Seorang gadis muda berusia dua puluh satu tahun sedang bersiap untuk bekerja. Ia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang seksi. Bekerja di sebuah club malam membuatnya terpaksa memakai pakaian seperti itu. Yah, meskipun hanya seseorang yang bertugas membersihkan kamar-kamar dan juga ruangan yang ada di club malam seperti dirinya.
Namanya Sandra Tania Winata.
Sandra merapikan penampilannya sekali lagi. Memastikan make up yang sengaja ia aplikasikan agar wajahnya terlihat biasa saja. Dengan sebuah ta7i lalat di pipi kanannya, alis yang ia buat cukup tebal dan wig kriting terpasang di kepalanya. Jika seseorang yang terbiasa bertemu dengannya melihat penampilannya yang seperti itu, sudah dipastikan tidak akan mengenalinya jika Sandra tidak mengeluarkan suaranya.
Hal ini perlu ia lakukan agar ia selamat selama bekerja di tempat yang penuh dengan hasrat laki-laki hidung belang. Selain itu, ia tidak mau ada yang mengetahuinya bekerja di tempat yang seperti itu.
Sandra, anak pertama dari Tomy Prasetya Winata. Ibunya telah meninggal saat ia berusia delapan tahun. Dan satu tahun setelahnya papanya menikah lagi dengan seorang janda beranak satu bernama Ani Trisnawati. Dan membawa anaknya bernama Vina Asfani tinggal bersama.
Setelah kedatangan ibu tiri dan adik tirinya, kehidupan tenang dan bahagia Sandra berubah total. Ibu tiri dan anaknya selalu memperlakukan ia dengan buruk ketika Tomy sedang tidak berada di rumah. Mereka memperlakukan Sandra seperti seorang pembantu.
Sebenarnya Sandra sangat ingin melaporkan apa yang ia alami pada papanya, namun ia selalu diancam jika akan dibunuh jika berani mengadu. Sandra kecil tentu sangat ketakutan.
Bertahun-tahun berlalu, Sandra sudah terbiasa menerima sikap dari sang ibu dan saudara tirinya. Namun ia sudah tidak tahan lagi sekarang.
“Jadi kamu ingin mengadu pada papa?” tanya gadis yang dua satu tahun lebih muda dari Sandra. Gadis itu baru saja merebut buku tabungan Sandra saat Sandra hendak pergi ke bank untuk mencairkan uangnya. Ia baru menerima transfer dari papanya.
“Kamu sudah keterlaluan. Uang itu untuk membayar kuliahku semester depan.” Sandra adalah mahasiswi jurusan management semester enam.
“Kau itu tidak perlu kuliah. Menghabiskan uang saja. Jika mama menemukan laki-laki yang sesuai untukmu, kau juga akan segera menikah dan menjadi ibu rumah tangga.” Ejek Vina.
“Tidak. Aku akan menuntaskan kuliahku. Aku akan mengadukan ini pada papa.” Sandra hendak berbalik. Namun ia segera berhenti ketika mendengar suara wanita yang lain.
“Lakukanlah jika kamu ingin Tomy mati karena serangan jantung.”
Satu bulan yang lalu, Tomy memang sempat dirawat di rumah sakit akibat serangan jantung yang menyerangnya. Keadaan Tomy sempat kritis. Hampir tak tertolong. Tentu saja Sandra tidak mau kejadian serupa terulang kembali.
“Lalu bagaimana aku bisa membayar biaya kuliahku?”
“Bekerja. Buat apa kau punya tangan dan kaki.” Ucap Ani dingin.
“Jika kau ingin dapat uang yang banyak dalam waktu yang cepat, kau bisa memanfaatkan wajahmu yang jelek itu. Jual tubuhmu. Aku yakin banyak yang akan mau.” Ejek Vina.
Tanpa menjawab, Sandra berjalan meninggalkan kedua orang ibu dan anak itu. Ia lebih baik mengalah.
