"Sudah?" tanya seorang pria pada wanita yang duduk di depannya.
"Belum, sedikit lagi?" jawab sang wanita dengan tangan sibuk mengetik di atas laptop, "Kalau bapak sudah selesai pergi saja dulu, nanti saya bisa menyusul." perintahnya pada teman satu timnya.
"Gak usah, aku mau nungguin kamu saja, biar kita bisa pergi sama-sama," ujarnya.
"Boleh, asal bapak tidak merasa kalau saya merepotkan saja." jawabnya dengan santai.
Dan pria itu pun tersenyum dengan santai juga.
Di kantor memang sedang sibuk sebentar lagi ada akreditasi sekolah dan semua guru sibuk menyiapkan berbagai hal yang digunakan untuk penilaian sekolah mendatang,
Rara dan kamal berada dalam satu kelompok yaitu Standar proses sehingga memiliki tugas yang paling banyak diantara kelompok yang lain.
Karena tadi teman-teman sekantornya banyak yang mengumpulkan tugas yang kemarin Rara minta sehingga sekarang dia masih sibuk memasukan beberapa file ke laptopnya saat yang lain sudah pergi untuk makan siang.
Tak seberapa lama mereka pun telah siap dengan tugas masing-masing, seperti teman yang lain keduanya keluar kantor untuk makan siang di tempat yang sudah di janjikan oleh kepsek tadi pagi.
"Bareng aku saja Ra!" pinta kamal saat perempuan yang bernama lengkap Syafira Zahra Putri menuju parkir motor miliknya.
"Gak usah soalnya saya mau jemput anak dulu di rumah mertua." Tolak Rara karena dia teringat janjinya pada Ali akan menjemput saat jam istirahat tiba.
"Gak apa-apa biar aku antar."
"Nanti bapak gak bisa makan siang?"
"Hahahaha..." Kamal tertawa, "Makan siang gak harus di tepat biasa kan? Lagian banyak warung di sepanjang jalan sini jadi bisa makan dimana saja."
Rara tersenyum,"Terserah bapak deh kalau gitu."
"Sip!"
Dan keduanya masuk kedalam mobil Kamal yang ada di parkir khusus mobil di halaman depan sekolah.
****
Kijang Rush itu sudah berjalan mulus meninggalkan kawasan sekolah menuju jalan raya yang siang ini tampak sepi, berbeda dari biasanya.
"Pak saya turun di halte depan saja, silahkan bapak makan siang dengan yang lain," pinta Rara pada Waka kepsek yang duduk di sebelahnya.
Kamal pura-pura tidak mendengarkan permintaan Rara, dia terus saja menjalankan mobilnya menuju kota K dimana tempat mertua Rara tinggal.
"Kalau ke rumah mertua kamu lewat sebelah kantor kecamatan itu kan?" tanya Kamal memecah kesunyian diantara mereka berdua, "Soalnya saya kesana cuma sekali pas nikahnya kamu saja dan itu juga sudah enam tahun yang lalu jadi saya agak-agak lupa arah belok nya."
Rara tersenyum, "Iya pak, bener belok arah kantor camat."
"Habis itu masuk gang yang ke satu atau dua kan di sana ada dua gang."
"Gang yang kedua."
"Oh...yang kedua ya?"
"Iya."
"Dekat dengan rumah pak Syarif?"
"Kalau pak Syarif itu ketua RT di tempat mertua saya pak."
"Oh gitu."
"Bapak kenal dengan pak Syarif?"
"Kenal, beliau itu ayah sahabat saya. Jadi anaknya pak Syarif yang ke dua itu teman saya kuliah, kadang kalau libur kuliah saya main ke rumah dia.
Kalau rumah mertua kamu yang sebelah mana? Sebelum atau sesudah rumah pak Syarif ya?"
"Kalau dari sini sebelum pak. Jarak enam rumah dari tempat pak Syarif. Kalau bapak main ke tempat mas Mahmud bisa mampir ke mertua saya sekalian, orangnya ramah kok."
"Wah, kalau saya mampir terus gak ada kamu disana ya gak enak lah, nanti dipikir tamu tak diundang lagi."
