NovelToon NovelToon

MY SECRET LOVE

Episode 1

Leon yang hanya duduk menikmati gelap malam diterangi lampu lampu taman, sambil menyenderkan kepala diatas senderan kursi umum yang terletak ditengah taman itu, lalu dia mulai menghisap rokok yang terselip diatara jarinya.

Leon memejamkan matanya, Malam yang sunyi terasa menenangkan pikiranya yang sedang dipenuhi kekalutan beban hatinya. Pikiranya kalut memikirkan urusan percintaannya yang sangat rumit. Tiba tiba terdengar suara wanita yang berteriak teriak memecah kesunyian malam.

"Tuhan... Apa salahku? Kenapa dunia ini terlalu kejam padaku? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku hanya sebatang kara, siang ini aku kehilangan pekerjaanku dan sekarang aku diusir dari kontrakan." Suara tangis dan teriakan seorang wanita putus asa yang terdengar semakin jelas ditelinganya. Leon terhentak dan bangkit dari posisi santainya kemudian melihat kearah sekitar, mencari cari sumber suara itu berasal. Terlihat di seberang taman Lisa seorang gadis yang duduk diatas terotoar pinggir jalan sedang menangis dan meratapi nasipnya dengan meletakkan sebuah koper disampingnya.

"Ngapain tu cewek malam malam nangis dipinggir jalan? Apa dia tidak sadar kalau Ini udah jam 11 malam, seperti gelandangan saja." Gumam Leon melihat jam mahal yang melingkar di tangannya. Dia kemudian kembali keposisi semula tidak ingin peduli dengan Lisa dan kembali melanjutkan menikmati rokok yang masih belum selesai dia nikmati. Segerombolan pria tampak berjalan menuju kearah Lisa.

"Heh...Nona, Ayo ikut kita saja dari pada menangis sendirian disini." Salah satu dari gerombolan laki laki mendekati dan berbicara dengan Lisa.

Lisa mendongak menatap gerombolan itu dengan wajah dan tatapan yang sangat marah.

"Dengar ya... Sebaiknya kalian pergi saja jangan menggangguku itu kalau kalian nggak pengen babak belur." Teriak Lisa dengan lantang.

"Ha...Ha... Ha... Nona bagaimana cara kamu membuat kami babak belur? Badan sekecil itu mana mungkin bisa membuat kami bertiga babak belur? Yang ada kamu hanya akan lemas menghadapi kami" Teriak rombongan tiga laki laki hidung belang itu sambil menertawai kesombongan Lisa. Lisa mengikat rambut panjangnya yang terurai, dia berdiri dari duduknya dan merenggangkan otot otot tangan dan jemarinya.

"Terimakasih sudah mengganggu ketenanganku, Kebetulan aku lagi pengen menghajar orang." Lisa melemaskan otot lehernya mendekat berjalan kearah tiga laki laki itu.

Lisa melayangkan tendangan pada perut pria pertama yang berdiri tepat berada dihadapannya hingga pria itu jatuh terpental, pria kedua yang ada disebelah kanannya menyusul menyerang dengan lemparan pukulan tanganya namun dengan cepat Lisa menghindarinya dan memegang kepalan tangan pria kedua itu dan memelintir tangannya hingga pria itu terjatuh.

Melihat kedua temannya terkapar akibat Lisa, pria ketiga meluncurkan tendangan dari arah belakang dan mengenai punggung Lisa. Lisa tersungkur jatuh akibat tendangan itu. Tangan Lisa cedera karena menahan tubuhnya yang terjatuh akibat tendangan dari belakang.Lisa berusaha bangkit dari jatuhnya

"Sial sepertinya tanganku terkilir dan pinggangku sakit sekali" Ucap Lisa dalam hati berusaha bangkit.

"Sudahlah tidak usah melawan lagi, lebih baik kamu ikut kita saja" Ucap pria ketiga berjalan mendekati Lisa yang sedang tersungkur disusul kedua temannya yang masih terhuyung huyung berdiri sehabis menerima serangan dari Lisa. Ketiga pria itu mendekati Lisa yang masih tersungkur berusaha untuk berdiri. Pria pertama yang ditendang oleh Lisa mulai membalas tendangan Lisa dengan menjambak rambut Lisa.