Dan begitulah, mulai hari itulah ia mencari pekerjaan. Sudah banyak tempat ia datangi untuk bekerja. Tapi tidak satupun yang ia dapat. Seminggu berlalu, namun belum juga ia mendapat pekerjaan yang sesuai. Akhirnya ia pun nekat menerima tawaran salah satu temannya yang sudah terlebih dahulu bekerja di club malam.
Dari awal Sandra sudah menyamarkan penampilannya agar tidak ada yang mengenalinya dan mendapatkan pekerjaan dengan aman.
“Kenapa kamu malah menyamarkan penampilanmu seperti ini sih?” Nesya yang sedari awal tidak menyetujui keputusan Sandra berdecak kesal melihat Sandra keluar dari ruang ganti.
“Sudahlah. Aku disini untuk bekerja untuk membiayai kuliahku.”
“Bekerja di depan sepertiku bahkan mendapatkan gaji yang lebih banyak.” Rayu Nesya. Dia bekerja sebagai pelayan. Kadang juga menemani tamu yang ingin minum maupun mempunyai kebutuhan biologis. Dia pun siap, tentu saja Sandra tidak menginginkan yang seperti itu.
“Tidak Nes. Aku cukup disini saja.” Sandra berhenti di barisan kamar dan juga ruangan VIP yang ada di bagian dalam club malam.
“Baiklah. Terserah kamu saja.” Nesya melangkah meninggalkan Sandra yang sudah bersiap mengambil sapu dan peralatan kebersihan lain.
Sandra menemui atasannya. Meminta petunjuk kamar mana yang harus ia bersihkan. Sandra hanya membersihkan ruangan atas petunjuk dari sang manager.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sandra memasuki sebuah kamar, ia menggelengkan kepalanya. Kamar yang harusnya rapi sudah berubah seperti baru terjadi perang. Bantal, guling dan selimut sudah tidak berada di tempatnya. Sepray yang berada di atas ranjang bahkan lebih parah lagi keadaanya.
Beberapa bercak kental masih terlihat jelas di atas sepray yang sudah kusut tak beraturan. Pemandangan ini sudah hal biasa bagi Sandra, namun gadis itu masih saja merasa ngilu.
Dengan sigap ia segera menarik sepray dan memasukkannya ke dalam keranjang yang ia bawa. Kemudian segera menggantinya dengan yang baru. Pun dengan sarung bantal dan guling yang ia lepas dan ia ganti. Setelah itu kembali ia tata di atas ranjang dan mengambil selimut baru dari dalam lemari.
Selesai dengan bagian ranjang, Sandra mengambil kemoceng dan sapu. Membersihkan lantai supaya bersih. Setelah itu, ia menyemprotkan pengharum ruangan agar bau percintaan yang sudah mulai akrab di hidungnya tidak lagi menari-nari di udara.
“Huft. Lelah sekali.” Sandra mengusap pelipisnya yang berkeringat. Ia duduk di pinggiran ranjang. Biasanya kamar baru akan dipakai setengah jam setelahnya. Jadi ia masih bisa istirahat di sana sebentar.
Ceklek...
Suara pintu terbuka. Sandra langsung menoleh dan berdiri. Sandra tidak bisa tidak panik. Ia segera mengambil perlengkapan kebersihannya dan berniat pergi. Firasatnya buruk akan hal itu.
Di balik pintu, seorang laki-laki tampan baru saja masuk ke dalam ruangan dengan sempoyongan. Terlihat sekali jika ia sedang mabuk berat.
Langkah Sandra yang hendak keluar tertahan akibat tarikan di pergelangan tangannya. Ia menoleh pada pemilik tangan yang tersenyum nakal padanya.
“Mau kemana? Aku sudah membayarmu malam ini.” Ucapnya.
“Maaf tuan. Anda salah sangka. Saya hanya petugas kebersihan. Saya bukan wanita penghibur.” Jawab Sandra panik.