"Emang jaelangkung datang tak di undang pulang tak diantar."
Kamal tertawa mendengar penuturan Rara yang menurut dia lucu.
"Ngomongin tetang mertua kamu, sebenarnya saya sempat gak tahu, kalau di wilayah situ ada suami mu soalnya dia gak pernah terlihat sama sekali di daerah situ."
Rara tersenyum mendengar komentar Kamal, "Mahluk halus mungkin pak jadi tidak terlihat." jawabnya jahil.
"Beneran deh. Saya beberapa kali main ke rumah pak Syarif gak pernah jumpa dengan suami mu sekali pun, padahal kalau ada acara remaja masjid kadang saya suka diminta bantu-bantu di sana."
"Wajar lah, kalau bapak tidak pernah bertemu, soalnya suami saya S1 dan S2 nya di luar. Dia S1 di Amerika dan S2 di Inggris jadi memang jarang terlihat di rumah."
"Wah...pantas saja penampilannya beda, soalnya terlalu lama gaul sama bule. Iya kan Ra?"
Rara tersenyum sambil mengangguk tanda membenarkan ucapan Kamal.
"Hati-hati loh Ra, kalau kelamaan gaul sama bule nanti tingkahnya juga mirip bule. Bisa gak betah tinggal di rumah sama istri."
Lagi-lagi Rara tersenyum, "Kalau itu mah bukan cuma bule saja pak, orang kampung kita juga banyak yang gak betah tinggal di rumah."
"Tapi kan beda Ra."
"Stop pak, stop. Kita sudah sampai. Itu rumah mertua saya." ujar Rara mengingatkan Kamal sambil menunjuk rumah bercat kuning yang ada di depannya.
Kemudian Kamal menghentikan mobilnya dan Rara mengucapkan terimakasih sebelum turun dari mobil.
"Nanti aku jemput lagi setengah dua ya!" ujar Kamal sebelum Rara turun dari mobil.
Setelah melihat mobil Kamal pergi dari hadapannya barulah Rara membuka pagar besi rumah mertuanya.
****
"Assalamualaikum mama!" sapa Rara begitu mertua perempuannya membuka pintu sambil tak lupa mencium tangan kanan mertuanya dengan penuh kasih sayang.
"Walaikumsalam," jawab sang mertua, "Ayo masuk!" pinta perempuan yang bernama Eka itu, sambil menuntun menantu kesayangannya menuju ruang dalam.
"Ali lagi ngapain ma?"
"Baru selesai makan siang, kamu sudah makan belum? ayok makan siang dulu, kamu pasti lapar kan? Kebetulan mama masak makanan kesukaan kamu loh?" kata sang mama sambil menuju ke meja makan dan Rara mengikuti dari belakang karena dia memang belum makan siang.
"Wah...jadi malu nih datang-datang langsung makan," goda Rara.
"Gak apa-apa. lagian kamu jarang main kesini."
"Iya ma, lagi sibuk akreditasi makanya gak sempet kemana-mana."
"Ya sudah makanya ayok makan yang banyak." Pinta mertuanya sambil menarik kursi untuk menantu perempuannya itu.
"Wah...kalau ini sih bukan banyak lagi ma, bisa-bisa nasinya habis sama saya sendiri." Ujar Rara tanpa rasa malu ketika melihat menu yang terhidang di atas meja makan,
bagaimana tidak itukan makanan favorit dia, pepes ikan nila panggang dengan sayur kunci dan sambal terasi. Apa lagi rasa masakan mama mertuanya tidak beda jauh dengan masakan sang ibu jadi serasa makan dirumah sendiri deh.
"Gak apa, nanti kalau habis tinggal masak lagi, beras mama masih banyak," ujar mamanya.
Sedang ayah mertuanya cuma terdiam mendengarkan celotehan istri dan menantunya itu bagaiman pun juga kalau urusan makan menu kesukaan Rara memang suka khilaf.
