"Tolong aku, Tuan!" mohon Amanda lirih sambil mengendus-endus leher seorang pria yang dari tadi berusaha untuk menyingkirkannya.
"Siapa kamu?! bagaimana kamu bisa masuk ke kamar ini hah?!" seru pria itu dengan intonasi suara yang tinggi. Dia sangat kesulitan untuk melihat wajah wanita yang berusaha untuk menggerayanginya, karena keadaan ruangan yang hanya disinari oleh lampu tidur. Akan tetapi dia dapat merasakan kalau wanita yang masuk ke kamarnya adalah seorang wanita yang masih muda,dan dapat dipastikan sedang di bawah pengaruh obat.
"Please, Tuan bantu aku, aku sudah tidak kuat!" suara Amanda terdengar memohon sembari melucuti semua pakaian yang masih membalut tubuhnya, lalu berusaha menggapai tubuh laki-laki yang ada di depannya. Amanda dengan gairah yang sudah menguasainya, memagut bibir yang mengeluarkan aroma mint itu
Sedangkan lelaki itu, begitu merasakan dua benda kenyal yang menempel di dadanya, membuat sesuatu di bawah sana menggeliat bangun. Logikanya berusaha menolak, tapi kabut gairah yang sudah sampai ke ubun-ubun akhirnya menutupi semua daya nalarnya.
"Apa-apa ini? bagaimana bisa aku tidak sanggup menolak cumbuan wanita ini? kenapa dia bisa membuatku bergairah?" bisik lelaki itu di dalam hati dengan perasaan yang campur aduk. "Apakah dunia sudah terbalik? bagaimana mungkin seorang wanita yang memperkosa seorang laki-laki? sekarang yang diperkosa aku kan?" lagi-lagi sang pria membatin sambil memejamkan matanya, menikmati serangan-serangan Amanda.
Amanda yang sudah dikendalikan oleh *****, tidak perduli lagi dengan harga dirinya. Yang terutama sekarang, adalah bagaimana dia bisa terlepas dari pengaruh obat yang sangat menyiksa kini. Amanda dengan ganas menyesap bibir sang pria degan tangan yang tidak berhenti membelai semua lekuk tubuh si pria yang terlihat tidak berusaha menolaknya lagi.
"Baiklah! kamu yang menginginkannya, dan aku akan mengabulkan keinginanmu, ku harap kamu jangan menyesal!" dengan kekuatannya, si pria itu mencengkram tubuh Amanda dan langsung mengambil kendali permainan.
Kini mereka berdua benar-benar sudah polos. Walaupun ruangan itu gelap, dan si pria tidak bisa melihat dengan jelas bentuk tubuh Amanda, tidak lantas bisa menurunkan kabut gairah yang menguasai si pria. Dengan sentuhan-sentuhan tangannya yang meraba semua lekuk tubuh Amanda, pria itu dapat merasakan kalau Amanda atau wanita yang sedang di bawah kendali nya kini ,adalah wanita yang memiliki tubuh yang sangat seksi.
Tubuh harum Amanda membuat laki-laki itu lupa diri, dan yakin kalau Amanda adalah sosok wanita yang bersih. Netra pria itu, membesar dengan sempurna ketika mendengar suara pekikan kesakitan dari Amanda, membuktikan keyakinan pria itu bahwa ini yang pertama kalinya untuk Amanda. Pria itu ingin menghentikan aksinya, karena perasaan bersalah tiba-tiba menghampirinya. Tapi, pria itu tiba-tiba berpikir kalau hal ini bukan maunya, tapi mau wanita yang berada dalam kendalinya kini. Jadi, si pria itu pun memutuskan untuk melanjutkan aksinya. Setelah bertempur dengan cukup lama, akhirnya sebuah teriakan yang terakhir, keluar dari mulut Amanda dan pria itu,pertanda pertempuran mereka sudah berakhir. Karena terlalu lelah, tanpa menunggu lama akhirnya mereka berdua langsung tertidur dengan pulas.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mentari kini sudah memperlihatkan sinarnya dari ufuk timur, menggantikan bulan dan bintang untuk menyinari bumi, serta bersiap menemani manusia dan makhluk lainnya melakukan aktivitas sehari-hari mereka
Amanda membuka matanya perlahan, lalu mengerjap-erjap untuk menyesuaikan sinar silau sinar mentari yang menerpa pada kedua netranya. Ketika dia bergerak, Amanda merasakan sakit dan perih pada intinya. Bukan hanya pada intinya, tapi hampir semua tubuhnya terasa remuk.
