NovelToon NovelToon

PLEASE, LOVE ME, JANDA

SATU

Titik titik hujan mulai terasa membasahi bumi, seolah berusaha menutupi titik titik airmata yang mengalir di pipi cantik seorang wanita muda di sore hari yang mendung ini.  Wanita itu terpekur sendiri, tenggelam dalam lamunannya, hingga dia tidak menyadari segala suasana yang terjadi di sekelilingnya.

“Sayang, kenapa, kenapa kamu tega meninggalkan aku, apa salahku padamu sehingga kamu membiarkan aku menjalani semua ini sendiri.  Mengapa kamu tak membiarkan aku mengikutimu, mengapa kamu melepaskan genggaman tanganku.  Sayang, aku lelah, aku rindu kamu, kumohon kasihani aku, jemput aku agar aku bisa bersamamu” desis wanita itu dalam isak tangis yang membuat bahunya terguncang hebat.

Gerimis kecil tadi semakin lama kian membesar dan menjadi titik titik besar yang mulai bertambah lebat.  Namun, wanita itu sama sekali tidak bergeming, dia tetap tergugu dan terisak ditempatnya.

Sebuah payung hitam tiba-tiba melindungi wanita itu dari hujan yang semakin lebat, tapi wanita itu tetap tidak bergeming.

“Nona, hari semakin gelap dan hujan semakin deras, Anda harus meninggalkan tempat ini jika Anda tidak ingin menderita dan sakit” sebuah suara bariton membuat wanita itu terkejut.  Dia mengangkat wajahnya dan baru menyadari jika seorang laki-laki telah berdiri di sampingnya dan melindungi dirinya dengan sebuah payung.

“Terima kasih, Tuan, tapi aku sedang tidak ingin pulang, biarkan aku disini sendiri, pergilah, tak perlu mengkhawatirkan diriku” ucap wanita itu sendu.

“Nona, ini komplek pemakaman, akan sangat berbahaya jika Anda terus berada disini sendirian, apalagi hari sudah mulai gelap” ucap laki-laki itu lagi.

“Terima kasih atas kepedulian Anda, Tuan, tapi ini rumah saya, saya akan tetap berada disini.  Silahkan Anda melanjutkan urusan Anda, tidak perlu mengkhawatirkan saya” sahut wanita itu lagi.  Dia bahkan berbicara tanpa menatap pada laki-laki yang tetap setia melindungi dirinya dari hujan dengan sebuah payung hitam.

“Nona…” laki-laki itu ingin kembali mengajukan protes namun segera di potong oleh si wanita.

“Tuan, tolong hargai keinginan saya, saya rasa, tidak ada larangan untuk siapapun tetap berada disini, jadi, tolong, saya mohon sekali lagi silahkan Anda pergi dari sini” sahut wanita itu tegas.

Laki-laki itu akhirnya berdiam diri, lampu di sekeliling pemakaman itu mulai menyala dan keadaan menjadi temaram.  Laki-laki itu bimbang, disatu sisi dia ingin pergi meninggalkan wanita itu karena ada pekerjaan yang harus segera diselesaikannya.  Namun, di sisi lain dia benar-benar tidak tega meninggalkan seorang wanita sendirian berada di tengah pemakaman lagi.

Dalam kebimbangannya, tiba-tiba dia melihat wanita itu terkulai dan bersandar diatas pusara yang ditangisinya sejak tadi.  Laki-laki itu terkejut, dia mengguncang bahu wanita itu perlahan, “Nona, Nona, apa Anda baik-baik saja” tanya laki-laki itu dengan nada penuh kekhawatiran.

Namun, wanita itu sama sekali tidak memberikan respon apapun, bahkan saat laki-laki itu mencoba merngguncang bahunya, tubuh wanita itu malah terjatuh.  Hingga kepalanya hampir saja membentur keramik yang menutupi pusara tempat wanita itu bersimpuh.

Laki-laki itu segera mengambil phonsel disakunya “Vian, segera kemari, wanita ini tidak sadarkan diri” seru laki-laki itu.  Dia berusaha menyangga tubuh wanita itu dengan satu tangannya, sedang tangan yang satunya tetap memegang payung untuk melindungi wanita itu.

