NovelToon NovelToon

Kakakku Suamiku

Bag 1.

" Happy birthday to you~~~"

"Happy birthday to you~~~"

"Happy birthday~ Happy birthday, Happy birthday to you~~~!" Riuh sorak Sorai para tamu undangan dari teman seangkatan Adinda.

Hai, namaku Adinda. Panggil saja aku Dinda. Aku bukanlah anak belia lagi. Usiaku kini sudah menginjak 19 tahun. Sebenarnya aku sudah malu merayakan ulang tahun seperti ini. Ya, bagiku ini adalah acara anak remaja. Sedang aku? Ya, aku sudah akan menginjak dewasa.

Berada di tengah acara ini membuatku sedikit sesak. Aku bukan tipe orang yang mencintai keramaian. Terkadang, di dalam keramaian aku menjadi pusing dan kebingungan. Entah apa namanya itu, aku tidak perduli. Aku selalu menolak saat Papa dan Mama mau membawaku untuk memeriksakan keanehan ku ini.

Keluargaku bukan keluarga yang kaya raya. Keluarga kami hanyalah keluarga sederhana yang menaungi satu perusahaan saja.

Dan ini kisahku. Semuanya akan aman aman saja jika si pengacau itu tidak muncul dan itu dia sudah nampak batang hidungnya dan pasti sebentar lagi akan memelukku lalu mencubit pipiku sampai memerah dan mengacak-acak rambutku juga pestaku.

" Hai!" Sapa Andra dengan bersemangat sambil melambaikan tangannya kepada Adinda.

Ya, Andra adalah pengacau yang Dinda maksud. Dia kakak satu-satunya Adinda. Pria yang di puji paling tampan di rumah oleh mama Adinda dan selalu saja berhasil membuat Adinda mual saat mendengarnya. Pujian itu seperti limbah yang membanjiri seluruh perumahan.

" Ya!" Sahut Dinda dengan malasnya. Raut mukanya tak secerah saat Andra belum datang.

"Jangan begitu sama Kakaknya. Ga bagus!" Mama pita yang melirik tajam Dinda dan kemudian tersenyum manis menyambut putra semata wayangnya. Memeluknya seolah berabad-abad tak pernah bersua padahal baru pagi tadi mereka berpisah itupun karena Andra ke kantor.

Dinda kemudian memaksakan senyum yang tersungging di bibirnya.

" Mama." Kata Andra sambil memeluk Mama pita lalu mencium punggung tangannya.

" Sayang nya mama sudah pulang? Wah bawa apa itu?" Mama pita melirik kantong berwarna kuning dengan label khasnya.

" Sayangnya mama sudah pulang~~" Dinda menirukan dengan nada suara yang lirih dan menye-menye.

" Apasih ngeng! iri aja. Nih buat kamu, mahal ini jangan sampai lecet." Kata Andra sambil menyodorkan kantung kuning itu tepat di hadapan Dinda.

" Kak, ah! Jangan seperti ini kenapa. Lihat banyak teman-teman Dinda." Dinda mendengus kesal lalu menerima kado pemberian dari Andra yang berisikan sepatu mahal.

" Wah, apa itu Din. Pasti mahal Ya? Mereknya saja sudah LW ." Kata Putri yang melirik senang.

" Eh, enggak kok. Kalian nikmati makanannya ya. Aku simpan ini dulu ke atas." Kata Dinda yang meninggalkan begitu saja teman-temannya saat mendapatkan hadiah dari Andra.

Sesungguhnya Dinda senang. Karena jarang sekali Andra itu bersikap baik dan manis seperti ini. Dinda penasaran juga sekaligus ragu akan isi bungkusan yang di bawanya itu.

" Ma, Andra ke kamar dulu ya. Ganti baju sebentar nanti turun lagi. Papa juga sebentar lagi datang." Kata Andra yang meminta ijin untuk kembali ke kamarnya.

Andra naik ke atas dan dilihatnya Dinda sedang mentoel-toel kardus yang berada di dalam kantung kuning itu dengan sebuah penggaris panjang.Andra yang melihatnya sungguh tak tahan untuk tidak tertawa. Dinda dengan polosnya berusaha untuk mengetahui isinya tapi tak mau memakai tangannya untuk membuka kado.

" Ih, apa ini ya?" Gumam Dinda sambil terus mentoel kardus.

" Duar!!" Andra mengagetkan Dinda sampai Dinda nyaris saja lari terbirit-birit.

" Ih! Nyebelin! ngagetin tau!" Ketus Adinda dengan kesalnya dengan matanya yang sudah seperti laser yang hendak memotong Andra.

" Abisnya Be*o banget buka gini aja. Pakai tangan dong adikku sayang, yang cantiknya seperti Anabel." Ucap Andra yang menyindir tajam Dinda yang disamakan dengan boneka seram Anabel.

" Nih, begini sayang." Andra membukakan kado yang ia berikan tadi.

Benar saja ternyata isinya sesuai dengan harapan Dinda. Sepasang sepatu yang lama Dinda inginkan dan Dinda simpan dalam sebuah keranjang belanja online.

Dinda menyeringai dan memamerkan barisan giginya yang putih.

" Eh, tumben kak Andra beneran kasih kadonya. Biasanya selalu ngerjain aku." Dinda bergumam lirih tetapi jelas di telinga Andra.

Andra tersenyum dan kemudian memeluk Dinda.

