NovelToon NovelToon

Gadis Berdaster Milik CEO

Ganti Rugi

"Rumangsamu aku penak mas.. seh.."

Seorang gadis mengenakan daster batik warna biru tua, terus menggoyangkan tangannya sambil bersenandung. Tangannya terus mengucek baju di papan yang tertumpu pada bak kecil warna hitam, yang berisikan rendaman baju.

"Mbak.. Mbak .. Arie.." seorang wanita membawa keranjang cucian kotor berdiri di belakangnya.

"Eh. .. opo Mba kaget aku."

["eh .. apa mba kaget aku."] sontak Arie terkejut dan menoleh kebelakang.

"Nyanyi ae Mbak ... hehehe ki klambi ku ya Mbak, nomer 13, suwun Mba,"

[ "Nyanyi terus Mba.. hehehe baju saya ya Mba, nomer 13 terima kasih Mbak" ]

wanita itu menaruh keranjang baju kotornya sambil menyengir, lalu mengeluarkan uang 20 ribu dari sakunya.

"Iki seng wingi Mbak yo suwun."

["Ini yang kemarin ya Mbak terima kasih]

wanita itu pun berlalu meninggalkan Arie.

"O iya Mbak ... matur suwun ya!"

[" O iya Mbak ... terima kasih ya!"]

dengan sumringah Arie menerima uang itu.

Arieta Wulandari, seorang gadis berusia 20 tahun yang berkerja sebagai tukang cuci di tempat kos khusus putri, yang terletak tak jauh dari rumahnya.

Hari semakin siang akhirnya Arie meyelesaikan semua. Dengan riang dia mulai mengayuh sepeda onthel nya. kehidupan yang pas pasan tak membuat Arie malu, dia terbiasa dengan apa yang ada dan apa adanya dirinya. Yang penting punya sendiri.

Arie mengayuh sepedanya lebih kencang perutnya sudah kelaparan, dalam kepalanya sudah terbayang masakan si Mbok di rumah. Sepeda Arie membelok ke sebuah gang di depannya dan ..

BRUUAAK

Sebuah sedan mewah menubruk nya dari belakang. Sepeda Arie oleng menabrak tembok belakang rumah warga. Arie meringis kesakitan lengan dan kakinya lecet, setir sepedanya bengkok, dengan marah Arie bangkit dan berjalan menuju mobil yang menabraknya. Ia mengepalkan tangannya, mengebrak bagian depan mobil

"Hey.. metu tanggung jawab!"

[ "Hey keluar tangung jawab!" ] Arie berkacak pinggang sambil menunjuk ke arah sopir.

Si sopir pun keluar menundukkan kepala, dengan cengengesan dia menggaruk belakang kepalanya.

"Sepurane Mbak aku ga sengojo,"

[ "Maaf mba aku tidak sengaja," ]

sopir itu melipat ke dua telapak tangannya di depan wajahnya.

"Sepurane, sepurane. Ko sepeda ku rusak, ki..tanganku sikilku.

[maaf..maaf..nih.. sepedaku rusak, nih tangan, kaki ku]

Ari melotot sambil menunjuk sepeda dan luka di tubuhnya.

"Iyo..yo Mba aku tangung jawab"

["iya ya Mba aku tanggung jawab."]

sopir itu berusaha menenangkan Arie yang sudah terlanjur emosi.

seorang laki laki bermata sipit keluar dari mobil, karena tak tahan dengan keributan di depannya. Ia mendekat sang supir dan menanyakan apa yang terjadi dengan membisik, sang supir pun menjawab dengan berbisik pula. Ia pun dekati Arie dan meminta sopir mengeluarkan cek dari dalam mobil.

"Tou sau?" ( "berapa?") pria sipit itu mengeluarkan suara datar.

"I Pai wan." ( "satu juta.") Arie berkacak pinggang menghadapi pria di hadapannya,tak ada raut takut di wajahnya.

Sopir yang baru saja datang dari dalam mobil itu, segera menyerahkan cek pada Tuannya. Sopir itu terkejut melihat wanita yang di tabrakannya bisa berbicara bahasa Tuannya.

"Iso ngomong Chino pean Mbak?" ( "Bisa bahasa cina kamu Mbak?" ) sopir itu bertanya sambil cengar-cengir.

"Iso mas aku mantan TKW." jawab Arie enteng.

Tuan sipit itu menyodorkan cek yang sudah ia tanda tangani kepada Arie,dia sedari tadi sudah pusing karena tidak mengerti bahasa mereka.

"Ce se seme?? wo Pu Yau,"

[ ini apa?? aku tidak mau] Arie mengerutkan dari melihat lembaran kertas yang di sodorkan.