Seorang laki-laki lain datang ke tempat itu dengan membawa payung lain, “Tuan Dean, apa yang Tuan lakukan, Tuan bisa sakit kalau seperti ini” ucap laki-laki muda itu.  Wajah cemasnya sangat terlihat saat dia menatap laki-laki yang dipanggilnya Dean itu, membiarkan dirinya basah kuyup karena dia melindungi wanita yang sedang tidak sadarkan diri itu.

“Sudahlah, Vian, kamu pegang saja payungnya, aku akan mengangkat wanita ini” sahut Dean tanpa memperdulikan kekhawatiran sekertarisnya.  Asisten Vian tidak bisa membantah lagi, dia berusaha melindungi tuannya juga wanita yang sedang digendong oleh Dean.

Mereka melangkah dengan cepat menembus hujan yang semakin deras dan jalanan yang semakin gelap.  Mereka sampai di parkiran pemakaman itu dan langsung menuju satu-satunya mobil mewah yang masih terparkir di pemakaman itu.

“Vian, apa tidak ada kendaraan lain di parkiran ini” tanya Dean pada asisten Vian.

“Tidak ada, Tuan, sepertinya Nona ini datang dengan menggunakan taksi” sahut asisten Vian yang mengerti arah pertanyaan Dean.  Asisten Vian tahu, pasti Dean ingin mengetahui dengan kendaraan apa wanita ini datang ke pemakaman itu.

“Wanita aneh, kalau dia naik taksi, saat sudah malam begini, apa mungkin ada taksi yang mau menjemputnya ke komplek pemakaman ini” desis Dean dengan nada heran.  Dia membaringkan wanita itu di jok belakang mobil mewahnya, dan memangku kepala wanita itu.

Asisten Vian melirik sekilas ke kaca spion, sejenak keningnya berkerut, ada tanda tanya besar dihatinya, “Mengapa Tuan Dean begitu perduli dengan wanita itu, bukankah dia tidak pernah perduli dengan wanita manapun, dan bahkan dia membenci makhluk yang namanya wanita” bisik Dean dalam hati.

“Apalagi yang kamu tunggu, Vian, ayo kita berangkat, tubuh wanita ini semakin dingin” seru Dean, dia meraih tangan wanita itu dan menggenggamnya sambil menggosoknya perlahan berusaha memberikan kehangatan pada wanita itu.

“Maaf, Tuan, tapi kita akan kemana membawa wanita ini” tanya asisten Vian yang semakin kebingungan melihat perlakuan Dean pada wanita itu.

“Astaga, kamu betul juga, bagaimana kalau kita bawa dia ke rumah sakit saja” tanya Dean yang baru menyadari kalau dia sama sekali tidak mengenal wanita itu, apalagi mengetahui alamat rumahnya.

“Tapi, Tuan, kalau kita ke rumah sakit akan ada banyak pemberitaan yang harus kita hadapi, dunia akan gempar kalau melihat Anda membawa seorang wanita dalam keadaan seperti ini” sahut asisten Vian.

“Kamu benar juga, Vian, ya sudah, kita bawa dia ke apartemenku saja, segera kamu menghubungi dokter Alfred, suruh dia secepatnya ke apartemenku, tidak perlu menjelaskan apapun padanya” sahut Dean.

“Baik, Tuan” sahut asisten Vian, dia segera menghubungi dokter Alfred, lalu dia mulai membawa mobil mewah itu keluar dari komplek pemakaman elite itu.

“Apa Alfred sudah menuju ke apartemen” tanya Dean memecah kesunyian didalam mobil mewah itu.

“Sudah, Tuan, mungkin saat kita tiba disana, Tuan Alfred juga akan tiba” sahut asisten Vian.

“Baguslah, kondisi wanita ini sangat lemah, aku merasakan denyut nadinya yang begitu lemah” ucap Dean dengan nada sangat khawatir.  “Apa kamu tidak bisa menambah kecepatan mobil ini, Vian” seru Dean lagi.

“Maafkan saya, Tuan, tapi hujan ini sangat lebat, jalan juga sangat licin, akan sangat berbahaya kalau kita menambah kecepatan” sahut asisten Vian.

