Aqila adalah murid baru di sekolah SMA Nusantara dia pindahan dari SMA Dharma. Sekolah barunya bisa di bilang sekolah terfavorit di kalangan masyarakat sekitar. Dia pindah karena permintaan dari ibunya alasannya sih nemenin nenek yang tinggal sendirian.
Setelah sampai di parkiran sekolah Aqila terus melihat sekeliling dan melihat takjub,sekolahnya besar banget gumam Aqila. Tapi tiba-tiba ... bruuk ... Aqila tersungkur dan tangannya terluka
"Aaww ..., " kata Aqila sambil berdiri dan memegang tangan yang sakitnya.
Aqila tidak tau siapa yang menabrak dia, motor itu berhenti tak jauh dari Aqila berdiri. Dia melihat seorang cowok dengan wajah tampan dan membenarkan rambutnya yang berantakan dengan tangan.
"Minta maaf"
Kata ini cuman khayalan semata, laki-laki itu tidak menghiraukan Aqila dan berjalan masuk ke sekolah itu.
"Dimana sih tempat ruang kepala sekolah?" gumam Aqila sambil mencari-cari ruang yang ingin ditujunya itu. 'Apa Qila tanya sama murid yang di sana aja ya?' tanya Aqila dalam hatinya, ia pun menghampiri siswa yang di maksud.
"Maaf, ruang kepala sekolah di mana ya?" tanya Aqila.
"Kamu anak baru ya di sini?" tanyanya kepada Aqila.
"I— iya," jawabnya gugup.
"Pantes. Seragam Lo aja beda sama kita. Oh ya, kenalin nama gue Hendrik dan ini temen-temen gue." Cowo itu mengulurkan tangannya.
"Nama gue Aqila." Menjabat tangan Hendrik.
"Lo tadi nanya ruang kepala sekolah ya? Gue anter yu." Hendrik memegang tangan Aqila dan langsung menariknya, membuat Aqila terkejut.
"Hendrik tangan Qila sakit," rengek Aqila.
"Tangan Lo kenapa?" tanya Hendrik mulai khawatir.
"Gak papa," balas Aqila berbohong.
"Kalau gitu nanti gue anter lo ke ruang kesehatan ya, takutnya infeksi." Aqila mengangguk saja.
"Nah ini ruangannya kamu tinggal masuk aja"
"Thanks ya." Aqila langsung masuk.
"Aqila silakan duduk," kata kepala sekolah. "Perkenalkan saya temen ibu kamu nama saya Fahri, katanya kamu pindah ke sini"
'*P*antes mama mau aku pindah ke sini,' katanya dalam hati.
"Ya udah kita ke kelas kamu, mari saya antar."
"Iya pak." Mereka mulai berjalan tetapi di depan pintu sudah ada Hendrik.
"Biar saya yang antar, Pak," kata Hendrik.
"Ya sudah antar dia ke kelas IPA-4 ya."
"Baik, Pak." Merekapun berjalan menuju ruang kesehatan karena takut tangan Aqila infeksi.
"Lo tunggu di sini gue mau ngambil kotak obat dulu." Aqila mengangguk. Setelah selesai mengobati tangan Aqila mereka langsung ke kelas Aqila yang berada tidak jauh dari ruang kesehatan. Beberapa kelas mereka lewati dan menemukan kelas Aqila.
"Ini kelas Lo, lo masuk aja," katanya kepada Aqila.
"Thanks ya Hendrik."
"Kalau mau nyari gue, kelas gue di atas." Hendrik kemudian berlalu meninggalkan Aqila.
"I— iya." Aqila pun masuk dan disapa oleh guru
"Kamu anak baru, kan? Saya Bu Kinar, silakan perkenalkan diri kamu dihadapan temen baru kamu."
"Baik, Bu terima kasih." Aqila pun melangkah ke depan. "Hai temen-temen perkenalkan nama saya Aqila Anatasya, panggil aja Qila. Saya pindahan dari SMA Dharma." Aqila memberikan senyum ramah.
