepala sang gadis. Tapi putrinya menggeleng dan lanjut meneguk minumannya sampai habis.

"Audrey baik-baik saja pa. Jangan khawatir."

"Apakah kita perlu menemui psikiater lagi?"

"Tidak perlu pa, itu hanya mimpi."

"Apakah kau yakin?"

"Tentu saja aku yakin. Mimpi ini tak akan berpengaruh apapun."

"Maaf sayang." Sebastian menunduk sedih.

"Papaku yang tampan, aku adalah gadis yang kuat. Ingat?"

Papa tersenyum masam. "Ya baiklah."

Audrey tersenyum manis, mimpi buruk tadi sepertinya tak mempengaruhinya.

"Kalau begitu kau akan kemana hari ini?"

"Aku akan pergi ke base, aku akan sedikit berolahraga disana."

Base adalah kompleks pelatihan militer milik keluarga mereka. Semenjak kejadian penculikan disertai pembunuhan yang dialami keluarga Sebastian, ia membentuk tim pengamanan elit sendiri.

Dan setelah Audrey melewati masa terapi yang panjang, ia sering menghabiskan waktunya di base untuk berlatih. Merubahnya menjadi gadis yang mahir memanah, menembak dan ahli bela diri.

"Jika itu dapat menghiburmu, maka lakukanlah. Papa menunggu di meja makan, kita akan sarapan bersama."

Audrey hanya mengangguk, turun dari ranjang dan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap.

Sebastian menatap punggung putrinya dengan tatapan sedih, ia mendesah dan mengusap wajahnya dengan kasar. Perlahan ia keluar dari kamar putrinya dengan raut wajah penuh duka. 16 tahun dilalui dengan bayangan kematian istrinya, bahkan putrinya yang saat itu baru berumur 5 tahun harus menyaksikan sendiri bagaimana mamanya dihabisi dengan brutal.

Sampai saat ini pelakunya belum ditangkap, entah bagaimana ia bisa begitu saja menghilang bagai ditelan bumi. Sebastian ingin melupakan peristiwa buruk itu dan tidak mengungkitnya, tapi tidak dengan Audrey. Diam-diam ia terus melacak iblis betina itu dengan bantuan sahabat-sahabatnya.

Di dalam kamar mandi Audrey menangis, dengan sekuat tenaga ia membekap mulutnya. Mana mungkin ia menunjukkan ini pada papanya. Sudah cukup papa tersiksa karena kondisinya yang sempat terpuruk.

Beban psikis yang ditanggungnya teramat besar untuk anak seusianya. Hanya keajaibanlah yang membuatnya bertahan dan mampu melalui itu semua.

2. Muncul Kembali

Hujan deras mengguyur kota S sejak siang hingga sore hari, hawa dingin menusuk tulang membuat banyak orang enggan untuk beraktifitas. Audrey membersihkan diri setelah "berolahraga" bersama calon pengawal yang akan bergabung pada tim pengamanan milik kakaknya. Entah berapa orang yang mengalami cedera saat latihan bersamanya menggunakan peluru hampa tadi.

Audrey tidak langsung pulang, ia masih duduk termenung di dalam ruang pribadinya sambil memainkan gawai ditangannya. Setelah selesai berunding dengan pikirannya, ia menggeser jarinya pada layar gawai untuk menelpon sahabatnya.

"Hai, dimana Ra?"

"Hai sweety, lagi di tempat biasa nih. Semua udah datang, tinggal nunggu kamu aja." sahut suara gadis diseberang sana.

"Ok, aku datang." Audrey memutus sambungan dan langsung keluar menuju mobilnya. Ia memacu Jeep Wrangler Rubicon 4-Door menembus hujan yang mulai reda menuju markas.

Markas yang disebut sebenarnya adalah apartemen mewah milik Yura, salah satu sahabatnya. Disana terdapat ruangan khusus yang berisi 6 komputer dan bermacam-macam gawai canggih milik Yura. Serta sebuah ruangan yang dipenuhi barang-barang branded berbagai macam merk, yang diletakkan untuk menutupi fungsi asli ruangan tersebut yaitu gudang senjata dan peluru.

Gila, mungkin saja, tapi begitulah keadaannya. Audrey dan 3 sahabatnya adalah putri dari Crazy Rich negara ini yang tidak beruntung karena mengalami penculikan disaat usia mereka masih anak-anak. Mereka bertemu saat menjalani terapi, dari situlah mereka intens menjalin komunikasi dan menjadi sahabat.