" Maaf ya ngeng kalau selama ini kakak suka ngerjain kamu. Kita sudah besar ngeng sudah waktunya untuk berdamai." Kata Andra yang terdengar tulus.

" Ih, ada apa ini? ga biasanya. Kamu ketempelan setan mana kak?" Adinda meragukan ucapan Andra.

" Ngeng, bisa ga sih kalau aku niat baik itu di terima?" Protes Andra sambil mengurai pelukannya.

" Gimana ya, Dinda kan biasa ditindas, dijahili, dan di bohongi. Jadi ya...." Dinda menggantungkan ucapannya.

" Makanya itu, Kakak minta maaf ya." Ucap Andra yang kemudian mencubit pipi Dinda dengan kencang sampai Dinda menjerit kesakitan.

" Auh....! Sakit buluk!!" Oceh Dinda yang kesal bukan main.

Dinda kembali turun ke bawah setelah menyimpan kado pemberian dari Andra. Kamar mereka terletak bersebelahan. Andra melakukan ritual mandinya. Penat sekali dia hari ini, sejumlah pekerjaan menumpuk dan membuatnya datang terlambat di acara ulang tahun Adinda.

Adinda, dia adik yang manis meski sering di jahilin dan selalu disuruh-suruh oleh Andra.

Ya, layaknya seorang kakak yang menyebalkan. Andra selalu memiliki seribu alasan untuk menyuruh Adinda. Untuk sekedar melakukan ini dan itu walau tidak penting sekalipun.

Meja kue ulang tahun berada lurus menghadap tangga.

Keterbatasan ruangan karena banyaknya tamu undangan membuat meja sedikit bergeser dan lebih dekat dengan tangga.

Dinda sedang berbincang bersama teman-temannya. Dia masih menunggu kedatangan Papa untuk memotong kue bersama.

Andra turun dari lantai atas dan tiba-tiba.

GUBRAK!!

Andra menabrak meja kue hingga kue ulang tahun Adinda hancur sudah.

Adinda yang berdiri di samping meja kue juga ikut menjadi sasaran. Dress yang tadinya berwarna dusty pink berubah menjadi cemong dan penuh dengan whip cream dan coklat. Juga minuman yang berserakan di lantai dengan gelas yang sudah pecah berantakan.

" Sayang, kamu tidak apa-apa?" Mama pita justru khawatir dengan Andra yang juga jatuh tersungkur setelah menggelinding dari anak tangga.

Semua tamu undangan hanya bisa tertegun melihat kejadian yang berlangsung dengan begitu cepatnya. Juga termasuk Papa yang rupanya baru saja datang namun semuanya sudah kacau balau. Semuanya menjadi berantakan.

" Mama! Aku yang sakit ma. Dia menabrakku!" Seru Adinda dengan wajahnya yang sudah bersungut-sungut menahan amarah. Jika saja tidak sedang banyak orang. Sudah tentu mereka berdua akan terlibat gulat atau tinju.

Sakit?

Tantu saja, Dinda jatuh terlentang tanpa aba-aba setelah tertimpa kue ulang tahunnya sendiri. Bukankah seharusnya ia yang mendapatkan perhatian? Dinda benar-benar merasa tersisihkan.

" Tidak ma. Andra baik-baik saja." Jawab Andra yang sibuk membersihkan kue yang menempel di tubuhnya.

" Dinda, sayang." Mama beralih pada Dinda dan mencoba membantu membersihkan dress Dinda yang sudah sangat berantakan.

" Tidak usah, aku bisa sendiri. Mama urus saja anak pertama Mama." Lirih Adinda yang menepis tangan mama pita dari tubuhnya dan kemudian berjalan menaiki beberapa anak tangga dan berhenti.

" Untuk tamuku semuanya. Maaf aku sangat minta maaf atas kekacauan ini. Aku rasa pestaku sudah usai. Terimakasih atas kehadiran kalian semua." Ucap Dinda dengan suara yang bergetar juga sedih.

Dia sangat sedih semuanya kacau dan berantakan yang tak lain dan bukan justru di perbuat oleh kakaknya sendiri.

Dinda menangis dan pergi menaiki tangga. Meninggalkan pesta yang kacau.

Papa Dimas segera menyusul putri kesayangannya dan menatap sesaat Andra dengan tatapan yang sulit di artikan.

" Hiks! hiks! hiks! kenapa sih, Mama selalu saja membela kak Andra. Sekali saja tidak bisa mengerti aku." Dinda menangis sedih di depan cermin riasnya membersihkan sisa-sisa riasan yang berantakan berpadu dengan coklat dan kue.

Hatinya sakit, setiap kali ada yang terjadi. Mama pita selalu akan berpihak pada Andra. Ya, seperti kekasih saja. Selalu Andra yang terbaik dimatanya. Hal ini menimbulkan rasa tersisih bagi Adinda.

Dinda merasa tersisih dan terabaikan bahkan dia merasa di anak tirikan oleh mama Pita.

Tok!

Tok!

Tok!

" Dinda, sayang. Buka pintunya nak." Seru Papa Dimas dengan lembutnya.

" Aku ingin sendiri Pa." Sahut Dinda sedikit berteriak menjawab Papa Dimas.

" Nak, bukalah. Papa punya kado buat kamu." Ucap Papa Dimas lagi berusaha merayu dan menghibur putrinya yang sedang bersedih.