"Ada yang mau nanya gak kepada Aqila?" tanya guru kepada murid-muridnya.
Seketika hening dan ada yang mengacungkan tangannya.
"Aqila hatinya udah ada yang ngisi belum?" tanya seorang cowok.
"Huuuhhh," sorak semua murid.
"Astagfirullah, di maklumi aja ya Aqila. Silakan duduk di mana aja yang kosong," kata Bu Kinar.
Lalu Aqila pun duduk dan Bu Kinar langsung melanjutkan pelajarannya.
Bel istirahat pun berbunyi sontak membuat semua siswa kegirangan.
"Hai nama gue Siska." Dia mengulurkan tangannya dan Aqila menerimanya.
"Iya salam kenal ya," kata Aqila, merekapun mengobrol lebih jauh tentang dirinya masing-masing.
"Kita ke kantin aja yu," ajak Siska, Aqila mengangguk saja.
Mereka duduk di bangku ujung kantin. Tiba-tiba seorang cewek datang menghampiri seorang cowok yang Aqila pamiliar dengan cowok itu.
"Hai ganteng, gue bawa coklat khusus buat lo." Cewek itu memberikan senyum manisnya,
cowo itu tidak merespon sedikit pun tapi seketika dia menolehnya.
"Gue gak mau," jawabnya sinis.
"Loh kok gak mau? Gue beli ini khusus untuk lo tau." Sambil menyodorkan coklatnya.
"Gue bilang gue gak mau, jangan maksa bisa gak sih!" katanya tegas, seketika semua yang berada di kantin menoleh kepada keduanya.
"Sis, siapa cowok itu?" tanya Aqila.
"Dia Adhim cowok paling keren di sekolah ini tapi berhati es dan cewek itu berusaha ngedapetin hatinya Adhim tapi sia-sia aja," jelasnya.
"Qila terasa pamiliar dengan cowok itu." Aqila mulai berpikir.
"Lo, pernah ketemu dia?" tanya Siska.
"Oh ... iya Qila tahu, dia yang tadi hampir nabrak Qila di parkiran," jelasnya.
"Lo di tabrak sama tu orang?"
"Dia gak sengaja kali Sis, tpi kalau di lihat, Adhim itu ganteng ya."
"Jangan Lo biang Lo mau ngedeketin dia?" Tatapannya mulai sinis.
"Iya Qila mau deketin Adhim."
"Lo jangan sekali kali deketin dia, gue gak mau lo sakit hati, Qil." Siska mulai khawatir.
"Gak papa Sis, Qila akan berusaha ngeluluhin hatinya Adhim."
"Gue udah ngingetin Lo ya."
"Iya, Qila ngambil resikonya."
🍁🍁🍁
Bel pulang berbunyi membuat semua kelas heboh. Sebagian siswa sudah memasuki lapangan parkir.
"Qila, Lo gak pulang?" tanya Siska.
"Qila sebentar lagi pulang kok." Aqila kembali menoleh melihat Adhim yang berada di luar.
"Lo gue tinggal nih," ancam Siska.
"Eh jangan nanti kalau Siska pulang, Qila sama siapa pulangnya?" Aqila langsung berdiri dan berjalan ke luar. Di depan pintu sudah ada yang berdiri Aqila sempat mengenalnya. Ya itu Hendrik yang tadi nganterin dan ngobatin dia di ruang kesehatan.
"Hendrik Lo ngapain di sini?" tanya Siska.
"Gue mauuu—," kata-katanya menggantung dan langsung menarik tangan Aqila sontak membuat Aqila terkuejut.
"Eh Hendrik mau bawa Qila kemana?" Aqila manghentikan Hendrik.
"Pulang sama gue ya?" ajak Hendrik dengan penuh harapan. Saat Hendrik melihat Aqila pertama kali, dia udah suka sama Aqila.