“Hah, tapi tubuh wanita ini mulai menggigil, Vian” seru Dean lagi, kecemasan tergambar jelas dalam kata-katanya.

“Saya akan berusaha dengan semampu saya, Tuan” sahut asisten Vian, perlahan dia menambah kecepatan mobil itu namun dengan kewaspadaan penuh.

Empat puluh menit kemudian, mobil mewah itu memasuki basement sebuah apartemen yang mewah.  Asisten Vian segera turun dari mobil dan membuka pintu di kursi penumpang.

“Tuan, biarkan saya menggendong Nona ini” ucap asisten Vian yang ingin membantu Dean.

“Tidak perlu, Vian, aku akan membawanya ke atas, kamu buka saja liftnya” sahut Dean.  Dia menggendong wanita itu dengan hati-hati dan melangkah cepat menuju ke lift khusus yang hanya bisa diakses olehnya dan asisten Vian.

Mereka berdua membawa wanita yang masih belum sadarkan diri itu menuju ke lantai teratas apartemen mewah itu.  Di lantai itu hanya ada satu kamar saja, dan merupakan sebuah pethahouse mewah dengan berbagai furniture megah menghiasi bagian dalamnya.

Asisten Vian membuka pintu pethahouse itu dengan menggunakan sidik jari, karena hanya sidik jarinya dan sidik jari Dean yang bisa membuka penthahouse itu.  Setelah terbuka, Dean segera masuk dan membawa wanita itu masuk ke kamar utama di pentahouse itu.

Lagi-lagi asisten Vian mengernyitkan keningnya, “Tuan, apa tidak sebaiknya meletakkan wanita itu di kamar tamu” tanya asisten Vian yang tidak dapat lagi menahan rasa herannya.

“Kamar tamu belum dibersihkan, Vian, biar saja dia beristirahat di kamarku dulu, kamu keluarlah dan tunggu Alfred datang, aku akan mengganti pakaian wanita ini” sahut Dean tegas tanpa ada keraguan apapun.

Asisten Vian benar-benar semakin kebingungan, namun dia hanya berdiam diri saja.  Asisten Vian meninggalkan kamar utama dan melangkah menuju ke ruang tamu menunggu kedatangan dokter Alfred.

Di dalam kamar, Dean mengambil bathrobe yang masih baru dari lemarinya, kemudian dia perlahan membuka seluruh pakaian wanita itu yang ditutupinya dengan selimut.  Walau agak kesulitan, namun Dean tetap menutupi tubuh wanita itu dengan selimut agar tidak terbuka.

Saat Dean selesai memasang bathrobe di tubuh wanita itu dan meletakkan pakaian basah wanita itu di tempat pakaian kotor, dia segera membersihkan dirinya yang sudah basah kuyup dan mengganti pakaiaannya.  Baru saja Dean selesai berpakaian, pintu kamarnya diketuk dari luar.

“Masuk” seru Dean yang tahu bahwa pasti dokter Alfred yang datang.

“Kamu apa-apaan sich, Dean, malam-malam begini menyuruhku datang, awas saja jika kamu hanya sekedar memintaku menemanimu minum” omelan laki-laki tampan itu segera terdengar saat dia memasuki kamar mewah Itu.

“Kamu dokter pribadiku, Al, jadi kapanpun aku perlu, kamu harus selalu siap” seru Dean.

“Okey, okey, dasar pemaksa, sekarang katakan apa yang harus aku lakukan untukmu” sahut dokter Alfred, dia masih belum menyadari kalau ada seorang wanita terbaring di tempat tidur Dean.

“Periksalah wanita itu” sahut Dean santai.

“Apaa!!” seru dokter Alfred.

DUA

“Periksalah wanita itu” sahut Dean santai.

“Apaa!!” seru dokter Alfred.

“Hei, jangan berteriak, aku hanya menyuruhmu memeriksa, bukan membunuh” seru Dean.

“Tapi, tapi wanita mana” tanya dokter Alfred kebingungan, dia sama sekali tidak melihat ada siapapun di dalam kamar besar itu.

“Dia sedang tidak sadarkan diri di tempat tidur itu” sahut Dean seraya menatap ke arah tempat tidurnya.

