Kaynuna Nafasya. Gadis berumur 23 tahun yang sangat menyukai es krim dan makanan pedas. Nafa, itulah panggilan akrabnya. Nafa merupakan gadis yang lahir di Jakarta. Saat berusia 18 tahun Nafa memutuskan untuk tinggal di Bandung. Di sanalah semuanya bermula.
Nafa adalah seorang penulis terkenal. Banyak penggemar yang menganggap Nafa adalah definisi gadis yang mengagumkan. Bagaimana tidak? Selain hobi menulis, Nafa juga bisa memasak, cerdas, juga mandiri. Karya pertama yang ditulis Nafa berhasil membuat Nafa dipandang kagum khayalak ramai.
Selain itu, Nafa memiliki rambut kecoklatan sepunggung dan juga memiliki netra hitam. Kulitnya putih dan mempunyai senyuman secerah matahari. Nafa sukses membuat orang lain iri dengannya.
Beberapa karyanya yang lain pula ada yang di filmkan. Tulisan Nafa benar-benar bisa membuat pembaca merasa larut akan suasana yang di ciptakan.
Tetapi, dibalik senyum dan tawanya Nafa juga hanyalah gadis biasa. Latar belakang kehidupannya benar-benar bisa membuat orang lain iba. Di umurnya yang menginjak 5 tahun sang kakak telah meninggal dunia karena penyakit jantung. Nafa yang saat itu masih kecil hanya hidup dengan ayah dan juga ibunya. Tetapi, lagi-lagi cobaan tidak berhenti di situ.
Nafa harus merasakan kehilangan lagi sebab sang ibu meninggal dalam kecelakaan beruntun saat hendak pulang ke rumah. Nafa yang masih begitu kecil hanya mampu menangis dan bangkit sendiri meraba dunia yang kejam ini. Untung saja bibinya datang dan menerima dengan lapang dada untuk merawat Nafa dengan penuh kasih sayang. Sampai Nafa ada di titik ini itu juga semua berkat dukungan bibinya yang kini ia panggil dengan sebutan ibu. Bibinya tidak menikah sampai usia yang sudah bisa dibilang tidak muda lagi.
Drrt...drrttt...
Nafa yang tengah fokus mengetikkan naskah lantas menoleh pada ponselnya yang bergetar. Tertera nama sang Ibu di layar depan ponselnya. Nafa tersenyum lantas menjawab panggilan ibunya dengan semangat.
"Halo, apa kabar ibuku sayang!" seru Nafa dan dibalas kekehan lembut dari seberang sana.
"Kabar ibu baik. Bagaimana kabarmu? Apa kamu makan dengan baik? Apa kamu istirahat dengan cukup?"
Nafa terkekeh mendengar nada bicaranya ibunya yang tidak pernah berubah. Selalu saja bersemangat.
"Ibu, aku baik-baik saja. Aku juga makan banyak karena belakangan ini aku cukup sibuk. Ya, aku butuh makan untuk konsentrasi," balas Nafa .
"Syukurlah. Ibu sangat merindukanmu. Kapan kamu akan pulang? Ah, bagaimana suasana di sana?"
Nafa berdecak saat mendengar perkataan bibinya.
"Aku belum tau kapan akan pulang. Maaf, ya, bu karena aku sudah lama tidak pulang. Padahal aku sungguh merindukanmu."
"Tidak apa, ibu mengerti. Ah, iya kemarin itu Rangga datang ke rumah. Dia berkunjung dan kami banyak mengobrol tentangmu."
Nafa terdiam sejenak dan berusaha mengulas senyumnya saat nama itu terucap oleh sang bibi.
"Pantas saja telingaku terasa panas, ternyata kalian yang bergosip tentangku. Ah iya, ibu maaf aku sedang mengerjakan tulisanku. Aku tidak bisa mengobrol lebih lama. Ibu jaga kesehatan ya. Aku tutup, sampai nanti, Ibu."