Lisa merintih merasakan sakit disekujur tubuhnya.

Leon yang awalnya tidak peduli dan tidak ingin ikut campur akhirnya tidak bisa menahan emosinya karena mereka mengganggu ketenangannya.

"Kalian bertiga, lepaskan gadis itu" Suaranya menggelegar memenuhi taman itu.

Leon berdiri dari kursi dan berjalan mendekati tiga pria itu. Melihat Leon muncul dan berjalan mendekati mereka, tiga pria itu terlihat ketakutan dan tubuh mereka bergetar, nyali menciut.

"Tuan Leon... ma... maaf, malam malam begini anda ada disini." wajah pucat tampak jelas diwajah mereka melihat Leon putra kedua dari keluarga terkaya di kota X terlihat sangat marah pada mereka.

"kalian dengar baik baik ya....gadis itu adalah milikku, mengganggu milikku berarti mati" ketiga pria itu kemudian bergegas berlari berusaha untuk kabur.

Mata Leon memberi kode pada pengawal yang bersembunyi menjaganya dari kejauhan untuk menangani ketiga pria itu. Dengan sekejap pengawal menangkap pria pria itu dan  menghajarmereka habis habisan. Pengawal dengan sigap meringkus para laki laki berandal itu. Leon berjalan mendekati Lisa yang tersungkur dijalan.

"Apa baik baik saja? Apa kamu bisa berdiri?" Leon berbicara dengan Lisa, Leon memasukkan keduatangannnya kedalam saku celana dan berdiri disamping Lisa yang sedang berusaha untuk bangun.

"Iya...aku baik baik saja, terimakasih atas bantuanmu." Lisa berdiri dengan menahan kesakitannya.

Leon mengangguk kemudian membalik badannya meninggalkan Lisa. Lisa berjalan kecil mengambil kopernya namun kakinya terasa sangat lemas dan tak bertenaga.

"BRAAKK"

Lisa pingsan tubuhnya terbaring lemas dijalan dia tak sanggup menahan kesakitan ditubuhnya. mendenga  dari belakangnya, Leon yang tampak dingin bergegas mendekati Lisa dan mengangkat tubuh mungil Lisa yang lemas tak berdaya itu.

Bergegas Leon tanpa berfikir panjang langsung mengangkat tubuh Lisa memasuki mobilnya.

"Patron segera hubungi dokter wisnu untuk bergegas kerumah putih!!! Sekarang juga!!!." teriak Leon terdengar khawatir.

"Apa tidak sebaiknya kita membawa gadis ini kerumah sakit saja tuan?"

"Bodoh!!! dimana otakmu? bagaimana jika media sampai tau aku membawa seorang gadis pingsan menuju rumah sakit? kamu mau mempersulit hidupmu sendiri?"

"B..b..baik Tuan" Patron asisten pribadi Leon bergegas menghubungi dokter keluarga. Alex juga membawa mobil melaju dengan cepat menuju rumah Putih. Rumah putih adalah tempat tinggal Leon yang ditinggali oleh Ayah, ibu, Nenek dan adik Laki lakinya. Setiba di rumah putih Leon bergegas memasuki rumah dengan menggendong Lisa menuju kamarnya.

"Pelayan...apa dokter Wisnu sudah datang? Segera suruh dia masuk ke dalam kamarku sekarang juga!!" Ibu Leon

mendengar keributan dan terlihat kaget kebingungan melihat Leon pulang menggendong seorang gadis menuju kamarnya.

"Leon...ada apa ini?" ucap wanita cantik berusia 50 tahun itu Ibu berjalan mengikuti  langkah Leon.

"Nyonya Melisa...tenang lah, saya akan jelaskan nanti." Patron menahan Ibu Leon untuk tidak memasuki kamar dan membiarkan dokter wisnu masuk.

Ibu tetap berdiri didepan pintu kamar Leon dan sangat terlihat gelisah kemudian Patron meminta ibu untuk duduk diruang tengah dan menjelaskan semua yang terjadi. Sedangkan didalam kamar Leon, dokter wisnu sedang memeriksa Lisa dengan sangat hati hati.