" Iya." Sahut Dinda lirih dan kemudian berjalan lalu membuka pintunya.

" Nah, begitu dong. Sini peluk papa dulu. Jangan nangis." Kata Papa Dimas dengan lembutnya dan justru membuat Dinda semakin sesenggukan.

Papa Dimas menggiring Dinda dan membawanya ke ranjang dengan terus memeluknya lalu mendudukkan Dinda di tepi ranjang.

" Jangan marah sama kak Andra, dia tidak sengaja." Kata Papa Dimas dengan tangannya yang mengusap kepala Adinda.

" Papa juga membela si pembuat onar itu?" Ketus Dinda yang kemudian melipat kedua tangannya ke dada dan membuang pandangannya membelakangi Papa Dimas.

" Bukan sayang. Papa tadi juga melihat dia jatuh menggelinding dari tengah-tengah tangga. Pasti sakit. Jangan selalu bertengkar. Kalian kakak beradik, harusnya rukun dan akur." Papa Dimas menasehati Dinda.

" Din!" Seru Andra memanggil Dinda dan langsung masuk ke kamarnya karena pintunya terbuka.

" Minta maaflah pada adikmu." Kata Papa Dimas dengan tenang.

" Din, maaf ya. Kakak tadi tidak sengaja." Ucap Dimas sambil meringis kesakitan memegangi kakinya. Mungkin dia terkilir.

" Kamu ya kak, kamu selalu saja mengacaukan acaraku!" Seru Dinda yang tanpa diduga-duga langsung mendekati Andra dan langsung menyerangnya dengan memukuli Andra tepat di dadanya.

Keributan tidak terelakkan keduanya kini seperti tengah berada dalam arena pertandingan. Papa Dimas sampai kewalahan melerainya. Andra tidak membalas dan hanya menepis juga mengelak dan kejar-kejaran terjadi di kamar Dinda. Ya, begitulah mereka selalu bertengkar, bertengkar dan bertengkar.

Bag 2.

"Berhenti!" Papa Dimas berteriak sekencang-kencangnya sampai Andra dan Dinda berhenti dengan posisi Dinda menjambak rambut Andra.

"Kalian ini, Papa pusing menghadapi kalian berdua. Kalian ini hanya berdua, kenapa tidak bisa akur seperti anak-anak lainnya?" Papa Dimas tersulut emosi dan menatap tajam penuh amarah kedua anaknya.

"Kamu Andra! Tidak bisakah kamu bersikap baik dan lembut kepada adikmu?" Cecar Papa Dimas.

Hati Dinda bergemuruh senang saat Andra mendapatkan teguran keras dengan kemarahan Papa Dimas. Bahkan Dinda tersenyum tipis dan menunjukkannya terang-terangan dihadapan Andra tanpa sepengetahuan Papa Dimas.

"Kamu juga Dinda. Jaga sikap! Kamu bukan anak TK lagi yang marah lalu merajuk seperti ini," ketus Papa Dimas dengan nada tinggi.

"Ada apa ini?" Mama pita datang karena mendengar teriakkan Papa Dimas.

"Kamu juga Ma, perlakukan anak dengan adil. Kamu selalu memanjakan Andra sampai lupa dengan putrimu," ucap Papa Dimas masih dengan suara yang lantang memecah keheningan malam.

"Loh Pa, selama ini Mama selalu adil." Mama pita membela diri.

"Adil darimana? perhatianmu selalu tercurah pada Andra. Lalu, Dinda itu anak kita Ma. Perhatikan dia juga," pinta Papa Dimas yang berangsur-angsur lebih tenang.

Mama terdiam merenung mendengarnya.

"Ya sudah ayo Papa, kita ke kamar, Papa harus istirahat. Kalian berdua, sudahi pertengkaran ini kalian sudah besar," ucap Mama pita yang menatap kedua anaknya yang berdiri berdampingan.

"Dinda, selamat ulang tahun ya Sayang. Maaf jika menurutmu Mama membedakan kalian berdua. Mama akan memperbaiki kesalahan Mama. Tapi, Mama minta kepada kalian juga untuk memperbaiki diri. Sadarilah, jika nanti Papa dan Mama sudah tidak ada. Kalian itulah sebenarnya saudara yang harus selalu mendukung dan menyayangi," kata Mama pita sambil mengusap halus rambut Dinda.

Dan kini, Dinda sudah menangis saat mendengarkan ucapan memilukan yang menyinggung kematian.

Benar adanya jika suatu saat kedua orang tuanya akan berpulang. Mereka saudara kakak beradik harus saling menyayangi dan menjaga.

"Mama jangan ngomong begitu." Dinda sudah terisak dan berada dalam pelukan Mama pita.

Mereka berempat akhirnya saling berpelukan dan berbaikan malam itu juga. Dan, tinggallah Dinda dan Andra di kamar Dinda."Maafkan kakak ya Ngeng," ucap Andra lagi.

"Kak, bisa berhenti panggil aku Ngeng? Aku malu. Itu panggilan yang sungguh jelek. Lagian aku sudah tak cengeng lagi," protes Dinda yang mengacuhkan Andra dan kemudian menghapus lagi sisa riasannya.

"Iya deh Dek. Mulai hari ini aku panggil kamu Dek ya?"

"..." Dinda diam tak menjawab dan juga tak bergeming seolah telinganya tuli.

"Dih, dicuekin. Dek!" Andra mendekati Dinda dan berdiri di belakang Dinda.