Dokter Alfred mengikuti arah mata Dean, dan betapa terkejutnya dia saat melihat kepala seorang wanita yang tersembul dari selimut tebal yang menutupi tubuh wanita itu.  “A-apa yang kamu lakukan, Dean, jangan bilang kamu menggila karena terlalu lama tidak menyentuh wanita” seru dokter Albert.

“Astaga, Al, sudahlah, jangan membuat prasangka yang tidak-tidak, segeralah periksa keadaannya” seru Dean yang mulai merasa kesal dengan berbagai pertanyaan dari dokter Alfred.

“Iya, iya, tapi setelah ini kamu harus menjelaskan semuanya padaku, Tuan Muda” sahut dokter Alfred seraya melangkah menuju ke tempat tidur besar yang ada ditengah ruangan besar itu.

“Hemmm” Dean mendengus kesal, dia tidak mau mendebat dokter  Alfred lagi.   dean juga mengikuti langkah dokter Alfred bersama dengan asisten Vian, mereka berdua menatap dokter Alfred yang sedang mengeluarkan peralatannya.

“Wajahnya pucat sekali, dan, astaga, wanita ini sedang demam” seru dokter Albert saat menyentuh kening wanita itu.  Dia mulai mengeluarkan  beberapa peralatannya dan mulai memeriksa kondisi wanita itu.

Dean dan asisten Vian hanya diam dan tidak menanggapi ucapan dokter Albert, mereka berdua hanya memperhatikan dokter Albert yang mulai memeriksa keadaan wanita itu.  Saat dokter Albert akan membuka selimut wanita itu, Dean langsung berseru protes.

“Hei, kamu mau ngapain, Al, jangan coba-coba bertindak  mes*m ya” seru Dean dengan nada mengancam.

“Hais, Tuan Muda yang terhormat, apa Anda tidak pernah diperiksa, saya perlu memeriksa detak jantungnya, nadinya dan hal lainnya yang saya rasa tidak perlu saya jelaskan pada anda.  sekarang, bisakah Anda tenang, dan biarkan saya berkonsentrasi memeriksa pasien saya” sahut dokter Albert tak kalah kesal.

Dean akhirnya mengalah, walaupun dia sangat tidak suka saat melihat dokter Albert menyentuh tubuh wanita itu.  Dean merasa tidak rela kalau tubuh wanita itu disentuh oleh orang lain.  Namun, dia juga sadar bahwa dokter Alfred tidak mungkin melakukan hal-hal yang tidak-tidak pada pasiennya terutama menyangkut orang-orang Dean.

“Wanita ini sangat lemah, sepertinya dia terlambat makan atau tidak makan sama sekali, dia juga sangat kelelahan.  Ini yang menyebabkan dia tidak sadarkan diri, sepertinya wanita ini sedang dalam masalah yang berat” ucap dokter Albert.

“Jadi, apa yang harus kita lakukan” tanya Dean dengan nada khawatir.

“Aku akan memasang infus untuknya, sehingga bisa segera mengembalikan tenaganya, sekaligus memberinya obat” sahut dokter Alfred.  Dia segera mengeluarkan beberapa peralatan lainnya dan sebotol infus.  Dengan cepat dokter tampan itu memasang infus di pergelangan tangan kurus wanita itu.

Setelah selesai memasang infus, dokter Albert mengambil beberapa botol obat cair dan mengambilnya dengan jarum suntik.  Kemudian dia menyuntikkan obat itu melalui selang infus di tangan wanita itu.  “Biarkan dia beristirahat malam ini, dia akan bangun besok pagi dalam keadaan lebih bugar dan sehat” ucap dokter Albert.

Dokter muda itu mulai mengumpulkan peralatannya, dan membuang semua sampah bekas obat-obatan yang digunakannya kedalam kantong plastik.  “Kurasa, sekarang saatnya aku mendapatkan segelas kopi” ucapnya dengan santai.

“Lalu, bagaimana wanita ini” tanya Dean yang masih belum tenang karena wanita itu masih belum sadarkan diri.

“Tenanglah, dia akan tidur sampai besok pagi, aku sudah memberinya sedikit obat penenang tadi” sahut dokter Albert.