"Ran hou na, ni yau ce me yang?" ("lalu, kau mau apa?") ujar pria ini mulai kesal.

"Wo Yau jien a." .

[ "aku mau uang"] Arie pun mulai meninggikan suara nya.

"Ce yang Hao, kei wo nin te Ming bien, Ming Dien wo hue cao nin,xien cai wo Mei you sejien Ken nin jhao!"

[ "Begini saja berikan kartu Anda,besok saya akan mencari anda hari ini saya tidak punya waktu bertengkar dengan Anda!" ] Arie berkata panjang lebar.

Tanpa banyak bicara Tuan sipit itu memberi kartu namanya. Lalu segera meninggalkan Arie, dia sudah tidak tahan dengan wanita bar bar itu.

"Hoe" satu kata keluar dari Tuan sipit dan segera di mengerti oleh supirnya yang langsung menyusul ke dalam mobil. mobil itu pun melaju meninggalkan Arie yang masih tertunduk membaca kartu nama yang dia baru terima.

"Alex Wang CEO Albied inc, CEO Albied wah mati aku" Arie memukul keningnya sendiri.

noda darah

Seorang wanita tua, dengan rambut putih yang di sanggul ala kadarnya, dan memakai kaos lusuh yang sudah berlubang di beberapa bagiannya. Beliau duduk di sebuah bangku kayu panjang, sambil sesekali menengok ke arah jalan raya. Beliau tersenyum mendapati seorang yang di tunggu telah terlihat.

"Mbok." sapa Arie sembari mencium tangan mbok nya yang sudah keriput di makan usia.

"Kok suwe, Nduk, lha sepedamu endi, lha Ki tanganmu kene opo beshet kabeh?"

[ "Kok lama Nduk, di mana sepeda mu, lha ini tangan mu kenapa luka semua?" ] tanya si Mbok sambil membolak-balik lengan Arie yang goresan luka akibat ciuman sama aspal.

"Nganu Mbok aku tibo, sepeda e rusak, tak titipno ten bengkel e Cak Mat,"

[ "Itu Mbok aku jatuh, sepedanya aku titipkan di bengkel Cak Mat," ] jawab Arie sembari duduk di samping mbok nya.

"Oalah ati ati.. Nduk.."

[ "Ya sudah Nduk hati hati," ] mata si Mbok sudah berkaca kaca, beliau tak tega melihat cucunya yang terluka.

"Iya ... Mbok, Kulo lesu mbok pean masak opo?"

[ "Iya Mbok, aku lapar, Mbok masak apa?"] Arie mengalihkan pembicaraan aga si Mbok tidak sedih, dia tau. Si Mbok Sangat menyayanginya karena hanya dia yang si Mbok punya.

"Ayo. . mangan sek, Mbok masak tempe,sama sayur asem."

[ "Ayo makan, Mbok masak tempe, sama sayur asem." ]

"Ayo Mbok." Arie memegang lengan si Mbok dan mereka berdua menuju ke dalam rumah.

Rumah yang tak luas 3x2 meter, tak ada kursi atau meja di ruang tamu melainkan sebuah ranjang reot, untuk tidur si Mbok. Sementara ruang belakang adalah kamar Arie yang bersanding dengan dapur, tak ada pintu hanya kelambu dari kain bekas sepanduk. Sementara untuk MCK mereka menggunakan milik bersama tak jauh dari sana.

Selesai menyantap makan siangnya Arie kembali keluar untuk bekerja. Dengan bekal masker, topi, celana training kumal yang dia padu dengan daster. Besi dengan ujung yang melengkung serta sebuah karung Arie siap bertempur menyusuri jalan di Surabaya. Ya ini lebih baik daripada jadi pengemis.

"Arie berangkat ya Mbok," lirih Arie mencium tangan si mbok yang tengah beristirahat. Ia tak ingin si Mbok terganggu, Arie dengan pelan menutup pintu rumah. Baru beberapa langkah kaki Arie dari rumahnya seseorang telah menyapa dirinya.

"Rie.. Arie.. Arep budal ya?"

[ "Arie mau berangkat?"] seorang memakai atasan warna merah terang, dengan celana selutut yang press body, roll rambut yang nangkring di poninya. Wanita itu berlari kecil sambil melambaikan tangan memanggil Arie.

Arie yang mendengar namanya di panggil pun, sontak berhenti dan menoleh ke sumber suara.

"iya Mbak Sum," jawab Arie ramah sambil tersenyum balik maskernya.

