Seorang gadis bersama Silmi putri bungsu dari ustadz Usman dan Nisa. Silmi gadis yang sangat manja pada orang tuanya, begitupun pada kakak laki-lakinya yaitu Fadil (32 tahun).
Bahkan Silmi kalau tidur pun ia punya satu kebiasaan yang mengalahkan anak usia dibawah lima tahun yaitu harus di empok empok dulu oleh uminya, baru bisa tidur hingga sang Abi sering memprotesnya.
"Sudah dewasa tapi kebiasaan tidur harus di empok empok dulu sama uminya, sudah jelas itu mengambil jatah Abi nya"
Silmi yang nampak cantik dan imut sedang bercermin menggunakan kerudung syar'i berwarna maroon. Silmi menatap dirinya dicermin sambil tersenyum.
"Kapan ada berondong yang mau melamar ku?, aku sudah siap lahir dan batin"
Silmi sudah membereskan buku bukunya untuk dibawa ke sekolahan santri. Tiba tiba terdengar suara ketukan pintu.
Tok tok tok.
"Mimi sayang, sarapan dulu" ucap Nisa sang ibu.
"Iya Umi"
Silmi pun keluar kamar dan berjalan menuju ruang makan. Dilihatnya menu sarapan kali ini terlihat begitu banyak dan beraneka ragam.
"Umi, tumben menu sarapannya banyak banget. Apa Abi sedang menjalankan program untuk menambah berat badan?" tanya Silmi penasaran. Ustadz Usman sang ayah pun langsung mengernyit.
"Abi tidak mau saingan sama Dewi, cukup dengan bentuk badan segini" ucap ustadz Usman yang kini sudah mengambil beberapa menu makanan dan ditaruhnya di piring.
"Apa kita mau kedatangan tamu?" tanya Silmi kembali.
"Hari ini Kakak dan kakak iparmu mau sarapan bareng disini, makanya menunya banyak. Dan hari ini kita memang akan kedatangan tamu dari jauh. Dia salah satu sahabat Abi mau berkunjung kesini. Dia ingin kenal sama Mimi dan Fadil" tutur ustadz Usman menjelaskan. Silmi pun mengangguk namun dalam pikirannya ia merasa ada yang aneh hingga menaruh curiga, namun ia tidak ambil pusing hingga hanya pokus dengan makanan yang ada di piringnya.
Tiba tiba terdengar pintu depan terbuka.
"Assalamualaikum"
Fadil dan Syifa datang sambil menggendong Dede Bilkis yang kini berusia sekitar dua tahun. Kakak dan kakak iparnya Silmi sengaja datang untuk sarapan bersama.
"Waalaikum salam"
"Pagi semua. Masya Allah, menu sarapannya istimewa sekali, pantas saja Umi mengundang untuk sarapan bersama" ucap Fadil yang kini ikut duduk di ruang makan. Syifa pun ikut duduk disebelah suaminya itu sambil memangku putri semata wayangnya itu.
"Bilkis duduknya sama Mbah ya" pinta ustadz Usman. Bilkis pun turun dari pangkuan ibunya lalu mendekati kakeknya.
"Semok sayang, makan yang banyak ya" pinta Fadil pada istrinya yang tubuhnya tumbuh kesamping. Tak menyia nyiakan kesempatan. Syifa langsung mengambil berbagai menu dan menaruhnya di piring. Silmi langsung menganga lalu melirik kakaknya.
"Syifa sayang, kau laper pake banget ya, yakin itu menu bakal masuk semua kedalam perut?" tanya Fadil seolah tak percaya. Syifa sudah tersenyum malu.
"Maaf Abang, tidak tau kenapa hari ini mendadak laper banget" ucap Syifa yang langsung melahap sarapannya setelah mengucap do'a.
"Jangan jangan kak Syifa lagi hamil?" ucap Silmi menebak nebak.
Mata ustadz Usman dan Nisa langsung berbinar setelah Silmi mengatakan kalau Syifa hamil.
"Syifa kau hamil lagi?" tanya Nisa antusias. Syifa langsung menggeleng.
"Nggak Umi, aku tidak sedang hamil, aku cuma sedang laper saja" jawab Syifa masih dengan asik pada sarapannya.
"Si Syifa bukan sedang hamil, tapi dia sedang kerasukan ibunya" ucap ustadz Usman hingga Nisa mencubit lengan suaminya itu.