"Gimana kalau besok kita ke Bali? Mau? Ya, hitung-hitung sebagai permintaan maaf kakak," kata Andra dengan meletakkan satu tangannya di pundak Dinda.

"Jangan sentuh! Jangan berusaha untuk menyogok aku. Kamu cuma mau memanfaatkan aku kan Kak?" Dinda beringsut dan menelisik tajam kearah Andra.

"Dek, tidak. Aku serius." Andra berusaha meyakinkan Dinda yang terlanjur sulit percaya pada setiap ucapannya karena sering dibohongi.

"Halah, palingan seperti waktu itu. Modus saja ijin sama Papa Mama untuk mengajak aku jalan jalan tapi apa? Di sana kamu malah asik berduaan dengan Natasya. Aku cuma sebagai syarat pengajuan proposal!" Dinda mengungkit masa lalu dimana Andra beralasan mengajaknya berlibur padahal di sana Andra hanya mengutamakan Natasya kekasihnya.

Andra tidak mendapatkan restu dari Papa Dimas dan Mama pita mengenai hubungannya dengan Natasya.

Mama pita tidak menyukai latar belakang Natasya yang merupakan seorang model catwalk. Papa Dimas tidak menyukai Natasya karena namanya pernah tersangkut skandal dengan anak rekan bisnisnya.

"Kak, iya okey. Kalau kamu mau sama Natasya. Tapi tolonglah ijinkan aku juga untuk mempunyai pacar. Aku juga manusia normal kak. Kamu selalu ikut campur dalam pergaulanku terutama teman lelakiku. Apa kamu akan senang kalau aku menjadi perawan tua?"

"Bukan begitu Dek, bukan saat yang tepat bagimu untuk punya pacar. Saat ini tolonglah fokus dengan kuliahmu saja. Selesaikanlah dulu belajarmu. Aku hanya tidak mau adikku satu satunya ini menjadi rusak hanya karena pacaran. Masih banyak waktumu Dek untuk sekedar mengenal cinta. Ini belum saatnya," Andra mejelaskan ketakutannya selama ini.

Namanya juga kakak laki-laki pasti bakal protektif dan selektif terhadap laki-laki lain yang mendekati adiknya. Dinda mencoba memahami pemikiran Andra meski hatinya kesal bukan main. Ini usianya untuk bersenang-senang dan mencari pengalaman tentang cinta. Tapi, Dinda sungguh jauh dari kata itu. Dia sama sekali tak berpengalaman mengenai hal itu.

"Besok kita berangkat. Kakak akan ambil cuti dua hari. Kakak janji hanya kita Dek. berdua saja Natasya sedang berada di Eropa," kata Andra yang kemudian beranjak menjauh.

Dinda terdiam sesaat dan melihat pantulan gambar Andra melalui cermin riasnya. Terlihat Andra berjalan agak pincang.

" Kak, pakai ini biar reda sakitnya." Dinda menyusul Andra dan memberikan salep pereda nyeri.

*

*

*

"Aduh, sakit juga. Ini sih karena aku ceroboh," gumam Andra yang mengoleskan sendiri salep pereda nyeri pada engkel kakinya.

Andra merutuki kebodohannya sendiri. Kini dia berdiri melihat gelap langit malam melalui jendela kamarnya.

Terlihat langit yang berkelap-kelip menghiasi langit yang kelam. "Kamu sibuk sekali ya? sampai tidak sempat membalas pesanku." Andra bermonolog sambil melihat fotonya bersama Anastasya.

Sudah dua hari Anastasya tidak seperti biasanya. Biasanya dia akan banyak bertanya kabar Andra dan selalu mengirimkan pesan-pesan, tapi dua hari ini, dia tak membalas pesan Andra.

Andra gelisah, segala pikiran buruk mulai berkecamuk mengotori benaknya. Andra kemudian masuk kedalam selimut dan membalut dirinya dalam nyaman kehangatan dan terlelap.

***Pagi harinya.

"Dek! Dinda!" Seru Andra yang berdiri di depan pintu kamar Dinda. Memanggil dengan embel-embel dek sebenarnya membuat Andra merasa sedikit geli.

"Hem!" Dinda mengerang malas dan semakin menggulung selimut ke tubuhnya.Malas sekali dia membuka matanya padahal hari ini adalah hari dimana mereka akan pergi jalan-jalan. Terlalu sering terkena prank membuat Dinda sudah mempercayai Andra. Baginya semalam hanyalah bualan semata.

"Din, ayo cepat buka pintunya. Jam 9 kita berangkat. Waktu kita tak banyak!" Seru Andra di depan kamar Dinda dengan tangan yang terus mengetuk pintu kamar Dinda.

"Iya Kak ah!" Sahut Dinda dengan malasnya.

"30 menit lagi aku selesai. Aku mau mandi dudu!" Dinda sedikit berteriak menyahuti Andra.

"15 menit," ujar Andra memulai lagi perdebatan.

"20!" Tawar Dinda.

"10," kata Andra.

"Yaudah deh 15!" Kata Dinda yang mulai duduk dengan wajah yang cemberut. bagaimana bisa perundingan waktu justru menimpakan kerugian padanya?

"5 menit dari sekarang atau tidak usah sama sekali!" Ucap Andra tanpa ingin tau berapa waktu yang di butuhkan oleh Dinda untuk berdandan.

"Oke!" Teriak Dinda geram.

