WARNING :
CERITA INI SEDANG DALAM PROSES REVISI YA. BEBERAPA PART KE BELAKANG AKAN BERBEDA
****
N O B I S
Prolog
•
•
•
•
Kaisar Wira Atmadja. Katakan lah dia makhluk yang diciptakan dari iblis terburuk di dunia. Berkelahi. Mabuk-mabukan. One night stand. Pemuja ****. Dan penguasa dari segala macam keburukan yang ada di muka bumi.
Kai tidak pernah ingin tau tentang kehidupan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Hidup Kai hanya untuk bersenang-senang hingga terbang ke langit ke tujuh. Tidak ada yang berani mengganggu kesenangannya, jika pun ada, ia yakin orang tersebut akan menghilang selanjutnya.
Seperti halnya saat ini, ketika dirinya dengan leluasa memukul orang yang berada di bawah tubuhnya tanpa ampun. Tidak ada satupun orang yang berani menghentikan dia. Mereka yang menyaksikan adegan itu hanya diam seribu bahasa jika tidak ingin menjadi orang selanjutnya yang akan terkapar dengan wajah babak belur.
Hanya karena tidak sengaja menumpahkan air ke atas seragam sekolah Kai, pemuda dengan wajah manis itu harus terkapar tidak berdaya di atas lantai, dengan darah yang keluar dari hidung dan juga sudut bibirnya.
"Berengsek!" Kai meludah ke arah wajah pemuda itu. "Kalo lo berani lewat depan muka gue lagi, mati lo!"
Kai meninggalkan pemuda yang terkapar itu dan berjalan pergi bersama tiga cowok lainnya. Tidak ada rasa bersalah sama sekali setelah apa yang dia lakukan tadi. Kai tidak peduli, bahkan jika dunia ini runtuh sekalipun dia tidak akan pernah peduli dengan orang lain.
"Lo kelewatan. Dia cuma gak sengaja numpahin itu." Sahut Sean saat mereka sudah duduk di tempat favorit mereka.
"Biarin!" Kai mendesis. "Bocah tolol kaya gitu harus dikasih pelajaran. Dia lupa siapa gue!"
"Wihh.. sabar bos! gak ada yang pernah lupa siapa lo di sini! Anaknya Bapak Kevin!" Chandra menepuk pundak Kai pelan, sedikit terkekeh karena hanya orang bodoh yang tidak tau Kai di sekolah ini. Penerus Coex Department Store.
"Bosen gue ke sekolah mulu."
"Lah, ngapain lo sekolah kalo gitu." Celetuk Bara.
"Cuma pengen mastiin kalo sumbangan yang Oma gue kasih gak sia-sia." Jawab Kai.
"Ya elah.." dengus Sean. "Nih sekolahan yang jadi sia-sia kan gara-gara ada lo."
Kai mendelik, tidak terima dengan kalimat Sean barusan. "Bangkeee!"
Hampir setiap hari ada saja masalah yang dibuat oleh Kai, sampai guru kedisiplinan harus memanggilnya berulang-ulang, itu pun atas perintah ketua yayasan Ibu Yolanda, yang tak lain adalah Omanya. Jika bukan karena Oma Yolanda, mana ada guru yang berani menghukum seorang Kaisar. Begitupun untuk semua guru di sekolah ini. Tidak ada satupun yang berani mengganggu Kai. Mereka hanya sekedar memberi nasihat dan setelahnya tidak pernah mau berurusan lagi dengan cowok itu.
"Cabut yuk!" Kai berdiri.
Ketiga cowok lainnya menoleh ke arah Kai.
"Ke mana?" tanya Bara.
"Drunk!"
Chandra, Bara, dan Sean tersenyum menanggapi ajakan Kai. Alkohol memang yang terbaik buat mereka saat ini. Tidak seperti anak-anak seumuran mereka yang lebih memilih belajar untuk masa depan. Kai, Chandra, Bara dan Sean terbentuk karena kedua orang tua yang membuat mereka terjun ke dalam dunia hitam seperti itu.
Kesamaan nasib membuat mereka menjadi dekat dan saling membutuhkan satu sama lain, hingga kini kata sahabat membuat mereka nyaman.
Sebut saja mereka korban broken home, Kai anak satu-satunya dari penerus COEX Department Store. Ayahnya Kevin Wira Atmadja, adalah ahli waris tunggal perusahaan ritel di Indonesia, yang merupakan pemilik dari jaringan toserba COEX. Ibunya, Morena Anggita Salim, seorang model terkenal pada jamannya, setelah melahirkan Kai, sang ibu memilih untuk membuka sebuah butik untuk menyalurkan hobinya, tapi karena terlalu sibuk mengurus butik, Kai kecil selalu terlupakan oleh mereka.