Panggilan di tutup secara sepihak oleh Nafa. Gadis itu termenung sejenak sampai suara notifikasi pesan menyita perhatiannya.
Ibu Amira :
Luangkanlah waktumu sedikit untuk berbicara dengan Rangga. Dia merindukanmu. Ibu tau kamu sangat sibuk. Tapi, hubungan kalian sudah terlalu lama menjadi dingin. Ibu hanya tidak mau kalian berpisah. Ah, iya makanlah tepat waktu dan tidur lah dengan nyenyak.
Nafa tersenyum sejenak membacanya. Lebih tepatnya senyum sinis. Apa yang harus ia obrolkan dengan laki-laki itu? Nafa bahkan tidak sudi untuk mengingatnya. Namun, Nafa tetap mengetikkan pesan balas untuk bibinya.
To Ibu Amira :
Aku akan mematuhi perkataan mu tentang makan dan tidur, Bu. Tapi, soal Rangga, biarkan aku dan dia yang mengurusnya. Aku terkadang memang sulit untuk menghubunginya. Tapi, aku akan segera menelfonnya, Bu. Ibu tidak perlu terlalu khawatir.
Setelah mengirimkan balasan Nafa langsung mematikan daya ponselnya. Fokusnya kembali terpusat pada tulisannya yang bahkan belum selesai. Tapi, Nafa sudah tidak memiliki mood untuk saat ini. Jadi, gadis itu langsung keluar dari kamarnya untuk memasak mi instan.
Suasana rumah besar ini terasa begitu sunyi. Nafa berpikir rumah ini bahkan cocok untuk syuting film horor. Bahkan Nafa cocok jadi pemeran utama dengan karakter gadis penakut.
Sambil menunggu mi instannya matang, Nafa memperhatikan sekitarnya dengan seksama.
Mungkin mereka tidak pulang lagi malam ini - batin Nafa
Namun, Nafa dibuat terkejut seketika saat pintu kulkas tertutup dan hawa dingin menyeruak keluar. Sosok lelaki tinggi dengan rambut hitam lebat. Lelaki itu mengenakan kaos putih dan celana pendek.
"Apa kamu akan memakan itu untuk makan malam?" tanya lelaki itu yang berhasil membuat Nafa mengerjapkan matanya lalu mengangguk.
"Hentikan kebiasaan burukmu ini. Kak Jovi sudah memasak lauk untuk makan malam tadi. Kamu hanya perlu menghangatkannya saja," tegur lelaki itu.
"Aku sedang ingin makan ini. Lauknya akan ku makan bersama nasi nanti."
"Kamu akan bergadang?"
Nafa mengangguk dan mengisi air di gelas lalu di taruh di atas nampan bersama mi instan yang ada dalam mangkuk.
"Kakak akan menemanimu. Pergilah duluan, Kakak akan ke kamar sebentar untuk mengambil berkas-berkas."
Nafa mengangguk patuh lalu membawa nampan menuju kamarnya. Namun, sebelum itu Nafa berbalik sejenak dan langsung bertatapan dengan lekaki itu.
"Kapan kakak pulang?"
Lelaki itu berdecak sambil menaruh air dingin di gelas miliknya.
"Tadi sore. Kami bahkan memanggilmu untuk makan malam. Tapi, sepertinya telingamu tersumpal debu sampai tidak mendengar kami pulang," sindir lelaki itu. Nafa sontak saja tercengir lebar. Akibat terlalu fokus ia sampai tidak tau bahwa mereka sudah pulang.
"Maaf, Kak. Kalau begitu, dimana yang lain?"
"Mereka sudah tidur karena kelelahan. Sudah, sana makan makananmu. Kakak akan menyusul nanti."
Nafa mengangguk lalu kembali melangkah menuju kamarnya. Lelaki itu bernama Kelvin Halawa. Kelvin berumur 28 tahun dan merupakan seorang CEO di perusahan besar. Selain tampan, Kelvin juga laki-laki yang cerdas dan memiliki banyak keahlian.