Selalu dan selalu ada celah saja bagi mereka berdua untuk adu argumen dan memulai peperangan.Jadilah Dinda keluar dari kamar dengan baju tidurnya yang kucel dan juga rambut yang diikat asal. dan hanya memakai kaca mata hitam tanpa polesan makeup sama sekali. Jangan ditanya bagaimana reaksi Andra saat melihat kekonyolan adiknya itu. Dia langsung menjewer telinga Dinda dan menyeretnya menuju ke kamar mandi.

"Cepat mandi dan bersiap, 20 menit dari sekarang!" Ketus Andra yang mengaku kalah dari perdebatan sebelumnya.

Hehehehe, kalah juga dia. Kalau aku memakai piyama kemanapun dia pasti malu. Gumam Dinda dalam hatinya yang bersorak gembira.

...***...

Selama dalam perjalanan Dinda hanya tidur, tidur dan tidur. Andra yang merasa jengah lalu mentoel pipi Dinda yang bersandar di lengannya.

"Bangun Dek!" Seru Andra kesal.

"Engh!" Dinda menggeliat dan membuka matanya perlahan.

"Bangun sebentar lagi kita sampai. Kita kemari untuk jalan-jalan. Bukan untuk hibernasi beruang macam kamu begini."

"Mulai, mulai, ngajak berantem. Udah deh kak kalau tidak niat untuk berubah mendingan tidak usah. Katanya mau berubah tapi kenapa suka banget jahil sama Dinda?" Dinda mengungkit janji Andra.

Ya, sedari kecil bersama sih, sudah bagaikan makanan pokok bagi Andra. Ketika puas menggoda dan meledek Dinda, ada kesenangan tersendiri yang terselip dalam hatinya, kala bisa membuat Dinda mengerucutkan bibirnya hingga beberapa centi.

"Cepatlah sana menikah kamu ini Kak. Aku bosan terus kamu ganggu," Celetuk Dinda yang memutar bola matanya malas mengakhiri sesi ledek meledek.

"Kakak juga maunya cepet nikah biar bisa cepet kasih cucu buat Mama," Sahut Andra.

"Ya udah sih sana, Nikah dulu baru kawin. Kakak sih terbalik kawin mulu nggak nika-nikah," ceria Dinda membuat Andra tergelak dan melotot tak percaya bagaimana pikiran adiknya sudah ternoda.

"Ish, mulutnya." Andra merauk mulut Dinda dengan kelima jarinya dengan gemas.

"Kita sudah sampai tuan dan nyonya," kata supir.

"Iya, makasih ya Pak!" Andra menyahuti dan kemudian bersiap untuk turun.

*Sesampainya di lobi hotel.

"Wah… bagusnya!" Dinda berdecak kagum melihat ke sekeliling bangunan hotel yang berhiaskan ornamen pedesaan yang asri.

"Biasa saja mulutnya, jangan mangap begitu Dinda. Kelihatan sekali udiknya," celetuk Andra membuyarkan keindahan imajinasi Dinda.

"Ish....!" Dinda merengut setelah mendengarkan celotehan Andra.

"Saya pesan dua kamar ya mbak," ucap Andra melakukan reservasi.

"Mbak satu saja," ucap Dinda dengan segera.

Resepsionis melihat kedua manusia yang berbeda generasi itu saling beradu argument.

"Dua mbak," kata Andra.

"Satu mbak," kekeuh Dinda.

"Dinda, kamu sudah besar kita tidak bisa satu kamar. Harus beda kamar, Kakak juga lelaki normal." Bisik Andra di telinga Dinda setelah menarik Dinda dan duduk di sofa lobi hanya sekedar untuk berdebat.

"Kak, kalau misalkan kamar yang Dinda tempati nanti berhantu bagaimana? Dinda takut Kak. Dinda 'kan tidak bisa tidur sendirian."

"Tadi kenapa tidak membawa mbak Ima sih?" Protes Dinda lagi.

"Ngawur kamu! Budget Kakak terbatas tau. Kamu pikir kakakmu ini sekelas CEO CEO yang kisahnya ada dalam novelnu itu?" Sarkas Andra menyinggung kegemaran Dinda.

"Pokoknya kita satu kamar TITIK!" Dinda melipat tangannya ke dada dan membuang pandangannya menghindari sorot mata tajam Andra yang mengintimidasi keadaan.

Andra kembali ke meja resepsionis.

"Mbak kamar satu yang duoble bed ada?"

"Oh, kebetulan ada bli, tinggal satu" kata si resepsionis dengan logat Balinya.

*

*

*

"Kak aku kesana dulu ya," ijin Dinda sambil menunjuk sebuah gerai yang menjual pernak-pernik oleh-oleh khas Bali.

"Hem," jawabnya.

Sementara itu, Andra tengah sibuk berkutat dengan beberapakali berkas yang harus diselesaikannya.Satu jam, belum terasa.Dua jam, Andra mulai panik.

"Kemana anak itu? mana ponsel tidak dibawa," cicit Andra yang kesal akan keteledoran Dinda.Dengan langkah kaki yang kesulitan. Andra yang berjalan pincang karena memang belum sembuh benar dari terkilir dibuat panik dan mulai mencari keberadaan Dinda.

Aku lupa, anak itu sewaktu lahir tidak dibekali radar dan sonar, apalagi sistem navigasi. Pasti Sekarang dia tersesat dan tak tau arah jalan pulang. Dia tanpaku butiran debu.