Dean hanya mengangguk, lalu dia menatap ke arah asisten Vian, asisten Vian segera memahami maksud tuannya itu.  “Mari, Tuan Al, saya akan membuatkan secangkir kopi untuk Anda” ucap asisten Vian pada dokter Albert.

“Aku masih menunggu penjelasanmu, Tuan Muda” sahut dokter Albert pada Dean, dia menepuk pundak laki-laki tampan itu pelan, lalu melangkah mengikuti asisten Vian.

Dean hanya mendengus mendengar ucapan sahabat sekaligus dokter pribadinya itu.  Dia mendekati wanita itu, kemudian dia memperhatikan wajah wanita itu.  “Cantik” desisnya saat melihat wajah cantik wanita yang terlihat mulai merona itu.

Perlahan Dean merapikan beberapa helai rambut panjang wanita itu yang menutupi wajah cantiknya.  Dean tersenyum samar saat merasakan kening wanita itu sudah tidak lagi sepanas tadi.  Secara refleks tangan Dean

membelai rambut panjang wanita itu, dia menatap wajah cantik itu dengan intens.

“Entah siapa kamu, dan apa yang terjadi padamu, tapi aku merasa sangat ingin melindungimu.  Ah, rasa ini, aku sudah sangat lama tidak merasakannya” bisik hati Dean. 

Dean menyadari ada getaran halus dalam dadanya saat dia memandang dan berdekatan dengan wanita itu, rasa yang sudah lama tidak pernah dirasakannya, bahkan sejak tiga tahun yang lalu.

Dean memperbaiki selimut wanita itu, “Tidurlah, semoga hari esok kamu sudah merasa lebih baik lagi” desisnya pelan.  Dean kembali menatap wanita itu dengan intens, hingga akhirnya dia melangkah meninggalkan kamar itu untuk menemui dokter Albert.

Di ruang tamu, dokter Albert terus menerus mendesak asisten Vian untuk menceritakan tentang wanita itu.   Namun, asisten Vian tidak menjawabnya dengan serius, “Ayolah, Vian, aku tak percaya kamu tidak tahu tentang wanita itu, kamu kan selalu bersama dengan Dean” bujuk dokter Albert.

“Aku sungguh tidak tahu, dok, Anda tanyakan saja langsung pada Tuan Dean” sahut asisten Vian.

“Ish, sudah kubilang berapa kali, jangan memanggilku seperti itu Tuan Vian” seru dokter Albert, dia tahu Vian tidak mau dipanggil tuan olehnya.

“Iya, iya, Al, tapi aku sungguh tidak tahu dan tidak mengenal wanita itu” sahut asisten Vian lagi.

“Bagaimana kamu bisa tidak mengenal wanita itu, sementara dia sangat dekat dengan Dean” tanya dokter Albert tidak mempercayai perkataan asisten Vian.

“Siapa bilang wanita itu dekat dengan Tuan Muda” ucap asisten Vian, dia membawa tiga gelas kopi ke ruang tamu lalu meletakkannya di atas meja.

“Hei, bagaimana kamu bisa mengatakan dia tidak dekat dengan Dean, dia bahkan tidur di kamar Dean, di tempat tidurnya lagi.  Padahal, Dean tidak pernah mengijinkan wanita manapun naik ke tempat tidurnya, jangankan naik ke tempat tidurnya, bahkan untuk masuk kamarnya saja, Risty dulu tak pernah diijinkannya” sahut dokter Albert, dia mengambil  kopi yang disajikan  oleh asisten Vian.

“Harus berapa kali kuperingatkan, jangan lagi menyebut nama ja*ang itu dihadapanku” sarkas suara bariton di belakang punggung dokter Albert.  Gelas kopi yang dipegang oleh dokter tampan itu hampir saja jatuh ke pangkuannya.

“Astaga, Dean, kamu hampir saja membuatku mandi kopi panas” gerutu dokter Albert, dia mengembalikan gelas kopinya ke atas meja lagi.

Dean menghempaskan dirinya di salah satu sofa empuk nan mewah yang ada di ruang tamunya itu, “Aku tidak suka mendengar siapapun menyebut nama ja*ang itu jika berada disekitarku” kembali Dean mengulang kata-katanya dengan penuh penekanan.