Kedua netranya membulat dengan sempurna begitu melihat seorang pria yang terbaring di sampingnya dengan posisi memunggunginya, sehingga dia tidak bisa melihat wajah pria itu sama sekali. Sebelum Amanda berteriak, bayangan kejadian tadi malam seketika berkelebat di kepalanya. Amanda menutup matanya dengan kedua tangannya, merasa kalau dirinya tadi malam sudah tidak ada bedanya dengan 'perempuan murahan'.
"Aku harus keluar dari sini, sebelum dia bangun." bisik Amanda pada dirinya sendiri sambil beranjak turun perlahan dari atas ranjang, takut gerakan yang dia timbulkan membangunkan pria itu.
Setelah kakinya berhasil menapak di lantai, Amanda dengan cepat memungut pakaiannya yang berserakan dan memakaikan'nya kembali ke tubuhnya. Lalu dengan sedikit berjinjit keluar dari kamar itu, tapi sebelumnya dia meninggalkan catatan di sebuah kertas yang bertuliskan kata 'maaf'.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mulut pria yang masih setia dengan mata terpejam itu, mengecap- ecap dan kemudian terbuka lebar seiring dengan matanya yang ikut juga terbuka.
Badannya terasa segar hari ini,dan dia sangat tahu alasannya kenapa. Kedua netranya membesar ketika melihat tempat tidur di sampingnya sudah kosong.
"Kemana wanita itu pergi?" mengedarkan matanya, ke segala penjuru ruangan, tapi dia tidak bisa menemukan apa yang dia cari.
Pria itu, beranjak turun dari tempat tidur, mengenakan celana pendeknya yang dia pungut dari lantai, kemudian mengayunkan langkahnya menuju kamar mandi,berharap wanita yang dia cari ada di dalam sana. Lagi-lagi 'zonk'.
Dengan amarah yang amat sangat, merasa dipermainkan atau lebih merasa direndahkan, pria itu pun kembali ke arah tempat tidur, tepatnya ke arah nakas, dimana dia meletakkan ponselnya. Amarah semakin membara, begitu melihat catatan kecil yang ditinggalkan oleh Amanda.
Dia meletakkan ponsel itu ke telinganya, setelah sebelumnya menemukan nama kontak yang hendak dia hubungi.
"Hallo, Pak Ardan!" terdengar suara dari ujung telepon, menyapa pria itu yang ternyata bernama Ardan, atau tepatnya Ardan Orlando Bagaskara. CEO dari Bagaskara company, perusahaan raksasa yang merajai hampir semua bisnis di Indonesia. Baik itu properti, perhotelan, resort, periklanan dan bisnis pembuatan makanan serta minuman ringan. Dan sekarang, dia tengah menginap di salah satu hotelnya setelah tadi malam selesai bertemu dengan koleganya dari Singapura.
"Rio, tadi malam ada seorang wanita yang menerobos masuk ke dalam kamarku, dan aku tidak tahu kenapa dia bisa masuk. Sekarang aku perintahkan kamu, cari tahu dan selidiki identitas wanita itu. Aku takut, kalau dia salah satu wanita yang selama ini selalu berusaha mendekatiku dan berusaha menjebak ku tadi malam." titah Ardan dengan lugas dan tegas.