"Gak bisa Qila pulang sama, Adhim," jawabnya lembut.
"Adhim? Cowok yang sok ganteng itu?" kata Hendrik kesal.
"Emang Adhim ganteng kan?" jawabnya polos
seketika Adhim melihat mereka dan melewatinya.
"Adhim tunggu Qila," teriak Aqila. Adhim tidak menoleh kepada Aqila. "Adhim ... tunggu Qila," sambung nya sambil teriak, seketika Adhim menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Aqila.
"Lo bisa gak, gak teriak-teriak? Kuping gue bisa bedeg tau gak sih!" kata Adhim sinis.
"Ya maaf, Qila gak tau," balasnya lembut,
Adhim langsung pergi begitu saja meninggalkan Aqila sendirian.
"Qila harus kuat gak boleh nyerah," katanya sendiri. Aqila langsung berlari menuju parkiran dan mencari sosok yang membuatnya selalu ingin mendekatinya. Aqila menemukan Adhim sedang menghidupkan motornya dan langsung menghampirinya.
"Adhim Qila mau ikut pulang boleh gak?" tanya Aqila kepada Adhim.
"Lo bisa kan naik angkut atau ojek," katanya ketus.
"Qila gak mau, Qila maunya sama Adhim," rengek Aqila.
Adhim langsung melajukan motornya keluar dari parkiran.
"Aqila ..." teriak dari belakang sehingga Aqila menolehnya. "Lo kenapa?"
"Qila gak papa kok," jawab Aqila, ia tidak mau memperlihatkan kesedihannya.
"Lo jangan bohong sama gue. Gue emang baru sehari ketemu Lo, tapi mata Lo gak bisa bohongin gue, La," jelas Siska khawatir.
"Qila gak papa kok, Sis." Aqila memberikan senyuman manisnya.
"Ya udah, kita pulang aja yu," ajak Siska sambil memegang pergelangan Aqila.
"Qila pulang sendiri aja," jawabnya berat.
"Lo searah kan rumahnya sama gue? Ya udah ayo." Siska menarik tangan Aqila
"i—iya," jawabnya gugup.
Hendrik melihat kejadian tadi di parkiran, ia langsung melajukan motornya keluar dari sekolah.
Pagi ini Aqila berangkat lebih awal dari kemarin, suasana di parkiran cukup sepi. Aqila melihat sekeliling dia tidak menemukan apa yang ia cari. Ya, motor milik Adhim Aqila mencarinya. Ia langsung memasuki kelas Adhim, dia tau tentang Adhim dari Siska kemarin. Aqila langsung berjalan menuju kelas Adhim yang tidak jauh dari kelasnya, setelah sampai di kelas IPA-2 dia langsung duduk di bangku yang biasanya ditempati Adhim.
'Gini ya rasanya duduk di bangku adhim' kata hatinya.
Seketika datang 3 orang cowok unag mendatangi Aqila.
"Lo anak baru ya? Ngapain di sini?" tanya seorang cowok kepada Aqila.
"Kenalin aku Aqila Anatasya dari kelas IPA-4, panggil aja Qila. Qila ke sini mau ketemu Adhim." Aqila memberikan senyumannya yang manis. "Ini Qila bawa bekal untuk Adhim dimakan ya." Aqila meletakkan tempat makan yang berisi nasi goreng di atas meja, ia langsung pergi meninggalkan mereka bertiga.
Sesampainya di kelas hanya ada beberapa siswa yang ada di sana, Aqila langsung saja duduk di bangkunya.
"Siska belum datang, apa Qila ke kantin aja ya? Lagi pula Aqila belum sempat sarapan tadi." Aqila berdiri dan berjalan menuju kantin.
"Aqila ...," teriak seseorang. Aqila langsung menoleh ke belakang, ternyata itu Hendrik.
"Lo mau ke kantin ya?"t anya Hendrik.
"Iya," balasnya singkat.
