NovelToon NovelToon

Rindu Pelukanmu

Bab 1

Namaku Anissa Putri Fatimah, usia 25 Tahun. Saat aku masih berumur sebelas tahun orang tua ku meninggal akibat kecelakaan, hingga merenggut nyawa mereka.

Saat ini aku tinggal bersama tetanggaku, karena ayah dan ibuku tidak memiliki saudara.

Tetanggaku dulu yang membantu ku kini menjadi orang tua ku sekarang. Mereka menganggap ku seperti anaknya. Walau terkadang terlihat, ketidaksukaan ibu sambungku kepada ku. Namun, aku tidak mempedulikan itu, aku tetap menganggap mereka seperti orang tuaku sendiri.

Setelah aku lulus sekolah, aku langsung bekerja di salah satu restoran cukup ternama. Tentu nya, dengan bantuan temanku yang sudah terlebih dahulu bekerja di restoran tersebut.

Terdengar suara kumandang adzan subuh. Nisa masih betah dalam selimutnya.

Nisa hari ini tidak melakukan kewajiban nya karena wanita memiliki kodrat yaitu menstruasi.

Nisa bangun dan duduk di tepi ranjangnya, ia begitu malas untuk bangun karena merasa hari ini kurang enak badan.

Tapi ia harus tetap bangun, memasak untuk kedua orang tua sambungnya.

"Nisa, apa kamu hari ini bekerja?" Tanya Ayahnya.

"Iya Ayah, Nisa bekerja. Nisa belum bisa ambil cuti, karena teman Nisa masih sakit belum ada penggantinya."

"Baiklah nak,” Ucap ayah terlebih dahulu menyelesaikan sarapannya.

"Ibu, Nisa berangkat kerja dulu ya," Pamit bisa sambil mencium punggung ibunya.

Ayah nya terlebih dahulu ke depan rumah untuk menyala kan motor ya terlebih dahulu untuk mengantar anaknya sekaligus pergi bekerja.

Saat ini ayahnya bekerja sebagai ojek Online. Dulu orang tua sambung nya adalah orang kaya, akibat kalah berjudi ayah nya menjual semua aset-aset nya karena kalah taruhan.

Disaat itu juga ayahnya dan teman temannya tertangkap polisi, dan dipenjara selama 5 tahun.

Nisa dan ibu angkat nya hanya berjualan kue keliling untuk menghidupi mereka berdua, saat itu aku masih duduk di bangku sekolah.

setelah lima tahun berlalu ayahnya telah bebas dari penjara dan berjanji tidak akan pernah melalukan perjudian lagi, ia sadar bahwa akibat perjudiannya anak dan istrinya terlantar.

Setelah sampai di tempat kerja nya, tidak lupa Nisa mencium punggung ayahnya.

"Nisa kerja dulu, Ayah hati-hati dijalan."

"Iya Nisa juga hati-hati kerja," kata ayahnya sambil menyalakan motornya, dan langsung melaju karena ia sudah mendapat kan orderan.

Nisa sosok orang yang lemah lembut, dan pantang menyerah dengan keadaan. Ia memiliki warna kulit putih bersih dan memiliki gaya rambut sebahu.

banyak yang menginginkan nya menjadi istri, tapi ia menolak karena saat ini belum ada keinginan untuk menikah.

Suatu hari ada yang datang melamarnya untuk menjadi nya istri kedua dengan kekayaan berlimpah untuk nya dan keluarga, tapi tetap ia tolak.

Setelah pulang bekerja Nisa melihat mobil mewah parkir di depan rumahnya entah siapa pemiliknya pikiran Nisa masih bertanya tanya.

Tidak mungkin ayahnya membeli mobil karena saat ini dia tahu keuangan ayahnya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Nisa mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Jadi bagaimana pak? Kalau bapak tidak setuju anak bapak dijadikan menantu saya terpaksa rumah ini menjadi milik saya,” Ucap pak tua adalah pemilik mobil mewah yang terparkir didepan rumahnya tersebut.