Sukses di usia muda membuat Kelvin tentu diminati banyak kaum hawa. Kelvin sendiri merupakan anak tunggal. Orang tuanya menetap di Belanda setelah Kelvin lulus kuliah. Perusahan itu milik keluarga Halawa turun temurun.
Nafa memakan mi instannya di balkon kamar sambil memandangi langit malam. Udara yang terasa cukup dingin sangat cocok dengan hangatnya mi instan kuah yang tengah ia santap saat ini.
"Naf, Kakak pinjam charger ponselmu, ya," ucap Kelvin yang sudah berada di kamar Nafa sambil membawa beberapa berkas di tangannya.
"Iya, Kak. Ambil saja, di meja dekat sofa."
Lalu tak lama kemudian Kelvin datang dan duduk di kursi sebelah Nafa sambil membuka laptopnya. Kelvin mulai fokus pada pekerjaannya bersama hening yang menyelimuti mereka.
"Setelah ini kerjakan tulisanmu. Waktu begadangmu hanya sampai tengah malam saja. Setelah itu, kamu harus tidur," ujar Kelvin tiba-tiba yang membuat Nafa merengut.
"Tidak usah merengut begitu. Belakangan ini tidurmu tidak teratur. Jangan terlalu memaksakan dirimu sendiri. Paham?"
Nafa mengangguk lesu kemudian lanjut memakan mi instannya. Sampai detik terus berlalu. Mereka di selimuti hening dan sibuk dengan kegiatan masing-masing.
...••••••...
Pagi-pagi sekali Nafa sudah rapi sebab harus pergi ke perpustakaan di dekat sini. Ada novel yang Nafa incar dari lama. Maka saat ada waktu luang Nafa bergegas untuk menjemputnya. Hari ini Nafa berencana untuk membuka toko online miliknya. Sebab, sudah seminggu dan pesanan sudah menumpuk. Tidak banyak memang. Namun, seratus lebih paket untuk dikemas juga butuh waktu dan tenaga.
Saat sampai di bawah netranya langsung menangkap kehadiran orang lain di meja makan. Ah, mereka sudah di sini semua ternyata, pikirnya.
"Pagi, Nafa," sapa Kenzo sembari menata alat makan.
Sontak perhatian yang lainnya juga terpusat padanya. Nafa memberikan senyum lantas turut hadir di tengah mereka.
"Duduk saja. Sebentar lagi masakannya matang," ujar Kelvin yang dibalas gelengan oleh Nafa.
Nafa lantas membantu menuangkan susu atau air hangat di gelas masing-masing. Jovi yang baru saja meletakkan semangkuk nasi goreng lantas mengelus pelan puncak kepala Nafa sebelum kembali ke dapur.
"Tidurmu nyenyak tadi malam?" tanya Kenzo yang dibalas anggukan semangat oleh Nafa. Tulisannya untuk part selanjutnya telah selesai. Maka dari itu Nafa bisa sedikit bersantai sekarang.
Setelah semua hidangan hadir, mereka duduk di kursi masing-masing. Nafa, Kenzo, Kelvin, dan Jovi duduk sebaris. Sementara di hadapan mereka ada Rey, Geo, Nathan, dan Leo.
Jovi memindahkan daging yang sudah di potong ke piring Nafa. Nafa menerimanya dengan senang hati. Ah, mari Nafa kenalkan sejenak tentang mereka.
Yang pertama tentunya Jovian Jefferson. Jovi adalah laki-laki berumur 29 tahun yang bekerja sebagai dokter hewan. Jovi merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Keluarganya tinggal di Jakarta. Karena bisa memasak akhirnya Jovi atau Kelvin yang bertugas memasak di rumah ini. Jovi merupakan orang yang hangat dan penuh perhatian.