Sejak kecil, Kai selalu diurus oleh pengasuh. Ayah dan ibunya sibuk dengan pekerjaan masing-masing, hal itu yang membuat Kai tumbuh tanpa kasih sayang dan menjadi anak yang tidak pernah peduli dengan lingkungan sekitar. Keadaan membentuknya menjadi keras kepala, susah diatur, dan tidak punya belas kasih.
• • •
"Ada yang ingin saya sampaikan sama kamu."
"Tentang apa ya, Pak?" Krystal meremat kedua tangannya takut-takut.
"Ada permintaan langsung dari Penyumbang dana terbesar di sekolah." Pria tua berkaca mata itu memberikan selembar kertas di depannya. "Ini atas permintaan Ibu Yolanda."
Krystal meneliti kertas yang tadi disodorkan oleh Pak Darma, kepala sekolah SMA Tunas Bangsa. Krystal teperangan dengan kerjapan kecil di matanya. Gadis itu sedikit terkejut setelah membaca isi dari kertas tersebut.
"Tolong bantu anak ini belajar, dan Bu Yolanda siap membantu membayar biaya sekolah kamu hingga perguruan tinggi."
Krystal masih terkesiap, bahkan rasanya sulit sekali menelan ludahnya saat ini. Dia masih bisa membaca dengan jelas maksud dari isi surat tersebut, hanya saja, Krystal masih tidak mengerti mengapa harus dirinya yang membantu murid ini untuk belajar.
"Hm ... kenapa harus saya, Pak?"
"Mungkin cuma kamu yang butuh dan berani melakukan ini."
Kata siapa itu?
Krystal menarik napas pelan. Dia berpikir sebentar sembari menimang-nimang. Memang biaya sekolahnya selama ini ditanggung oleh Yayasan yang mendapat kucuran dana dari Perusahaan Coex Department, dan ia memang merupakan salah satu anak beasiswa. Tapi siapa pun pasti akan berpikir dua kali untuk menerima ini.
Memang sedikit menggiurkan, apalagi biaya sekolahnya hingga perguruan tinggi akan ditanggung. Jadi, apa Krystal harus menerimanya?
"Hanya membuat nilai anak ini sejajar dengan rata-rata nilai sekolah." Pak Darma menghela napas pelan. "Saya tidak ingin menyulitkan kamu, Krystal. Tapi ini permintaan langsung dari Ibu Yolanda, dan saya harap kamu mau memenuhinya."
Kaisar Wira Atmadja adalah si pembuat onar di sekolah. Cowok yang paling ditakuti oleh seluruh siswa SMA Tunas Bangsa. Dia juga mendapat julukan sebagai pengusasa kegelapan. Hampir semua cewek-cewek populer di sekolah pernah menjadi teman tidurnya.
Hanya sebatas teman tidur dan belum ada yang berhasil mendapatkan hatinya. Kai tidak hanya mendapatkan julukan penguasa kegelapan, sebutan iblis nomor satu juga pantas disematkan pada cowok itu. Siapa pun yang mengganggu kesenangannya, Kai yakin orang itu tidak akan selamat.
Bagi beberapa siswa, mendengar nama Kai disebut rasanya seperti berdiri di atap gedung sekolah ini, hingga jika salah sedikit saja mereka akan jatuh dan mati.
"Jadi apa keputusan kamu?"
Krystal tersentak. Apa lagi yang bisa ia pilih? Ini adalah keputusan yang baik, mengingat di dalam surat itu, Ibu Yolanda akan membantu membayarkan biaya kuliahnya hingga lulus nanti.
"Iya, saya mau, Pak."
Krystal tahu, Kaisar bukan orang yang mudah, tapi apa pun itu demi sekolahnya, ia rela walaupun harus terjun ke dalam jurang yang bernama Kaisar Wira Atmadja. Tapi mungkin saja Krystal lupa jika Kai adalah perayu gadis terhandal di muka bumi ini.
Semua gadis sulit untuk menolak pesonanya.
Mungkin dia bisa? Atau akan sama seperti gadis lain. Tenggelam di dalamnya.
• • •
Haiiiiii .... siapapun kalian yang nyasar ke sini terima kasih sudah membaca, jangan lupa jadiin favorite ya.. semoga sukak. Cerita ini terinspirasi dari Novel Invalidite
like sama komentar aku tunggu....
❤ ❤ ❤ ❤
WARNING :
CERITA INI SEDANG DALAM PROSES REVISI YA. BEBERAPA PART KE BELAKANG AKAN BERBEDA
...****...