Cantik, wajah imut seperti boneka, tubuh ramping nan indah serta kaya raya, benar-benar selubung sempurna untuk menyembunyikan kebrutalan mereka bila sudah memegang senjata. Mereka tidak menggunakan keahlian itu untuk melukai orang, mereka hanya tidak ingin kejadian mengerikan itu terulang atau menimpa anggota keluarga masing-masing.

Ting..Tong..Ting..Tong

Suara bel di pintu menghentikan aktifitas 3 gadis cantik di dapur. "Pasti Audrey, biar aku aja yang buka." Nabila meletakkan pisaunya dan berlari kecil membuka pintu. "Hai sweety, tumben lama."

"Sorry, aku tadi singgah beli ini."sahutnya sambil menunjukkan sebotol red wine Cape Discovery Cabernet Merlot dan terus melangkah menuju dapur bergabung dengan Yura dan Isabela.

"Sempurna!" pekik Nabila girang.

Selesai makan dan membersihkan semua peralatan, mereka menuju balkon dan duduk di bean bag favorit mereka masing-masing.

"Ehmmm......." Yura berdehem untuk memulai pembicaraan serius." Audrey, aku udah berhasil dapat info tentang mmmmm.....iblis betina." ada keraguan pada kata terakhir yang diucapkan Yura, ia sadar betul ini adalah titik sensitif hidup Audrey.

"Kamu serius? Dia itu susah banget dicari." Isabela menanggapi.

Luna mengangguk. "Kalian tahu Bank Capital kan?" ketiga sahabatnya mengangguk. "Dulu kan Audrey sempat cerita, masih ingat pernah ketemu si IB waktu ke bank itu sama almarhum mama. Jadi aku selidiki semua pegawai bank itu, aku mau menelusuri siapa yang kenal dekat dengan si IB. Dan hasilnya nihil, mereka kenal hanya sebagai nasabah itupun rekeningnya sudah diblokir." Yura menarik nafas sejenak.

"Akhirnya salah satu pegawai ada yang keceplosan, dia bilang Bank Capital menyediakan kotak penyimpanan aman yang aksesnya dilengkapi pemindai retina dan pengenal suara. Jadi aku tungguin saja sampai dia muncul untuk buka kotak penyimpanannya. Dan 2 hari yang lalu dia datang." Yura menjelaskan panjang lebar.

"Kamu yakin pegawai itu keceplosan?" tanya Nabila.

"Ehhh itu...mmmm, hehehehe." Yura hanya bisa nyengir kuda

"Berapa? Biar aku ganti." Audrey mengerti.

"Nggak usah drey." Yura menggoyangkan kesepuluh jarinya di depan dada

"Yakin?"

"Hehehe, carikan aku software terbaru aja buat jalanin pemindaian wajah."

"Beres, kak Rangga masih ikut pameran tekno di LN, nanti aku minta dia cari."

"Thank you drey," Yura berbinar-binar

"Harusnya aku yang bilang terima kasih." Audrey tersenyum tulus

"Tapi bagaimana kamu tahu si IB datang?" tanya Nabila penasaran.

"Pegawai itu lapor ke aku." jawab Yura santai. "Ternyata yang buat kita sulit menemukannya adalah ini, dia sudah mengubah penampilannya. Aku memakai aplikasi untuk memperkirakan jika dia melakukan operasi merubah wajahnya. Teknologi dulu dengan sekarang jauh berbeda, wajar saja kalau nggak ketemu-ketemu." Yura menyerahkan foto terbaru buruan mereka.

"Mata dan senyumannya masih sama, aku tidak akan pernah lupa." Audrey mendesis geram.

"Apa benar kau masih sangat mengingatnya?" Nabila penasaran.

"Ya, entah kenapa aku masih sangat ingat."

"Mungkin karena kau sangat benci kepadanya." sahut Yura.

Audrey hanya mengangkat bahunya, menyatakan ia sendiri tak mengerti.

"Aku bahkan hanya mengingat samar senyum mama." mata Audrey menerawang.

"Jangan sampai benci membuatmu lupa akan cinta mamamu dan kenangan manis bersamanya." Nabila mengingatkan.