****
Di tunggu
like dan komennya
"Ali belum tidur siang loh Ra," ujar Eka memberi tahu menantunya yang sedang rebahan di depan TV sambil mengelus-elus perutnya karena kekenyangan, "Tadi sudah mama suruh, tapi dia gak mau karena asik mainan sama Yuda," Eka menjelaskan.
"Iya ma, nanti biar dia tidur di kantor saja. Lagipula sekolah hari ini libur kok, jadi Ali bisa tidur siang di UKS nanti."
"Kalau memang kamu lembur lagi, biar Ali di sini saja, nanti malam biar papa yang nganterin pulang."
"Gak usah ma, hari ini hari terkahir, jadi bisa pulang cepet dan semua berkas penilaian juga sudah selesai tadi. Paling nanti tinggal menyusun ruangan yang akan digunakan untuk penilaian."
"Jadi, penilaian akreditasinya besok."
"Iya. Insyaallah selama dua hari ma. Besok kalau si Embok (Panggilan untuk asisten rumah tangga Rara) belum datang minta tolong jemputkan Ali lagi ya ma, untuk dua hari."
"Iya, kamu gak usah khawatir, kalau gak bisa jemput tinggal telepon saja, biar mama yang jemput Ali. Kamu fokus sama pekerjaan kamu saja."
"Makasih ya ma," kata Rara tulus.
"Sama-sama, mama juga trimakasih kamu sudah ngasih cucu ke mama," jawab Eka.
"Mas Adam kapan pulang ya ma?" tanya Rara pada mama mertuanya itu karena sudah beberapa bulan ini suaminya belum pulang ke rumah.
"Entahlah mama juga gak tahu, emang kamu gak pernah telepon Adam?"
"Biasanya telepon, cuma sudah beberapa hari ini nomornya gak bisa dihubungi"
"Mungkin dia masih di Hongkong jadi nomornya susah di hubungi."
"Memang mas Adam sekarang di Hongkong ma?" tanya Rara kaget.
"Loh kamu gak tahu kalau Adam ada di Hongkong?" Eka balik bertanya.
"Gak, mas Adam gak pernah cerita."
"Gimana sih Adam itu, punya istri kok pergi gak ngomong dulu," Eka nampak kesal dengan perlakuan putranya. "Iya, Adam di Hongkong sudah seminggu yang lalu. katanya mesti ketemu investor disana. Mama pikir dia sudah ngomong sama kamu, makanya mama diam saja, ternyata dia gak pamit dulu. Sudah nanti biar mama marahin tuh anak, sudah punya istri kok sembrono. Pergi gak pamit dulu."
"Gak usah ma, mungkin sangat mendesak jadi dia gak sempat pamit sama Rara," Rara gak enak hati ketika membahas tentang suaminya yang berujung pertengkaran antara ibu dan anak.
"Gak apa Rara, kalau gak diomelin nanti jadi kebiasaan pergi gak pamit dulu," Jawab sang mama.
Rara tidak menyahut, dia enggan kalau harus membahas suaminya yang berujung hanya membuat dia sakit hati.
Begini kah nasip ku? menjadi seorang istri yang tidak di anggap oleh suaminya, batin Rara terluka.
Tidak ingin Eka membahas Adam lagi maka Rara memilih pergi meninggalkan mama mertuanya.
"Rara mau sholat Dzuhur dulu ya ma, nanti keburu jam istirahatnya habis."
"Oh ya sudah sholat dulu sana. Biar mama yang bereskan perlengkapan Ali buat dia bawa nanti."
Rara mengaguk setuju lalu beranjak dari ruang TV menuju kamarnya. Sebenarnya bukan kamar dia tapi kamar Adam, namun karena mereka sudah menikah tentu kamar itu beralih kepemilikan menjadi kamar mereka berdua.
Rara masih tidak mengerti dengan jalan pikiran suaminya yang teramat cuek terhadap dia dan Ali putra semata wayang mereka.
Padahal usia pernikahan mereka sudah berjalan selama enam tahun dan selama itu Rara selalu merasa tidak pernah punya suami.
Memang benar Adam tinggal di luar kota dan hubungan mereka berjalan jarak jauh. Namun itu bukanlah suatu alasan jika keduanya memang saling menyayangi dan mencintai.