“Okey, okey, maafkan aku, sekarang tolong jelaskan siapa wanita yang terbaring di kamarmu itu.  Dan jangan membohongiku dengan mengatakan kamu tidak mengenalnya sama seperti jawaban asistenmu itu” sahut dokter Albert sambil melirik asisten Vian dengan tajam.

Asisten Vian hanya berdiam diri, dia dengan santai menyeruput kopi panasnya.  Dalam keadaan seperti ini, mereka memang tidak terlihat berbeda, karena Dean, Vian dan Alberth memang sudah bersahabat sejak mereka di bangku sekolah menengah atas.  Dan Dean selalu meminta Vian bersikap santai jika sudah diluar waktu kerja mereka, walaupun Vian memang tidak bisa berhenti memanggil Dean dengan sebutan Tuan.

Dean mengambil gelas kopinya dan mulai menyeruput dengan santai menikmati keharuman kopi panas yang disuguhkan oleh asisten Vian.  Dean sengaja mengulur waktu, membuat dokter Albert semakin penasaran.

“Hei, ayolah, ceritakan semuanya padaku” seru dokter Albert tak bisa lagi menahan rasa penasarannya.

“Hmmm, tapi apa yang bisa aku ceritakan” tanya Dean dengan santainya.

“Ya, semuanya tentang wanita itu, namanya, pekerjaannya, statusnya disampingmu, dan apa saja” seru dokter Albert setengah frustasi melihat sikap santai Dean dan asisten Vian.

“Namanya, aku tidak tahu, pekerjaannya, apalagi, dan statusnya di sampingku, dia bukan siapa-siapa, karena aku pun tidak mengenalnya” sahut Dean masih dengan gaya cool dan santai.

“Apaaa!!” seru dokter Albert terkejut mendengar penjelasan Dean.

TIGA

“Namanya, aku tidak tahu, pekerjaannya, apalagi, dan statusnya di sampingku, dia bukan siapa-siapa, karena aku pun tidak mengenalnya” sahut Dean masih dengan gaya cool dan santai.

“Apaaa!!” seru dokter Albert terkejut mendengar penjelasan Dean.

“Ish, apa kamu tidak bisa memperbesar lagi suaramu, atau apa perlu sekalian aku ambilkan microphone untukmu, bicara kok sepertinya kami disini tuli semua” omel Dean mendengar seruasn nyaring dokter Albert.

“Hei, hei, jangan coba membohongiku, aku tidak akan percaya kalau kalian berdua tidak mengenal wanita ini, sementara kamu menempatkan dia di dalam kamarmu sendiri, di tempat tidurmu, sementara….”  dokter Albert menutup mulutnya saat melihat lirikan tajam Dean.

Walaupun mereka bersikap santai dan sudah bersahabat sejak lama, namun baik asisten Vian maupun dokter Albert tidak akan berkutik jika Dean sudah berucap.  Mereka berdua hanya akan mengikuti saja, karena memang Deanlah yang selalu membuat keputusan untuk mereka berdua.  Dan Dean pula yang telah membiayai pendidikan Albert dan Vian, karena keduanya berasal dari keluarga yang tidak mampu.

“Kamar tamu belum dibersihkan, kamu sendiri tahu, pelayan hanya datang tiga hari seksalii ke tempat ini.  Jadi, dalam keadaan darurat, apakah salah kalau aku menempatkannya di kamarku” tanya Dean tetap dengan gaya santai.

Dokter Albert mendengus kesal, dia ingin protes pada pernyataan Dean.  Tapi saat dia melihat asisten Vian yang menggelengkan kepalanya dengan samar saat menatap ke arahnya,dokter Albert akhirnya memutuskan tidak membahas jawaban Dean lagi.

“Lalu, apa rencanamu selanjutnya” tanya dokter Albert lagi pada Dean.

“Besok pagi, saat dia sudah bangun aku akan mengantarnya kembali ke rumahnya” sahut Dean.  Asisten Vian dan dokter Albert saling melirik samar, keduanya kembali heran mendengar Dean mau meluangkan waktu hanya untuk mengantar wanita itu.

“Tapi, apa kamu tahu alamatnya” tanya dokter Albert lagi.