"Apakah begitu?" Audrey tak yakin.

"Ya, kau tak akan sanggup membayangkan bagaimana kebencian bisa merubah seseorang." Nabila berkata dengan tegas.

"Kurasa aku sudah menyaksikannya sendiri. IB adalah contohnya." Audrey menunduk, hatinya terasa nyeri.

"IB itu apa sih?" tanya Isabela tiba-tiba

"Yahhhhhhh!!!" Audrey, Yura dan Nabila kompak berseru sambil memukul dahi.

.

.

.

Audrey tiba di rumah pukul 09.30 malam dan langsung menuju kamar. Berendam air hangat membuat semua kepenatan hilang bagai uap. Selesai membersihkan diri dan mengenakan piyama, ia menyalakan lilin aroma terapi saat akan berbaring di tempat tidurnya. Matanya terpejam, tapi pikirannya melayang. Mengingat percakapannya bersama Isabela saat mengantar gadis itu pulang.

Flashback on

"Drey, kau tahu kami menyayangimu bukan?" Isabela membuka percakapan.

"Hmmm, tentu saja." Audrey menjawab tanpa menoleh, ia fokus menatap jalan di depannya.

"Mmmm, apakah selamanya kau akan hidup dengan dendam? Kami tidak ingin kau hancur drey. Kami sadar, yang kau alami adalah yang paling berat diantara kita berempat. Itulah sebabnya kami selalu membantu dan mendukungmu. Tapi tolong pikirkan lagi. Setelah dendammu terbalas, apa yang akan kau lakukan." ujar Isabela dengan hati-hati.

"Saat dendammu usai, apa yang tersisa di dalam hatimu?" Isabela menambahkan.

Flashback off

Audrey menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Sejujurnya, ia pun tidak tahu akan seperti apa kedepannya. Ia mengangkat tangan kirinya ke udara dan memandang cincin berlian di jari telunjuknya. Berlian-berlian kecil itu dipasang dicincin dengan metode channel setting. Ia melepas cincinnya dan melihat tulisan yang terukir di bagian dalam.

Kau mutiaraku

Ya, itu adalah cincin peninggalan mamanya. Cincin itu diberikan papa sebagai hadiah ulang tahun mama tepat sehari sebelum ia dan mamanya diculik. Saat jenazah mamanya akan dikebumikan, papa mengambil cincin itu dan memberikannya pada Audrey. Saat kecil Audrey mengenakan cincin itu sebagai liontin, barulah 2 tahun ini ia mengenakannya pada telunjuk kirinya.

Mama, apakah jalan ini salah? gumamnya dalam hati.

Ia memeluk gulingnya, mencoba memejamkan mata. Pikirannya melayang-layang, mencoba menggali ingatan masa kecilnya. Senyuman mama, senyuman yang sepertinya semakin pudar. Audrey membuka matanya dengan cepat, apa benar yang dikatakan Nabila? Benci menutupi cinta, bahkan kenangan indah.

3. CEO Aneh

Dua minggu kemudian...

"Apa kegiatanmu hari ini Audrey?" tanya Sebastian saat mereka sedang sarapan bertiga.

"Aku akan pergi ke toko bunga baru milik kak Mita pa. Dari sana aku akan pergi ke Base."

"Jangan kau lukai lagi anak buahku. Atau aku tak akan memenuhi permintaanmu lagi." ancam Rangga.

"Ih, siapa suruh kakak merekrut orang-orang lemah." Audrey menipiskan bibir tak suka.

"Kau!!!siapa suruh kau terlalu kuat. Harusnya sebagai seorang gadis kau ini lemah lembut, anggun. Pergilah ke salon, bukan latihan menembak. Kalau seperti ini tak akan ada pemuda yang menikahimu." hardik Rangga

"Hei!! aku tak hanya bisa menembak. Aku juga pandai memasak, aku bisa bersikap anggun. Wajahku juga cantik, pasti akan ada yang menyukaiku." balas Audrey sengit.

"Ya ya ya, mereka tertarik pada wajahmu. Tapi setelah tahu tingkahmu yang sebenarnya, mereka akan kabur. Mereka kira mendapat kucing persia, padahal dapat singa gunung." ejek Rangga.

"Kak Rangga!!!!!" hidung Audrey kembang kempis menunjukkan emosinya yang mulai menggelegak, Rangga yang melihatnya sudah tak mampu menahan tawa."Hmmmpppp.....Papaaa." akhirnya Audrey hanya bisa mengadu ke Sebastian.