Ayahnya dulu pernah menggadaikan sertifikat rumahnya untuk berjudi, ia berpikir akan mendapatkan dua kali lipat. Namun, nasib nya tidak beruntung ia kalah dalam berjudi dan tertangkap polisi.

"Maaf kan saya tuan, beri saya waktu lagi saya akan melunasi hutang-hutang saya," Ujar ayahnya sambil bersimpuh di kaki orang tersebut.

"Ayah jangan seperti ini," Kata Nisa. Ia tidak tega melihat ayahnya bersimpuh.

"Beri kami waktu pak, saya akan melunasi hutang ayah saya,” Kata Nisa.

"Baiklah, saya akan memberi waktu 2 Minggu mulai besok! kalau dalam dua Minggu ini kalian tidak bisa melunasinya terpaksa kamu akan menjadi menantu saya." Ancamnya lalu beranjak pergi.

"Ayah, ayo kita ke kamar, ayah jangan bersimpuh begitu lagi ya! biar Nisa yang mencari uang nya, ayah jangan memikirkan nya lagi,” Ucap Nisa sambil menggandeng tangan ayah membawa nya ke kamar.

Ibunya juga menyusul mereka masuk kamar.

"Ayah istirahat saja dulu, Nisa ambilkan minum," Ucap Nisa keluar kamar.

Setelah mengambil air minum untuk ayahnya, samar samar Nisa mendengar kan pertengkaran orang tua angkatnya.

"Ini semua gara-gara kamu!" teriak ibunya.

"Coba saja dulu kamu tidak berjudi nasib kita tidak akan seperti ini! Terus kenapa kamu menolak Nisa dijadikan menantu oleh orang itu? Hah?”

"Apa kamu sudah gila! tidak mungkin aku memberikan putri ku kepada mereka! apalagi menjadikan nya menantu untuk anaknya yang pemabuk dan kasar itu,” geram ayahnya.

"Apa katamu ? putri mu!

Hei, sadar! dia bukan lah darah daging kita, dia hanya lah anak pungut!" ucap ibunya dengan penuh penekanan.

Plak...! Suara tamparan keras di pipi kiri mulus istrinya, hingga membuat pipi terlihat memerah. Suaminya tanpa sadar telah menampar pipi istrinya ia melihat tangannya merasa bersalah setelah apa yang dia perbuat.

"Kamu sudah menamparku demi anak pungut itu," teriaknya sambil memegang pipinya.

"Jaga bicara mu! atau kamu akan menerima akibat nya!

sampai kapan pun aku tidak akan pernah menyerahkan putriku," geram ayahnya.

"Baiklah kalau itu mau mu! aku akan pergi dari rumah ini, "Ancam ibunya. kemudian ibunya mengambil tas dan memasukkan semua bajunya.

Tanpa mereka sadari Nisa sudah mendengar pertengkaran mereka dibalik pintu.

Nisa hanya bisa pasrah sekarang, disisi lain ia sangat menyayangi ayahnya dan disisi lain iya juga tidak tega melihat ayah nya terlilit utang.

Setelah menghapus air matanya Nisa masuk ke dalam kamar ayahnya, berpura-pura tidak mengetahui yang telah terjadi.

"Ibu mau ke mana? kenapa ibu membawa begitu banyak baju?” Tanya Nisa.

Ibunya hanya diam dan fokus memasukkan baju ke dalam tasnya, Tanpa mau membalas pertanyaan Nisa.

"Ayah, ibu mau ke mana? kenapa ibu memasukkan pakaiannya?” tanya Nisa kepadanya ayah nya, dengan air mata mengalir di pipinya.

"Biarkan saja nak, itu pilihan nya. Nisa tidak perlu memikirkan nya!” tegas ayahnya.

"Ayah jangan berbicara seperti itu, tolong tahan ibu, jangan biarkan ibu pergi ayah.” Dengan menangkup kedua tangannya.

Nisa mengambil tangan ayahnya. Namun, tidak ada respon dari ayahnya.