"Kalau gitu bareng aja, gue juga mau ke kantin," ajak Hendrik, Aqila mengangguk saja.
Sesampainya di kantin mereka duduk berdua, suasana kantin pagi ini sepi karena masih banyak siswa yang belum datang.
🍁🍁🍁
"Kita ke kantin yu Dhim," kata Hans salah satu teman Adhim.
Adhim mempunyai 2 orang sahabat yang bernama Hans dan Fatih mereka selalu bersama ke manapun pergi.
"Kalian aja," jawab Adhim malas.
"Mentang-mentang Lo udah dapet sarapan. Lo gak mau pergi ke kantin?" Setelah mendengat perkataan Fatih, Adhim langsung menatap Fatih dengan sinis dan memandang kotak makan yang tadi di berikan Aqila.
Adhim langsung berdiri membawa kotak makan itu, lalu pergi meninggalkan kedua temannya itu.
"Dhim Lo mau ke mana?"t anya Fatih. Adhim tidak menjawab pertanyaan dari Fatih. Mereka langsung berjalan menuju kantin.
"Dhim ... Dhim. Liat tuh pacar lo lagi sama siapa." Kata-kata itu membuat Adhim melihat Aqila dengan tajam.
"Yang sabar ya, Bro." Hans menepuk bahu Adhim.
"Gue gak punya pacar," balas Adhim ketus.
"Udah lah Dhim, lo jangan sungkan cerita sama kita iya gak, Tih."Adhim langsung menduduki bangku yang ada di ujung kantin.
Aqila melihat Adhim dan langsung duduk di hadapannya.
"Aqila, Lo mau ke mana?" tanya Hendrik
"Qila mau nyamperin calon pacar Qila," balas Aqila, ia senyum sendiri.
"Adhim, minta nomor hp," ucap Aqila sambil menyodorkan handphone nya. Adhim tidak merespon bahkan melihatnya pun tidak.
"Adhim, Qila minta nomor hp," ucapnya sekali lagi, nadanya naik beberapa oktaf. Tetapi Adhim masih tidak merespon dan melirik Aqila sedikitpun.
"Qila boleh gabung gak sama kalian di sini?" tanya Aqila ia langsung duduk di hadapan Adhim.
"Apa sih yang gak boleh buat, Qila" kata Hans. Aqila terus melihat Adhim ia tidak menyentuh makanan yang di pesannya tadi.
"Qila, Lo mau makan makanan Lo gak?" tanya Hans memastikan.
"Liat Adhim aja Qila udah kenyang kok," jawab Qila yang dari tadi melihat ke arah Adhim.
"Makanannya buat gue aja ya? Daripada mubajir, kan sayang." Hans langsung mengambil makanan Aqila
"Adhim" panggil Aqila lembut.
"Hmm ...."
"Nasi goreng buatan Qila enak ya?" tanya Aqila dengan penuh percaya diri.
"Gak tau," jawabnya singkat.
"Kok gak tau?" tanya Aqila heran.
"Maaf La, bekel yang Lo kasih ke Adhim udah gue makan." Fatih angkat bicara.
"Iya gak papa, besok Qila bawa makanan lagi untuk Adhim. Adhim harus makan ya." Terasa ada yang menusuk hatinya, tetapi Aqila berusaha tetap tersenyum.
Hendrik yang dari tadi melihat kejadian itu langsung pergi ke kelasnya.
"Ya udah, Qila pergi ke kelas dulu," pamit Aqila kepada Adhim, Hans dan Fatih.
🍁🍁🍁
"Qila pergi ke kantin yu," ajak Siska.
"Gak mau, Qila gak laper," sahut Aqila dengan wajah kusut.
"Lo gak makan juga gak papa, temenin gue ya." Siska menarik tangan Aqila.
"Kita duduk di sana aja yu," kata Siska, Aqila mengangguk pelan.