Hahahahahahaaa....terdengar gelak tawa Rangga dari ruang makan

"Hentikan Rangga, sudah cukup kau menggodanya hari ini. Baru bertemu sehari, sudah bertengkar." papa menggeleng-gelengkan kepala. Pelayan-pelayan yang melayani mereka hanya bisa menunduk dan tersenyum diam-diam.

.

.

.

Audrey merangkai bunga yang ia bawa dari toko bunga kak Mita dan meletakkannya di meja ruang pribadinya di base. Sekuat apapun dirinya, ia tetaplah seorang gadis yang juga menyukai keindahan.

Hatinya sedang senang hari ini, jadi dia pergi ke lapangan menembak untuk berlatih menjadi penembak jitu. Seringnya latihan ini akan sia-sia, karena ia tak pernah bisa sabar. Tapi Audrey tak mau menyerah, pelatihnya pun tak mungkin menolak.

Lebih baik ia mengajari anak majikannya itu di lapangan tembak dari pada harus melihat ada calon pengawal yang cedera dihajar habis-habisan saat latihan karate bersama Audrey.

Sebenarnya gadis ini makan apa? Wajahnya cantik, tubuhnya mungil, tapi pukulannya, membuat lawan merasakan sensasi ditabrak badak. Apakah ia mengoperasi semua tulangnya dan diganti dengan besi seperti Wolverine? Ah sudahlah, yang penting aku mendapat gaji dan bukan aku yang dipukuli. Begitulah kira-kira isi otak si pelatih menembak.

.

.

.

Di sebuah jalan yang sepi, jauh dari rumah penduduk ataupun bangunan lain. Sebuah mobil Mercedes Benz E Class hitam terparkir di kiri jalan. Tak jauh dari sana minibus Avanza berwarna merah terparkir melintang seperti menghadang mobil mewah itu.

Tampak dua orang pria dengan tangan kosong terlibat baku hantam dengan lima orang pria yang menyerang memakai tongkat bisbol. Perkelahian yang tidak imbang hingga satu diantara dua orang itu tergeletak disertai teriakan kesakitan.

Rekannya yang mendengar teriakan segera menoleh dan ingin membantu, saat itulah ia mendapat pukulan di bagian punggung. Membuatnya tersungkur disisi rekannya yang telah tumbang terlebih dahulu.

Para penyerang segera mendekat dan mengayunkan tongkat untuk memberikan luka yang lebih parah pada korbannya.

Dorr...

Satu tembakan menembus paha salah seorang diantara mereka. Mereka terkejut dan serentak menoleh ke sumber letusan. Belum sempat otak mereka menelaah apa yang terjadi,

Dorrr...

Satu tembakan lagi melesat melukai bahu rekan mereka yang lain. Dengan segera mereka menolong dua orang yang tertembak dan menuju mobil, melarikan diri dari penembak yang tak terlihat.

Dalam keadaan setengah sadar, salah seorang korban pengeroyokan yang terkapar itu melihat sesosok tubuh menggunakan celana dan jaket kulit serba hitam, dilengkapi helm full face berwarna hitam yang menutup seluruh kepala.

Sesosok tubuh itu semakin mendekat, dan berjongkok disamping, dan sejenak memeriksa kondisinya.

"Bertahanlah, bantuan akan segera datang." kata sang penolong.

Suara wanita, penolong itu adalah seorang wanita. Gumam pria itu dalam hati. Samar-samar ia melihat pistol berwarna hitam, sepertinya Glock Meyer 22 dan terdapat ukiran pada pegangannya.

Wanita itu berdiri dan akan melangkah pergi. Dengan sisa kekuatan terakhir pria itu menangkap jari wanita yang telah menolongnya. Karena terkejut wanita itu refleks menarik tangannya, menoleh sebentar dan pergi meninggalkan mereka.

.

.

.

Perlahan-lahan seorang pemuda membuka mata, cahaya lampu terasa sangat menyakitkan memaksa matanya untuk kembali tertutup. Setelah terbiasa ia memulai membuka mata untuk memindai keadaan di sekelilingnya.

Ruangan serba putih, bau-bau yang aneh, dan rasa sakit luar biasa pada kepalanya. Refleks ia mengangkat tangan untuk menyentuh bagian yang terasa sakit.