*Di sisi lain.

"Kantor polisi mana ya, atau petugas pantai," kata Dinda yang melihat sekitar.

Terpengaruh dari maraknya penipuan membuat Dinda menjadi awas terhadap segala bentuk kemungkinan yang akan terjadi. "Jangan mudah percaya kepada orang asing," lirih Dinda.

"Aku dimana? Aku di mana ini? Tanya siapa?" Dinda ketakutan dan cemas secara bersamaan. Tak ada ponsel dan juga pengetahuan lain mengenai Bali. Dinda ingin bertanya, tatapi dia sendiri lupa nama hotel dia menginap.

Malam hari, Dinda duduk di sebuah bangku di depan minimarket. Matanya menatap barisan makanan dan minuman yang tertata rapi. Dia lapar dan haus setelah setengah hari berjalan dan tersesat dikeramaian kota.

"Dinda!" Teriak seseorang yang tak asing di telinga Dinda. Andra memanggil menunggu Dinda menoleh.

"Aku sudah berhalusinasi," cicit Dinda.

"Hey! Dinda!" Lagi-lagi Andra berteriak memanggilnya dan Dinda menoleh.

"Kak Andra," mata Dinda berkaca-kaca melihat kedatangan Andra yang meski dengan pincang dan kesusahan dia tetap mencari keberadaan Dinda.

"Ayo kembali ke hotel, menyusahkan saja! Makanya jangan sok tau arah kalau kamu sendiri buta arah. Ini tas ponsel juga kenapa ditinggal huh? Kita mau liburan Dinda, bukan mau jadi survivor!" Andra sungguh kesal akan keteledoran adik satu-satunya itu.

Tidak ada pelukan sayang atau usapan lembut setelah menemukan adiknya. Yang ada ya hanya marah dan marah.

Beginilah mereka Hingga malam itu juga Dinda meminta untuk pulang saja. Suasana liburan sudah rusak karena watak keduanya yang saling bertentangan.

Kenapa kakakku ini sangat menyebalkan. Bukan Maluku juga 'kan, tersesat?

Sial sial sial! ini bukan liburan, tapi hanya drama lupa jalan. Dinda membatin sesak dalam dadanya.

Bagian 3.

Satu bulan setelah acara berlibur yang berantakan. Hari ini Dinda dan kawan-kawan memutuskan untuk berjalan-jalan di mal. Ya, mereka hanya nonton dan sekedar menikmati waktu luang bersama di cafe.

Putri, Sasa, Rina mereka menjemput Dinda kerumahnya dan sementara Keanu pacar Dinda menunggu Dinda di perempatan jalan. Selalu seperti itu, Dinda menyembunyikan hubungannya dengan Keanu dari keluarga dan juga teman-temannya. Dinda tidak mau ada kebocoran dan berakhir memilukan seperti saat lalu.

Saat satu tahun lalu ada lelaki yang ingin mendekati Dinda tetapi harus berhadapan dengan Andra terlebih dahulu. Andra mengajaknya adu bela diri. Ya, siapa yang bisa? Secara fisik saja mereka kalah telak anak kuliahan tanding dengan Om Om yang berjambang? begitu kira-kira bahasanya.

Malas menanggung sakit dan lebam, banyak dari pria yang menyukai Dinda akhirnya menyingkir dengan sendirinya. Karena, lambat tapi pasti isu itu terus menyeruak mengharumkan nama Dinda. Hingga, tiada yang mau menjadi pacarnya.

Kecuali Keanu. Keanu satu-satunya teman laki laki dalam lingkar pertemanan Dinda. Ini merupakan keuntungan baginya untuk berkamuflase menyamar sebagai teman. Tapi tak begitu saja dia bisa melenggang. Dia harus berhati-hati dengan pengawasan Andra yang super ketat.

"Mau kemana?" Tanya Andra pada Dinda yang tengah menuruni anak tangga.

"Jalan-jalan Kak, sama Putri, Sasa, Rina," jawab Dinda dengan yakin tanpa ada keraguan.

"Keanu?" Tanya Andra seperti detektif. Mendengar nama Keanu disebut oleh si mata elang, membuat Dinda menjadi sedikit gelisah. Bola matanya mulai bergulir kesana kemari berusaha menyembunyikan sesuatu.

"Keanu tidak ikut Kak. Dia menghantarkan ibunya ke rumah neneknya katanya." Kata Dinda beralasan.

"Dert....!"

"Dert ....!"

Disaat yang sama, ponsel Dinda yang berada dalam genggamannya bergetar berulang kali membuat Andra memicingkan matanya mengamati secara detail arah suara getaran.

"Kemarikan ponselmu," ucap Andra dengan mengulurkan tangannya.

Matilah aku!! Dinda ketakutan setengah mati. Tamatlah sudah cerita indah mereka berdua kali ini. Keanu lah pacar pertamanya tetapi apakah kisahnya akan berakhir tragis?

"Dinda, mau kemana?" Tanya Natasya dengan suara manjanya yang khas.

"Kak, Tasya. Ini mau jalan sama teman-teman. Nitip kak Andra ya Kak. Dinda jalan dulu bye!" Dinda memanfaatkan kesempatan untuk segera mengambil langkah seribu. Dinda segera lari terbirit-birit menuju ke taman depan rumah tempat di mana Putri, Sasa dan Rina menunggunya.