Selama ini Adam bahkan tidak pernah meneleponnya terlebih dahulu, harus selalu Rara yang memulai duluan. Rara yang selalu memberi kabar kepada Adam tentang dirinya dan Ali, baru kemudian Adam berkata dia baik-baik saja.
Bahkan menurut Rara suaminya lebih mementingkan urusan pekerjaan ketimbang urusan rumah tangga mereka.
Adam pulang kerumah tiga bulan sekali dan paling lama di rumah cuma dua malam. Kadang malah cuma sehari di rumah langsung balik pergi lagi, alasanya ada pekerjaan mendadak lah, yang ini lah, yang itu lah yang membuat Rara pengen marah saja pada suaminya itu.
Jika tidak teringat pernikahan mereka sudah memiliki seorang anak, mungkin Rara memilih berpisah dari Adam. Namun apa yang harus dilakukan, semua keluarga suaminya begitu sangat sayang padanya terutama pada Ali. Sehingga membuat Rara tidak tega untuk menyakiti hati mereka semua hanya karena perlakuan suami yang tidak bertanggung jawab.
"Tok tok tok!" terdengar pintu kamar Rara di ketuk dari luar.
Cepat-cepat ibu satu anak itu menghapus air matanya dan bergegas membuka pintu kamar.
Yang ternyata papa mertua nya sudah berdiri di depan pintu.
"Kalau mau balik ke kantor ayok bapak antar. Sekalian bapak juga mau balik ke toko."
"Gak usah pa, Rara sudah janjian sama teman mau pulang bareng dia kok. Bentar lagi dia jemput. Papa duluan saja," ujar Rara menolak tawaran mertuanya.
"Yasudah kalau gitu papa pergi dulu. Assalamu'alaikum."
"Walaikumsalam. Hati-hati di jalan pa!"
Laki-laki itu mengangguk, kemudian pergi meningalkan kamar menatunya.
*****
Tak seberapa lama setelah sholat HP Rara berbunyi menandakan ada panggilan masuk, "Pak Kamal" nama yang tertera di monitor HP.
"Hallo, Assalamualaikum."
"Walaikumsalam. Kamu sudah siap belum Ra? ini saya sudah ada di depan rumah kamu."
"Oh iya pak, tunggu sebentar. Ini lagi mau keluar."
"Ok. Gak usah buru-buru. Yang penting saya tidak nungguin kamu makan siang saja," jawab Kamal konyol.
Rara pun tersenyum mendengar itu meski Kamal tidak dapat melihat senyumnya.
"Tidak pak, kalau masih mau makan siang, mungkin butuh tiga puluh menit untuk bapak menunggu saya," Jawab Rara memberi tahu.
Cepat-cepat Rara melipat mukenanya kemudian keluar untuk mencari Ali yang ternyata sedang bermain di ruang tengah dengan Yuda anak dari mbak yang membersikan rumah mertuanya.
"Ali, ayo kita pulang?" pinta Rara.
"Ali sini saja ma. Ali masih mau main sama mas Yuda."
Rara berjongkok di depan putranya, menyentuh pundak lelaki kecil itu guna memberikan pengertian, "Kita pulang dulu, besok main lagi. Mas Yuda juga mau pulang kok, mau bobok siang dulu."
"Iya Ali. Kamu pulang dulu, besok kita main lagi" Kata Yuda menambahkan.
"Bener ya mas, besok kita main lagi."
"Iya. Besok mas bawakan gambaran yang banyak banget buat kita main bareng," ucap Yuda sambil merentangkan kedua tangannya sebagai ekspresi banyak banget yang dia ucapkan, "Sekarang kamu pulang dulu sama mama kamu."
"Besok Ali juga bawa robot-robotan Ali yang baru ya ma? Buat main sama mas Yuda?" Pinta Ali sambil mendongak menatap Rara meminta jawaban.
"Iya, besok mama bawakan Robot sama mobilan kamu kalau buat main. Yok, salam dulu sama Nenek sebelum pulang," Pinta Rara sambil menuntun putranya mencari Eka di halaman belakang, diikutin oleh Yuda.