Kemudian Nisa beralih kepada ibu.

"Ibu, jangan pergi, Jangan tinggalkan Nisa dan ayah Bu." Nisa bersimpuh memegang kaki sang ibu.

"Aku bukan ibumu! Pergi kau dari hadapanku!" Geram ibunya, sambil menendang tangan Nisa dengan kasar.

"Ibu jangan bicara seperti itu, ibu adalah ibuku yang merawat Nisa dari kecil," ucap Nisa sambil menangis tersedu sedu.

"Baiklah! kalau kamu menganggap aku adalah ibu mu, terima tawaran orang itu untuk menikah dengan anaknya.”

Duarr...! Bagaikan petir menyambar disiang bolong setelah mendengar ucapan ibu nya.

Like

vote

Rate

komen

Makasih dukungan nya semua🙏🙏🙏

Bab 2

"Jaga bicaramu!" geram ayahnya melihat istrinya begitu marah. Ia tidak rela anaknya di jadikan menantunya, walaupun Nisa anak angkatnya ia sangat Sayang kepada Nisa.

"Sudah berapa kali aku katakan! aku tidak akan pernah rela anakku dijadikan me—nan...." Ucap ayah terbata bata sambil memegang dadanya, Nisa langsung berdiri melihat ayahnya.

"Ayah, ayah kenapa? hiks. Hiks," Tanya Nisa sambil menangis memeluk ayahnya.

"Ayah tidak apa-apa nak! hanya saja dada ayah terasa sesak.” Lalu perlahan Nisa merebahkan ayahnya.

"Sebentar ayah, Nisa ambilkan air hangat untuk ayah!" Pamit Nisa pergi ke dapur, sambil menghapus air matanya.

Ibunya berdiri seperti patung melihat suaminya, ia jadi merasa bersalah dengan ucapannya tadi apalagi melihat keadaan suaminya.

"Apa kamu tidak apa-apa mas?" Tanya istrinya khawatir melihat suaminya ia duduk di samping suaminya.

Bukannya menjawab pertanyaan istrinya, suaminya malah memalingkan wajah nya.

"Maaf kan aku mas, hiks... hiks.. hiks, Aku terbawa emosi, aku cape dengan keadaan kita sekarang.” Ia berjalan menuju ke arah suaminya, lalu memeluk nya dengan menangis dalam pelukannya.

Tak lama ada sebuah tangan membelai rambutnya, seketika ia berhenti menangis.

"Apa mas sudah memaafkan ku?"

Suaminya mengangguk, ia tahu kalau istrinya terbawa emosi. Ia menyadari semua ini karena dirinya yang serakah dulu. Suaminya kemudian duduk dan memeluk istrinya.

Tak lama Nisa masuk membawa air hangat untuk ayahnya, ia melihat pemandangan yang begitu mengharukan melihat orang tuannya berpelukan dan saling memaafkan.

"Ayah, ibu," panggil pelan Nisa.

Ayah dan ibunya melepas pelukannya.

Mereka merasa malu tertangkap basah oleh anaknya sendiri ketika sedang berpelukan.

"Nisa, sini nak,”panggil ayahnya.

Ia meletakkan air hangat di meja yang ia bawa dari dapur tadi.

"Maaf kan ayah nak, Ayah sudah membuat kalian menderita seperti ini, Ayah tidak akan pernah maafkan diri ayah sendiri, lebih baik ayah mati saja," Ucap ayahnya sambil memukul kepalanya sendiri.

Nisa dan ibu nya menahan tangan ayahnya kemudian memeluknya bersamaan sambil berderai air mata yang begitu deras.

"Ayah jangan bicara seperti itu, Ayah dan ibu adalah ayah terbaik di dunia bagi Nisa. Ayah jangan berkata seperti itu, Nisa tidak mempunyai siapapun lagi selain ayah dan ibu," ucapnya sambil menangis.

"Mas, jangan bicara seperti itu, hiks.. hiks.. hiks," ucap istri nya terbata bata.