NOBIS
Chap 1
•
•
•
•
Krystal menelungkupkan wajahnya ke atas meja sembari menarik napas dalam-dalam. Permintaan Pak Darma tadi sedikit mengganggu pikirannya, tapi tidak membuatnya menyesal. Bagi Krystal tidak masalah siapapun yang akan dia bimbing, selama dia bisa melanjutkan sekolah setelah lulus nanti.
Krystal memang tidak begitu mengenal Kai. Tapi bukan berarti dia tidak tahu bagaimana track record cowok itu selama di sekolah. Kai sangat membenci orang lain yang ikut campur masalah pribadinya, Kai juga tidak segan-segan membuat orang tersebut kesulitan, atau lebih parahnya lagi, Kai akan memakai kekerasan untuk menyalurkan rasa tidak sukanya.
Contohnya pagi ini, menurut gosip yang beredar, Kai baru saja memukul seorang murid laki-laki di lorong kelas hanya karena murid tersebut tidak sengaja menumpahkan air ke atas seragam sekolahnya. Tidak ada satupun yang berani melerainya, jika pun ada, mereka sama saja seperti membunuh dirinya sendiri.
Mendapat perintah untuk mengajak Kai belajar tidak membuat Krystal takut, hanya saja ia merasa tidak yakin jika cowok itu akan dengan mudah menerima untuk diajak belajar..
"Kenapa lo?"
Krystal mengangkat kepalanya saat mendengar suara Luna. Cewek cantik dengan kulit cokelat itu menyodorkan sebotol air mineral ke arahnya.
"Gak apa-apa," jawab Krystal lalu mengambil botol itu. "Makasih, Lun."
"Tadi kenapa dipanggil Pak Darma?" tanya Luna lagi sambil mendaratkan tubuhnya di sebelah Krystal.
"Cuma disuruh bantu belajar."
"Bantu belajar?" ulang Luna dengan raut bingung.
Krystal mengangguk, membuka tutup botol itu dan meneguk isinya sedikit. "Iya."
"Bantu belajar siapa?"
"Kai."
Luna langsung menyemburkan air yang baru saja ia minum saat nama Kai terlontar dengan mulus dari bibir Krystal. Cewek itu bahkan hampir tersedak karena terlalu terkejut mendengar itu.
"K-kai?" ulangnya dengan mata melotot sambil menarik bahu Krystal memutar ke arahnya. Krystal hanya mengangguk santai merasa tidak terganggu dengan tatapan Luna. "I-ini Kaisar Wira Atmadja kan? Anaknya Kevin pemilik Coex Store?"
Krystal mengangguk lagi. Tidak ada keterkejutan di wajah gadis itu seolah-olah menjadi pembimbing Kai adalah hal yang sudah sering dia lakukan.
"Terus lo mau?"
"Mau."
"OH MAY GOD!!!" Luna berteriak nyaring, membuat Krystal mengernyit sembari menutup telinganya dengan kedua tangan.
Sementara itu, beberapa murid perempuan yang ada di kelas sontak menoleh ke arah mereka berdua. Tatapan nyalang dari mereka membuat Krystal tersenyum kaku dan meminta maaf.
"Jangan berisik dong!" ketus salah satu di antara mereka yang merasa terganggu.
Luna sontak menatap tidak suka pada cewek itu. Ia berdecak kesal, lalu melemparkan balasan yang tidak kalah galak, "ye! Kalo gak mau berisik di perpus aja sana. Ribet lo, gak pernah denger orang teriak apa!"
"Lun," sela Krystal memperingati.
"Ya lagian dia, gak tahu apa gue lagi kaget."
Krystal melemparkan senyuman penuh maaf lagi ke arah cewek tersebut. Dia kemudian mendelik kembali menatap Luna.
"Salah kamu juga lagian teriak-teriak."
"Gimana gue gak teriak, temen gue mau ngajakin penguasa kegelapan buat belajar. Lo tahu kan, gimana dia? Emang lo bisa bujuk si manusia iblis itu buat belajar? Guru-guru aja angkat tangan."
"Bisa kok, gak ada yang gak mungkin. Saya yakin Kai gak susah-susah banget kok disuruh belajarnya."
Mata Luna membelalak, dan napasnya tercekat dengan bibir terbuka lebar. Luna memang tidak akan pernah mengerti dengan isi kepala Krystal. Mengapa ia harus memiliki teman sepolos ini?