“Hmmmm, mungkin besok aku akan menanyakan langsung padanya” jawab Dean.

“Emm, maaf, Tuan, tadi aku ada membawa tas wanita itu, apa boleh kita mencari tahu tentang wanita itu dengan melihat identitasnya yang mungkin ada dalam tas ini” ucap  asisten Vian seraya meletakkan sebuah tas tangan wanita diatas meja tamu.

“Boleh juga” sahut Dean, dia ingin meraih ta situ namun segera dicegah oleh dokter Albert.

“Tunggu, Dean, sebaiknya jangan meninggalkan jejak sidik jarimu,  pakailah ini” seru dokter Albert seraya menyerahkan sarung tangan pada Dean.  Dean mengikuti saran temannya, dengan menggunakan sarung tangan dia mulai membuka tas wanita itu.

Dean menemukan sebuah phonsel keluaran lama yang layarnya telah retak dibeberapa bagian, namun ada juga sebuah tablet keluaran terbaru dalam tas itu.  Ketiga laki-laki tampan itu mengerutkan kening, melihat perbedaan mencolok kedua benda itu.  Yang satu sudah uzur sementara yang lain adalah barang brended.

Dean melanjutkan membongkar ta situ, dia menemukan sebuah dompet dari merek terkenal namun terlihat sudah lusuh.  “Dompet seperti ini sama seperti dompet rekan kerjaku di rumah sakit, harganya lumayan sich, tapi itu dua tahun yang lalu” tiba-tiba dokter Albert berkomentar melihat dompet itu.

Dean hanya diam, lalu dia membuka dompet itu, dan mereka kembali tercengang.  Dalam dompet itu hanya ada uang cash dua ratus ribu.  Sebenarnya, bukan hal yang aneh jika orang memeiliki uang cash yang sedikit, tapi biasanya akan ada beberapa kartu kredit ataupun debit didalam dompet.

Namun, didalam dompet wanita itu, Dean sama sekali tidak menemukan satupun kartu kredit maupun kartu debit.  Didalam dompet itu hanya ada sebuat kartu pengenal dan surat ijin mengemudi.

“Qiandra Zwetta Aldrich, umur dua puluh tiga tahun, alamat, di komplek XX, No.7” Dean membaca kartu pengenal wanita itu, “Wow, nama yang luar biasa” desisnya dengan senyum smirk.

“Hei, komplek XX adalah komplek perumahan yang cukup mewah, aku punya beberapa pasien di komplek itu, kalau wanita ini tinggal diperumahan itu, berarti dia termasuk orang yang cukup berada, atau….” ucap dokter Albert, yang memang punya beberapa pasien di komplek tersebut, terhenti tiba-tiba.

“Atau apa, Al” tanya asisten Vian penasaran.

“Maaf, Dean, atau dia emmm, pelayan disana” ucap dokter Albert pelan.

Dean hanya melirik dokter Albert sekilas, dan saat dia membalik kartu pengenal itu, Dean kembali terkejut, “Sekertaris Presidir PT. Mahardika” serunya, yang membuat kedua orang sahabatnya kembali terkejut.

“Ja-jadi wanita ini sekertaris Daniel Putra Mahardika?, ta-tapi bagaimana mungkin” seru dokter Albert cepat.  Dokter Albert memang yang paling cerewet diantara ketiga laki-laki tampan itu.

“Ini aneh, Tuan, PT. Mahardika perusahaan multi nasional yang bahkan hampir sama besarnya dengan perusahaan kita, bagaimana mungkin memiliki sekertaris utama dalam keadaan seperti ini” asisten Vian juga mengernyitkan keningnya heran.

“Coba kamu cek profilnya, Vian” sahut Dean setelah sempat terdiam selama beberapa saat.

Tanpa bicara, asisten Vian segera mengambil tabletnya dan mulai mengutak atik benda itu.  “Tidak diragukan lagi, Tuan, wanita ini memang sekertaris Daniel, dan….. dia sudah menikah” desis asisten Vian dengan ragu-ragu.