"bagaimana keadaannya?apa dia baik baik saja? Tadi dia terlihat tangguh tapi kenapa dia tiba tiba pingsan." tanya Leon menyela dokter wisnu yang sedang memeriksa keadaan Lisa. Dokter wisnu

tersenyum menanggapi sikap Leon.

"Dia baik baik saja, hanya saja tangannya terkilir dan pinggangnya memar, wanita ini cukup tangguh. Sepertinya dia belum makan seharian, itu yang membuat tubuhnya menjadi lemas tak berdaya. Bersihkan tubuhnya dan oles obat ini pada luka dan memarnya sebaiknya minumkan obat ini tiga kali sehari setelah makan." dokter menjelaskan dan

menyodorkan obat pada Leon.

Leon mengangguk dan melihat kearah Lisa yang terpejam.

"Apa dia akan segera sadar?"

"iya aku sudah menyuntikan obat penghilang rasa sakit, jika dia sadar segera siapkan makan untuknya." Leon

mengangguk dan dokter Wisnu keluar meninggalkan kamar Leon.

Dibalik pintu kamar Patron dan Nyonya Melisa terlihat panik menunggu kabar dari dalam kamar. Ibu bergegas

memasuki kamar, Leon yang sedang melamun duduk diujung tempat tidurnya terlihat sedang berfikir keras.

"Leon...apa semua baik baik saja?" ibu membelai rambut Leon.

"Iya ibu... Ibu tidak perlu khawatir,Ini sudah larut malam ibu beristirahatlah." Ibu mengangguk kemudian meninggalkan kamar Leon. Leon melihat Patron yang sedang berdiri disamping pintu.

"Patron minta pelayan menyiapkan makan untuk wanita ini dan letakkan di meja itu " tangannya menunjuk pada meja sofa kamarnya. Patron mengangguk dan meninggalkan kamar Leon kemudian meminta pelayan untuk menyiapkan makanan.

Didalam kamar yang mewah bernuansa modern dan luas itu hanya ada Leon dan Lisa yang masih belum sadarkan diri didalamnya.

"Dasar bocah yang menyedihkan." ucap Leon yang menunggu Lisa sadar sambil duduk diatas sofa kamarnya.

Sesaat kemudian Leon ikut tertidur karena hari semakin larut. Patron meminta pelayan untuk meletakkan makanan secara perlahan agar tidak mengganggu tidur Leon dan Lisa.

Keesokan harinya cahaya matahari mulai memasuki kamar Leon melalui sela sela korden kamar.

"Uh... Sial...Tangan dan punggungku sakit sekali." Lisa membuka mata dan melihat sekitar.

"Aduh...sakit sekali, aku ada dimana?" dia terkejut dan bergegas bangkit dari tidurnya. Mendengar Lisa yang berisik kebingungan, Leon terbangun.

Episode 2

"heh... Apa kamu tidak bisa tenang? Kenapa harus berisik? Semalaman aku tidak tidur menunggu

kamu sadar." Leon mengosok rambutnya dan memegang kepalanya yang pusing karena kurang tidur.

"Kenapa aku ada disini? apa yang kamu lakukan padaku?" mata Lisa berkaca kaca ketakutan.

"Semalam kamu pingsan, dasar sudah merepotkan masih saja tidak ingat." Lisa terdiam hanya melirik kearah Leon, dia merasa kesal mendengar ucapan Leon yang terdengar kasar dan angkuh. Mata Lisa memperhatikan hidangan mewah dan lengkap yang tersedia diatas meja.

"Keruyuk...krucuk..."

Suara perut Lisa lantang terdengar memecah keheningan ruangan. Lisa memegang perutnya dan wajahnya merah karena malu.

"Sepertinya kamu kelaparan? Aku sudah mempersiapkan makanan dari tadi malam, tapi kamu tidak bangun bangun."

"Ah... Anda benar benar baik hati dan dermawan, saya benar benar beruntung dapat bertemu anda." Lisa menunjukkan senyum palsu, senyum penjilatnya. Leon tersenyum sombong mendengar pujian dari Lisa.

"Tok...Tok... Tok... Ibu masuk ya" Suara lembut muncul dari balik pintu kamar Leon.

Wanita cantik berkulit putih bersih terawat mengenakan dress putih berjalan anggun mendekati Lisa dengan membawa semangkuk bubur ayam ditangannya. Lisa menatapnya dengan kagum seakan dia sedang melihat malaikat dihadapannya.