"Rie.. wes onok gurung duite, sepurane ya soale aku ya lagi butuh."

[ "Rie, apa sudah ada uangnya, maaf tapi aku lagi butuh."] tanya Mba Sum to the point.

"Sek ya Mba kurang titik, insyaallah sesuk sore Mba Sum" [ "Sebentar ya Mba Sum, insyaallah besok sore."]

"Ya wes .. ga popo, tak tunggu ya Rie, wes ati ati aku muleh sek."

[ "Ya sudah tidak apa apa, aku tunggu ya Rie, hati hati, aku pulang.'] dulu pamit mba sum sembari menepuk bahu Arie.

Arie hanya mengangguk pelan Sebenarnya Arie merasa tidak enak dengan mbak Sumirah pemilik rumah yang di kontrak Arie dan mboknya. Sudah lebih dari seminggu Arie telat membayar kontrakan bulan lalu. Arie pun melanjutkan perjalanan nya, ia tak ingin larut dalam perasaan sedihnya.

"Semoga hari ini bisa dapat rejeki lebih," gumam Arie lirih.

*****

Tap.. .tap..

Rambut klemis tersisir rapi, wangi, kacamata hitam, jas warna hitam rapi udah kaya ganteng pula, oh my good siapa yang ga klepek klepek sama pangeran sipit ini. Semua orang membungkuk memberi hormat padanya.

Bisik bisik para penghuni kantor, mengiringi langkah sang CEO muda yang baru saja menjabat 1 bulan yang lalu mengantikan sang kakek sang sudah pensiun.

BRAAAK

Alex membuka pintu ruangan dengan kasar.

karena gadis bar bar tadi meeting siang ini tertunda, hingga dia harus membayar pinalti.

"Dasar cewek sialan liat saja kalau sampai aku melihat mu lagi," ujarnya sambil menaikkan bibirnya.

******

Cakrawala senja terlihat indah di sela gedung pencakar langit Surabaya. Seorang wanita penuh peluh berjalan dengan payah, setelah bergelut dengan debu jalan raya, membawa sekarung penuh botol bekas ke tempat pengepul.

"Iki, Cak," ujar Arie sambil meletakkan karung di atas timbang.

"Ok... 3 kilo ya, Rie." jawab seorang pria tua sambil mencatat di buku besarnya, lalu mengambil beberapa lembar uang dari laci dan menyerahkan kepada Arie.

"ki oleh mu sak Minggu Iki."

[ "ini hasilnya kemarin."]

"Iya Cak, matur nuwun," Mata Arie begitu berbinar, tersenyum sumringah menerima uang dari pria itu. Setidaknya ada tambahan untuk bayar uang kontrakan meski belum sepenuhnya. Arie mengayunkan langkah dengan riang menyusuri gang kecil menuju rumah.

kriet

"Mbok," lirih Arie saat membuka pintu, didapati si mbok masih terbaring di ranjangnya. Melihat si mbok masih tidur Arie pun memutuskan untuk pergi membersihkan dirinya.

Setelah antri beberapa waktu di ponten umum, akhirnya Arie selesai membersihkan diri. Ia kembali ke rumah, di lihatnya si mbok sudah bangun duduk termenung di tepi ranjang. Arie mendekati nya, matanya terbelalak melihat noda darah di telapak tangan si mbok.

"Mbok.. kenek opo mbok,"

[ "Mbok kenapa."] Arie meraih tangan si mbok matanya berkaca-kaca.

Raut mukanya bertambah pucat tubuhnya terasa dingin.

Bukk

Tubuh si mbok jatuh di atas kasurnya.

"MBOKKKKK!" Arie berteriak histeris, ia mengguncangkan tubuh lemah neneknya.

Arie segera berlari keluar rumah, meminta pertolongan pada tetangga. Tak lama Beberapa orang memenuhi rumah Arie. Mobil Ambulan membawa tubuh si Mbok yang tak sadarkan diri. Arie terus menangis di pelukan Mba Sumirah yang berusaha menenangkannya.

kehilangan

Mata Air Arie seakan kering, ia hanya mengangguk saat orang orang berpamitan pulang setelah selesai mengaji untuk almarhumah Mbok Jumira , Arie.

flashback.

Mbok Jumira terbaring di ruang UGD dengan kabel monitor yang menempel di tubuh beliau, meski masih terisak Arie berusaha tenang mendengarkan penjelasannya dari dokter.