“Hahaha. Tidak masalah. Yang penting adalah kamu bisa dinikmati.” Ucap laki-laki itu sambil menarik tangan Sandra dengan keras sebelum melemparnya ke atas ranjang.
Sebenarnya laki-laki itu juga merasa heran karena penampilan Sandra yang jauh dari kata cantik sebagai seorang penghibur. Namun karena penolakan yang diterima dari seorang wanita untuk yang pertama kalinya, ia merasa terhina. Ia memutuskan harus mendapatkan Sandra, tidak peduli jika Sandra menolaknya.
“Tidak tuan. Anda sa...” Ucapan Sandra terpotong karena bibirnya sudah terbungkam. Sandra berusaha mendorong tubuh yang sudah mengungkungnya. Namun usahanya sia-sia saja.
“Ah tuan! Lepaskan saya!" Teriak Sandra saat laki-laki itu melepaskan bibirnya dan berganti ke bagian lehernya.
Namun apapun yang dilakukan Sandra tidak ada gunanya. Laki-laki itu terlalu mendominasi. Tenaga Sandra jelas tidak sebanding dengan tenaganya.
Setelah itu, hanya ada suara des4han dan tangisan kecil yang terdengar. Entah berapa jam Sandra menerima siksaan semacam itu. Bahkan ia sampai pingsan karena kehabisan tenaga. Namun pihak lain masih cukup mempunyai tenaga untuk melanjutkannya sendiri.
*
*
*
Hei hei hei....
Selamat datang di novel terbarunya akoh yang kesekian. Ehehe. Nggak kerasa udah berhasil nulis beberapa cerita meskipun ada yang tidak tuntas. Ehehehe...
Seperti biasanya ya, like, vote dan komen-komen manja ditunggu. Jangan lupa favorit in juga ea. Dukung karya akoh ini. Thank you Reader 🥰
Lop yu puulll ♥️
Seorang laki-laki tampan dengan handuk melilit tubuh bagian bawahnya. Dia lah laki-laki yang telah menodai Sandra semalam.
Sean Henry Kingston, seorang CEO dari Kingston Company. Seorang CEO yang tegas dan kejam pada setiap musuhnya. Sebenarnya dia bukanlah seorang cassanova yang bisa Gonta ga to wanita tiap malam. Dia hanya sesekali pergi ke club malam ketika ia sedang banyak pekerjaan yang menguras otaknya.
Dan malam itu, ia datang bersama sang sekretaris setelah menghadiri pertemuan dengan salah satu rekan bisnisnya di restoran tak jauh dari club. Karena minum terlalu banyak iapun mabuk dan meminta sekretaris nya untuk memesankan kamar sekaligus wanita untuknya.
Saat ini, ia mengamati seorang gadis yang masih terlelap di atas ranjang dengan tubuh polos yang tertutup selimut. Mata gadis itu terlihat sembab akibat menangis semalaman.
“Rupanya ia menangisi keperawanannya?” gumam Sean saat melihat bercak merah di salah satu bagian sepray yang tidak tertutup selimut.
Sandra menggeliat. Hingga wig yang dipakainya longgar. Hal ini terlihat oleh Sean. Pria itu mengulurkan tangannya untuk membuka wig Sandra.
“Wanita ini menutupi penampilannya rupanya.” Gumam Sean lagi. Kemudian ia melihat ta7i lalat besar yang semalam sangat jelas terlihat. Rupanya pagi ini pun tidak terlihat.
Ketika Sean bangun tadi, ia tidak memperhatikan wajah Sandra. Jadi ia tidak sadar jika ta7i lalat palsu dan juga alis buatan Sandra telah hilang. Luntur akibat keringat aktivitas malam tadi.
Sean mengamati wajah Sandra dari dekat. Kulit putih bersih, bibir merah tipis alami terlihat menggoda. Hanya saja sembab di matanya yang merusak penampilan cantik alami itu.