"Mati aku! sepertinya tadi malam aku lupa menutup kembali pintu kamar Pak Ardan, dan wanita itu pasti masuk ketika aku baru saja keluar dari kamar itu." bukannya menjawab, Laki-laki yang dipanggil Rio itu malah sibuk merutuki kebodohannya sendiri di dalam hati.
"Rio, apa kamu dengar yang barusan aku katakan?!" suara bernada tinggi dari Ardan, terdengar tidak sabar, begitu tidak segera mendapat jawaban dari sang asisten.
"Ba-baik Tuan!"
" Bagus! aku tunggu kabar dari mu!" Ardan memutuskan panggilan secara sepihak, seperti biasa.
Tbc
Mohon dukungannya kembali ya gais.Like, vote dan komen. Mudah-mudahan kalian semua suka.
Amanda berjalan dengan gontai menuju unit apartemen Radit kekasihnya yang sudah hampir 5 tahun berjalan. Bahkan mereka sudah merencanakan akan menikah 2 bulan lagi.
Amanda sangat bingung bagaimana dia nanti akan menjelaskan pada Radit kalau dia sudah tidak suci lagi. Sedangkan selama menjalin hubungan hampir 5 tahun, sekalipun dia tidak mengizinkan Radit untuk menyentuhnya ,dengan alasan akan lebih indah dan berkesan bila melakukannya kalau sudah sah menjadi suami istri.
"Ya Tuhan, apakah nanti Radit masih akan menerima keadaanku yang begini?" batin Amanda berperang di dalam sana.
"Yakinlah Amanda, kalau Radit pasti akan menerima, toh kamu kan tidak sengaja melakukannya, dan itu murni kecelakaan," lagi-lagi Amanda memberikan semangat pada dirinya sendiri, walaupun dia tidak yakin seratus persen dengan apa yang dia yakini itu.
Amanda menekan sandi unit apartemen Radit dan langsung melangkah menuju kamar sang kekasih yang dia yakini masih bergelung di bawah selimut. Langkah Amanda seketika terhenti begitu mendengar suara-suara 'laknat' atau desahan dari arah kamar sang kekasih.
Dengan sedikit berjinjit Amanda mendekat ke arah kamar dan menyembulkan sedikit kepalanya untuk mengintip ke dalam yang kebetulan tidak ditutup.
"Kalian?!" Amanda berteriak seraya menutup mulutnya, kaget sekaligus marah dan sakit melihat pemandangan di depannya. Dimana Lora sahabatnya, sedang bergumul di atas ranjang, berbagi desahan, berbagi erangan dengan inti yang saling menyatu.
Melihat Amanda, Radit sontak mencabut senjatanya dari dalam inti milik Lora. Dia meraih celana pendeknya dan mengenakannya segera.
"Manda?ngapain kamu ke sini?" tidak ada rasa bersalah pada raut wajah Radit. Bahkan dia terkesan santai. Rasa cinta dan pandangan memuja yang dulu selalu terlihat di manik mata berwarna hitam kecoklatan itu sudah hilang dan kini malah berganti dengan tatapan sinis dan dingin.
"Harusnya aku yang tanya, ngapain kamu sama dia?" Amanda menunjuk ke arah Lora yang juga tampak santai, dan tersenyum sinis.
Radit mendengkus dengan seringaian sinis yang timbul di sudut bibirnya. "Apa kamu buta? kamu kan sudah lihat sendiri,kalau kami sedang apa." Radit masih dengan sikap santainya
"Lora! kenapa kamu tega menusukku dari belakang hah?! apa ini yang namanya sahabat?" Amanda mendekat hendak menarik Lora. Akan tetapi, Radit malah mendorong tubuhnya hingga hampir tersungkur ke belakang.
"Sahabat? ck," decak Lora sambil beranjak turun dari kasur sembari melilitkan selimut di tubuh polosnya. "kamu itu terlalu naif, Manda. Dulu aku memang mengganggap kamu sahabatku, tapi kalau dipikir-pikir, kamu itu selalu lebih beruntung dari diriku, dan aku benar-benar tidak menyukainya." ujar Lora dengan sudut bibir yang tertarik sedikit ke atas.