"Gue boleh duduk di sini gak?" tanya Hendrik yang tiba-tiba datang.
"I— iya boleh," balas Siska gugup.
"Siska kenapa gugup liat Hendrik?" tanya Aqila kepo.
"Gak kok, biasa aja." Seketika pipi Siska memerah.
"Jangan-jangan Siska suka ya sama, Hendrik ya?" kata Aqila menyelidik.
"e— eng— engga," jawabannya kembali gugup.
"Udah jangan bohong sama Qila, Qila tau kok."
"Lo tau dari mana? Gu— gue suka sama Hendrik?" tanya Siska terheran-heran
"Tuh kan bener, Qila tadi cuman bohong supaya Siska jujur sama Qila." Aqila cengengesan.
"Kalian lagi ngomongin apa sih? Kayanya seru banget," tanya Hendrik kepo.
"Kita lagi ngomongin ka—" Belum selesai Aqila bicara Siska menyergahnya.
"Kita lagi ngomongin Karina yang sekelas sama kita, iya gak, La?" Siska langsung memegang pundak Aqila.
"Hah! I— iya," jawabnya gugup.
"Oh ... kirain lagi ngomongin gue," kata Hendrik percaya diri.
"PD banget sih, Lo," ledek Siska.
"Biarin."
"Kita mau ke kelas duluan ya," kata Siska.
"Terus gue di sini sama siapa?"
"Ya kan banyak siswa di sini Lo gabung aja sama mereka, simpel kan?" tukas Siska.
"Lo! Yaudah gue juga mau ke kelas." Aqila, Siska dan Hendrik kembali ke kelas.
Saat Aqila dan Siska sampai di kelas Aqila masih bertanya-tanya tentang Siska suka sama Hendrik.
"Siska Qila boleh nanya gak?" tanya Aqila memastikan.
"Boleh."
"Siska beneran suka sama Hendrik?"
"Kenapa Lo nanya gitu?" tanya Siska sinis.
"Qila mau tau doang, soalnya sikap Siska pas liat Hendrik beda."
"Gue akan kasih tau Lo, tapi Lo gak boleh cerita ke siapapun," tawar Siska.
"Oke, Qila janji."
"Gue sebenarnya udah lama suka sama Hendrik."
"Kenapa Siska suka sama Hendrik?" tanya Aqila kepo.
"Waktu itu dia nyelametin gue dari begal. Dari situ gue udah suka sama Hendrik," jelas Siska.
Seketika bel masuk berbunyi semua siswa kembali masuk ke kelas. Aqila mau tau banyak tentang mereka, tapi tiba-tiba ada guru yang datang sehingga pelajaran pun di mulai.
🍁🍁🍁
Pulang sekolah suasana parkiran ramai, Aqila pulang terlebih dahulu supaya bertemu dengan Adhim. Aqila terus mencari Adhim di parkiran dan ia menemukannya.
"Adhim," panggil Aqila sambil melambaikan tangannya. Adhim melihat Aqila dengan tajam.
"Adhim Aqila boleh gak bareng Adhim?"
"Gak boleh!"
"Adhim tolong Qila kali ini aja, ya."
"Gue gak mau!" jawabnya tegas.
"Adhim kok gitu sih sama Qila?" Aqila memanyunkan bibirnya.
"Terserah gue." Adhim langsung menyalakan motor nya tiba-tiba Aqila naik di motornya.
"Qila ikut sama Adhim ya."
"Turun gak," kata Adhim sinis.
"Qila gak mau Qila mau sama Adhim."
"Turun gak!" Adhim membentak Aqila. Aqila pun turun dari motor Adhim.
"Adhim ..." panggilnya lembut.
"Apa?" tanya Adhim ketus.
"Qila gak ada temen pulang." Aqila menundukkan kepalanya.
"Itu urusan, Lo," kata Adhim dingin.
"Kalau Qila nanti naik angkut, gimana kalau Qila di rampok? Kalau nanti Qila naik ojek, gimana kalau Abang ojeknya bawa Qila ke tempat uang sepi?"