"Nona apa kamu sudah membaik?" Lisa mengangguk dan masih takjup melihat wanita secantik dan selembut ini.

"Heh...apa yang kamu lihat? Apa otakmu juga ikut bermasalah? Kenapa kamu menatap ibuku seperti itu?" ucap Leon.

Lisa menunduk, dia memejamkan matanya dan menelan ludahnya.

Lisa membuka mata kemudian menatap Leon yang juga menatapnya dengan tatapan sinis.

"kamu sangat beruntung terlahir dari keluarga yang sangat kaya raya, selain itu kamu juga memiliki seorang ibu yang sangat lembut dan penuh kasih sayang." Lisa menatap ibu yang duduk tepat dihadapannya.

"tidak seperti aku yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu, bahkan mungkin kehadiranku didunia ini juga tidak diharapkan sehingga aku dibuang oleh orang tuaku sendiri. Dari kecil aku harus berjuang untuk bertahan hidup juga menghadapi orang orang yang mencibirku. Kadang aku merasa dunia ini sangat tidak adil padaku." Lisa menghela nafasnya menahan airmata yang hampir memecah itu.

"Siapa namamu sayang?" ibu membelai rambut dan pipi Lisa.

"Namaku Lisa Nyonya."

"Lisa mulai sekarang panggil aku ibu ya." ibu memeluk lisa dengan sangat lembut.

Jantung Lisa berdetak kencang, rasa didalam hatinya bercampur aduk. Kali pertama didunia ini ada seseorang yang menginginkan dirinya.

"Lisa...Apa kamu ingin berbagi cerita dengan ibu? Ibu akan mendengarnya, ibu rasa Leon juga harus meluangkan sedikit waktunya untuk mendengarkan semua. Benar begitu kan Leon?" Kepala Leon mengangguk namun wajahnya menunjukan keberatan, Leon tidak bisa menolak permintaan ibunya.

"Ibu... Saya malu menceritakan kisah hidup saya."

"kenapa harus malu? Ibu akan selalu bersamamu mulai hari ini, kamu tidak perlu malu dan takut. Sekarang kamu tidak sendiri."

"Baiklah ibu saya akan mulai bercerita."

Ibu menggenggam tangan Lisa memberi dukungan pada Lisa.

"20 tahun yang lalu nenek menemukanku di gubuk rumah kosong dekat kebun tempat dia tinggal. Nenek membesarkanku seorang diri, namun dari kecil aku tidak pernah merasakan kasih sayang. Jika aku melakukan sedikit saja kesalahan tidak segan segan nenek akan memukuliku. Aku tidak pernah marah dengan Nenek karena aku cukup bersyukur dia mau membesarkan aku." Lisa menundukan kepalanya. Ibu membelai bahu Lisa

"Lalu?"

"Aku membantu nenek bekerja setelah pulang sekolah setiap harinya, aku bekerja mencuci piring membantu tetanggaku yang berjualan makanan. Hingga aku berusia 17 tahun nenek akhirnya meninggal. Rumah yang aku tinggali menjadi rebutan ahli waris, jadi aku harus keluar dari rumah nenek. Syukurlah tetanggaku bersedia menampungku untuk tinggal dengannya."

"selama 3 bulan aku tinggal disana namun anak dari tetanggaku sepertinya tidak menyukaiku dan itu membuat perselisihan didalam keluarganya. Dengan berat hati aku memutuskan untuk keluar dari rumah itu."

"Bermodal uang tabungan hasil kerja sampingan aku menyewa satu kamar kos yang murah dan ala kadarnya. Setelah itu saya mencari pekerjaan, syukurlah aku diterima disebuah perusahaan besar sebagai OB."

"Dari situ aku bertahan hidup dan menabung untuk melanjutkan sekolah, karena aku ingin memperbaiki jalan hidupku." Ibu tersenyum mendengar cerita Lisa.

"Lalu...bagaimana sekarang Lisa?"

"Ibu...selama 3 tahun belakangan ini aku selalu mensyukuri hidupku, sekali pun aku tidak pernah mengeluh. Tapi sepertinya aku memang tidak diharapkan dimanapun aku berada."