Setelah adegan berderai air mata, tercipta keheningan untuk ketiganya.

Ayahnya ada di tengah-tengah sedangkan ibu berada di sebelah kanan dan Nisa di sebelah kiri ayahnya.

"Nisa, Nisa masih belum ganti baju nak. Pergilah ke kamar mu mandi dan ganti baju,” Ucap ayah sambil membelai rambut ayahnya.

Sedangkan ibunya masih betah dalam diamnya.

"Baiklah ayah, Nisa mandi sekalian memasak makan malam untuk kita.."

"Ibu, ibu mau dimasak apa untuk makan malam?" Tanya Nisa basa basi, karena sejak dari tadi ibunya belum mau berbicara dengan dirinya.

"Ibu," panggil Nisa lagi.

Ibunya malah membalikkan badannya dan berpura pura tidur, Nisa melihat ayahnya menggelengkan kepalanya.

Nisa keluar kamar dengan air mata nya kembali menetes. Setelah masuk kamar Nisa mengambil handuk nya dan masuk ke kamar mandi.

Di bawah guyuran air, Nisa kembali menangis sejadi jadinya.

"Apa salahku? kenapa ibu sangat membenciku? Padahal aku sangat menyayanginya,” lirih nya sambil memeluk lututnya di bawah guyuran air.

"Tidak, aku tidak boleh seperti ini, aku harus kuat!" ucapnya menggelengkan kepalanya.

Setelah menyelesaikan urusannya dikamar mandi, Nisa keluar dengan mata yang sedikit bengkak akibat menangis, ia menuju dapur untuk memasak makan malam.

Setelah berkutik di dapur cukup lama, akhirnya ia menyelesaikan masakannya.

Ia mengambil makanan untuk ayah dan ibunya membawanya ke kamar.

tok..tok..tok..

"Ayah, ibu, ini Nisa bawa makanan, ibu dan ayah makan ya," ucapnya sambil meletakkan makanan di meja.

“Bagaimana keadaan ayah sekarang? Apa nafas ayah masih sesak?" Tanya Nisa khawatir.

Ayah nya menggeleng kan kepala.

Sedangkan ibu nya tertidur masih diposisi yang sama seperti sebelumnya.

"Apa Nisa sudah makan?" Tanya ayahnya.

Nisa mengangguk.

"Nisa sudah makan," Ucap nya berbohong saat ini ia tidak ada keinginan untuk makan.

Kemudian ayah nya duduk di tepi kasur di samping anaknya.

"Nak, jangan dipikirkan perkataan ibu mu tadi ya," ucapnya sambil membelai kepala anaknya.

"Ayah akan berjanji, untuk mencari cara agar kita bisa menebus sertifikat rumah ini, karena hanya ini satu satunya harta kita nak.

Maafkan ayah nak, karena kebodohan ayah dulu kalian akan menanggung akibatnya," Ucap ayahnya penuh dengan penyesalan.

"Ayah, ayah jangan bicara seperti itu lagi. Nisa janji, Nisa akan membantu ayah bekerja mencari uang untuk mengambil sertifikat itu kembali, "Ucapnya sambil memeluk ayahnya.

"Kita berjuang bersama ayah, asal ayah janji tidak boleh menyalahkan diri ayah lagi, dulu itu hanya masa lalu ayah," ucap Nisa ramah.

Ayahnya begitu terharu mendengar ucapan anaknya ia kembali memeluk erat anaknya.

"Ayah makan dulu, setelah itu minum obatnya, Nisa kembali ke kamar dulu ya," Pamit Nisa.

Ayah mengangguk, kemudian Nisa keluar tidak lupa ia menutup pintu kamar.

Tanpa mereka sadari ibunya sudah terbangun sejak tadi mendengar percakapan mereka.

Nisa kembali ke kamarnya, tidak lupa ia menutup pintu kamarnya. Ia membuka jendela melihat malam langit begitu indah dengan bertaburan bintang-bintang di langit.