“Hem... Sayang sekali aku tidak punya banyak waktu saat ini. Jika tidak, Pasti akan sangat nikmat mengulangi yang semalam dengan wajah cantikmu ini.” Gumam Sean sambil mengelus pipi Sandra yang membuat gadis itu menggeliat.
Sean berjalan menjauh. Memakai pakaian yang sudah dibawakan oleh sekretaris nya pagi ini. Setelah penampilan nya rapi, ia mengeluarkan sebuah cek kosong dan meletakkan nya di atas meja, dia mengambil ponsel Sandra yang ada di lantai dan meletakkannya di atas cek kosong tersebut. Setelah itu, ia keluar dari kamar.
Sandra yang mendengar suara pintu tertutup mulai mengerjakan kedua matanya. Ia kemudian menarik tubuhnya ke posisi duduk. Dia mendesis saat merasakan remuk di seluruh tubuhnya. Seketika, bayangan adegan panas semalam masuk ke dalam ingatannya. Ia kembali menangis.
“Jadi yang semalam bukan mimpi.” Ucapnya setelah ia berhasil menghentikan tangisnya.
Ia menguatkan diri untuk turun dari ranjang. Ia melilitkan selimut untuk menutupi tubuh polos nya. Dengan tertatih Sandra berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sandra keluar dari kamar mandi dengan memakai bathrobe yang tersedia di dalam. Kemudian mengambil pakaian baru yang ia temukan di dalam paperbag yang sepertinya disediakan oleh laki-laki semalam. Ia tidak mau ambil pusing dari pada ia harus telanjang sampai ke ruang ganti karyawan.
Ketika ia hendak mengambil ponselnya di atas meja, ia menemukan cek yang ditinggalkan Sean untuknya.
Sandra membaca nama di bawah tanda tangan. “Sean Henry Kingston?” Sandra berpikir jika nama itu tidak terlalu asing. Tapi siapa dia?
Tidak menemukan jawaban atas pertanyaan nya, Sandra menyerah. Ia mengambil wig dan juga bahunya yang sudah robek. Ia masukkan ke dalam paperbag sebelum keluar kamar. Akan ia buang, pikirnya. Ia membiarkan saja kamar berantakan yang biasanya adalah tugasnya untuk merapikan. Lagi pula, pekerjaannya sudah berakhir pukul dua belas malam.
Sandra baru sampai di rumah saat seluruh keluarganya sudah tidak berada di rumah. Tomy sudah berangkat ke luar kota sejak kemarin sore, Ani sedang ada arisan bersama teman-teman sosialitanya, sedangkan Vina sudah berangkat kuliah. Hanya ada beberapa pembantu yang ada.
“Non Sandra dari mana saja?” tanya bi Sumi yang langsung menghampiri saat melihat Sandra masuk ke dalam rumah.
“Aku capek Bi Sumi. Aku akan istirahat di kamar.”
“Apa mau sarapannya bibi antar ke kamar?” tanya bi Sumi khawatir.
“Tidak perlu bi. Terima kasih.” Sandra menyeret kakinya. Masuk ke dalam kamarnya yang ada di lantai dua.
Bu Sumi memandang Sandra dengan rasa iba. Ia sudah bekerja di keluarga Winata sejak masih muda. Ia merasa kasihan pada Sandra yang setiap hari menerima perlakuan tidak adil dari ibu dan adik tirinya.
Sandra tidak lupa mengunci pintu kamarnya. Hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Sandra duduk di depan meja rias. Mendongakkan kepalanya guna melihat bercak-bercak merah yang ada di lehernya. Menutupinya dengan foundation agar tidak terlihat. Abaikan saja yang ada di tempat lain. Yang paling penting adalah di leher dan juga bahunya. Ia tidak boleh membiarkan orang lain melihatnya.
Setelah itu, ia merebahkan dirinya untuk tidur. Rasanya, semua badannya sakit dan pegal. Matanya sudah sangat mengantuk.