"Oh my Krystal!!! Semut di sekolah juga tahu gimana buasnya manusia iblis bernama Kaisar itu. Lo dengan entengnya bilang kalo dia gak susah-susah amat diajak belajar? Hellowwww? Lo masih ada di bumi kan, Krys."
Krystal tersenyum membalas tatapan terkejut dari Luna. "Kamu tuh gak boleh nilai orang kayak gitu, Lun. Saya kan belum coba tanya Kai, jadi kita belom tahu dia mau atau gak belajar sama saya."
"Ya pasti gak mau lah." Luna melengos gemas. Demi apa pun, kalau dia menjadi Krystal, Luna pasti akan menolak mentah-mentah permintaan itu. Jangankan menjadi pembimbing Kai, menjadi temannya saja Luna harus berpikir dua kali.
"Sok tahu kamu," balas Krystal terkekeh, "lagian, kalo saya bisa ajak Kaisar belajar, biaya sekolah saya akan ditanggung Ibu Yolanda."
"Lah, selama ini juga ditanggung, kan? Elo masih dapet beasiswa."
"Ini biaya sekolah setelah saya lulus, Lun. Jadi, Omanya Kaisar yang minta langsung dan kalo saya berhasil membuat nilai Kai di atas rata-rata, saya bisa kuliah gratis nanti."
Luna menggelengkan kepalanya. Takjub sekali. Di saat Luna dan murid perempuan lainnya di sekolah ini masih memusingkan PR matematika yang rumusnya melebihi kerumitan hati para jomblo, Krystal malah sudah melangkah jauh dengan memikirkan masa depannya.
"Gue kagum sih sama lo! Tapi bisa gak sih lo pikirin lagi. Ini Kai loh, Krys. Kai!!"
Masih dengan senyum di bibirnya, Krystal membalas, "mau siapapun, Lun. Saya gak masalah, pendidikan itu sangat penting buat saya. Kalo dipikir-pikir juga, gaji saya kerja gak perlu untuk biaya kuliah.
Luna menghela napas. Oke, apa pun itu yang bernama kebaikan, pasti tidak akan jauh-jauh dari Krystal. Gadis itu selalu memiliki pemikiran positif, entah untuk sesuatu yang buruk atau sangat buruk di mata orang lain. Baiklah, harusnya Luna belajar banyak dari Krystal.
"Terserah lo, gue cuma bisa berdoa semoga lo berhasil naklukin manusia iblis itu, dan semoga dia gak banyak nyusahin lo. Tapi inget, hati-hati sama pesona Kai, gak ada cewek yang mampu menolak kharismanya, duhh ... gue ngomong apa sih?"
Krystal terkekeh, "siap, Luna."
•••
Pagi itu, Krystal berjalan di koridor sekolah menuju lapangan basket untuk menemui Kai sesuai permintaan Pak Darma kemarin. Dia berulang kali menghembuskan napas pelan membuang perasaan gugup saat berbicara dengan Kai nanti. Seyakin apa pun dia, Krystal tetap butuh kekuatan karena tahu, Kai bukanlah cowok yang mudah untuk didekati.
Setelah melangkah cukup jauh dari kelasnya, mata Krystal akhirnya menangkap tubuh tegap Kai yang sedang duduk di bangku lapangan dengan ketiga temannya. Dia melihat beberapa kali Kai tersenyum, mungkin ini waktu yang tepat mengajaknya berbicara karena terlihat cowok itu sedang dalam mood yang baik.
"Hai," sapanya. "Selamat Pagi."
Mereka yang mendengar sapaan Krystal langsung serentak menoleh dengan wajah datar. Keempatnya menatap Krystal dari atas sampai bawah, seolah-olah merasa terganggu dengan kehadirannya.
"Mau apa lo?" tanya Sean, cowok dengan postur tubuh tinggi dan kulit putih yang nampak kontras pucat. Anak dari salah satu Mentri di Indonesia.
"Boleh bicara sebentar sama Kai?"
"Wahh, penggemar baru nih," sahut Chandra, si cowok tinggi dengan wajah tampan dan kuping lebarnya.
"Pagi-pagi udah dapet mangsa baru aja dia," timpal Bara—salah satu anak pemilik stasiun tv di Indonesia, yang membuat ketiga sahabat Kai tergelak.
Kai merengut, Krystal bisa melihat dengan jelas jika cowok itu sekarang menatapnya tidak suka. Mata Kai menghunus tajam ke arah Krystal. Jika dilihat lebih dekat, Kai memang memiliki mata yang indah, mungkin itu salah satu alasan mengapa semua gadis di sekolah ini sangat mudah terperangkap dalam pesonanya. Dan alasan lainnya karena Kai memang tampan.
Apa yang kamu pikirin, Krystal!