"Lo bisa diem gak?" kata Adhim sambil menutup telinganya dengan tangan.
"Gak bisa, Qila emng gini orangnya gak bisa diem," jelasnya. "Qila boleh ikut sama Adhim ya? Boleh ya? Boleh ya?" Aqila memohon.
"Ya udah, naik cepetan!"
"Beneran?" tanyanya.
"Bener."
"Bener Qila bareng sama Adhim?" kembali memastikan.
"Iya Aqila Anatasya ..." Aqila langsung duduk di belakang Adhim. Adhim melajukan motornya dengan kecepatan normal.
"Adhim engga mau mampir dulu?" tawar Aqila
"Gak."
"Adhim nganter Qila terpaksa ya?"
"Terpaksa banget," jawabnya dingin.
"Maafin Qila ya."
"Hmm ... " Kemudian Adhim langsung melajukan motornya dan pergi meninggalkan Aqila sendirian.
"Qila." Sambil mengetuk pintu kamar Aqila. Suara itu terdengar pamiliar di telinga Aqila
Saat membuka pintu, Aqila melihat seorang wanita berdiri di depan pintu kamarnya, tentunya lebih tua dari dirinya. Dia adalah ibunya Aqila yang bernama Asti.
"Mamah?" Aqila langsung memeluknya
"Mamah kapan ke sini?" tanya Aqila yang masih berada dalam pelukannya.
"Tadi malam."
"Kok Qila gak tau mamah ke sini?" kata Aqila, air matanya seketika menetes tak bisa menahannya lagi.
"Tadi malam pas mamah ke kamar kamu, kamu udah tidur jadi mamah mau buat surprise buat kamu," kata Asti yang dari tadi
memegang tangan Aqila. "Udah kamu jangan nangis lagi udah besar malu. Kita ke bawah yu, mamah udah masak kesukaan kamu," sambung Asti.
"Mamah duluan aja, nanti Qila nyusul," kata Aqila kembali mengusap air matanya yang dari tadi membasahi pipinya.
"Ya udah cepetan ya semuanya udah nunggu di bawah." Asti berjalan beberapa langkah
"Mah ...," Aqila memanggil
"Iya, Nak?"
"Apa papa datang ke sini juga?"
"Iya," jawab Asti tersenyum.
"Beneran mah? Ya udah nanti Qila ke bawah nya, Mah." Aqila langsung masuk ke kamarnya dan siap siap.
Asti senyum sendiri melihat timah laku anaknya itu. 'Aqila ... Aqila,' katanya di dalam hati.
Pagi ini Aqila sangat bahagia, saking bahagianya dia gak berhenti senyum sendiri.
"Selamat pagi," sapa Aqila kepada semua yang sedang menyiapkan sarapan pagi.
"Pagi Qila," jawab serempak semuanya.
"Hai papa. Qila udah kangen banget sama papa." Aqila memeluknya dengan erat. Papa Aqila bernama Saddam.
"Papa juga kangen banget sama kamu, gimana sekolah baru kamu?" Saddam melepaskan pelukannya dan memegang bahu Aqila.
"Seru banget pah, murid di sana ramah-ramah," jelasnya sedikit tentang SMA Nusantara.
"Syukur kalau gitu. Sekarang kita sarapan dulu, terus nanti papa ajak jalan-jalan sama mamah dan nenek juga." Saddam duduk disebelah anaknya.
"Aqila. Mamah sama papa kamu mau tinggal di sini." kata Asti. Aqila tiba-tiba tersedak.
"Kamu gak papa, kan?" tanya Asti khawatir.
"Beneran, Ma? Qila seneng banget, jadi nenek gak kesepian lagi." Aqila senyum dengan penuh bahagia.
🍁🍁🍁
"Dhim ...," panggil mamahnya.
"Iya mah?" teriak Adhim dari dalam kamar.