Suara berisik di luar kamarnya membangunkan Sandra. Gadis itu melihat jam dinding di kamarnya. Ternyata sudah jam tiga sore. Tak terasa ia sudah tertidur sangat lama.
Brak brak brak
Seseorang menggebrak pintu kamar Sandra dengan keras.
“Sandra keluar kamu!” terdengar suara Ani memanggilnya dengan keras. Sandra dengan malas turun dari ranjang. Melihat penampilan nya untuk memastikan tidak ada yang curiga kejadian semalam terjadi padanya.
“Ada apa Ma?” tanya Sandra setelah ia membuka setengah pintu kamarnya.
“Dari mana kamu semalam hah!?” Ani berteriak.
“Semalam aku lembur. Karena sudah terlalu malam, aku mengantuk dan memutuskan untuk menginap di rumah Nesya." Alasan ini memang sudah ia siapkan tadi pagi.
“Jangan berbuat macam-macam Sandra. Aku tidak ingin kamu membuat malu keluarga dan berdampak buruk pada Vina anakku.” Umpat Ani.
“Iya-iya.” Jawab Sandra malas. “Sudah kan? Kalau tidak ada yang lain aku mau mandi. Gerah.” Lanjutnya. Tanpa menunggu jawaban, Sandra menutup dan mengunci pintunya. Kemudian ia bersandar di balik pintu.
“Huft. Untung saja tidak ada yang curiga.” Ucapnya lega. Lagipula papanya akan ada di luar kota selama dua hari ini. Jadi tidak akan ada yang terlalu memperhatikannya.
Sandra mengambil baju ganti di lemari dan masuk ke dalam kamar mandi.
Mulai hari ini ia memutuskan untuk tidak bekerja. Bayangan semalam masih membuatnya takut. Lagipula ia sudah mendapatkan cek untuk membayar kuliahnya. Jadi esok pagi ia akan mencairkan cek yang ia dapat.
“Tuan ada laporan pencairan cek yang anda berikan pada wanita itu.” Lapor Soni. Sekretaris Sean.
Sean yang sedang fokus pada berkas di tangannya menghentikan aktivitas nya. Kemudian mendongak melihat Soni yang berdiri di depannya.
“Berapa yang wanita itu ambil dari kantongku?” tanya Sean penasaran.
“Ini....” Soni ragu-ragu memberitahu nilainya pada Sean.
“Apakah ia mengambil terlalu banyak?” tanya Sean saat melihat keraguan di wajah Soni. Sean curiga. Jika uang itu terlalu banyak diambil, ia pastikan akan mendapatkan nya kembali. Bukan karena ia pelit. Hanya saja ia tidak mau rugi. “Kalau begitu...” ucapan Sean terpotong.
“Tidak tuan. Menurut saya malah terlalu sedikit.” Sean mengerutkan alisnya.
“Memang berapa yang dia ambil?” tanya Sean penasaran.
“De..”
“Delapan milyar?”
“Ti-tidak tuan. Tapi delapan juta.” Jawab Soni gugup.
“Apa?!”
“Benar tuan. Ini.” Soni menunjukkan ponselnya yang terhubung dengan pihak bank. Memang benar hanya delapan juta yang diambil.
“Berani sekali dia meremehkan ku. Apa dia pikir aku semiskin itu hingga ia hanya mengambil delapan juta? Dia kan bisa mengambil delapan ratus juta atau lebih. Ini? Haha.” Sean tertawa garing di ujung kalimatnya. Ia merasa terhina.
“Saya rasa bukan seperti itu tuan.”
“Lalu?”
“Saya rasa dia bukanlah wanita penghibur.”
“Memang bukan. Dia adalah petugas kebersihan. Makanya aku beri dia cek kosong karena dia masih perawan.” Kata Sean dengan kesal. Padahal ia sudah bermurah hati dengan memberikan cek kosong. Tapi ternyata niat baiknya tidak dimanfaatkan dengan baik. Dia merasa bahwa gadis itu terlalu berani.