"Ada urusan apa lo?"
Krystal terhenyak, suara Kai yang serak namun terdengar tegas sedikit menakutkan. Sebisa mungkin gadis itu tetap menahan senyumnya.
Oke, jangan dilawan, dia si sumbu pendek.
"Kenalin, saya Krystal." Cewek itu tersenyum manis seraya menjulurkan tangannya. "Sebelas IPA 1."
Kai menatap tangan itu dengan sorot meremehkan, lalu menepis jabatan tangannya menjauh. "Bodo amat! Nggak penting, langsung aja ke intinya!" bentak Kai seraya berdiri dan maju selangkah untuk berdiri di depan Krystal.
"Pak Darma kemarin minta saya buat ngajakin kamu belajar bareng."
Alis Kai tertaut, dan itu semakin terlihat menyeramkan. "Buat apa?"
"Buat naikin nilai kamu. kamu disuruh belajar sama saya biar nilai kamu bisa menyamai nilai rata-rata di sekolah."
Bisa Kai dengar ketiga temannya tergelak kencang sembari bertepuk tangan mendengar kalimat yang terlontar dari cewek cupu di depannya.
Kai menggeram. "Gue gak mau! Bilang sama si kepala botak itu!"
Sontak dahi Krystal merengut. Si kepala botak, nama panggilan yang dibuat oleh Kai untuk kepala sekolah mereka, karena memang pria tua itu tidak memiliki rambut.
"Kenapa nggak mau?"
"Penting banget gue jelasin alesannya!" Kai kemudian maju selangkah mendekat. "Mending lo cabut dari sini sebelum gue hilang kesabaran!"
"Tapi—"
"Gue bilang nggak mau ya nggak mau! Udah sana lo pergi!"
Krystal terdiam. Dia tahu akan berakhir seperti ini, tapi bukan berarti dia bisa menyerah begitu saja. Krystal harus membuat Kai mau belajar bersamanya demi biaya kuliah gratis. Meskipun harus ditolak berulang-ulang oleh Kai, dia tidak boleh menyerah.
"Saya juga gak mau pergi!"
Kai terperangah dengan gadis di depannya, baru kali ini ada orang yang tidak takut dengan gertakannya. Lagi pula, siapa cewek belagu ini? Berani-beraninya menantang seorang Kaisar.
"Lo budek?"
"Enggak."
"Ya udah pergi sana!"
Sean, Bara, dan Chandra masih asik tertawa tanpa mau ikut bersuara. Melihat pemandangan di depan sana seolah menjadi tontonan asik yang sangat menegangkan yang tidak akan bisa terulang. Seorang Kaisar harus berhadapan dengan gadis beasiswa di sekolah.
"Saya gak akan pergi sampe kamu mau ikut belajar sama saya."
Kai berdecak sambil bertolak pinggang, menatap cewek di depannya nyeleneh. "Gue lagi gak mood ngeladenin cewek kayak lo! Berdiri aja lo di sini sampe besok! Gue gak peduli!" Lalu Kai membalikan badannya dan berlalu meninggalkan Krystal yang merengut sebal.
"Eh cewek," Sean melangkah mendekatinya, lalu menepuk bahu Krystal pelan seolah sedang menyemangati gadis itu. "Sabar ya ngadepin si manusia iblis."
•••
hai . . . terima kasih sudah mampir. jangan lupa jadiin nobis sebagai cerita favorite kalian ya, dan tekan like serta berikan komentar . . .
jika suka dengan ceritanya, tolong beri rating lima bintang ya genksss . . .
dan aku katakan sekali lagi, ini adalah based on/ terinspirasi dari Novel Invalidite karya Faradita.
love you all
❤ ❤ ❤
WARNING :
CERITA INI SEDANG DALAM PROSES REVISI YA. BEBERAPA PART KE BELAKANG AKAN BERBEDA
...****...
NOBIS
Chap 2
•
•
•
•
Krystal berjalan mantap dengan wajah merengut sebal. Penolakan Kai barusan membuatnya patah semangat. Masa ia harus merelakan kesempatan bagus ini begitu saja? Biaya kuliah gratis. Kan tidak selamanya dia bisa mendapatkan ini. Krystal terus menggerutu dalam hati hingga tanpa sadar ia telah tiba di depan ruangan kepala sekolah.
Beberapa menit yang lalu ada seorang siswa yang datang ke kelasnya dan mengatakan jika dirinya dipanggil ke ruangan kepala sekolah. Maka, di sinilah Krystal sekarang, sedang mengetuk pelan pintu berwarna coklat itu dan perlahan masuk ke dalam setelah mendapat izin.