"Bu Jumira menderita radang paru-paru kondisinya sudah sangat buruk, bukan saya mau menakuti tapi saya harus jujur akan kondisi pasien, kamu harus siap ya Nduk" ujar dokter sambil menepuk bahu Arie yang semakin menangis.

beberapa perawatan dan dokter langsung menangani mbok Jum, Arie yang tidak tahu apa yang terjadi langsung mundur teratur membiarkan dokter melaksanakan tugas, mbok Jum langsung di bawa ke ruangan lain Arie mengikuti dari belakang, sampai di sebuah ruangan Arie di suruh menunggu di luar, Arie hanya nurut saja, bingung.

Setelah beberapa saat seorang perawat keluar dari ruangan tersebut beliau memanggil Arie dan mengajak dia duduk.

"silahkan duduk mba" ucap perawat itu ramah.

"iya sus," Arie pun menjawab lirih Sambil mendudukkan dirinya.

"Mba siapanya pasien?"

"saya cucunya Sus"

" tidak ada keluarga lain "

" idak ada Suster"jawab Arie sambil menggelengkan kepalanya.

"ya sudah begini ya mba, keadaan Nenek Mba sudah parah, beliau sudah berkali kali muntah darah,maka dari itu harus di rawat intensif di ICU, sudah di beri tahu pihak UGD soal biaya di ICU" ?

Arie hanya menggeleng.

"Semalam di ICU 3 juta itu belum termasuk biaya obat dan tindakan lain yang di perlukan, saat pasien di dalam keluarga di larang masuk hanya boleh liat lewat jendela kaca, kami akan mengurus segala keperluan beliau" .sambung perawatan .

"baik Suster,kalau begitu saya izin pulang ambil baju ganti nenek suster "

"o iya mba silahkan, mba yang kuat ya," imbuh perawatan itu.

Arie menjawab dengan senyum yang terpaksa.

******

Selama perjalanan kembali ke rumah sakit Arie berpikir tentang biaya si mbok, tapi ya sudah lah penting si mbok sehat dulu.

sampai di rumah sakit jam 11 malam,setelah minta izin pada satpam Arie masuk menuju ruang ICU dan menyerahkan bungkusan baju pada perawat yang berjaga, Arie merasa sangat lelah dia pun merebahkan tubuhnya di jajaran bangku di depan ruang ICU.

matahari mulai menyapa sama halnya seperti Arie yang baru membuka matanya , segera ia ke kamar mandi untuk sekedar membasuh muka, dia pun agak berlari melihat suster yang seperti mencari seseorang.

"Mba dari mana ,saya cari-cari" tanya perawat.

"dari kamar mandi Sus"

"Mba saya mau kasih tau sesuatu tapi mba yang sabar ya"

deg

deg

"Ibu Jumira sudah meninggal, beliau mengembuskan nafas terakhir 10 menit yang lalu"

Mau berteriak tapi Arie tak bisa tenggorokannya terasa cekat, dadanya terasa sakit sesak, namun sedikit banyak dirinya sudah siap sejak kemarin dokter di UGD memberi tahu kondisi neneknya.

"bolehkah saya masuk Sus" sambil menghela nafas panjang, berusaha mengumpulkan kekuatan.

"ayo silahkan,"

wanita tua itu terbaring di ranjang, Arie membelai keningnya yang masih terasa hangat namun tubuhnya sudah dingin,Arie meraih tangan suster di depannya.

"Suster terima kasih sudah merawat nenek saya" ucap Arie sambil berurai air mata.

" iya Mba, Mba mari duduk dulu"

setelah mereka duduk suster kembali menjelaskan tentang kondisi terakhir pasien dan meminta Arie ke meja administrasi, di sana Arie di beri tahu kalau ada kebijakan dari rumah sakit yang memperbolehkan Arie untuk melunasi pembayaran dalam masa tenggang waktu satu Minggu dan jenazah almarhumah bisa di bawa pulang sekarang.

flashback off.

"Ini sudah tiga hari sejak si mbok meninggal, sisa empat hari lagi, kemana lagi aku mbok ?" isak Arie sambil memeluk bantal kapur yang sudah keras.

meski kata orang yang berduka tidak boleh keluar rumah sebelum tujuh hari, Arie tidak perduli,karena dia harus mencari dana untuk membayar biaya rumah sakit, Arie sudah pontang panting mencari pinjaman ke orang yang dia kenal tapi nihil tak satupun mau memberikan pinjaman, karena Arie tidak punya apa untuk di jaminan.

Arie bangkit dari ranjang reot nya, mengusap air mata di pipinya, mencari sesuatu di nakas nya,

"ah.. ki ketemu, untung ga tak buang" Arie tersenyum kecil menatap secarik kartu nama di tangan nya.

jeng.. jeng... jeng.... akankah dia mendapatkan pertolongan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!