Seperti biasa, setiap pulang dari rumah mertuanya pasti Rara mendapatkan banyak bekal makanan, terutama untuk putranya. Seolah mereka berdua kelaparan saat berada di rumah.
Lihatlah tas sekolah Ali yang sudah penuh dengan berbagai makanan ringan, entah apa saja isinya. Belum lagi rantang sayur yang sudah tersusun rapi di atas meja. Passi isinya pepes ikan dan rendang daging yang barusan dimasak oleh mama eka.
*****
"Kamu sudah makan siang Rara?" Tanya Kamal ketika mobil mereka sedang melintasi kawasan pasar.
"Sudah, bapak sendiri sudah makan siang apa belum?" tanya Rara sambil menoleh pada Kamal yang duduk disebelahnya.
"Kebetulan kalau saya belum. Jadi gak masalah kan kalau kita berhenti sebentar untuk makan siang?"
"Gak masalah kok. Toh waktu kita juga masih ada satu jam lagi, sebelum jam masuk kantor," ujar Rara sambil melirik jam di pergelangan tangannya.
Kini mobil Kamal berhenti pada sebuah rumah makan lesehan yang masih ada di kawasan kota K.
Rara dan Ali memesan jus jeruk sedangkan Kamal menikmati makan siangnya.
Ketika sedang asik dengan kegiatan masing-masing tiba-tiba seseorang menepuk bahu Rara.
"Hay...lagi makan Ra?" sapanya ramah.
Rara nemoleh kearah suara tersebut dan, "Mas Mahmud, lagi makan juga?" tanya Rara begitu tahu siapa yang menyapanya yaitu tetangga rumah Eka.
"Gak, saya lagi nyapa kamu," jawab Mahmud ngaco.
Rara meringis.
"Hai brow, apa kabar?" sapa Mahmud begitu tahu ada Kamal di sebelah Rara.
"Eh..ternyata elo brow," jawab Kamal ketika tahu yang menyapa adalah sahabat sendiri.
"Wah...kayaknya laper bener nih makhluk satu. Makan sampai gak lihat ada orang lewat," ejek Mahmud.
Kamal tersenyum, "Biasalah, kalau lagi makan enak mah pura-pura gak kenal saja, apa lagi yang lewat model kadal ijo kayak elo gitu. Sekali senggol saja duit gue langsung habis."
"Hahaha," Mahmud tertawa mendengar penuturan Kamal, "bisa aja loh brow. Btw dari mana nih kalian, kok bareng-bareng gini? Tumben?" Mahmud mengerling kan matanya genit.
"Dari rumah mama."
"Dari rumah elo."
Jawab Rara dan Kamal berbarengan.
"Oh..., ngapain elo kerumah gue? Mau ngerampok ya?" todong Mahmud pada Kamal.
"Gile loh ndro. Emang sekaya apa elo sekarang? Sampai takut gue rampok segala. Makan juga masih ikut bokap sok gaya loh."
"Ya elah, emang elo kagak tahu kalau sekarang gue udah jadi pak lurah?" jawab Mahmud jumawa.
"Cie, iya sampai lupa gue kalau kadal ijo ini sekarang sudah jadi lurah," Kamal tertawa, "Sendirian saja elo?"
"Tidak, tadi lagi bareng tim, tapi habis makan siang langsung pada bubar."
"Emang sibuk apa sih? Kata bapak, elo sekarang sibuk banget sampai jarang pulang."
"Biasa lah. Ngurusin pembangunan desa, kemarin dana yang turun tidak sesuai dengan proposal yang gue ajukan dan ternyata ketuker dengan desa sebelah, makanya tadi kita rapat lagi."
"Kalau yang turun lebih banyak dari yang dianggarkan gak apa-apa mas, Mayan itu," Sambung Rara.
"Kalau itu sih, mas gak pusing Ra. Tinggal masukin kantong saja kalau ada sisi, tapi masalahnya kurang sih."
"Dasar Kadal Ijo. Baru juga jadi kepala desa berapa bulan, sudah mencoba untuk korupsi," Cemooh Kamal sambil memukul lengan sahabatnya.