Dari ambang pintu dia bisa melihat pak Darma sedang duduk berhadapan dengan seorang wanita tua yang berumur kira-kira pertengahan 60 tahun. Pak Darma tersenyum saat melihat Krystal. Beliau menyuruhnya masuk dan duduk di kursi tengah.
"Ini loh, Bu, Krystal yang saya ceritakan itu."
Krystal terkesiap saat mendengar ucapan pak Darma. Namanya baru saja disebut, bukan hal aneh memang, tapi terasa aneh saat pak Darma menyebutkan namanya di depan bapak tua yang tidak dia ketahui siapa sebelumnya.
"Krystal, perkenalkan ini Bu Yolanda, Ibu Pemilik Coex Store, penyumbang dana terbesar di sekolah setiap tahunnya." Reflek Krystal langsung menatap ke arah wanita tua itu yang terlihat lebih muda dari umurnya. Ia lalu mencium tangannya.
"Apa kabar Krystal?" tanya Ibu Yolanda lembut seraya menatap Krystal penuh senyuman.
"Baik, Bu." Ia tersenyum kaku, merasa sungkan pada wanita tua yang terlihat hangat dan baik, yang Krystal yakini juga sebagai Omanya Kaisar.
"Gimana Kai? Dia mau belajar sama kamu?"
Krystal sedikit bingung untuk menjawabnya. Jika dilihat-lihat, Ibu Yolanda ini sangat berbeda dengan Kaisar, sangat jauh. Suaranya lembut dan menenangkan, berbeda dengan Kai yang selalu memancarkan aura menakutkan.
"Saya udah bicara sama Kai, tapi ... dia gak mau, Bu."
Tidak ada keterkejutan sama sekali di wajah Ibu Yolanda. Wanita itu hanya menggeleng-gelengkan kepala pelan, dan Krystal yakin, beliau sudah terbiasa dengan kelakuan cucu satu-satunya itu.
"Kamu mau kan usaha bujuk anak itu?" Nada suaranya terdengar pelan dan penuh permohonan.
Mendengar itu, Krystal tersenyum kecil. "Saya akan coba, Bu."
"Terima kasih, Nak. Saya minta tolong sekali sama kamu." Krystal tersentak saat merasakan genggaman lembut pada tangannya. "Kai memang sedikit galak, tapi dia anak yang baik kok."
Dalam hati Krystal meringis. Betapa beruntungnya Kai memiliki Oma seperti Ibu Yolanda ini. Lembut, perhatian, dan sangat memikirkan masa depan cucunya. Siapapun yang menjadi cucunya pasti akan sangat beruntung.
"Harapan saya cuma kamu," Ibu Yolanda menjeda ucapannya sebentar. "Saya sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya meminta anak itu untuk belajar. Kai sangat keras kepala, mirip seperti ayahnya."
Ada sedikit perasaan takut. Jika dengan Omanya saja Kai bisa seperti itu, apalagi dengan Krystal yang hanya seorang anak beasiswa. Namun, Krystal tidak boleh patah semangat, Ibu Yolanda benar-benar baik, dan wanita tua itu sangat berharap dengannya. "Saya usahain, Bu. Saya juga yakin Kai bisa memperbaiki nilai-nilai sekolahnya."
"Apa pun akan saya berikan, saya akan memberikan kamu hadiah. Kuliah di Universitas impian kamu, di luar Negri atau dalam Negri, apa pun itu kalo Kai bisa merubah nilai-nilai sekolahnya."
Tangan Krystal mengibas pelan sambil memberikan gelengan kecil. "Jangan seperti ini, Bu, saya pasti akan bantu Kai." Ia menyengir.
Ibu Yolanda menepuk-nepuk punggung tangannya lembut. "Pak Darma gak salah pilih kamu," ujarnya sembari melirik Pak Darma. "Terima kasih, Krystal, terima kasih. Saya banyak berharap sama kamu."
"Saya yang harusnya bilang makasih karena Ibu mau biayain kuliah saya."
"Kamu pantas dapat itu." Ibu Yolanda tersenyum, sungguh jika dilihat-lihat, mereka berdua memang berbeda, Kai bagaikan iblis dan Omanya bagaikan malaikat.
"Panggil Oma saja, biar sama seperti Kai. Biar kita bisa lebih dekat."