"Asal kamu tahu, selama ini Radit jenuh dengan hubungan kalian berdua. Kamu tidak pernah mau disentuh olehnya.Padahal ternyata kamu hanya sok suci di depan Radit dan keluarganya."
"Apa maksud kamu?" Amanda menatap curiga padan Lora.
" Maksudnya, kamu itu sok suci, tidak mau melakukannya denganku, tapi kamu malah mau melakukannya dengan orang lain. Tidak tanggung-tanggung kamu malah, melakukan dengan 3 orang sekaligus!" bukanya Lora yang menjawab, justru Radit yang buka suara sambil melemparkan beberapa lembar photo ke wajah Amanda.
Amanda memungut photo-photo itu, betapa kagetnya dia, ketika melihat tampak ada 3 orang laki-laki yang dia ketahui tadi malam sedang membopongnya dan hendak membawanya ke dalam kamar. Beruntung dirinya masih memiliki sedikit kesadaran, makanya dia melarikan diri, dan masuk ke dalam sebuah kamar yang baru saja ditinggal oleh seseorang dan seseorang itu lupa menutup pintu.
"Aku dijebak ,Dit. Dan asal kamu tahu, aku berhasil kabur dari mereka bertiga." jelas Amanda dengan kedua manik mata yang sudah terlihat seperti kristal, karena dipenuhi oleh cairang bening
"Cih,kamu tidak usah berkelit. Di dalam photo itu, kamu bahkan tidak terlihat kalau kamu sedang dijebak. Di situ jelas-jelas terlihat kalau kami sendiri sangat menginginkannya." sorot mata Radit menatap Amanda dengan sorot mata yang merendahkan dan merasa jijik.
"Tunggu dulu! dari mana kamu dapat photo-photo ini? apa ini dari dia?" Amanda menunjuk ke arah Lora yang raut wajahnya sudah terlihat pucat. 'Pucat karena tuduhan Amanda?' bukan! tapi dia pucat karena tadi Amanda menyebutkan, kalau Dia berhasil kabur dari ketiga Laki-laki itu. " Itu berarti Amanda masih ...." Lora menggigit bibir bagian dalam sambil menggeleng-geleng'kan kepalanya.
"Apa kamu yang menjebak ku,Lora?" kembali suara Amanda terdengar dengan kedua mata yang memicing.
"Jangan asal menuduh kamu! sekarang baiknya kamu keluar! aku tidak mau melihat wajah sok suci mu itu," bentak Radit.
"Kami jangan asal menuduhku, Manda! lihat, bahkan leher kamu pun penuh dengan bekas 'kiss mark', itu berarti kamu sangat menikmatinya kan?" senyum sinis dan merendahkan kembali terlihat di sudut bibir Lora, begitu melihat leher Amada yang penuh dengan tanda-tanda kemerahan. Siapapun akan tahu, bekas apa itu.
"Dasar kamu perempuan murahan!" Radit meradang dan semakin tersulut emosi,begitu melihat jelas tanda-tanda kemerahan di leher Amanda. Harga dirinya sebagai lelaki seketika terinjak-injak oleh Amanda. Dia merasa tertipu oleh wajah cantik dan polos Amanda. "Sekarang kamu pergi dari sini! aku tidak mau melihat wajahmu lagi, dan ingat, rencana pernikahan kita, batal. Tidak ada lagi yang namanya pernikahan!" Sebuah senyuman tipis dan bahkan hampir tidak terlihat terbit di sudut bibir Lora, begitu mendengar keputusan yang baru saja terlontar dari mulut Radit.
" Radit, kamu tidak boleh gegabah mengambil keputusan sendiri seperti itu. Kamu harusnya dengar penjelasan ku dulu. Kita sudah hampir 5 tahun berpacaran, apa tidak ada lagi kepercayaan mu padaku?" Amanda meraih tangan Radit yang langsung ditepis kasar oleh laki-laki itu.