"Papa, mama, Nisa sangat merindukan kalian. Mama dan papa lagi apa disana?” Ucapnya sambil memandang ke arah langit yang gelap dengan penuh bintang bertaburan, tak terasa air matanya menetes kembali.

"Ma, kalau Nisa boleh mengeluh. Nisa sudah lelah mah," kata Nisa masih dengan posisi yang sama.

Ia berbicara kepada bintang yang sedang berkilap kelip seakan mereka mendengar keluhan Nisa.

Setelah ia merasa sedikit lega, Nisa kembali menutup jendela nya.

Ia menaiki tempat tidur dan merebahkan tubuhnya.

Tak berapa lama kelopak mata nya mulai tertutup, Mungkin kelelahan menangis.

"Nisa sayang," panggil seseorang

Nisa membuka matanya ia melihat perempuan cantik seperti bidadari.

"Mama," ucapnya langsung duduk memeluk mamanya.

"Ma, Nisa sangat merindukan mama. Mama tidak boleh pergi lagi."

"Mama juga sangat merindukanmu sayang, tetaplah berbakti kepada kedua orang tuamu. Walaupun, mereka bukan orang tua kandungmu sayang.”

"Iya mah, Mama jangan pergi lagi. Aku ingin memeluk mama terus seperti ini. Apa aku boleh ikut Mama?”

"Tidak boleh sayang, tugas Nisa masih belum selesai.”

“Tapi mah...,”

"Mama pergi dulu ya.”

Mencium kedua pipi Nisa lalu melepaskan pelukannya.

"Mah, aku masih ingin memeluk Mama sebentar lagi.”

Tak lama terdengar suara adzan subuh. Nisa terbangun dengan posisi memeluk guling, ia memegang pipinya yang terlihat basah.

"Astagfirullah, ternyata aku mimpi,” Ucapnya sambil menghapus air matanya.

"Mama," Ucapnya lirih.

Like

komen

Rate

Vote

Makasih banyak dukungannya.🙏🙏🙏

Bab 3

"Mama,” ucapnya lirih.

Nisa duduk di tepi kasurnya, kemudian ia menuju kamar mandi untuk melakukan mandi wajib, setelah selesai ia langsung melaksanakan Shalat subuh.

Matahari sudah menampakkan dirinya dan mulai masuk melalui celah-celah jendela. Warna keemasan langsung masuk, ketika Nisa membuka jendela.

Begitupun dengan Nisa, ia memulai aktivitas nya dirumah seperti biasa. Memasak, mencuci dan tak ada yang terlewat.

"Pagi ayah, bagaimana keadaan ayah sekarang?" sapa ayahnya langsung duduk.

Nisa langsung menuangkan teh hangat dan juga menyiapkan sarapan untuk ayahnya.

"Pagi nak, ayah sudah merasa baik kan nak."

Tak lama ibunya juga menyusul ke dapur.

"Pagi ibu, ibu mau sarapan sekarang? kita sarapan bersama," Tanya Nisa.

Sama seperti kemarin, ibunya diam seribu bahasa tanpa ada niatan membalas pertanyaan Nisa, Ibunya hanya minum air putih dan kembali lagi ke kamarnya.

"Nisa, apa Nisa tidak bekerja hari ini nak?" Tanya ayah mencairkan suasana.

"Nisa masuk jam 9 yah,” Ucap Nisa sambil menahan air matanya agar tidak keluar.

"Nisa mau ke kamar dulu mau bersiap siap kerja yah,” pamit Nisa.

"Iya nak, apa Nisa sudah sarapan?" tanya ayah.

Nisa menggeleng.

"Nisa belum lapar yah, Nisa sudah bawa bekal, Nisa makan nya di kerjaan saja ayah."

"Nisa mau bersiap siap, jam 9 kurang Nisa harus tiba disana."

"Baiklah, Nisa jangan lupa makan setelah tiba disana. Nisa, jangan ambil hati atas sikap ibumu nak, mungkin sekarang dia masih terbawa emosi.