Krystal menyengir kaku. Sungguh, untuk pertama kalinya dia benar-benar menginginkan berada di posisi orang lain. Krystal tidak pernah berpikiran untuk memiliki keluarga lengkap, hidup bersama adik-adik panti asuhan dan Bunda saja rasanya sudah membuatnya bahagia. Tapi, kali ini Krystal merasa sangat iri dengan Kaisar, cowok itu memiliki Oma yang baik dan berhati malaikat. Entah mengapa sifat seperti itu tidak melekat sedikit pun pada sosok Kaisar.
"Iya ... Oma."
• • •
Bel jam istirahat berbunyi, ini waktu yang pas untuk Krystal bertemu dengan Kai. Walaupun masih ada rasa kurang yakin untuk membicarakan ini dengan Kai, tapi Krystal tidak punya pilihan lain, ini demi masa depannya dan juga Oma Yolanda yang sudah dia anggap seperti Omanya sendiri. Wanita berhati malaikat yang sudah berbaik hati mau menanggung semua biaya sekolahnya.
Krystal melangkahkan kaki di sepanjang koridor kelas, tujuannya saat ini adalah lapangan basket di sekolah. Tempat yang sering Kai gunakan untuk menghabiskan waktunya bersama teman-teman saat jam istirahat. Jika Kai sudah berada di tengah lapangan basket, pasti seluruh murid perempuan langsung bergerombol berdiri di pingir lapangan hanya untuk melihat Kai.
Benar saja dugaan Krystal, dari jarak sejauh ini dia sudah melihat Kai yang sedang bermain basket dengan Chandra, Bara, dan Sean. Lalu perhatiannya jatuh pada semua murid perempuan yang berada di pinggir lapangan.
"Kenapa harus serame ini sih?" Krystal bergumam gugup, bibirnya digigit pelan.
Semoga saja si manusia iblis itu dalam kondisi hati yang baik.
Menghembuskan napas pelan, perlahan Krystal mendekati keempat cowok itu. Kembali membuang napasnya berulang-ulang guna mencari keyakinan yang sempat menghilang.
"Oke, kali ini saya harus pastiin Kai gak punya pilihan lain selain mau belajar sama saya." Mata Krystal tertuju pada satu objek di depan sana, yaitu tubuh atletis Kai.
Cowok itu begitu terlihat mempesona dengan seragam yang sudah dikeluarkan dan dua kancing teratasnya dibuka, lalu keringat yang membanjiri dahi Kai perlahan turun menuju lehernya.
Dia tampan. Wajar banyak murid perempuan di sekolah yang bertekuk lutut di depannya, bahkan sebagian dari mereka rela memberikan mahkota pertamanya untuk Kai.
"Selamat siang ..." Krystal menarik bibirnya lebar, hingga memamerkan deretan giginya yang putih. "Bisa bicara sebentar?"
Kai berhenti tiba-tiba saat Krystal sudah berdiri tidak jauh dari tempatnya. Sorot mata tajam dan menakutkan dari cowok itu kini bisa Krystal lihat. Dia merasa terganggu dengan kehadiran cewek itu di tengah-tengah lapangan.
"Siapa sih ni cewek?" tanya Kai dengan raut tidak suka.
Bara menimpali, "gebetannya Chandra kali."
"Buruan deh suruh cabut, ganggu, ******!" sungut Kai.
Chandra merengut mendengar tuduhan itu. "Kapan gue punya gebetan?" sahutnya tidak terima, lalu beralih mentap Krystal. "Tapi kayak pernah lihat gue," tambahnya.
"Lo Krystal, kan? Cewek yang tadi pagi ngajakin Kai belajar bareng?" Sean menimpali.
Tercengang. Bukan hanya ketiga cowok lainnya yang menoleh terkejut karena Sean mampu mengingat nama murid cupu di sekolah mereka, Krystal yang sejak beberapa menit lalu berdiri di depan mereka pun tersentak lantas menoleh ke arah Sean.
Cewek itu mengerjap kaget saat namanya disebut. Ini kejadian yang sangat langka, untuk bisa diingat oleh teman sekelasnya saja, Krystal sudah merasa bersyukur, tapi ini Sean? Sean mengingatnya, Sean menyebut namanya.
"Woi!" Teriakan Kai sontak menghancurkan bunga-bunga yang bersarang di hati Krystal begitu saja. "Mau ngapain lo?"
Kembali, perhatiannya kini beralih pada Kai. Memang tujuan awal Krystal adalah bertemu dengannya, maka untuk itulah dia berdiri di sini, menatap tanpa takut ke arah cowok itu.
"Saya masih mau ngajak kamu belajar bareng!"
"Pfftt..." Sean, Bara, dan Chandra menutup mulutnya untuk menahan tawa mereka yang sebentar lagi akan pecah.
"Masih lanjut, brew," seloroh Sean yang diangguki oleh Chandra dan Bara.