"Satu-satunya penyesalanku adalah, pernah percaya padamu.Sekarang kamu pergi dari sini!"
"Baiklah! aku akan pergi dari sini. Kalian berdua memang cocok. Kamu mengatakan kalau aku murahan, bukankah dia lebih murahan dariku? apa kalian tidak sadar dengan perbuatan kalian tadi? dia bahkan menyerahkan tubuhnya begitu saja untuk mu, tanpa ikatan. Bukankah itu juga murahan?" sarkas Amanda, dengan ekor mata yang melirik ke arah Lora.
"Diam! setidaknya dia tidak sepertimu yang berpura-pura suci. Sekarang aku bilang pergi ya pergi! jangan sampai aku berbuat kasar mendorongmu keluar dari sini."
"Baiklah! aku pergi," Amanda memutar tubuhnya, melangkah ke arah pintu.
"Tunggu! " Amanda menyurutkan langkahnya, begitu mendengar suara Lora memanggil.
Lora melangkah mendekati Amanda, dan berpura-pura memeluknya. "Manda, kamu benar! akulah yang menjebak mu. Aku hanya mau Radit jadi milikku. Sudah cukup selama ini aku berpura-pura mendukung hubungan kalian berdua. Sekarang aku puas! Radit tidak mempercayaimu lagi." bisik Lora persis di telinga Amanda.
Sontak Amanda mendorong tubuh Lora hingga hampir terjungkal ke belakang.Untungnya tangan kekar Radit berhasil menahan tubuh Lora agar tidak terjatuh.
"Amanda! apa-apaan kamu?! sejak kapan kamu berubah sekasar ini, hah?! aku semakin bersyukur, tahu sifat kamu yang sebenarnya!" bentak Radit dengan sorot mata yang sangat tajam, siap menerkam mangsa.
"Dia tadi...."
"Aku cuma mau memeluknya, Dit. Aku cuma tidak ingin persahabatan kami tidak hancur gara-gara ini, tapi dia mendorongku dengan keras, aku tidak menyangka kalau dia setega ini." Lora memotong ucapan Amanda seraya berpura-pura menangis tersedu-sedu di pelukan Radit.
"Kamu jangan percaya Radit! dia ...."
"KELUAAAR!" bentak Radit dengan nafas yang memburu.
Tbc
Please like dan komen kembali ya gais. Than you.
"Kamu kenapa, Manda? kenapa mukamu kusut seperti itu? apa kamu sakit?" Jasmine yang merupakan sahabat Amanda selain Lora, bertanya secara beruntun seraya mengangkat tangannya menyentuh kening Amanda. "Tidak panas kok," gumamnya.
"Aku hancur, Jas, aku hancur!" Amanda, sudah tidak sanggup lagi Manahan rasa sesak di dadanya. Dia memeluk erat sahabatnya itu.
"Kamu jangan menangis dulu! hancur bagaimana maksud kamu?" Jasmin melerai pelukan Amanda dengan kening yang berkerut.
"Apa setelah aku bercerita, kamu akan meninggalkanku juga?" Amanda menatap sendu ke arah Jasmine.
"Tidak akan!" tegas Jasmine, yang sudah menganggap Amanda lebih dari sahabat.
Amanda pun akhirnya membeberkan semua apa yang sudah menimpanya, tanpa ada yang ditambahi pun dikurangi.
Kedua netra Jasmine membulat sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, antara percaya dan tidak percaya. "Kamu bercanda kan, Nda?" Amanda menggelengkan kepalanya,meyakinkan Jasmine.
"Tapi bagaiman mungkin Lora tega melakukan perbuatan bejat seperti itu? ini sangat susah dipercaya, Nda!"
"Tapi, aku sama sekali tidak berbohong, Jas. Lora benar-benar telah menjebak ku, agar bisa bersama dengan Radit."