Dewi adalah ibunya Syifa yang bertubuh gemuk dan hobby makan, yang kini masih setia bekerja di kantinnya Bi Ratna. Suaminya pun sekuriti senior disana.
Mereka pun sarapan bersama, namun Silmi merasa kalau hari ini ada yang aneh.
"Umi, Abi, aku berangkat dulu ya, mau jemput Hawa dulu ke rumahnya" tutur Silmi.
Hawa adalah sepupu sekaligus sahabatnya. Silmi juga punya Anum sahabatnya, mereka sudah bersahabat dari kecil (si trio Kwek Kwek).
"Ingat ya Mi, setelah selesai belajarnya nanti langsung pulang, gak boleh mampir mampir dulu kemana mana" pinta ustadz Usman sedikit tegas. Silmi langsung terdiam.
"Memangnya kenapa Bi?, tumben sekali aku disuruh pulang cepat?" tanya Silmi.
"Sahabat Abi kan mau berkunjung kesini"
"Itu kan sahabatnya Abi, lalu apa hubungannya denganku?" Silmi sedikit memprotes.
"Sholehah Silmi Kaffah, sahabat Abi itu ingin bertemu denganmu" ucap ustadz Usman.
"Sahabat Abi itu berondong bukan?" tanya Silmi. Semua langsung mengernyit.
"Ko nanyanya berondong sih, ya tentu saja usianya seumuran dengan Abi, udah ada ubannya" tutur ustadz Usman.
Silmi tiba tiba langsung cemberut tidak jelas.
"Mimi sayang kenapa cemberut kaya gitu?" tanya ustadz Usman.
"Mencurigakan!!" batin Silmi.
Setelah berpamitan, Silmi pun pergi ke rumahnya Hawa. Didepan rumahnya Hawa sudah ada Hawa, Aisyah dan Riziq orang tuanya Hawa sekaligus Om dan tantenya Silmi.
"Assalamualaikum" Silmi mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam"
"Abi, Umi aku berangkat dulu ya, assalamualaikum" pamit Hawa sambil mencium tangan orang tuanya, begitu juga dengan Silmi yang ikut mencium tangan Riziq dan Aisyah. Tak lupa juga mereka menjemput Anum juga. Anum sudah menikah dan mempunyai seorang bayi. Meskipun begitu, Anum tetap ingin menimba ilmu, Anum juga memperkerjakan seorang pengasuh untuk menjaga putranya.
Si trio kwek-kwek itu berjalan menuju sekolah santri.
"Sebentar lagi liburan tiba nih. Kira kira kalian mau pada pergi liburan kemana?" tanya Silmi.
"Aku kayanya di rumah saja deh gak kemana mana, keponakan keponakan ku masih kecil , kasihan kalau harus bepergian jauh. Lagi pula dana liburan cukup lumayan, kasihan Abi harus mengeluarkan banyak biaya untuk pergi mudik ke kampung halamannya Umi. Mungkin lain kali saja kalau ada kesempatan yang lain" tutur Hawa. Kehidupan Hawa nampak begitu sederhana namun bahagia, berbeda dengan Silmi yang serba ada. Anum dan Silmi pun mengangguk.
"Kalau aku sih mau liburan ke rumahnya kak Syakir saja, sekalian rindu sama Mbah dan nenek Umi. Kau sendiri mau pergi kemana Sil?" tanya balik Anum. Silmi langsung menggelengkan kepalanya bingung mau pergi kemana.
"Belum tau, belum ada rencana" jawab Silmi.
"Paling juga kau diajak liburan ke kebun lagi seperti biasa" ejek Anum sambil menahan tawanya hingga Silmi cemberut.
"Terkadang Abi ku suka mendadak pelit kalau urusan liburan, padahal dibawah tempat tidurnya banyak uang gepokan" tutur Silmi.
"Terkadang aku suka kasihan sama ustadz Usman yang sering pamer kalau dibawah temat tidurnya banyak uang gepokan, ia selalu jadi korban dan dimanfaatkan hingga terpaksa mengeluarkan uang itu" tutur Anum.
"Dimanfaatkan biar manfaat. Aku yakin pasti Pakde Usman diam diam suka membantu orang orang yang kurang mampu dengan uang itu" tutur Hawa.
"Iya kalau ada apa apa yang terjadi di sini, selalu dia yang mendanai, meskipun selalu keluar kata kata HADEUUUH" ucap Anum.