Kai mendengus, mendelik ke arah tiga temannya yang sedang asik meledek. Ini tidak bisa dibiarkan, cewek di depannya ini sudah melewati batasnya. Tidak ada yang bisa memaksa seorang Kaisar untuk melakukan apa yang tidak dia sukai, apalagi itu di lakukan oleh gadis aneh seperti Krystal.
"Heh!" Kai berjalan ke arah Krystal dengan seringai di wajahnya. "Lo nggak denger apa tolol sih! Tadi pagi kan gue udah bilang, gue nggak mau!"
"Tapi ini harus!" Kata cewek itu tidak mau kalah. "Oma kamu sendiri yang minta ke saya."
"Oma gue kan yang nyuruh? Lo belajar aja sana sama dia."
Chandra dan Bara tergelak di belakang Kai, lalu Sean tersenyum lucu. Sementara itu, seakan tidak terpengaruh oleh ketiga cowok itu, Krystal malah memilih untuk memajukan tubuhnya, berhadapan dengan Kai dalam jarak dekat.
"Kamu tuh!" sabar, Krys, sabar! Demi beasiswa. "Kamu tuh gak sopan bilang kayak gitu."
"Bodo amat!" kata Kai santai sambil mendribbel bola di tangannya.
"Ini demi kebaikan kamu."
"Gue udah baik dari lahir."
Krystal benar-benar kehabisan akal untuk membujuk Kai. Jika ada wujud yang lebih buruk dari iblis, mungkin wujud itu yang mampu mewakili sifat Kai hari ini.
"Baik apanya?" gerutu Krystal tanpa sadar, dan itu masih didengar oleh Kai.
"Apa lo bilang?"
Gelagapan, Krystal segera menggeleng. "Ng—gak," kilahnya, bisa mampus di tangan iblis ini dia kalau salah bicara. "Gini aja deh, anggap kamu ngelakuin ini demi membantu orang lain. Oma kamu misalnya."
Kai menghentikan kegiatan mendribble bola, lalu menatap ke arah Krystal dengan tatapan yang sangat menakutkan.
"Gue gak peduli. Lo denger, gue nggak peduli sama siapa pun! Mending lo pergi dari sini, gue kasih kesempatan sebelum gue bener-bener marah."
Sebenarnya Krystal takut, tapi dibanding harus kehilangan uang bulanan yang sudah ditawarkan, lebih baik ia mati di tangan Kai saat ini. "Saya nggak mau!" tukasnya dengan dagu terangkat tinggi, benar-benar menantang.
Sontak hal itu menyulut tawa Chandra dan Sean lebih keras, dan gelak tawa dari kedua temannya itu memancing amarah Kai lebih besar lagi.
"Lo bener-bener mau cari masalah sama gue!"
Krystal menggeleng lagi dengan tatapan polos. "Saya mending cari uang deh. Lagian cuma belajar aja kok, susah banget, sih?"
Kai benar-benar sudah kehilangan kesabarannya. Jika semua gadis di sekolah ini selalu mengikuti apa yang ia katakan, berbeda dengan cewek yang berdiri di depannya ini tanpa rasa takut. Dia selalu membantah ucapan Kai.
"Gue gak butuh orang lain, apalagi buat ngatur-ngatur gue!"
Krystal mencibir. "Siapa yang mau ngatur-ngatur? Saya cuma mau bantuin kamu, biar nilai sekolah kamu gak di bawah rata-rata."
"Apa pun alasan lo, gue tetep nggak mau! Itu udah jelas banget ya!"
Krystal terlihat bingung, dahinya mengkerut. "Kenapa sih belajar aja gak mau?"
"Bukan urusan lo!" Kai mendengus kesal.
"Urusan saya, karena saya yang disuruh."
Kai menatap mata Krystal dengan seringai yang sangat menakutkan, seolah ingin menelan cewek itu bulat-bulat. Mungkin jika diteliti lebih jauh, raut muka Kai yang seperti ini lebih menyeramkan daripada saat dia berteriak marah.
"Oke. Gue akan terima permintaan lo untuk belajar. Tapi ...." Kai menggantungkan ucapannya, berjalan ke arah Krystal semakin dekat kemudian berbisik di telinganya. "Cium gue di tengah lapangan dan minta gue buat jadi pacar lo!"
• • •
hai . . . terima kasih sudah mampir. jangan lupa jadiin nobis sebagai cerita favorite kalian ya, dan tekan like serta berikan komentar . . .
jika suka dengan ceritanya, tolong beri rating lima bintang ya genksss . . .
love you all
❤ ❤ ❤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!