"Ada apa?" Tanya Sasa dengan bingung.

"Cepat cepat!! keburu si mata elang kesini!"

Dinda menarik tangan Sasa dengan tergesa-gesa sementara Putri dan Rina dengan sigap mengikuti langkah kaki Dinda. Mereka naik mobil Sasa, dan sampai perempatan Dinda akan berpindah dengan Keanu.Ya begitulah peran teman-temannya, sebagai pemulus aksi pacaran Dinda dan Keanu.

" da apa Din?" Tanya Putri yang masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

"Hampir saja ketahuan, Biasa si mata elang mengintrogasi aku. Pas waktu itu juga Keanu malah nelfon. Bisa mampus aku kalau sampai ketahuan, bisa-bisa aku dipindah keluar negri," terang Dinda menjelaskan apa yang terjadi.

"Gaya gayaan keluar negri. Paling pol ke Bogor kamu diungsikan. Tempat paman Sam," celetuk Rina yang selalu tanpa ada rasa sungkan.

"Hehehehe! iya sih, tapi di sana akan lebih menyeramkan tau. Kalian tau kan paman Sam pemegang salah satu pondok pesantren? Wah, wah bisa bisa lama-lama menjadi patung aku di sana. Jangankan main, liat foto cowok di HP saja katanya haram," keluh Dinda mengingat bagaimana paman Sam menceramahi dirinya saat menginap di sana dan ketahuan melihat media sosial yang menampilkan banyak wajah pria tampan.

"Dinda, Dinda. Sebegitu posesifnya Abang kamu." Sasa menggeleng dan tersenyum tipis.

"Aku juga punya Abang, tapi tak semengerikan abangnya," celetuk Rina mencemooh sikap Andra.

"Itulah, kadang aku ragu sama dia guys. sikapnya malah lebih mirip sama suami yang mengekang istri tau ga sih. Aku sampai risih, semoga saja dia cepat nikah dan pergi dari rumah. Biar aku bisa bebas, Hahahahah!" Dinda bergumam dan diakhiri dengan tawa lepasnya yang terdengar mengerikan Dimata teman-temannya.

"Kesambet nih anak." Putri menggeleng dan mencibikkan mulutnya. Dinda masih tertawa-tawa dan asik dengan khayalannya dimana dia bisa membalas semua tindakan Andra dan bebas melakukan apapun dengan senangnya.

"Turun!" Seru Sasa setelah menghentikan mobilnya tepat di samping mobil Keanu.

"Udah sampai Din, cepat turun. Kamu mau ketemu Keanu tidak?" Tanya Rina.

"Eh, iya. Sampai lupa. Ketemu di cafe ya." Ucap Dinda dengan menuruni mobil Sasa dan melambaikan tangannya. Kini wajahnya menjadi cerah berseri.

Hatinya bahagia kala melihat kekasih hati di depan mata.

"Hai!" Sapa Keanu dengan raut bahagia.

"Hai!" Balas Dinda.

"Kenapa lama? aku telfon juga tidak diangkat?"

"Maaf, lain kali jangan menelfon duluan kalau aku tidak minta ya, terutama saat aku di rumah."

"Kenapa?" Keanu mulai menghidupkan mobilnya.

"Tadi hampir saja ketahuan sama Kakak. Bisa runyam semuanya kalau dia sampai tau Nu." Dinda berkata jujur dengan tatapan mata yang tak lekang dari wajah tampan Keanu.

"Kamu takut?"

"Ya takutlah Nu. Dia mengancamku akan memgirimku ke luar negri kalau aku ketahuan punya pacar."

"Kamu mau di ekspor?" Celetuk Keanu mematahkan keseriusan Dinda.

"Jangan bercanda deh Nu, Aku serius," Dinda berdecak kesal.

"Hahaha, habisnya. Kamu kok mau dikirim keluar negri. Pergi ke pasar aja nyasar apalagi di sana?" Keanu meremehkan daya ingat Dinda mengenai menghapal jalanan.

"Iya juga sih, tapi aku takut ah Nu. Capek juga aku selalu berantem terus sama dia. Dia Kakak rasa algojo tau enggak sih?" Ucap Dinda asal.

"Udah, kita mau nonton film di bioskop mana ini?" Keanu malas membahas tentang perseteruan kakak beradik yang tidak pernah usai.

"Bioskop yang biasanya saja." jawab Dinda dengan lesu. Hatinya ketar-ketir entah mengapa rasa was-was selalu menguasainya.

*

*

*

"Nu, minta bangku yang paling belakang sendiri ya," pinta Dinda.

"Iya," jawab Keanu lembut.

Duduklah mereka di bangku paling belakang. Dinda sebenarnya tidak terlalu suka berada di bioskop kerena suara bising dan menggelegar yang sungguh mengusik ketenangan telinga Dinda. Ia dan Keanu duduk di jajaran nomor dua dari belakang yang berarti masih ada satu baris yang paling belakang. Dinda tengah asik memakan popcorn sambil merangkul lengan Keanu dan film tengah separuh jalan. Terasa bulu kuduknya meremang dan tengkuknya terasa dingin.

"Nu, kok di sini serem ya?" Keluh Dinda semakin mengeratkan pelukannya ke lengan Keanu.

Keanu mengulum senyumnya dengan senang hati dia mendapat perlakuan manis seperti ini. "Serem apa sih, kan kita liatnya film romantis," jawab Keanu tanpa memikirkan hal yang lain.