Jasmine menatap intens ke dalam manik mata Amanda, untuk mencari apakah ada kebohongan di sana. Akan tetapi, dia sama sekali tidak menemukan kebohongan itu di sana.
"Brengsek! tega benar dia, aku tidak menyangka dia nekad berbuat seperti itu. Aku kira, selama ini, dia hanya sekedar mengagumi Radit, tanpa ada niatan untuk merebutnya darimu," geram Jasmine tanpa sadar.
"Jadi kamu sudah tahu, kalau selama ini Lora menyukai Radit?" Amanda menatap Jasmine dengan tatapan penuh tanya.
Jasmine menganggukkan kepalanya. "Iya! sebenarnya aku tidak bermaksud merahasiakannya darimu. Akan tetapi, aku melihat, selama ini Lora selalu bertingkah biasa, dan sepertinya mendukung hubungan kalian berdua, jadi aku pikir,tidak perlu memberitahukannya padamu, karena aku tidak mau, kalian jadi merasa canggung satu sama lain nantinya." jelas Jasmine.
"Jadi, apa tindakan kamu selanjutnya?" sambung Jasmine kembali bertanya.
Raut wajah Amanda kembali sedih mendengar, apa yang ditanyakan oleh sahabatnya itu, karena kalau boleh jujur, pikirannya sekarang sudah tidak bisa digunakan untuk berpikir lagi.
"Aku tidak tahu, Jas. Pikiranku buntu."
"Apa kamu tidak ada niat untuk meminta pertanggung jawaban dari laki-laki itu?"
"Pertanggungjawaban apa yang kamu maksud, Jas? dia sama sekali tidak memperkosaku, justru kalau boleh dikatakan, aku lah yang memperkosanya, gak logika memang, tapi itulah faktanya," Jelas Amanda, tersenyum kelu.
Jasmine bergeming, dan membenarkan apa yang diucapkan oleh Amanda di dalam hatinya.
"Tapi, kamu pantas meminta pertanggungjawaban laki-laki itu, Nda. Bagaimanapun yang kesucian hilang adalah dirimu. Sekeras apapun kamu menggodanya, kalau dia laki-laki yang baik, dia pasti berusaha untuk menolak mu, bahkan menarik mu keluar dari kamar itu. Tapi, dia justru memanfaatkan keadaanmu kan?"
"Apa aku lupa menceritakan padamu, kalau sebenarnya dia sudah berusaha menolakku? Aku yang terus memaksanya, Jas. Aku aja, bila mengingatnya, merasa jijik pada diriku sendiri. Aku merasa tidak pantas untuk meminta pertanggung jawabannya. Dan seandainya pun aku mau meminta pertanggung jawaban, mau minta pada siapa? aku bahkan tidak mengenal pria itu, dan tidak melihat wajahnya sama sekali." Amanda menghela nafasnya denga sekali hentakan
"Gila kamu! bagaimana bisa kamu melakukannya tanpa tahu siapa laki-lakinya." Jasmine berdecak, menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Iya, aku memang gila dan bodoh!" Amanda, menyenderkan tubuhnya di sandaran sofa, memejamkan matanya. Setetes cairan bening, tanpa izin berhasil lolos keluar dari sudut mata Amanda yang terpejam, membuat Jasmine merasa sedih melihat keadaan sahabat nya yang terlihat sangat kacau sekarang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di tempat lain.
"Bagaimana, Rio, apa kamu sudah mendapatkan identitas wanita itu?" Ardan bertanya dengan tatapan yang tajam dan mengintimidasi.
"Maaf, Pak Ardan! aku sama sekali belum bisa mendapatkannya. Wajah gadis itu, benar-benar tidak jelas terlihat di kamera CCTV. Waktu dia masuk ke kamar anda, dia sepertinya sedang dikejar oleh orang lain, rambutnya saat itu sangat berantakan dan menutupi wajahnya. Sehingga sangat sulit untuk melihat wajah wanita itu dengan jelas, Pak. Ketika dia keluar dari kamar anda pun, wajahnya tidak terlihat karena dia selalu menunduk." jelas Rio dengan perasaan was-was akan mendapat amukan dari Ardan, karena selama ini, baru kali ini dia gagal melaksanakan perintah dari pria bermata tajam itu.