Ayah minta maaf nak, semua ini gara-gara ayah," Ucap ayahnya merasa bersalah.

"Ayah, ayah tidak usah minta maaf lagi, ayah tidak salah itu hanya masa lalu. Atas sikap ibu, ayah tidak perlu khawatir, Nisa tidak pernah memasukkan ke dalam hati,” Ucap Nisa tersenyum.

"Baiklah ayah, Nisa mau bersiap siap dulu. Ayah sarapan dulu setelah itu ayah istirahat saja dirumah. Ayah tidak boleh bekerja hari ini," Ucap Nisa tidak tega melihat ayahnya kalau harus bekerja melihat keadaan ayahnya masih sedikit pucat.

Nisa masuk ke kamarnya, ia menggantikan bajunya memberi sedikit polesan di wajah nya kemudian mengambil tas kerjanya.

Ia keluar kamar dan melihat pintu kamar ibunya yang masih tertutup rapat.

"Ibu," Ucapnya lirih.

Kemudian ia turun menemui ayahnya, untuk berpamitan.

"Loh ayah, mau kemana?" Tanya Nisa melihat ayah nya bersiap siap.

"Ayah mau mengantarmu kerja nak."

"Ayah, Nisa berangkat bersama teman, dia sudah menunggu didepan,” ucap Nisa berbohong.

“Ayah tidak perlu mengantar Nisa, ayah beristirahat saja, wajah ayah masih terlihat pucat." Ucap Nisa.

"Baiklah nak, hati-hati dijalan ya." melepaskan kembali jaketnya.

"Assalamualaikum ayah," salam Nisa sambil mencium punggung tangan ayahnya.

"Waalaikumsalam nak."

Kemudian Nisa keluar rumah, ia berjalan kaki keluar untuk mencari angkot, karena harganya sedikit lebih murah daripada ojek.

Namun, beberapa menit menunggu, tidak ada satu pun angkot yang lewat.

Nisa memilih berjalan kaki, karena uang di dompetnya hanya menyisakan satu lembar pecahan dua puluh ribu.

Setelah gajian, Nisa selalu memberi ibunya semua gajih nya. Ia hanya menyisakan sedikit saja untuk membeli keperluannya.

Walaupun bukan ibu kandung, tapi ia tetap ingin berbakti kepada kedua orang tua angkatnya.

Nisa mulai menyusuri pinggiran trotoar, panas teriknya matahari pagi membuat Nisa sedikit berkeringat.

Di tambah lagi, dirinya belum sarapan pagi, membuatnya sedikit kelelahan. Brukk, ia terjatuh dan tak sadarkan diri.

Sementara, di rumah orang tuanya beradu mulut, saling melemparkan ego masing-masing.

"Kamu ada masalah apa sebenarnya dengan Nisa? Apa salahnya kepadamu? tidak kah kamu kasihan melihat nya. Bekerja dari pagi sampai sore, sepulang kerja dia memasak untuk kita."

"Apa kamu tidak melihat kebaikan anak malang itu!" bentak suaminya.

"Cukup mas! kamu selalu saja membela dia, Dia bahkan bukan darah daging mu!” teriak istrinya tak mau kalah.

"Dia memang bukan darah daging ku, tapi aku sudah menganggap dia sebagai putri kandung ku.

Jadi bersikap lah baik padanya atau aku akan...” Ucap suaminya terpotong

"Atau apa mas? Atau kamu akan memukul ku demi anak pungut itu. Pukul saja mas pukul, pukul!!" jerit istrinya.

"Jangan pernah kamu sebut dia anak pungut lagi, atau kamu akan menerima akibatnya!” ancam suaminya keluar kamar dengan menutup pintu kamar dengan keras.

Nisa mulai membuka kelopak matanya, terlihat langit-langit rumah yang berlapis warna keemasan yang begitu asing.

"Aku dimana? Apa aku bermimpi? Atau ini disurga?" gumam Nisa.