"Kita pergi yu," ajak mamahnya.
"Adhim lagi males mah."
"Ayo dong Dhim temenin mamah ya."
'Gue males banget,' keluh Adhim dalam hati, kemudian Adhim membuka pintu kamarnya.
"Emangnya mamah mau ke mana sih?" tanya Adhim kepo.
"Mamah mau ketemu temen mamah, udah lama gak ketemu. Temenin mamah ya," rengek mamah nya.
"Ya udah Adhim siap-siap dulu."
"Mamah tunggu di depan, oke."
"Oke, mamah tunggu di depan." Asti berjalan menuju depan rumahnya.
'Males banget, tapi apalah dayaku." Adhim mendengus dengan keras.
"Adhim cepetan! Nanti telat nih," teriak mamahnya dari luar tidak ada respon dari Adhim. "Adhim ..." Kembali teriak untuk memastikan.
"Iya mah sabar napa."
"Kamu lama banget sih."
"Salah mamah ngajak pergi mendadak jadinya kaya gini," keluh Adhim.
"Ya udah ayo jalan, naik mobil mama aja."
"oke bos."
🍁🍁🍁
Pukul 15.30 mereka pergi jalan-jalan dengan menggunakan mobil milik papa dan mama Aqila.
"Pa, kita pergi jalan ke mana?" tanya Aqila bingung.
"Nanti juga tau."
Dalam perjalanan mereka bercerita dan tertawa bersama. Mereka berhenti di sebuah cafe yang cukup ramai dan mahal.
"Pa kenapa kita ke sini?" tanya Aqila.
"Di sini kan tempatnya bagus dan makanannya juga enak jadi sekaligus kita makan malam. Mama kamu juga mengundang temannya untuk makan di sini," jelasnya.
"Oh ... gitu. Temen mamah namanya siapa, Pah?" tanya Aqila kepo.
"Kalau gak salah namanya Ti ... Papa lupa namanya." Saddam menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Tiara pah," sambung Asti.
"Nah itu Tiara." Saddam nyengir. Merekapun masuk ke cafe dan duduk di kursi yang sudah mereka pesan sebelumnya.
🍁🍁🍁
"Kamu ikut masuk ya, Dhim," ajak mamahnya kepada Adhim.
"Mamah aja, Adhim tunggu di sini."
"Kamu mau ngapain di sini coba? Mending ikut mamah ke dalam." Mamahnya membuka pintu mobil dan keluar. "Kamu mau ke dalam atau mamah kunci kamu di dalam?" ancam mamahnya.
"Iya, iya Adhim ikut. Puas?" katanya kesal.
"Puas banget." Mamahnya nyengir, "Ya udah ayok masuk," sambung nya.
🍁🍁🍁
"Ma, temen mamah belum datang juga?"tanya Aqila.
"Nanti juga datang, katanya sih sebentar lagi sampai."
"Qila ke toilet dulu ya mah kebelet nih." Aqila sedikit berlari menuju toilet.
Tak berlangsung lama kemudian datang seorang wanita dan laki-laki menghampiri keluarga Aqila.
"Asti," panggil seseorang.
"Tiara. Gimana kabarnya?" Asti memeluk sahabatnya itu.
"Alhamdulillah baik."
"Kenalin ini suami gue dan ini ibu gue. Ini siapa, Ra?"
"Salam kenal. Ini anak gue." Tiara langsung melirik Adhim. "Perkenalkan diri kamu," bisik Tiara.
"Hah! Hai Tante nama saya Adhim," sambil mengulurkan tangannya.
"Kalau gitu silakan duduk Tiara, nak Adhim."
"Iya terima kasih Tante," kata Adhim sambil duduk.
"Mamah." Aqila menepuk bahu Asti mamahnya.
"Eh Aqila, ini temen mama." Jarinya menunjuk ke arah Tiara.
"Hallo Tante Tiara, kenalin aku Aqila Anatasya."