Tapi Mahmud tidak peduli dengan ejek Kamal, "Kok kalian bisa berdua-duaan gini sih? Emang kalian sengaja janjian buat pergi bareng ya? Atau jangan-jangan ada apa-apa ini?" Selidik Mahmud penuh curiga.
"Janjian gimana? Rara kan teman satu kantor gue."
"Hah, masak iya. Wah....kamu wajib mengajukan pindah nih Ra, kalau satu kantor sama monyet gila model dia ini," tutur Mahmud sambil tertawa. Dia gak nyangka jika Rara adalah teman sekantor sang sahabat.
"Hus, ada anak kecil ngomongnya hati-hati." Ujar Rara sambil menunjuk Ali dengan dagunya memberi tanda kepada dua bapak-bapak yang tak tahu malu itu.
Seketika itu tawa Mahmud terhenti. "Aku pikir tadi kamu lagi makan sama Adam ternyata sama Kamal," Ujar Mahmud, "Adam apa kabar Ra?"
"Baik."
"Masih di luar kota juga."
"Iya."
"Suruh kerja disini-sini saja loh Ra. Lagi pula di tempat kita sini juga banyak proyek pembangunan. Kalau ada dia kan biar semua proyek pembangunan desa dan proyek-proyek yang lain aku kasih ke dia semua."
Rara tersenyum.
"Coba Ngomong sama Adam ya Ra?" pinta Mahmud.
"Insyaallah mas, entar deh Rara sampaikan."
"Bener ya Ra!"
"Iya. Oh bapak sudah selesai belum makannya sekarang sudah jam dua nih. Nanti kena marah kalau kita terlambat datang," Rara mengingatkan Kamal, tentang waktu istirahat mereka yang sudah mau habis.
"Sudah siap kok. Kalau begitu kamu tunggu di mobil, biar saya yang bayar makan dulu!" Pinta Kamal.
Rara mengangguk, "Duluan ya mas Mahmud. Selamat berpusing ria," Pamit Rara pada Mahmud sambil mengajak Ali pergi, namun ketika mereka belum terlalu beberapa langkah Ali berbalik lagi kearah Mahmud dan bertanya, "Om kadal ijo itu apa?" Tanya bocil itu.
Mahmud tersenyum, "Oh itu artinya cicak yang besar," jawabnya sambil mengacak-acak rambut Ali yang masih rapi karena diberi Gel rambut khusus anak-anak.
"Oh..." Ali ber ooohhh panjang dan Mahmud tersenyum senang.
Dasar anak pinter selalu penasaran dengan berbagai hal, pikir Rara.
****
Benar dugaan Rara, begitu sesampainya di kantor mereka berdua di omelin oleh teman-teman yang lain karana menghilang tanpa kabar saat jam makan siang dan terlambat kembali ke sekolah.
"Sorry deh, besok gak lagi-lagi," jawab Rara santai.
Sedang Kamal, tidak ambil pusing dengan omelan teman sekantornya, pria itu memindahkan Ali dari dalam mobil ke Ruang UKS yang ada di sebelah Ruang guru dan menidurkan bocah berumur lima tahun itu disana.
Sedangkan Rara langsung bergabung dengan guru dan para staf yang lain untuk membereskan barang-barang mereka agar tidak berantakan dan menindahkan map dari ruang guru ke Aula sekolah.
"Rara, bawa Staples sama kain panjangnya sekalian ya?" pinta Bu Liana saat Rara hendak pergi ke aula.
"Yes mom," jawab ibu satu anak itu memenuhi permintaan teman-temannya.
Karena akreditasi dilaksanakan di Aula sekolah, dan mereka sekarang sedang gotong royong merapihkan juga membersihkan ruangan itu agar layak dan terlihat indah dipandang mata pagi tim asesor besok pagi.
Setelah berkerja kurang lebih tiga jam, kini semua telah siap sedia Dan untuk saat ini, pertama kalinya setelah dua minggu berturut-turut para guru dan para staf SMA NEGERI NUSANTARA tidak lembur sampai malam.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!