Tiba-tiba seorang wanita menggunakan seragam putih mendekatinya dan menahan tangannya.

"Pelan-pelan tuan, jangan bergerak dengan mendadak seperti ini." tegur wanita berseragam perawat.

"Dimana ini?" tanyanya.

"Anda berada di Rumah Sakit Internasional Mitra tuan. Tolong jangan banyak bergerak, istirahatlah terlebih dahulu." pinta perawat itu.

Pemuda itu hanya terdiam, dengan pelan menggerakkan kepala untuk melihat ke arah kanannya. Tampak pemuda lain yang ia kenal masih menutup mata, sepertinya masih tidur.

"Kali ini aku sangat beruntung," ujar pemuda tersebut pelan.

"Ya tuan, anda sangat beruntung. Seorang petugas militer membawa tuan dan teman tuan tepat pada waktunya." ternyata perawat tadi mendengar ucapannya.

Hening, perawat tadi memeriksa cairan infus pasien di sebelah kanan kemudian pergi tanpa mengucapkan apapun.

Pemuda itu menatap langit-langit Rumah sakit dengan ribuan pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Tak lama terdengar suara langkah kaki, seorang pria memakai celana jeans, kaos oblong dan jaket kulit mendekati ranjangnya.

"Hai bro, sudah sadar." sapa pria itu.

"Damian, kau disini?" tanya sang pemuda mengenali siapa yang bertanya.

"Tentu saja, aku yang membawamu ketempat ini. Seorang anak kecil melihat kau dan Gustaf tergeletak di pinggir jalan dan pergi ke pos penjagaan untuk meminta pertolongan." jelasnya.

Pemuda itu mengernyitkan dahi. "Anak kecil?" ia tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Yappp, benar. Anak kecil, dia bilang melihat dua orang pria tergeletak tak sadarkan diri di tepi jalan." Damian menegaskan. "Apa yang kau lakukan di dekat batalyon?"

"Batalyon? Aku bahkan tidak tahu kalau jalanan itu mengarah ke markas kesatuanmu. Yang aku tahu Gustaf mencari jalan untuk lepas dari pengejaran. Walaupun akhirnya gagal."

"Ya ampun Aaron, sebenarnya apa yang ada di otakmu? Mengapa pergi tanpa pengawalan?"

"Entahlah, aku bukan Tuhan yang dapat melihat masa depan." pemuda bernama Aaron itu mengangkat bahu.

"Hahhhhh, sudahlah. Silahkan beristirahat, besok aku akan menjengukmu. Dan kau, kau berhutang padaku karena sudah merusak jadwal kencan dengan calon istriku." ujar Damian sambil menunjuk dada Aaron.

"Heiii, apakah Mayor Damian sudah laku sekarang?" Aaron mencibir.

"Ya iyalah, masa ya iya dong. Aku bukan CEO aneh sepertimu yang hanya dianggap dompet berjalan dan partner bercumbu." sindir Damian.

Aaron tersenyum miris mendengar ucapan teman lamanya yang melangkah pergi dengan santainya. Tiba-tiba Damian berhenti dan menoleh padanya.

"Ahh, aku lupa. Tak lama lagi kalian berdua akan dipindahkan ke ruang rawat VVIP. Semua barang pribadimu dan Gustaf sudah kuberikan pada perawat tadi."

"Ya, thanks bro." Aaron tersenyum.

Ia mendesah pelan dan menutup matanya, berusaha mengingat kembali peristiwa yang menimpanya. Bukankah penolongnya adalah wanita dewasa, mengapa Damian mengatakan anak kecil yang mencari pertolongan.

Aaron memutuskan untuk beristirahat, semakin dipikirkan kepalanya semakin sakit. Namun entah mengapa ia tak dapat tidur. Ia meminta perawat untuk memberikan gawainya saat ia dan Gustaf didorong menuju ruang rawat inap.

Ia mengirim pesan kepada seseorang untuk menceritakan kondisinya.

Aku akan mengirim beberapa orang kesana tuan. Dan untuk urusan kantor tuan muda jangan cemas, kami akan mengurusnya, serta menyelidiki penyerangan ini.

Setelah membaca balasan pesan itu Aaron menarik nafas lega, ia bisa beristirahat dengan tenang saat ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!