Kelvin Halawa sudah di jelaskan di part sebelumnya. Kelvin sendiri memiliki kulit seputih susu. Biasanya Kelvin tidak banyak bicara. Tetapi, pada orang terdekatnya ia benar-benar bisa menunjukkan kasih sayangnya.
Maka, selanjutnya adalah Marchel Leo Dinata yang berumur 27 tahun. Leo merupakan anak tunggal yang sekarang bekerja sebagai sekretaris Kelvin. Leo tipe orang yang bisa membuat suasana hidup. Banyak candaan yang kerap kali di lontarkan membangkitkan suasana.
Kemudian Geo Siya Ranggi yang saat ini berumur 27 tahun. Geo mempunyai adik perempuan yang merupakan teman Jovi. Ya, Geo, Jovi, dan adik perempuan Geo merupakan dokter hewan. Geo mempunyai lesung pipi yang membuatnya terlihat manis. Pembawaan Geo terlihat lembut dan tenang.
Kenzo Arviano Lorent dan Rey Vando Lorent merupakan saudara kandung. Kenzo berumur 26 tahun sedangkan Rey berumur 25 tahun. Kenzo bekerja sebagai dokter spesialis jantung di rumah sakit ternama. Memiliki wajah dan tangan mungil membuat pesona Kenzo tampak berlipat ganda. Kenzo mempunyai sifat yang ceria. Aura di sekitarnya pun terasa amat positif.
Sedangkan Rey bekerja sebagai direktur rumah sakit di rumah sakit milik keluarga mereka. Rey memiliki tatapan mata tajam. Tetapi, dibalik tatapan tajam itu Rey laki-laki yang penuh perhatian.
Terakhir, ada Nathan Adley Reksa . Nathan berumur 25 tahun. Nathan suka sekali makan. Lelaki tampan dengan netranya yang indah ini bekerja sebagai CEO di perusahaan milik keluarganya. Nathan merupakan anak tunggal.
Paras tampan mereka berhasil menarik banyak perhatian kaum hawa. Tentunya banyak yang tau bahwa Nafa dekat dengan mereka. Bagaimana tidak? Mereka bertujuh telah dikenal oleh banyak orang sedari mereka kuliah. Sedangkan Nafa bertemu mereka saat band yang mereka mainkan kekurangan vokalis. Saat itu Nafa hanya membantu sebab Nathan tidak bisa hadir karena sakit.
Dari situlah mereka semua sering berkumpul. Dan yang lebih mengejutkan ternyata orang tua Jovi merupakan kenalan dekat dari keluarga Nafa. Jadi, saat Nafa tinggal di Bandung, mereka menitipkan Nafa pada Jovi.
Rumah yang mereka tinggali jugalah milik Jovi. Awalnya hanya Nafa, Jovi, dan beberapa asisten rumah yang tinggal di sini. Tetapi, karena yang lainnya sering berkunjung bahkan menginap akhirnya mereka menetap tinggal di sini.
Asisten pun hanya datang di hari libur untuk membersihkan lantai tiga. Sebab, lantai satu dan dua sudah bersih karena Nafa dan yang lainnya membagi tugas.
"Nanti malam aku akan menginap di rumah sakit. Ada pasien yang butuh pantauan ketat dariku," ujar Kenzo.
"Baiklah. Aku dan Nafa akan datang untuk membawakan makan malammu," balas Jovi.
"Bagaimana dengan yang lain?" tanya Jovi.
"Aku tetap pulang sore seperti biasanya, Kak," jawab Kelvin yang di angguki oleh Rey, Geo, dan Leo.
"Aku akan pulang terlambat. Kalian makan duluan saja nanti. Karena aku akan makan diluar," tutur Nathan.
"Kakak makan diluar? Dengan siapa? Pacar?" tanya Nafa bertubi-tubi.
Nathan mendengus berbanding terbalik dengan yang lainnya yang justru tertawa.
"Dia lebih mencintai berkasnya daripada wanita," celetuk Kelvin yang disambut tawa keras Leo.