Siang pun tiba. Bunyi klakson mobil mewah terdengar didepan gerbang utama. Bang Muklis sekuriti senior sekaligus besannya ustadz Usman berlari mendekati lalu membukakan gerbang utama pesantren.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Bang Muklis pun menyapa dengan sopan, ketika kaca mobil belakang terbuka hingga memperlihatkan sepasang suami istri yang usianya sudah paruh baya namun terlihat elegan. Yang lelaki bertubuh gemuk namun terlihat berwibawa dengan penampilan dan sikapnya. Dan yang perempuan terlihat elegan dengan penampilan khas ibu ibu sosialita namun dengan penampilan sopan dan sikap yang ramah.
"Saya pak Edi, saya mau ketemu ustadz Usman. Kebetulan, beliau adalah sahabat saya" ucap pak Edi memberitahu, Bu Santi istrinya pun mengangguk tersenyum. Bang Muklis mengangguk dan bergegas membukakan gerbang lebar lebar hingga mobil mewah itu bisa masuk.
Setelah mobil berhasil masuk, Mas Cipto supir pribadinya pak Edi pun langsung membunyikan klakson mobilnya.
Tiiiiid . .
Lalu pergi menuju rumahnya ustadz Usman. Bang Muklis pun menatap kepergian mobil mewah itu.
"Kapan aku punya mobil semewah itu?. Duuuh Muklis, mimpimu ketinggian, kalau jatuh nanti takutnya kecetit kan sakit. Bersyukur saja kalau kau sudah punya si sexy Dewi istri tercinta, dan si Syifa semok putri tersayang. Juga tak lupa si gemoy Bilkis cucu terehem" tutur Bang Muklis yang selalu berusaha untuk bersyukur dengan yang ia punya sekarang yaitu keluarga.
Mobil mewah itu pun berhenti tepat didepan rumahnya ustadz Usman. Mas Cipto pun turun lebih dulu lalu bergegas membukakan pintu untuk majikannya itu. Pak Edi adalah orang yang sangat sukses hingga mempunyai beberapa perusahaan ternama di kota Z. Tubuhnya begitu gemuk, pertanda hidupnya begitu makmur. Sementara dengan Bu Santi, wanita paruh baya yang kini rambutnya sudah disanggul rapih nampak tersenyum. Meskipun tidak berhijab, Bu Santi berpenampilan sopan dan berwibawa.
Ustadz Usman dan Nisa sudah berdiri didepan rumah sambil melempar senyum atas kedatangan sahabat kecilnya itu.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Ustadz Usman sudah mendekati sahabatnya itu.
"EDIIII, , , Masya Allah, kau tumbuh subur sekali seperti besanku" ucap ustadz Usman sambil merangkul pak Edi.
"Senang sekali bisa bertemu lagi dengan mu Man. Sudah berapa belas tahun kita tidak bertemu, hanya bisa komunikasi lewat telepon. Rasanya rindu banget" ucap pak Edi.
"Jangan rindu, berat. Kau tidak akan kuat. Biar si DILAN saja yang menanggungnya" ucap ustadz Usman bercanda. Pak Edi langsung tertawa.
"Ha ha ha, iya ya aku gak akan kuat. Membawa badanku saja sudah berat" jawab pak Edi yang kini sudah tertawa bersama. Nisa dan Bu Santi pun sudah cipika cipiki dan saling sapa dengan ramah.
"Man, ngomong ngomong kau sekarang terlihat keren ya, rambutmu pake diwarnai segala. Tapi kenapa harus warna putih, kenapa tidak warna merah atau kuning saja biar kelihatan makin keren kaya artis artis Korea" tutur pak Edi. Ustadz Usman langsung mengernyit.
"Ini uban namanya" gerutu ustadz Usman hingga pak Edi pun tertawa.
"Ha ha ha, kupikir rambutmu di cat, rupanya ubanan ya. Rupanya kita sama sama sudah tua" ucap Pak Edi sambil tertawa tawa. Ustadz Usman sudah mengerucutkan bibirnya.
"Iya sudah tua, maklum sudah punya cucu" ucap Nisa.
"Ayo silahkan duduk dulu"
Mereka pun sudah duduk bersama di kursi depan rumah. Nisa sudah menyiapkan minuman dan beberapa cemilan yang kini sudah tersedia diatas meja.
