Seperti biasanya hari ini pun Tiara bangun tepat pukul lima pagi. Tapi yang membedakannya dengan hari lain adalah aura disekitar Tiara. Ia terlihat lebih bersemangat bahkan senyum manis sumringah sudah terlihat jelas di wajah mungilnya.
"Semoga cuaca hari ini bagus." Ujar Tiara sambil menarik tirai yang menutup jendela tinggi di kamarnya.
Udara segar tanpa polusi perlahan mulai masuk kedalam sela-sela jendela menggantikan udara dalam kamar Tiara.
Tiara menghirup dalam-dalam udara sekitarnya berharap energi positif masuk ke dalam dirinya. Hal ini dilakukannya setiap pagi. Sudah seperti sebuah ritual.
"Good morning world" iris mata kecoklatan Tiara bersinar terang hingga terlihat dengan jelas pantulan pemandangan di hadapannya. Sangat indah.
Tanpa basa-basi lagi Tiara beranjak dari sana menuju kamar mandi sembari bersenandung kecil.
"Sepertinya nona Tiara lagi senang... Apa dia mimpi indah semalam?" Seorang perempuan berseragam pelayanan bertanya kepada temannya. Keduanya sedang merapihkan tempat tidur Tiara.
"Iya. Kamu lupa ya kalau hari ini tuh nona Tiara masuk asrama.." jawabnya. "Saya dengar-dengar katanya nona Tiara ingin sekali masuk di Boulevar High School dan dia lulus tes." lanjutnya lagi.
Mendengar jawaban Kajo, Mina tak mampu lagi membendung rasa kagumnya kepada Tiara, putri majikannya. "Wah.. nona Tiara memang luar biasa. Tidak hanya cantik dan baik tapi juga pintar."
Tentu saja mereka kagum pada Tiara. Bagaimana tidak Boulevar High School adalah sekolah nasional tingkat satu di kota H. Bukan tanpa sebab. Boulevar hanya menerima murid dengan kepintaran diatas rata-rata dan juga siswa yang memiliki kemampuan pada bidangnya masing-masing namun tidak memandang status sosial seseorang.
Murid dari mana saja dengan status sosial apa saja memiliki kesempatan mendaftar sebagai bagian dari murid baru Boulevar akan tetapi mereka harus melewati proses yang tidak mudah yaitu tes masuk yang dikenal sangatlah susah.
Hanya orang yang benar-benar memiliki kepintaran diatas rata-rata yang mampu melewati tes tersebut juga orang yang memiliki keberuntungan.
Tidak heran jika setiap tahunnya jumlah pendaftaran murid baru Boulevar meningkat berkali-kali lipat namun banyak yang tidak lolos dalam tes penerimaan. Mereka hanya mencoba barangkali keberuntungan berada di pihak mereka.
------
Di dalam kamar mandi Tiara sedang asik menyikat gigi sehabis mencuci wajahnya. Ia sama sekali tidak mendengar bagaimana Kajo dan Mina memuja dirinya. Hanya sesekali Tiara merasa telinga kanannya berdengung.
"Nona, apa nona mau berolahraga?" Tanya Kajo setelah melihat Tiara keluar dari kamar mandi.
"Bagaimana kalau saya siapkan setelan olahraganya?" Sambar Mina tak mau kalah dari Kajo.
Melihat kedua orang itu menghampirinya secepat kilat seperti anak anjing yang meminta di berikan makan oleh tuannya, Tiara merasa tak berdaya.
"Hmm.. Saya rasa hari ini saya tidak berolahraga dulu karena saya harus menyiapkan barang-barang bawaan saya ke kota H." Jawaban Tiara mematahkan semangat keduanya.
Kajo dan Mina diberi tugas oleh kepala pelayan untuk melayani Tiara sejak tiga tahun terakhir. Namun karena sikap dan perilaku Tiara yang lebih dewasa dari umurnya membuat Kajo dan Mina tidak merasa terbebani dengan pekerjaan mereka.