"kenapa kamu berbicara seperti itu Lisa?"

"Putra dari pemilik perusahaan selalu menggodaku, dia selalu menatapku dengan tatapan yang sangat menakutkan. Beberapa kali dia mencoba untuk melecehkanku, bahkan dia memberikanku uang dengan nominal yang sangat banyak agar aku bisa tidur dengannya. Tapi aku menolaknya, ibu aku sudah cukup bahagia dengan apa yang sudah aku miliki." Air mata yang tertahan akhirnya tak terbendung lagi, Lisa menangis. Ibu tampak sedih dan memeluk lisa.

"Teruskan Lisa...ungkapkan semuanya."

"Kemarin dia memanggilku keruangan kerjanya dan mengunciku didalamnya. Dia berusaha melecehkanku ibu tapi aku bisa melawannya karena aku cukup jago dalam hal bela diri."

"Karena aku memukulnya dia marah dan tidak terima dengan sikapku, saat itu juga dia memecatku. Dengan senang hati aku meninggalkan perusahaan itu. Namun penderitaanku ternyata tidak cukup sampai disitu, ketika tiba di tempat tinggalku ternyata ibu kos mengusirku. Dia bilang kamarku sudah ada yang akan menempati ternyata semua itu termasuk rencana dari Rio putra dari pemilik perusahaan besar itu."

"Dasar laki laki bejat, kalau dia ada dihadapanku pasti aku hancurkan kepalanya." celetuk Leon yang ternyata diam diam dia juga mendengarkan cerita Lisa.

"Jadi itu sebab kamu malam malam nangis dipinggir jalan sendirian? Apa kamu bodoh? Kamu tidak berfikir jika malam malam sendirian dijalan itu berbahaya? Untung saja ada aku disana. Dasar kamu wanita yang merepotkan saja."

"Aku tidak memintamu menolongku, kenapa kamu harus menolongku?" jawab Lisa dengan nada tinggi.

"Sudah...sudah...kalian jangan berdebat!!!" sela ibu melerai Leon dan Lisa.

"Ibu... Terimakasih atas kebaikan ibu, sebaiknya aku pergi sekarang. Aku juga sudah merasa baikan kok, aku tidak ingin menimbulkan masalah dalam keluarga ini." Lisa membuka selimutnya dan berusaha berdiri.

"Lisa kamu tidak perlu mendengarkan ucapan Leon, dia memang kasar dan angkuh tapi kamu tetaplah disini demi ibu. Kalau kamu pergi, kamu mau tinggal dimana?"

"Ibu tidak usah khawatir aku sudah terbiasa dengan semua ini dan aku pasti bisa melewatinya." Leon tetap duduk dikursinya melihat ibunya yang mulai menangis.

"BERHENTI!!!" Leon berteriak.

Lisa serentak menghentikan langkahnya, dia terkejut mendengar Leon berteriak. Lisa membalikkan badannya.

"apa lagi?oh...iya...Terimakasih tuan Leon sudah menolongku tadi malam." Lisa membalik badannya dan melanjutkan langkah melewati pintu kamar Leon.

Leon hanya diam saja dia tidak tau bagaimana cara menahan Lisa untuk tetap tinggal karena dia adalah laki laki yang memiliki ego yang tinggi.

Begitu keluar dari kamar Leon, Lisa sangat kebingungan karena rumah ini sangat besar dan dia kebingungan mencari jalan keluar.

"Permisi Tuan... Bagaimana cara saya keluar dari rumah ini ya?" Lisa bertanya dengan patron yang berada diluar kamar Leon.

"Mari saya antar."

"Oh...iya mas, apa anda melihat koper saya ketika datang kemari?"

"Tidak nona maaf"

Patron berjalan bersama Lisa menuju pintu keluar rumah Putih. Seorang Laki laki berwajah tampan dengan gaya yang funky seperti anak motor terlihat baru datang memasuki rumah putih dan berpapasan dengan Lisa.

"Patron...Tamu siapa ini?"

"Oh Tuan Fano baru tiba?... Nona ini adalah Tamu tuan Leon, semalam nona ini ditolong oleh Tuan Leon."

Fano mengangguk dan melanjutkan langkahnya memasuki rumah putih.

"Nona apakah perlu diantar untuk pulang?"