"Pertanyaanmu sungguh lucu, Naf. Dia tidak akan dapat pacar kalau terus bersama dengan tumpukan kertas itu," sindir Rey.
"Berkacalah tolong. Kalian juga terlalu sibuk bekerja sampai yang paling tua juga belum memiliki pacar!" seru Nathan yang membuat Jovi mengambil daging milik Nathan.
"Hey, itu daging milikku, Kak!"
"Rasakan!" seru Geo sembari tertawa.
"Naf, lihat si Jovi," adu Nathan yang membuat Nafa mengerjap polos sembari terus mengunyah daging miliknya. Nafa pun melihat Jovi yang memandangnya dengan senyum manis.
"Uda Nafa liat, Kak," balas Nafa seusai menelan kunyahannya.
Kembali merek semua menertawakan Nathan yang tampak cemberut sembari menusuk-nusuk nasi di piringnya.
"Jiwamu dan Nafa sepertinya tertukar. Nafa bahkan terkadang lebih kalem darimu," ujar Geo yang di angguki mereka semua.
"Biarkan saja. Kalau tidak begini hidup kalian akan hampa," sarkas Nathan yang dibalas kekehan kecil oleh Nafa.
"Nafa, hari ini menonton film dengan kakak, mau?" tanya Leo yang membuat Rey berdecak.
"Nafa sudah berjanji padaku untuk menanam bunga mawar di halaman belakang. Kakak lebih baik menonton sendiri saja," balas Rey sembari menegak habis minumannya.
"Aiss, kenapa saat Nafa senggang kamu selalu saja membuat janji duluan?!" tanya Leo tidak habis pikir.
Rey mengedikkan bahunya acuh.
"Sudahlah. Buat saja janji dengan Nafa sekarang. Nanti ketika senggang dia bisa menemanimu untuk menonton film," usul Geo.
"Tidak usah. Lebih baik aku ikut menanam bunga saja bersama mereka," balas Leo yang dijawab helaan nafas oleh mereka.
"Terserah kakak sajalah," balas Kenzo.
Setelah selesai sarapan Nafa membawa semua piring dan gelas kotor ke dapur. Gadis itu mulai mencuci piring dibantu oleh Rey.
"Kakak pergi dulu ya. Nanti sore kakak bawakan martabak kesukaanmu," ujar Jovi yang masuk ke dapur dengan setelan rapi. Jovi pun mengacak lembut rambut Nafa kemudian berlalu.
"NAFA, KAMI BERANGKAT YA!" teriak Kenzo dari ruang tengah.
"IYA, HATI-HATI, KAK!" balas Nafa dengan teriakan pula.
"Tidak udah dibalas kalau harus berteriak, Nafa," tegur Rey yang dibalas kekehan oleh Nafa.
Di rumah hanya tinggal Nafa, Rey, Leo, dan Geo. Kelvin dan Nathan sudah berangkat selesai sarapan tadi. Ya, setelah ini Nafa akan membantu Rey menanam mawar. Ah, Nafa sangat suka mawar. Apalagi mawar berwarna merah.
...••••...
Selepas mencuci semua piring dan gelas kotor, Nafa dan Rey kini sudah ada di halaman belakang lengkap dengan peralatan untuk menanam bunga.
Geo membaca buku sembari sesekali memperhatikan gerak-gerik mereka dari kursi yang tidak jauh dari tempat menanam mawar. Sedangkan Leo baru saja datang dengan bibit mawar merah di tangannya.
"Ini bibitnya. Katanya kalau kita menanamnya pakai cinta bunganya pasti tumbuh dengan cantik," celetuk Leo yang membuat Geo tertawa.
"Yang menanam Nafa, tentu saja bunganya akan cantik. Semua bibit bunga itu akan berhasil tumbuh kalau dirawat dengan benar. Harus seimbang. Jangan hanya bermodal cinta," balas Geo yang di sambut tawa Nafa dan Rey.