"Nu, kok bau parfummu beda. Aku sepertinya mengenal bau parfum ini. Sumpah Nu, aku semakin merinding," gumam Dinda yang ketakutan mendapati hal lain di sekitarnya. Bau parfum yang menusuk hidungnya adalah bau yang sungguh familiar. Ya, itu adalah bau parfum Andra.

"Nu, jangan-jangan di sini ada hantunya." Semakin rapat Dinda memeluk Keanu.

Harusnya dari tadi aku pilih film horor saja. Tau banyak dapat bonus begini. Batin Keanu berbunga-bunga mendapatkan sentuhan lembut dari Dinda.

"Hantu, hantu! Ini yang katanya sedang mengantarkan ibunya ketempat saudara?" Andra menangkap basah Dinda dan kini tangannya sudah menjinjing satu telinga Dinda.

"Kak, ampun kak. Ampun!" Rengek Dinda menahan rasa panas di telinganya karena jeweran Andra.

***Di dalam mobil.

"Bagus, kamu ya sudah pandai bohong!" Cecar Andra memojokkan Dinda.

"Katanya kemana, perginya kemana. Mana teman-teman kamu yang perempuan tadi? kalian sekongkol iya?"

"Dinda, Dinda. Kakak sudah bilang kan. Jangan pacaran dulu. Apa kamu tidak bisa berpikir, berapa banyak wanita yang rusak masa depannya hanya karena hamil di luar nikah?" Oceh Andra dengan tatapan mata yang mengerikan.

"Kak, tapikan aku dan Keanu kami tidak melakukan hal haram itu." Dinda membela diri.

"Iya, kakak tau. Untuk saat ini tidak. Tapi nanti, siapa yang tau? Kamu normal, dia juga normal. Bisa kalian mengatur hawa nafsu di tengah-tengah godaan jiwa?" Cecar Andra.

"Kak, hal seperti itu jauh dari angan-angan kami," jawab Dinda dengan polosnya.

"Cih! jauh katamu? jauh?" Keanu bedecak kesal dan menggeleng tak percaya akan kepolosan adiknya.

"Jauh apanya? Tadi saja kamu sudah menempel dengan dia seperti cicak. Itu yang kamu maksud jauh. Satu sentuhan, usapan, kecupan, ciuman dan terakhir penyatuan. Lalu setelah itu jika sudah puas kamu akan dibuang!" Kata Keanu sarkastik menguak fakta kebanyakan pergaulan anak jaman sekarang.

"Tolonglah Dinda, Kakak sayang sama kamu. Tolonglah mengerti maksud baik kakak ini." Keanu menepi setelah mendengar Dinda menangis. Mereka terdiam beberapa saat.

"Dinda tau kak, tapi Dinda juga ingin merasakannya. Merasakan memeluk seseorang yang Dinda sayang, mencium, mencurahkan kegelisahan Dinda, menceritakan semua keseharian Dinda. Dinda juga ingin seperti teman-teman Dinda kak."

"Jika benar kamu sudah sangat ingin. Menikahlah," kata Andra dengan tatapan kosong.

"Apa?" Dinda tak percaya akan apa yang tercetus dari bibir Andra.

"MENIKAHLAH!" Kata Andra yang kemudian menyesap sebatang rokok untuk mengurai rasa dongkol di hatinya. Betapa susahnya menasehati adiknya ini.

"Aku tidak siap menikah Kak, aku hanya ingin pacaran," terang Dinda membuat Andra kini melihat wajahnya lekat.

"Dinda, Pacaran itu hanya merugikan wanita," kata Andra.

"Apa? aku tidak salah dengar? Lalu apa yang kakak lakukan dengan Natasya? Kakak sudah menang banyak dari dia atau dia sekarang mulai hamil?" Dinda terkesan merendahkan kelakuan Andra.

"Jaga bicaramu Dinda!" Andra merauk dan mencengkeram erat rahang Dinda.

"Aku bukan lelaki seperti itu. aku memikirkan adikku. Karena aku tidak ingin adikku dirusak lelaki lain maka aku juga tidak akan menyentuh wanita itu sebelum kami menikah." Kata Andra dengan tegas. Dinda menatap kedua manik coklat Andra dan tak menemukan secuil kebohongan di sana.

" Cih! lalu saat kita pergi berlibur dulu? Kalian selalu di kamar. Lelaki dan wanita, di kamar berdua. Apalagi kak kalau bukan..." Ucapan Dinda terhenti saat dengan tiba-tiba Andra memeluknya.

"Percayalah padaku Dinda, aku sama sekali belum pernah menjamah tubuh wanita. aku tidak ingin karena dosaku adikku ini mendapatkan balasannya. Aku menyayangimu Dinda." Kata Andra terdengar tulus. Entah mengapa dada Dinda seperti berdebar. Pertengkaran mereka kali ini menggerakkan sesuatu yang lain di hati Dinda.

*Mengapa aku senang sekali saat dia memelukku?

Rasanya berbeda dari sentuhan Keanu.

Sadar Dinda sadar, dia menyayangimu sebagai adik. Dia menjagamu sebagai kakak yang baik. Tapi, tapi rasa ini sungguh aneh. Tuhan, mengapa aku begini?* Banyak tanya menyeruak dalam hatinya membuat Dinda hanya mampu terdiam menerima perlakuan lembut Andra.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!