"Sial! aku mau kamu tetap mencari tahu,siapa dia." tegas dan tak terbantahkan.
"Baik, Pak!" sahut Rio sembari membungkukkan sedikit badannya.
"Rio, ini di luar pekerjaan, bisa tidak kamu gak usah bersikap terlalu formal begitu? aku muak melihatnya."
Rio sang asisten sontak tertawa dengan keras, mendengar celetukan Ardan.
"Ok ... ok! kalau begitu, boleh aku berbicara sebagai sahabat sekarang? sejujurnya, badanku pun capek menunduk-menunduk sopan padamu," jawaban Rio membuat Ardan tersenyum masam.
"Ya, udah kamu mau tanya apa?" tanya Ardan dengan tangan yang merogoh saku kemeja Rio, mengambil yang namanya permen dari dalam sana.
"Satu-satunya itu,Bro! asal main comot aja," tangan Rio terayun hendak merampas balik permennya. Tapi dia kalah cepat, permen itu sudah mendarat manis di dalam mulut Ardan dan dia hanya bisa mendesah merelakan permen itu.
"Bro, apa kamu dan gadis itu sudah ...." Rio menggerakkan kedua jari telunjuk bersamaan dan berulang sambil mengerlingkan matanya.
"Aku rasa, aku gak perlu menjawabnya, kamu pasti tahu jawabannya,"
Ardan tersenyum misterius, dengan mata yang menerawang, mengingat kejadian panas malam itu. Membayangkannya saja membuat libido Ardan mulai naik.
"Arghhh!" Ardan mengusap wajahnya dengan kasar, kemudian meraup botol minum dari atas meja, lalu meneguknya sampai habis.
"Aku mau tanya lagi, apa tujuanmu mencari gadis itu? dan kalau aku berhasil menemukannya apa yang akan kamu lakukan padanya?" tanya Rio dengan wajah yang serius kali ini, seserius pertanyaannya, yang membuat Ardan menghela nafasnya dengan panjang.
"Aku cuma tidak mau, dia memanfaatkan kejadian semalam untuk menjeratku, itu saja!"
Ujung bibir Rio terangkat sedikit ke atas, tersenyum smirk, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku rasa bukan gara-gara itu. Aku rasa tanpa kamu sadari kamu sudah memiliki ketertarikan pada gadis itu, walaupun kamu tidak melihat wajahnya. Kamu merasa gadis itu sedang menginjak harga dirimu sebagai seorang laki-laki, yang biasanya banyak gadis berlomba untuk bisa dekat denganmu, tapi gadis itu malah meninggalkanmu setelah menghabiskan malam denganmu"
Ardan tercenung dengan penuturan Rio. Jauh di dalam lubuk hatinya membenarkan, tapi logikanya membantah, kalau dia 'tertarik' dengan wanita itu.
"Satu hal lagi, aku yakin dia tidak bermaksud menjebakmu. Kalau dia memang ada niat menjebak mu, dia pasti akan tetap berada di sampingmu, menunggu kamu bangun dan menuntut pertanggung jawabanmu. Tapi dia tidak melakukan hal itu, kan? sepertinya dia memang murni dijebak." sambung Rio kembali mengungkapkan pendapatnya.
"Hmm, sepertinya yang kamu ucapkan itu masuk akal," Ardan mangut-mangut, setuju dengan pemikiran Rio, asisten sekaligus sahabatnya itu.
"Apa dia masih tersegel saat kamu ...." kembali Rio bertanya sambil melakukan gerakan 'bercinta' dengan kedua telapak tangannya, dan Ardan menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan Rio.
Tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!