"Silahkan diminum dulu"
"Terima kasih Bu Nisa"
Mereka pun mengobrol ngobrol melepas rasa rindu setelah bertahun tahun tidak bertemu.
"Berapa perusahaan yang kau pimpin sekarang?" tanya ustadz Usman.
"Aku sudah tidak memimpin perusahaan lagi, sudah pensiun. Semua perusahaan ku (Junaedi grup) sudah dipimpin oleh putraku FARIS JUNAEDI (30 tahun). Eh ngomong ngomong, kau sudah membicarakan soal perjodohan anak anak kita belum pada putrimu. Kita kan sudah membicarakan masalah ini di telepon dulu" tutur Pak Edi. Ustadz Usman pun mengangguk.
"Aku sudah pernah membicarakan ini pada Silmi. Ya begitulah anak jaman sekarang. Suka tidak mau di jodoh jodohkan. Apalagi putriku itu sangat terobsesi dengan laki laki yang usianya lebih muda darinya (berondong)" tutur ustadz Usman. Pak Edi dan Bu Santi pun langsung tertawa, merasa lucu dengan keinginan Silmi yang mau dengan berondong.
"Ngomong ngomong, Silmi kemana ya?. Pasti dia sekarang tambah cantik ya" ucap Bu Santi.
"Uuuh bukan cantik lagi, tapi cantik pake banget. Bahkan kakaknya saja lewat" ucap ustadz Usman memuji putrinya.
"Abi, ya tentu saja kakaknya lewat. Fadil kan laki laki, masa iya dia cantik" ucap Nisa diselingi tawa diakhir kalimatnya.
"Man, aku sangat berharap sekali kalau Faris bisa mendapatkan istri yang baik dan Sholehah. Masa lalunya Faris yang sedikit kurang baik hingga dulu dia disebut punya penyakit hidung dan mata, kadang aku suka kasihan padanya Man. Diusianya yang menginjak 30 tahun, dia masih saja sendiri. Uang yang banyak, harta yang berlimpah bahkan kekuasaan yang setinggi langit, tidak menjamin kebahagiaan tanpa seorang istri disampingnya" tutur pak Edi.
"Tapi penyakit hidung sama mata nya sudah sembuh kan?" tanya ustadz Usman. Ia tak mau memberikan putrinya pada sembarang orang.
"Tentu saja Man, putraku sudah sembuh dari penyakitnya. Selama dua tahun terakhir, aku melihat perubahannya. Sikap dan perbuatannya sudah Alhamdulillah baik, solat pun sering dikerjakan nya, hanya saja dia sulit menemukan jodoh"
Ustadz Usman terdiam dan merasa aneh begitu pun dengan Nisa.
"Bukankah putramu itu tampan, kaya raya, pasti dibawah tempat tidurnya banyak uang gepokan, sudah pasti isi bantalnya pun bukan terbuat dari busa, pasti dolar semua isinya. Apa mungkin tidak ada perempuan yang mau mendekatinya?" tanya ustadz Usman.
"Yang mendekati sih banyak, banyak banget malah. Tapi sayang, semua perempuan yang datang mendekatinya kebanyakan pake rok mini. Putraku ingin mendapatkan perempuan Sholehah yang baik dari luar dan dalam. Makanya aku ingin menjodohkan Faris dengan Silmi. Aku yakin kau pasti mendidik Silmi dengan baik. Aku tidak tau lagi harus mencari perempuan baik dan Sholehah dimana selain putrimu. Soleh kakakmu pun anaknya laki laki semua" tutur pak Edi.
"Tapi Silmi itu anaknya manja banget loh. Dan dia tidak mau dipaksa paksa kalau menyangkut soal jodoh"
"Itumah soal gampang, putraku itu punya pesona yang luar biasa. Asalkan putrimu itu mau mengenalnya saja, dia pasti langsung klepek klepek pada putraku" tutur Pak Edi dengan percaya diri. Ustadz Usman malah mengernyit.
"Klepek klepek meninggal?" tanya ustadz Usman yang tidak mengerti.
"Ya bukan Man, maksudnya klepek klepek terpesona, masa iya meninggal" ucap pak Edi.
"Oh terpesona, kirain klepek klepek meninggal. Kaget aku"
Sementara dengan Silmi, Anum dan Hawa yang kini sedang berjalan pulang.
"Mampir dulu ke rumahku yu, mas Athar nya belum pulang" pinta Anum.