"Sudahlah. Kemarikan bibitnya biar kita tanam," tukas Rey yang membuat Leo segera menghampiri mereka.
Selagi mereka bertiga sibuk menanam, Geo masuk ke dalam rumah untuk mengambil air dingin dan beberapa cemilan. Biasanya jika melakukan sesutu Nafa harus menyediakan cemilan.
Drrt... drrtt...
Perhatian Geo teralih saat sedang memotong buah pada ponsel yang tergeletak di atas meja makan. Geo mencuci tangannya sejenak sebelum mengambil ponsel itu.
"Nafa, ini ada yang nelfon, loh!" teriak Geo namun Nafa tidak juga menjawabnya.
Nomor tidak di kenal. Geo bertanya-tanya siapa yang menelfon Nafa saat ini. Dengan cepat Geo melangkah ke halaman belakang.
"Nafa, ponsel kamu ini bunyi daritadi," beritahu Geo yang membuat Nafa menatapnya lalu berjalan cepat ke arah Geo.
"Siapa, Kak?" tanya Nafa penasaran.
Geo hanya mengedikkan bahunya acuh.
"Engga tau. Engga ada namanya. Angkat aja, siapa tau penting."
Nafa mengangguk kemudian mengangkat panggilan tersebut.
"Halo?"
Tidak ada jawaban. Nafa memandang Geo yang juga tengah menatapnya seolah mengatakan ada apa?
"Ini aku, Marisa."
Tatapan Nafa berubah dingin. Lantas tanpa mengatakan apapun Nafa meninggalkan halaman belakang begitu saja. Sampai membuat Geo heran apalagi melihat ekspresi Nafa yang tampak tidak bersahabat.
Saat sudah sampai di kamar, Nafa segera mengunci pintu kamarnya. Lalu gadis itu berjalan ke arah sofa dan duduk di sana.
"Apa maumu? Darimana kamu mendapatkan nomorku?" tanya Nafa tidak suka.
"Ah, aku mendapatkan nomormu dari Naya. Jangan salahkan dia, aku yang memaksanya. Aku menghubungimu karena ingin mengatakan sesuatu padamu," ujar Marisa dari seberang sana.
"Kita tidak punya apapun untuk dibicarakan, Marisa. Setelah kamu memilih membela kekasihmu, aku tidak mempunyai hubungan sepupu apapun lagi denganmu."
"Kita masih sepupu, Naf. Dan soal yang dulu oke aku minta maaf. Tapi, hal yang ingin aku beritahu padamu sungguh sangat penting. Ini dua hal yang aku pastikan akan membuatmu sedih," ucap Marisa.
Nafa berdecak tidak suka. Tiba-tiba saja perasaannya tidak enak.
"Apa yang mau kamu beritahu?" tanya Nafa pada akhirnya.
"Naf, soal yang dulu itu memang benar. Aku mengaku salah padamu. Kenneth memang selingkuh dan seharusnya aku percaya padamu bukannya malah menamparmu malam itu. Tapi, aku menemukan fakta lain, Naf."
Kening Nafa berkerut pertanda bertanya-tanya.
"Apa yang kamu temukan?"
"Aku mengirim beberapa foto padamu. Lihatlah sendiri. Lalu cocokkan dengan beberapa postingan mereka. Aku berharap aku salah. Tapi, Naf, aku memberitahumu tentang ini agar kamu bisa mengambil sikap. Maaf untuk kabar buruknya. Aku tutup ya," ujar Marisa pelan di seberang sana.
Nafa mengangguk kaku sampai Marisa memutus sambungan secara sepihak. Ekspresi Nafa tidak berubah setelah melihat foto-foto itu. Kebencian dan amarah menjadi satu dalam dirinya.
Dengan kesal Nafa melemparkan ponselnya ke arah lemari hingga layar bagian bawah terlihat retak. Nafa menjambak rambutnya frustasi sembari membuang semua barang yang ada di atas mejanya hingga menimbulkan suara gaduh hingga ke bawah.