Justru mereka jadi tidak memiliki banyak pekerjaan karena Tiara dapat melakukan sendiri semua pekerjaannya. Akan tetapi mereka tetap berharap Tiara membiarkan mereka bekerja dan melakukan tugas mereka agar mereka tidak merasa jikalau mereka memakan gaji buta.
"Eh nona bagaimana kalau kami yang bantu nona mempersiapkan barang bawaan nona?" Seru Kajo.
"Mohon kali ini saja nona jangan menolak kami. Nona Tiara kan sebentar lagi mau pergi ke kota H dan kami tidak mungkin mengikuti nona dan melayani nona disana. Jadi ijinkan kami membantu nona untuk yang terakhir kalinya."
Tiara hendak menolak niat mereka karena ia tidak ingin merepotkan keduanya akan tetapi sebelum ia sempat berkata Mina sudah memohon padanya untuk jangan menolak mereka.
Lagi Tiara tak berdaya melihat keduanya lalu akhirnya menyetujui mereka membantunya mempersiapkan barang bawaannya.
Tok.. tok.. tok..
"Tiara sayang apa kamu di dalam? Apa mommy boleh masuk?"
Mendengar bahwa yang mengetuk pintu adalah ibunya, Tiara dengan cepat mempersilakannya masuk. "Masuk aja mom, Tiara gak kunci pintunya."
Dalam keluarga Alexander, sekalipun ibu, ayah, kakak maupun adik mereka harus mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke kamar seseorang. Jika mendapat jawaban dan di perbolehkan masuk ya masuk jika tidak ya tidak. Begitulah salah satu peraturan turun-temurun dalam keluarga mereka.
TAK..
Pintu terbuka dan seorang wanita dengan badan ramping dan langsing masuk ke dalam kamar Tiara bak model berjalan di catwalk. Kulit putih pucat miliknya sangat cocok dengan setelan semi formal yang di kenakan. Rambut hitam panjang dengan ujung yang di curly membuatnya tampak seperti wanita yang masih berusia dua puluhan tahun.
"Mommy..." Seketika Tiara berlari memeluk erat tubuh Viviane seakan mereka sudah tidak lama bertemu. Begitu juga Viviane.
"...." Kajo.
"...." Mina.
Kajo dan Mina tidak tahu harus berkata apa dan bagaimana. Lantaran setiap harinya mereka selalu melihat pemandangan yang sama. Ibu dan anak saling berpelukan seperti telah terpisah sekian lama padahal setiap harinya mereka saling bertemu.
'nyonya kan hanya keluar sebentar untuk mengambil seragam sekolah nona Tiara, kenapa juga mereka berpelukan seperti orang yang terpisah sekian lama dan bertemu kembali' meski sudah sering melihat pemandangan di depan mata mereka tapi pikiran Kajo dan Mina seolah sudah terhubung secara otomatis.
Tetapi apa mau dikata.Tiara hanya bersikap seperti anak seumurannya yang mau dimanja, disayang dan diperhatikan saat ia bersama kedua orang tuanya, kakaknya juga kakek dan neneknya. Selain dari mereka Tiara akan bersikap seperti orang dewasa yang tidak ingin merepotkan orang lain.
"Tiara sayang, mommy tadi keluar ambil seragam sekolahnya Tiara. Ini dia.." Viviane menggerakkan tangannya dan beberapa orang pelayan lainnya masuk. Setelan seragam sekolah ada ditangan pelayan pertama lalu pelayan kedua membawa banyak sekali potongan pakaian baru yang menggantung di pendorong besi.
Mata Kajo dan Mina terbelalak seketika melihat banyaknya baju baru dari brand terkenal Lavida yang dibawa oleh pelayan kedua.
Lavida adalah brand lokal yang mendunia beberapa tahun terakhir. Ia menempatkan namanya diurutan ke sepuluh besar brand dunia. Tidak ada yang tahu siapa pemilik dari Lavida brand. Hingga saat ini masih menjadi sebuah misteri apakah pemiliknya adalah seorang wanita ataupun pria. Akan tetapi kebanggaan ada dalam diri mereka karena Lavida adalah hasil tangan anak negeri.