Sekarang Soni mengerti kenapa atasanya itu marah. Atasannya benar, wanit itu terlalu berani.
*
*
*
Terima kasih sudah mampir😘
Jangan lupa like dan komen EA🥰
Satu bulan telah berlalu begitu saja. Baik Sandra maupun Sean sama-sama menjalani hari-harinya seperti biasanya. Sandra aktif di kampusnya, dan Sean bekerja di perusahaan nya. Ia pun tidak pernah kembali lagi ke club malam. Jadwalnya terlalu penuh untuk dia gunakan untuk bermain-main di tempat penuh kenikmatan dunia itu.
Namun hari ini, kegelisahan mulai menghampiri Sandra. Ia baru sadar jika ia sudah satu Minggu lewat dari jadwal menstruasi nya yang biasanya aktif.
Berkali-kali ia mondar mandir di dalam kamarnya. Lelah mondar-mandir tidak jelas, Sandra duduk di pinggir ranjang. Kemudian meraih ponsel yang ada di atas bantal. Merasa posisinya nyaman, Sandra menelungkup kan tubuhnya di sana. Menumpuk bantal agar terasa nyaman.
Sandra mengetik kata kunci di laman pencarian.
Membaca artikel yang muncul dengan seksama.
“Payud2ra membesar?” gumam Sandra membaca artikel. Kemudian ia duduk. Mengamati bentuk dadanya sendiri. Mengingat-ingat apakah ada perubahan.
“Sepertinya tidak berubah. Masih sama.” Ucapnya setelah memastikan. Kemudian ia melanjutkan membaca artikel.
“Lebih sering baung air kecil? Sepertinya aku biasa saja. Bukan. Lanjut.”
“Lebih cepat lelah? Beberapa hari ini aku memang...” Sandra menutup mulutnya dengan tangannya.
“Belum tentu. Dua sebelumnya aku tidak mengalaminya. Sebaiknya aku melanjutkan nya.”
Kemudian ia membaca kelanjutan artikel. “Mual dan muntah ya? Aku tidak. Yes. Selanjutnya.” Sandra mengepalkan tangannya ke atas.
“Sensitif terhadap bau?” Sandra mengingat kejadian dua hari yang lalu. Saat itu, ia sedang mengantri cilok dengan mahasiswa yang lain. Kebetulan ada team basket yang baru saja latihan. Dan Sandra sampai muntah karena bau keringat mereka. Mengingat itu, Sandra kembali khawatir. Sebelumnya ia tidak pernah merasa mempunyai masalah dengan bau badan orang.
“Ini masih dua lawan tiga. Masih ada kemungkinan salah.”
“Hilangnya ***** makan?”
“Hah. Ini benar. Tapi begitu mempunyai keinginan makan sesuatu rasanya aku harus mendapatkan nya. Bagaimana ini? Ini imbang. Bagaimana jika aku hamil?” Sandra mengelus perutnya yang datar. Ia masih belum berani membayangkan jika di dalam perut datarnya tumbuh seorang bayi kecil.
“Aku harus memastikannya.” Ucap Sandra. Ia segera bangun. Berganti pakaian dan keluar kamar.
Dengan tergesa-gesa ia berjalan turun tangga. Hingga ia mengabaikan Ani yang sedang duduk di ruang keluarga sambil menonton televisi.
“Tidak sopan sekali. Mau kemana kamu tergesa-gesa seperti itu? Sampai aku yang duduk disini pun tidak kelihatan olehmu?” sinis Ani. Sandra menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik.
“Aku keluar sebentar.” Ucapnya tanpa memberi penjelasan lebih. Ia sudah memesan ojek online dan itu sudah sampai di depan gerbang rumahnya.
Motor yang ditumpangi Sandra berhenti di depan sebuah apotek di pinggiran kota. Sengaja ia pergi ke tempat yang jauh dari rumahnya agar tidak ada yang mengetahuinya.