"tidak perlu tuan...terimakasih atas bantuannya. Saya pamit dulu ya..."

Lisa berjalan menuju gerbang pintu rumah putih yang jaraknya lumayan jauh dari rumah putih.

"Mau mengantarku pulang? bahkan aku tidak pernah memiliki tempat untuk pulang,sangat lucu ucapan pria itu. Rumah ini mewah sekali sayang sekali sang putra mahkota sangat angkuh dan sombong, hwaaa.... kenapa orang orang kaya selalu bertingkah bodoh." Lisa bergumam berbicara dengan dirinya sendiri.

matahari mulai berpindah ketengah langit, sinarnya semakin terik dan Lisa melanjutkan langkahnya menuju taman.

Semetara itu Nyonya Melisa terus menangis mengkhawatirkan keadaan Lisa.

"Ibu... Sudah jangan menangis, dia hanya gadis liar yang tidak memiliki sopan santun." Leon merayu ibunya agar berhenti menangis.

"Kamu memang laki laki dingin dan tidak berperasaan!!! Kamu sama seperti ayahmu!!!" ibu berdiri dari kasur dan berjalan keluar dari kamar Leon.

Episode 3

Leon segera bangkit dari kursi kemudian menarik tangan ibunya.

"Ayo lah... Ibu tidak perlu marah seperti ini denganku. Apa salahku?" Ibu menarik tangannya dari genggaman Leon.

"Ibu tidak ingin berbicara denganmu lagi Leon,sebelum kamu menyadari kesalahanmu dan membawa Lisa kembali kerumah ini." Ibu bergegas pergi meninggalkan kamar Leon.

"Ahhhh.... Dasar sial!!!, kenapa aku harus membawa pulang wanita bodoh itu dan mempersulit hidupku sendiri? Dasar perempuan sialan!!!"

Leon segera bergegas memasuki kamar mandi untuk bersiap pergi ke kantor. Mengenakan jas hitam dan dalaman kemeja hitam membuat dia terlihat rapi dan tampan. Rambut yang terlihat rapi menggunakan pomade juga tak lupa aroma parfum mahal melekat padanya.

Leon menuruni tangga menuju meja makan. Ternyata Fano sudah disana terlebih dahulu.

"Hay... Kak, tumben berangkat kerja jam segini? Kakak bangun kesiangan?" sapa Fano sambil memegang sepotong sandwich ditangan kanannya.

"Ha..Ha... Kamu juga tumben jam segini sudah ada dirumah? Biasanya masih kelayapan nggak jelas." jawab Leon sambil menuangkan susu dalam gelas dan meminumnya.

Fano tersenyum kecil mendengar ucapan Leon.

"apa yang kakak perbuat hingga ibu menangis dan mengurung diri didalam kamar? Kalau nenek tau... Dia pasti akan marah dan petaka akan datang."

"Bocah... Selesaikan saja sarapanmu itu dengan baik, kamu tidak perlu ikut campur urusan orang dewasa." Leon mengusap usap kepala Fano.

Fano menarik kepalanya dan menyingkirkan tangan Leon dari kepalanya.

Leon berjalan meninggalkan ruang makan menuju pintu keluar rumah putih. Terlihat patron sudah menunggu Leon di loby rumah dengan mobilnya.

"selamat pagi tuan Leon." patron membuka pintu belakang mobil mempersilahkan Leon masuk.

Leon hanya mengangguk dan masuk kedalam mobil. Beberapa saat kemudian mobil mulai berjalan. Patron duduk didepan bersama dengan Alexs dan Leon duduk dibelakang sendirian.

"Patron... Kamu tau? Kemana gadis itu pergi?"

"sepertinya dia kembali ketaman tuan, tadi dia menanyakan tentang koper itu."

"Lalu? Apa yang kamu jawab?"

"saya bilang jika tidak menemukan koper itu, walaupun sebenarnya koper itu ada ditangan Tuan.

                                           ####################################

 

 

Wajah Leon tampak benar benar marah menghadapi tingkah Lisa, namun dia berusaha menahan amarah demi ibunya.

"Lisa perhatikan ya..." Leon mengambil shower yang terpasang digantungan dan memeganginya dengan tangan kananya.