Kajo dan Mina merasa tidak asing dengan brand ternama dunia setelah bekerja di keluarga Alexander. Apa saja yang di kenakan oleh majikan mereka selalu menjadi suatu hal yang perlu mereka ketahui dan pelajari.
Pelayan ketiga masuk membawa berbagai model sepatu, disusul pelayan keempat membawa beberapa model tas dari brand ternama lainnya dan pelayan kelima membawa banyak sekali perhiasan dan aksesoris. Hal ini membuat kaki tangan Kajo dan Mina melemah.
Sebenarnya bagi Kajo dan Mina pemandangan ini pun tidak asing lagi dimata mereka tapi entah kenapa dan mengapa setiap kali hal seperti ini terjadi, kaki dan tangan mereka selalu saja lemas tanpa sebab.
'orang kaya..' sekali lagi pikiran Kajo dan Mina terhubung otomatis.
Berbeda dengan kedua pelayannya. Tiara justru memperlihat ekspresi biasa saja. "Mom ini semua untuk?"
Viviane mengangkat kedua alisnya tidak percaya dengan pertanyaan Tiara. "Sayang.. ya jelas dong ini semua buat dibawa ke kota H."
"Mommy, pakaian sebanyak ini gimana bisa dibawa semua ke asrama.." ujar Tiara tidak menyangka. "Lagian disana Tiara tidak tinggal sendirian. Tiara akan berbagi kamar dengan siswi yang lainnya dan tentunya lemari yang disediakan juga berukuran kecil dan tidak bisa memuat semua pakaian-pakaian ini." Lanjut Tiara.
"Tapi sayang, mommy udah siapin semuanya loh.." wajah cantik Viviane berubah sedih.
Tiara tentu tidak mau melihat Viviane sedih. Ia menghela nafas panjang tak berdaya dengan keadaan di hadapannya itu.
"Ya udah gini aja. Tiara akan bawa beberapa pasang baju yang udah mommy siapin begitu juga dengan sepatu, tas dan aksesoris. Jadi mommy gak usah sedih lagi." Tiara memeluk Viviane. Betapa sayangnya Tiara terhadap wanita di pelukannya itu. Melihatnya sedih hanya akan membuat hatinya terluka. Tiara hanya ingin melihat kebahagiaan di mata keluarganya.
"serius!?" Wajah cantik Viviane berubah ceria mendengar perkataan putri kesayangannya itu.
"Hmm.." angguk Tiara.
"Kamu memang putriku yang paling cantik, paling baik dan paling segalanya di dunia. Mommy sayang Tiara" Viviane memeluk erat putrinya itu dan menciumnya seolah-olah Tiara adalah mahkota permata paling berharga di muka bumi ini.
Para pelayan terharu bagaimana keluarga ini saling menyayangi satu sama lain. Kebaikan hati mereka tidak hanya ditunjukkan untuk anggota keluarga mereka saja tapi juga ditunjukan kepada para pelayan di rumah mereka. Maka dari itu tak heran jika para pelayan sangat setia kepada keluarga Alexander.
Viviane menanyakan pada Tiara jika ia membawa pakaian yang disiapkan olehnya lalu bagaimana dengan barang-barang yang sudah ia dan pelayannya siapkan sebelumnya.
Tiara lalu mengatakan bahwa dia tidak akan membawa barang-barang tersebut dan hanya akan membawa apa yang telah disiapkan oleh Viviane. Hal ini membuat Viviane merasa sangat bahagia seperti seorang ibu yang telah berhasil melahirkan seorang malaikat.
-----
Di depan pintu rumah mewah keluarga Alexander, terparkir sebuah mobil Mercedes-Benz hitam yang siap mengantar kepergian Tiara ke bandara.
Keluarga Alexander tinggal di kota L dimana membutuhkan waktu 3 jam untuk sampai ke kota H menggunakan mobil. Namun Tiara memilih untuk menaiki pesawat lantaran tak ingin merepotkan Pulo, salah satu supir keluarga Alexander.