"Kamu tidak bermimpi nak," Sahut nenek yang duduk di samping nya menunggunya sadar sejak tadi.

Nisa bangun dari tidur nya dan duduk bersandar di kepala ranjang.

Ia melihat kamar yang begitu luas, melihat pernak pernik hiasan rumah yang begitu indah.

"Kenapa akhir-akhir ini aku sering bermimpi aneh-aneh?” Ucap Nisa masih menyangka dirinya bermimpi.

Namun, nenek yang disamping-Nya duduk tersenyum mendengar ucapan Nayla kemudian ia mencubit pelan tangan Nisa.

"Aw, sakit! kenapa nyonya mencubitku?" Ucap Nisa sambil mengusap pelan tangannya.

"Bagaimana? Apa cubitan nenek sakit?"

Nisa mengangguk.

"Itu artinya kamu sedang tidak bermimpi," Ucap nenek tersenyum melihat kebingungan Nisa.

"Iya ya, Aku tidak bermimpi, Lalu aku dimana? Apakah ini rumah nyonya?” Tanya Nisa heran.

Ia mencoba turun dari kasur, tapi ia seperti tidak punya tenaga.

"Kamu istirahat saja dulu nak, tubuhmu masih lemah. Dokter sudah memeriksamu, kata Dokter perutmu kosong. Apa kamu belum sarapan?”

Nisa menggelengkan kepalanya.

“Saya sudah membuatkan mu bubur, makan lah,” ucapnya memberikan mangkuk berisi bubur.

"Makasih nyonya, maaf sudah merepotkan. Tapi apa yang terjadi dengan ku nyonya? Kenapa saya bisa ada dirumah nyonya?" Ucap Nisa heran.

“Saat perjalanan pulang, nenek melihat mu pingsan di pinggir jalan. Aku langsung membawamu pulang ke rumah ku.”

"Maaf sudah merepotkan nyonya,” Ucap Nisa.

"Tidak apa-apa nak, Kalau boleh tahu kamu namanya siapa? Seperti nya kamu bukan orang daerah sini," Tanya nenek.

"Nama saya Nisa nyonya, Saya tinggal di jl Sudirman, Saya bekerja di restoran xx nyonya. Waktu itu saya tidak menemukan angkot, jadi saya berjalan kaki ke tempat kerja."

"Oh jl Sudirman. Cukup jauh nak kamu berjalan kaki, Anak saya juga dulu tinggal daerah situ. Tapi, sekarang sudah tidak ada mereka meninggal karena kecelakaan," Ucap nenek sedih.

"Saya turut berduka nyonya, semoga amal ibadah mereka di terima dosisnya," Ucap Nisa.

Ia langsung teringat orang tuanya, yang meninggal akibat kecelakaan.

"Amiin, jangan panggil saya nyonya nak, panggil saya nenek saja. Mungkin sekarang cucu nenek sama seperti kamu besarnya."

"Baik nyo-- eh nenek maksudnya," Ucap Nisa canggung.

"Nenek, terima kasih banyak sudah menolong saya! Saya mau pamit nek, Nisa ingin kembali bekerja nek," Ucap Nisa setelah selesai makan dan mau beranjak.

"Nisa, nak Nisa masih pucat beristirahat lah sebentar. Nenek akan menghubungi restoran tempatmu bekerja.

Karena restoran itu adalah milik nenek, jadi gajih mu tidak akan dipotong," ucap nenek beranjak untuk mengambil ponselnya di kamar.

"Tapi nek."

"Sudah tidak usah pikirkan pekerjaan mu. Kamu beristirahat saja dulu, sampai merasa sudah baikkan baru kamu boleh pergi. Ini perintah!”

Nisa saya hanya bisa mengangguk pasrah, menolak pun percuma pikirnya.

“Tapi, nenek ini wajahnya seperti tidak asing,” batin nya.

Namun, ia lupa pernah melihatnya dimana.

“Mungkin hanya mirip saja,” gumamnya dalam hati.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!