"Jika kamu memutar keran ke kanan maka air yang keluar adalah dingin, jika kekiri air yang keluar adalah panas." Leon menjelaskan pada Lisa dengan lembut.

Lisa mengangguk dan senang mendengar Leon berbicara lembut dengannya.

"sekarang kamu coba peraktekan ya."

"ok...aku coba ya." Lisa memutar tuas kekanan.

"Aaaa...." Lisa terkejut shower yang dipegang Leon menyemburkan air tepat diwajahnya. Leon tertawa terbahak bahak melihat wajah Lisa yang kaget dan panik.

Leon bergegas berlari pergi meninggalkan Lisa dikamar mandi.

"Leon... Kamu benar benar keterlaluan!!! Aku akan menghajarmu ya." Lisa ikut berlari mengejar Leon.

Dari belakang Lisa melompat pada punggung Leon kemudian menggigit bahu Leon dengan keras.

"Aaa...Lisa... Sakit, lepaskan aku." Leon mendekat kearah kasur dengan posisi Lisa yang masih menggendong Lisa dipunggungnya.

Leon menarik Lisa dari punggungnya kemudian membantingnya diatas kasur. Lisa begitu kuat mengikatkan kuncian pada tubuh Leon dan itu membuat keseimbangan tubuh Leon terpecah.  Leon juga ikut terjatuh bersama Lisa diatas kasur dengan baju mereka yang masih basah kuyup itu. Lisa tertawa terbahak bahak melihat Leon kesakitan karena gigitanya dan ikut terjatuh karena kunciannya.

Melihat Lisa puas menggejeknya membuat Leon tidak menerima semua itu. Leon memutar tubuhnya dan merubah posisi tubuhnya berada diatas tubuh Lisa. Kedua tangan Leon mengunci kedua tangan Lisa. Kedua kakinya mengunci kedua kaki Lisa.

"Leon apa yang kamu lakukan? Kamu jangan macam macam ya. Aku hajar kamu." wajah Lisa tampak ketakutan.

Leon mendekatkan bibirnya pada telinga Lisa. Lisa memejamkan matanya rapat rapat.

"wajahmu sangat lucu ketika ketakutan, karena itu jangan macam macam denganku." bisik Leon ditelinga Lisa.

Leon melepaskan semua kunciannya kemudian berdiri berjalan menuju pintu kamar meninggalkan Lisa. Leon menghentikan langkahnya sebelum melewati pintu.

"Ibu menunggumu untuk makan malam. Dibawah cepat ganti baju dan turun." Leon melanjutkan langkahnya dan meninggalkn Lisa dikamar.

Lisa sangat kesal dengan sikap Leon yang seenaknya memperlakukan Lisa sesuka hati.

"Hah...tempat tidurku jadi basah deh, rambutku juga basah kuyup."

Lisa bergegas berdiri dan melucuti satu persatu bajunya dan menggantinya dengan baju yang dia ambil dari lemari bajunya.

Dia memilih memakai kaos berwana putih dan jeans short pant biru. Rambutnya masih basah dan dia hanya menyisirnya saja. Lisa segera keluar kamar dan berjalan menuruni tangga menuju lantai bawah.

Begitu memasuki area meja makan, Lisa meilihat meja makan yang besar yang bisa digunakan oleh 8 orang namun hanya diisi 3 orang.

Fano menatap Lisa dengan heran dan kagum.

"kamu tidak akan kenyang hanya dengan berdiri disitu, cepat makan sebelum kamu pingsan." Leon berbicara sambil memotong steak dihadapannya.

Lisa melihat area meja makan dan kursi kosong yang akan dia pilih. Fano berdiri dan menarik satu kursi kosong disampingnya.

"kamu bisa duduk disini." ucap Fano lembut.

"Iya Lisa kamu duduk disebelah Fano, agar kalian bisa saling mengenal. Ibu sudah ceritakan semua dengan Fano."

Lisa tersenyum dan berjalan menuju kursi yang Fano siapkan. Setelah Lisa duduk pelayan meletakkan satu porsi steak di hadapannya. Fano terus memandang Lisa sambil senyum senyum sendiri.

Sedangkan Lisa terlihat tidak perduli dia lebih perduli dengan satu porsi steak dihadapannya. Begitu dia melihat ala t makan yang akan dia gunakan, kepalanya mulai berfikir keras.