Viviane melihat Tiara tak berdaya. Hati kecilnya tidak rela harus berpisah dengan putri kecilnya itu yang kini sudah mulai tumbuh dewasa. Air mata pun jatuh dikedua pipinya.
Dia memeluk Tiara, mengelusi rambut coklat panjang Tiara yang lembut. Memorinya kembali berputar dari saat pertama kali ia melahirkan putri kecilnya itu. Lalu bagaimana ia mulai merangkak, memanggilnya mommy, bagaimana ia mulai berjalan untuk pertama kalinya, bagaimana ia mulai terjatuh saat belajar berjalan, bagaimana ia mengajari putri kecilnya itu menulis dan membaca. Semua kisah itu kembali terputar seperti sebuah film.
Mata Tiara berkaca-kaca hatinya pun terasa sesak. Tiara ingin tetap bersama dengan keluarganya akan tetapi dia harus tumbuh menjadi putri Alexander yang dewasa tanpa pengaruh keluarga besarnya. Maka dari itu Tiara memilih bersekolah di Boulevar. Selain sekolah itu berada di kota H, merekapun menerima murid tanpa memandang status sosial seseorang.
"Tiara sayang, kamu gak apa-apa kan kalo mommy gak anterin kamu ke bandara?" Viviane melepaskan Tiara dari dekapannya dan mengelap air mata yang membasahi kedua pipinya dengan saputangan yang di berikan oleh Nani kepala pelayan.
"Iya mommy Tiara gak apa-apa kok." Jawab Tiara tersenyum lebar.
"Oke deh sayang. Ini dompetmu. Di dalamnya udah ada uang tunai, ATM, kartu kredit dan.. dan.." Viviane berhenti sejenak. Ia masih merasa tidak tega melihat putri kecilnya harus tinggal terpisah darinya dan suaminya. Tapi bagaimanapun juga ini adalah keputusan Tiara sendiri dan sebagai orang tua, Viviane harus mendukung putrinya.
"Kalau Tiara butuh sesuatu langsung telfon mommy.." Tiara tahu apa yang ingin dikatakan oleh ibunya.
"Iya sayang. Dan kalau kamu tidak betah di sana pulang saja ke rumah okey. Mommy gak masalah kok kalau Tiara sekolah dimana saja."
"Okey mom."
Pulo berjalan menghampiri Viviane dan Tiara, membungkuk sopan lalu mengambil koper milik Tiara dan memasukannya kedalam bagasi mobil. Ia kemudian membuka pintu belakang mobil untuk Tiara.
Mata Tiara tertuju keluar dari kaca jendela mobil. Matanya tak mampu menahan air mata setelah semua kenangan bahagia dirinya bersama keluarganya di ruang keluarga belum lama ini terngiang kembali di otaknya.
Mereka makan bersama, nonton film keluarga bersama, tertawa bersama, menangis bersama saat adegan di film menunjukkan ibu yang kehilangan anaknya. Semua kebahagiaan dan kehangatan itu membuat hati Tiara teriris kesakitan.
'Apa aku bisa melewati tiga tahun kedepan tanpa keluargaku?' tanya Tiara pada dirinya.
Pulo yang melihat Tiara berderai air mata pun tak mampu berkata-kata. Dia hanya merasa kasihan pada gadis kecil itu. Membuat keputusan sendiri diusia yang masih muda untuk bersekolah di Boulevar bukanlah hal yang mudah.
Boulevar tidak pernah mengijinkan para muridnya kembali ke kampung halamannya maupun ke kotanya masing-masing sebelum menyelesaikan pendidikan selama tiga tahun.
Jika sudah membuat keputusan untuk bersekolah di Boulevar maka resiko yang adapun harus diterima apa adanya dan dengan lapang dada.
'Nona Tiara pasti merasa sedih sekali harus terpisah dari keluarganya.' pikir Pulo sembari menghela nafas panjang. Dipikir-pikir lagi bagaimana jika putra dan putri kembarnya pun memiliki keinginan untuk bersekolah di Boulevar? Apa yang akan dia lakukan?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!