"Ra, ini anak gue."
"Wah anak lo udah gede aja ya, Ti" mereka berdua tertawa.
Ketika duduk Aqila melihat cowok sedang meminum minumannya. 'Ada Adhim juga? Jadi Adhim anaknya Tante Tiara?' Sontak membuat Aqila terkejut.
"Aqila kamu sekolah di mana, Nak?"btanya Tiara.
"Aku sekolah di SMA Nusantara kelas X-IPA 4, Tante," jelasnya singkat.
"Kalau gitu sama dong sama Adhim, dia juga sekolah di sana," cerita Tiara. "Kamu kenal sama Adhim?" sambung Tiara.
"Kenal kok Tante, kenal banget malah." Aqila nyengir. Adhim menatapnya tajam.
"Bagus kalau gitu, jadi kita gak perlu susah untuk jodohin kalian," kata Tiara.
Mendengar kata-kata Tiara, Aqila dan Adhim melongo.
"Kamu sampai gitu amat santai kali Dhim, mamah cuman bercanda iya gak, Ti?" merekapun tertawa tapi tidak dengan Aqila dan Adhim. Aqila terus melihat ke arah Adhim yang tidak bereaksi apa-apa. Adhim langsung pergi meninggalkan meja itu.
"Dhim, kamu mau ke mana?" tanya Tiara.
"Pindah meja," jawabnya singkat.
"Maaf ya, sikap Adhim memang gitu," kata Tiara kepada semuanya.
hening....
"Mah, Qila mau ke sana dulu ya." Aqila berdiri dan menghampiri Adhim yang duduk di ujung.
"Adhim ..." panggil Aqila. Adhim tidak melirik sedikitpun. Aqila pun duduk di hadapan Adhim.
"Maafin Qila." Suaranya terdengar berat.
"Kenapa Lo bilang, kalau Lo kenal sama gue?" tanyanya dingin.
"Qila cuman ngomong sejujurnya, Qila gak mau bohong, Qila juga gak tau kalau Adhim bakal marah sama Qila. Tapi Qila seneng Adhim ada di sini, jadi Qila ada te ..." jelas Aqila.
"Udah ngomongnya?"
"Belum," jawabnya lembut.
"Gue gak mau denger Lo ngomong lagi ngerti?"
"Ta—tapi Adhim Qila mau nge—"
"Lo budeg gak? Gue bilang Lo berhenti ngomong!" bentak Adhim. Aqila menundukkan kepalanya dan seketika air mata menetes tapi dia langsung menghapusnya karena gak mau Adhim tau.
"Maafin atas kesalahan Qila tadi. Qila mau balik ke mamah." Aqila berdiri dan berjalan dengan menundukkan kepalanya.
"Aqila kamu dari mana?"tanya Asti.
"Si sana mah."
"Ya udah kamu makan dulu."
"Qila gak laper mah, Qila mau pualng aja."
"Ya udah kita pulang." Asti berpamitan kepada Tiara. "Ra, gue mau pulang dulu ya."
"Kita pulang bareng aja kan rumah Lo dan rumah gue hampir searah jadi bareng aja," saran Tiara.
"oke." Asti mengangguk.
"Aqila kamu liat Adhim gak?" tanya Tiara
"A—Adhim lagi duduk di ujung sana, Tante," kata Aqila sambil menunjuk ke arah ujung cafe.
Mereka semua berjalan keluar dari cafe dan pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, Aqila langsung pergi ke kamar dan tidur tengkurap di kasur.
"Kenapa Adhim bersikap gitu ke Qila? Salah Qila apa? Qila udah minta maaf tadi," bisik Aqila, air matanya tidak bisa di tahan lagi.
"Tapi Qila harus kuat, Qila gak boleh nyerah sampai sini. Qila akan buktiin ke Siska kalau Qila bisa," sambungnya tak berapa lama Aqila tertidur lelap.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!