Melihat wajah Lisa yang kebingungan Fano berniat untuk membantu Lisa memotong makanannya.

"Lisa aku bantu kamu memotong steak ya." Fano mengulurkan tangannya hendak memotongkan steak Lisa. Tiba tiba Leon menukar steaknya yang sudah dipotong potong dengan steak Lisa yang masih

utuh.

"Fano... Urus saja makananmu sendiri." ucapnya pada Fano. Fano melanjutkan makannya.

"dan kamu gadis bodoh... Segera habiskan makanmu." Ibu tersenyum melihat tingkah anak anaknya dimeja makan.

Lisa mulai memasukan potongan pertamanya kedalam mulutnya.

"oh... Tuhan... Ini benar benar enak sekali." Lisa memejamkan matanya dan menikmati setiap gigitan didalam mulutnya.

Senyuman merekah diwajah Lisa menikmati setiap potong daging didalam mulutnya hingga tiba pada potongan terakhir dipiringnya.

Wajahnya tampak menginginkan lagi steak yang sama.

"pelayan ambilkan satu porsi lagi untuk Lisa dan potong potong sekalian." ucap Fano pada pelayan, Lisa menoleh kearah Fano yang ternyata sedari tadi memperhatikannya.

"Terimakasih Fano..." ucap Lisa.

"Tidak masalah...aku hanya melihat kamu masih lapar."

"Kamu benar benar baik ya... Benar benar berbeda dengan seseorang yang aku kenal." Lisa melirik kearah Leon dan memberi senyuman sinis.

"Lisa... Kenapa kamu tidak mengeringkan rambutmu?" ucap ibu.

"Ah...memangnya rambutmu basah ya?" Fano membelai rambut Lisa.

"Iya aku tidak tau cara memakai alat pengering rambut." jawab Lisa sambil menikmati satu porsi steak dihadapannya.

Melihat Fano membelai rambut Lisa Leon merasa Fano terlihat berlebihan .

"Ibu... Bagaimana jika Lisa belajar dikampus yang sama denganku." ucap Fano pada Ibu.

"Ya... Ibu pikir juga begitu."

"Apa kamu bisa membantu ibu mengurus administrasi untuk Lisa?"

"Baiklah ibu... Itu hanyalah hal mudah untukku." Fano menatap Lisa sambil menaik turunkan alisnya.

Lisa tersenyum dan memasukan satu potong daging terakhirnya. Lisa meletakkan alat makannya dan mengambil satu gelas air minum.

"Jadi kita akan ada disekolah yang sama Fano."

Fano tersenyum dan mengangguk, Lisa membalas senyuman Fano.

"Aduh...aku tidak sabar untuk kembali bersekolah. Fano aku pasti banyak tertinggal pelajaran. Kamu bantu aku untuk belajar ya." ucap Lisa dengan tangannya yang memegang bahu Fano sajak merayu. Suasana tiba tiba berubah sunyi, wajah Fano berubah merah pucat.

"Uhuk...uhuk..." Leon tampak tersedak mendengar ucapan Lisa.

"Ha... Ha... Ha... Ha..." ibu dan Leon tertawa bersamaan.

Lisa semakin kebingungan melihat apa yang terjadi.

"Heh...Gadis bodoh, bagai mana cara Fano membantumu belajar. Membantu dirinya sendiri saja dia tidak bisa. Mungkin setatusnya saja dia sebagai pelajar tapi sebenarnya kekampus saja dia nggak pernah." ucap Leon menjelaskan pada Lisa yang kebingungan. Lisa mengernyitkan dahinya dan menatap Fano yang tampak malu.

"Ya... Aku hanya sedang kurang bersemangat saja, tapi percaya deh ... Aku cukup pintar jika lebih rajin." Fano meyakinkan Lisa.

"Ya... Aku percaya dan yakin dengan Fano." Lisa menganguk dan tersenyum pada Fano.

"Aaaa.... Lisa.... Akhirnya kamu adalah satu satunya orang dirumah ini yang begitu yakin dan mempercayaiku, aku tidak akan mengecewakanmu Lisa." Fano memeluk Lisa dan mereka saling menepuk punggung satu sama lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!