"Boleh, sekalian aku mau jagain Dede Hasbi" ucap Hawa, namun Silmi langsung menggeleng.
"Maaf aku gak bisa, Abi menyuruhku pulang lebih cepat" ucap Silmi.
"Kenapa memangnya?, tumben banget" ucap Hawa sedikit heran.
"Entahlah, katanya sih ada temannya yang mau datang ke rumah. Tapi aku mendadak curiga deh, katanya temen Abi yang usianya sudah paruh baya itu ingin sekali bertemu denganku" tutur Silmi hingga Anum dan Hawa langsung menganga.
"Astaghfirullah alazim, Silmi jangan jangan kau mau dijodohkan dengan sahabat Abi mu itu. Kau mau dinikahkan dengan lelaki paruh baya itu" tutur Anum hingga Silmi terkejut ketakutan.
"Ikh gak mau, masa aku mau dijodohkan dengan bapak bapak sih, aku kan maunya berondong" ucap Silmi menegaskan.
"Heei jangan suudzon dulu, mana mungkin Pakde Usman mau menjodohkan Silmi dengan lelaki tua. Mungkin ini ada hubungannya dengan ceritamu dulu, kalau kau mau dijodohkan dengan pengusaha anak sahabatnya pakde Usman" tutur Hawa mengingatkan hingga Silmi terdiam.
"Bisa jadi Hawa, pasti yang akan dijodohkan dengan Silmi itu adalah putranya sahabat ustadz Usman" Anum ikut bicara.
"Aku tetap tidak mau, anak sahabat Abi itu usianya 7 tahun lebih dewasa dariku. Bagiku dia Om Om. Aku menolak keras untuk dijodohkan" protes Silmi.
"Tidak apa apa Silmi. Jika kau menerima pengusaha itu, itu artinya nanti kau akan menjadi ibu Bos" goda Anum. Silmi malah mengernyit.
"Tapi aku bukan perempuan matre" gerutu Silmi.
"Sudah jangan pada ribut dengan hal yang belum pasti. Sebaiknya kau pulang dulu Silmi, takutnya Pakde Usman menunggumu di rumah" pinta Hawa. Silmi pun mengangguk dan langsung pulang ke rumahnya.
Dijalan ia bertemu dengan Syifa yang mau pulang juga.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
"Kak Syifa mau pulang ke rumah Umi, apa ke rumahnya kak Syifa?" tanya Silmi.
"Mau pulang ke rumahnya Umi dulu, Bilkis kan ada disana" jawab Syifa. Akhirnya mereka pun pulang bersama.
Saat Silmi dan Syifa hampir sampai di rumah ustadz Usman, Silmi mendadak menghentikan langkahnya.
"Kenapa?" tanya Syifa.
"Kak Syifa tau gak sih tentang rencana kedatangan sahabatnya Abi itu?, kira kira apa ya tujuan dia datang kemari?" tanya Silmi penuh curiga. Syifa langsung terdiam.
"Mungkin temennya Abi Usman itu mau menanam saham di perkebunan. Atau temennya itu mau memasukan putranya untuk belajar disini" jawab Syifa hingga Silmi mengernyit heran.
"Tapi aku menaruh curiga kak. Sepertinya Abi dan sahabatnya itu merencanakan sesuatu deh" Silmi menduga duga.
"Rencana apa?"
"Jangan jangan Abi berniat untuk berbesanan dengan sahabatnya itu. Pasti ini ada hubungannya dengan perjodohan" tutur Silmi. Syifa langsung menganga.
"Astaghfirullah alazim. Abi Usman ingin menjodohkan Abang Fadil dengan anak sahabatnya itu. Pokoknya aku gak mau dipoligami. Titik, gak pake koma apalagi tanda tanya" gerutu Syifa sambil merajuk hingga Silmi langsung mengernyit.
"Ini kak Syifa gak nyambung banget deh" batin Silmi.
"Kak Syifa, bukan begitu maksudku. Maksudnya Abi mau menjodohkan ku dengan anak sahabatnya itu. Bukan menjodohkan kak Fadil. Masa iya kak Fadil mau disuruh poligami" tutur Silmi hingga Syifa cekikikan.
"Oh iya Mimi, kak Syifa sampai lupa kalau Abi Usman masih punya Sholehah Silmi Kaffah yang belum menikah hi hi hi. Abang Fayang gak akan poligami" ucap Syifa cekikikan mendadak lupa kalau dirinya punya adik ipar.