Dean merampas tablet itu dari tangan asisten Vian, membuat kedua sahabatnya cukup terkejut melihat sikap Dean.  “Menikah dengan Charles Wijaya” gumam Dean, “Hei, apa kalian kenal siapa Charles Ethan Demitrius” serunya tiba-tiba, keningnya terlihat berkerut dalam.

“Dia CEO PT. Demetrius, tapi kalau tidak salah dia sudah meninggal dalam sebuah kecelakaan dua tahun yang lalu” sahut dokter Albert dengan ragu-ragu.  “Ah, ya, aku ingat sekarang, Charles meninggal dalam sebuah kecelakaan, berdasarkan pemeriksaan polisi, sebenarnya dia bisa selamat, namun, dia berusaha menyelamatkan istrinya yang terjebak dalam mobil mereka.  dan saat mobilnya meledak, Charles sempat melindungi tubuh istrinya, sehingga dia mengalami luka bakar yang sangat parah dan akhirnya menyebabkan dia kehilangan nyawanya”  dokter Albert bercerita dengan panjang lebar.

“Bagaimana kamu bisa mengetahui sampai se detail itu” tanya Dean, secercah harapan yang tadi sempat hilang dari hatinya, perlahan kembali merakah lagi.

“Kisah ini sempat ramai diperbincangkan dulu, karena sikap heroic Charles yang berusaha menyelamatkan istrinya, saat itu istrinya sedang hamil muda, namun karena benturan keras, istrinya mengalami keguguran” dokter Albert kembali bercerita.

“Jadi, benar wanita ini istri Charles” tanya Dean memastikan.

“Kalau hal itu, aku kurang tahu, Dean, karena nama istrinya tidak pernah disebutkan, dan wajahnyapun tidak pernah diperlihatkan” sahut dokter Albert lagi.

“Semakin menarik saja” desis Dean, yang membuat kedua sahabatnya kembali saling menatap dalam kebingungan.

“Tapi, kurasa wanita ini cukup berharga bagi Daniel, kalau dilihat dari masa kerjanya ini, dia sudah bekerja di perusahaan Daniel selama dua tahun terakhir ini, yang artinya sejak suaminya meninggal” ucap asisten Vian, membuat Dean dan dokter Albert menatap heran kearahnya.

“Maksudmu apa, Vian” tanya Dean.

“Ada rumor yang mengatakan Daniel tidak pernah mempekerjakan sekertaris lebih dari enam bulan, semuanya tidak ada yang cocok dengannya.  Aku kira itu berlaku sampai sekarang, tapi ternyata wanita ini telah bekerja selama dua tahun dan menjadi sekertaris Daniel, bahkan sejak dia mulai bekerja” sahut asisten Vian seraya menunjukkan Curiculum Vitae dari wanita  itu.

“Hais, sepertinya akan ada persaingan ketat” celetuk dokter Albert, yang membuat Dean kembali menatapnya dengan tajam, membuat dokter tampan itu langsung terdiam.  “Emm, baiklah, aku akan pulang dulu, besok pagi aku akan sempatkan kesini untuk memeriksa kondisi wanita itu lagi” lanjutnya, serya berdiri dan mengambil

peralatannya.

“Tuan, apa aku tetap menginap disini” tanya asisten Vian ragu-ragu.

“Tetaplah disini, Vian, aku tak mau Qiandra salah sangka saat dia bangun nanti” ucap Dean tegas.  Dokter Albert dan asisten Vian kembali saling melirik dan secara bersamaan keduanya mengangkat bahu.

“Baiklah, aku akan beristirahat di kamarku” sahut asisten Vian setelah dokter Albert pergi dari apartemen itu.

“Vian, pesankan pakaian untuk Qiandra, dan besok pagi harus sudah siap” ucap Dean seraya berdiri, “Dan rapikan barang-barangnya, bersikaplah seolah kita tidak tahu apa-apa tentangnya, katakan hal itu juga pada si cerewet itu” lanjutnya lagi.

Asisten Vian hanya mengangguk, dia tahu si cerewet yang di maksud Dean adalah Dokter Albert.  Asisten Vian memakai sarung tangan yang lain, dan mulai merapikan barang-barang  Qiandra, kemudian dia meletakkan tas itu  diatas meja pojok, seolah tas itu tidak pernah mereka sentuh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!