Geo yang kebetulan ingin memanggil Nafa untuk turun langsung terkejut dan bergegas menuju kamar Nafa.
Tok tok
"Nafa? Nafa buka pintunya!" seru Geo sembari terus berusaha membuka pintu kamar Nafa.
"REY! LEO, CEPAT KE ATAS!" teriak Geo panik.
Langkah kaki yang terdengar rusuh hingga Rey dan Leo sampai di atas. Mereka bingung seketika.
"Ada apa? Kenapa teriak-teriak?" tanya Rey bingung.
"Nafa, ada sesuatu yang pecah di dalam dan dia tidak mau membuka pintu kamarnya," beritahu Geo dengan wajah panik.
Sontak Rey dan Leo ikutan panik. Mereka langsung mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar Nafa.
Satu
Dua
Tiga
Brak
Sesaat setelah pintu terbuka mereka bertiga terkejut bukan main saat melihat pecahan kaca ada di mana-mana. Pandangan Rey tertuju pada cermin yang pecah, vas bunga, dan guci milik Nafa. Semuanya hancur berkeping-keping.
"Nafa, ada apa? apa kamu terluka?" tanya Leo dengan cemas seraya memegangi tangan Nafa yang tadi menarik rambutnya.
Namun, jangankan untuk mendengarkan kata-kata mereka, Nafa seolah hilang kendali sampai tidak sadar telah mendorong Leo dengan kuat hingga membuat Leo jatuh dan lengan kirinya membentur meja.
"Bawa Leo ke bawah. Hubungi yang lainnya. Nafa biar aku yang urus," perintah Geo yang di angguki oleh Rey.
Setelahnya Geo langsung memegang kedua bahu Nafa dan mengguncangnya dengan pelan.
"Nafa, sadar!" tekan Geo khawatir. Untuk beberapa saat Nafa tetap tidak mendengarkan sampai akhirnya kesabaran Geo habis. Geo tanpa kata langsung memeluk Nafa hingga membuat Nafa terdiam setelah memberontak.
"Nafa, tenang. Tenangkan dirimu. Tidak apa-apa, ada kami di sini," hibur Geo yang berhasil membuat Nafa akhirnya meneteskan air mata.
Gadis itu melihat ponselnya yang tergelatak dalam kondisi mati akibat di lempar tadi dengan tatapan benci. Nafa meraung-raung dengan tangisnya yang menyayat hati.
Mata Geo ikut berkaca-kaca. Seolah merasakan kesakitan yang Nafa alami air mata Geo menetes tanpa diminta.
Sampai beberapa saat akhirnya Nafa berhenti menangis. Geo yang hendak melepaskan pelukannya langsung dibuat terkejut saat melihat ternyata Nafa pingsan. Tanpa kata Geo menggendong Nafa dan membaringkannya di atas kasur gadis itu. Demi apapun Geo panik jika sudah begini.
Untungnya Jovi segera datang dan mendekat ke arah mereka.
"Apa yang terjadi? Apa Nafa tidur?" tanya Jovi sembari mengatur nafasnya akibat lari saat menuju ke sini.
"Dia pingsan. Aku tidak tau apa yang membuatnya seperti ini. Apa sebaiknya kita bawa ke rumah sakit?" tanya Geo khawatir. Jovi menggeleng.
"Aku akan menghubungi temanku. Nafa tidak terlalu suka bau rumah sakit. Lebih baik di rawat di sini saja," papar Jovi yang di angguki patuh oleh Geo.
"Jagalah Nafa sebentar. Aku akan memasak sup untuknya."
Lagi-lagi Geo mengangguk. Setelah Jovi pergi, Geo bergegas mengambil sapu tangan dari atas meja Nafa. Lalu menyeka keringat yang ada di pelipis gadis itu.
"Kamu kenapa, Naf?" lirih Geo menatap Nafa khawatir.
...••••••...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!