Mereka melanjutkan kembali langkahnya. Ketika melihat didepan rumahnya ada wanita dan lelaki paruh baya yang tidak dikenalinya, Silmi langsung bersembunyi dibelakang tubuhnya Syifa.
Sesampainya di depan rumah.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Pak Edi dan Bu Santi pun tersenyum melihat Syifa, namun Silmi masih setia bersembunyi.
"Masya Allah Man, putrimu tumbuh makmur seperti diriku" ucap pak Edi sambil tersenyum pada Syifa. Ustadz Usman langsung mengernyit.
"Itu mah Syifa menantuku, istrinya Fadil"
"Oh kufikir dia Silmi, lalu mana putrimu? tanya pak Edi penasaran.
"Syifa mana adikmu?" tanya Nisa.
Syifa langsung bergeser hingga nampak lah Silmi sedang berdiri menunduk. Pak Edi dan Bu Santi pun tersenyum.
"Masya Allah, Silmi cantik sekali, mirip uminya" puji Bu Santi.
"Abinya juga harus dibawa dong, jangan cuma mirip uminya doang. Kan bikinnya juga barengan" protes ustadz Usman. Nisa sudah mencubit pinggang suaminya itu dengan rasa malu.
"Silmi, sini sayang. Kenalin ini Om Edi sama Tante Santi, sahabat umi sama Abi" Nisa memperkenalkan. Silmi pun mendekati Bu Santi lalu mencium tangannya dengan sopan.
"Apa kabar Tante" sapa Silmi. Syifa pun ikut bersalaman.
"Silmi cantik banget" puji Bu Santi kembali sambil mengelus pipinya Silmi. Pak Edi pun sudah mengelus kepalanya Silmi yang terbalut kerudung berwarna maroon. Silmi hanya diam saja. Sesekali ia mulai celingak celinguk mencari seseorang.
"Mana lelaki yang akan dikenalkan padaku. Akan kubuat dia tidak menyukaiku" batin Silmi.
"Duduk dulu Mimi. Om Edi sama Tante Santi ingin ngobrol denganmu" ucap ustadz Usman.
Silmi pun terpaksa duduk disebelahnya Nisa. Dia hanya diam saja seolah tau apa yang akan direncanakan oleh mereka.
"Syifa sayang, tadi Bilkis dijemput ibumu, nanti diantarkan pulang katanya. Kalau kau laper, Umi sudah siapkan makanan di dalam" ucap Nisa hingga Syifa tersenyum.
"Iya Umi, terima kasih. Tapi aku mau nunggu bang Fadil dulu di dalam" Jawab Syifa. Syifa pun masuk kedalam, tidak mau mengganggu pembicaraan mereka, namun rasa keponya tiba tiba datang hingga Syifa ngintip dibalik jendela.
Bu Santi terus saja mencubiti pipi Silmi dengan gemasnya. Iya sudah merasa cocok jika Silmi menjadi menantunya.
"Silmi, boleh Om tanya sesuatu?" ucap pak Edi.
"Boleh Om"
"Silmi sudah punya calon?" tanya Pak Edi kembali. Lagi lagi Silmi mengangguk hingga semua langsung bengong dibuatnya.
"Mimi sayang, emangnya Mimi sudah punya calon?" tanya ustadz Usman karena Silmi menganggukkan kepalanya.
"Man, putrimu sudah punya calon?" tanya Pak Edi.
"Mimi, memangnya siapa calon mu?" tanya ustadz Usman heran.
"Calonku belum kelihatan Abi. Tapi aku yakin dia pasti akan datang menemuiku dan langsung melamar ku" tutur Silmi hingga ustadz Usman dan Nisa langsung mengernyit. Sementara Pak Edi dan Bu Santi malah tertawa kecil.
"Mimi sayang, itumah artinya belum punya calon kalau belum kelihatan mah"
Silmi sudah cemberut.
"Tuh kan dugaan ku benar kalau mereka ada niat untuk menjodohkan ku. Dan jangan jangan yang akan dijodohkan denganku itu adalah Om Om yang usianya 30 tahun itu. Oh noooo" batin Silmi.
Silmi sudah ketakutan sendiri, ia takut benar benar dijodohkan dengan laki laki yang usianya 7 tahun lebih dewasa darinya. Karena kalau itu terjadi, obsesinya terhadap berondong pupuslah sudah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!