Keesokan harinya, Sandra menatap lemas lima testpeck yang baru saja ia uji. Kelimanya berbeda merek dan harga. Namun semuanya menunjukkan bahwa ia positif hamil.
“Aku harus bagaimana?” gumamnya pelan. Air matanya mengalir tanpa terasa. Ia menekuk kakinya. Menelusupkan wajahnya di atas kedua lututnya.
Setelah merasa tenang mengurung diri sepanjang hari, sore harinya Sandra masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap pergi ke dokter. Bagaimana pun ia harus memeriksanya di rumah sakit untuk lebih pastinya.
...***...
Sandra duduk di kursi tunggu bersama wanita-wanita lainnya yang juga sedang mengantri dipanggil untuk diperiksa. Rata-rata dari mereka ditemani suami ataupun keluarganya, hanya Sandra yang datang seorang diri.
Dengan menundukkan wajahnya, ia menggenggam erat clutch tempat ia meletakkan uang dan ponselnya. Ia semakin menunduk saat mendengar bisikan-bisikan yang terdengar dari para wanita di sekitarnya. Sangat jelas mereka menggosipkan dirinya yang hamil di luar nikah karena datang sendirian.
Diam. Hanya itu yang bisa Sandra lakukan. Ia sadar jika apa yang terjadi padanya juga merupakan salahnya. Jika saja ia tidak mengabaikan kemungkinan terjadinya hal ini, bayi yang ada di dalam kandungannya tidak akan sampai ada di sana.
Tiba giliran Sandra masuk. Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik tersenyum ramah padanya ketika Sandra masuk.
“Silahkan duduk.” Sandra duduk di hadapan dokter itu.
Dokter itu menanyakan beberapa pertanyaan umum pada Sandra yang dijawab Sandra dengan ragu. Dokter itu tersenyum. Ia menduga ada yang tidak beres dengan wanita muda di depannya. Terlihat cemas dan sedih.
“Silahkan berbaring.” Seorang suster membantu Sandra naik ke atas ranjang untuk diperiksa. Menyingkap kaos yang dipakai di bagian perut. Memberinya gel yang terasa dingin.
Dokter mengambil alih. Ia menggerakkan alatnya di atas perut Sandra yang terhubung dengan layar USG.
“Wah... Bayi anda kembar. Ini luar biasa.” Seru dokter itu ceria. Ia mendapati ekspresi Sandra yang terlihat terkejut. Ia pun tersenyum semakin yakin atas dugaannya.
“Mbak lihat bintik kecil itu ada dua. Mereka adalah darah daging mbak.” Jelas dokter itu. Ucapan dokter itu membuat Sandra kembali menangis.
Awalnya Sandra berniat ingin menggugurkan kandungannya saja jika memungkinkan. Namun mendapati fakta jika bayi yang dikandungnya kembar, ia pun mengurungkan niatnya.
“Mbak pasti bahagia kan? Banyak orang yang menginginkan bayi kembar. Mereka pasti akan tumbuh dengan lucu.” dokter itu memegang lengan Sandra.
“Ah iya dok. Saya bahagia.” Sandra memaksakan senyumnya meski jelas terpaksa jika senyum itu tidak dari hatinya.
Dokter itu menjelaskan beberapa hal mengenai pertumbuhan bayi kembar. Sandra mendengarkan dengan serius.
Pemeriksaan selesai. Suster menutup kembali kaos Sandra yang tersingkap. Kemudian membantunya turun kembali dari ranjang. Sandra pulang setelah menebus vitamin di apotek.
Kali ini Sandra pulang dengan menggunakan taksi online. Ia masih butuh waktu untuk berpikir. Untuk memantapkan niatnya untuk melahirkan anak kembarnya apapun yang terjadi.
Untuk itu, langkah pertama adalah ia harus memberitahukan kabar kehamilannya pada papanya. Berharap papanya mau mengerti dan mendukung niatnya.
Sekali lagi ia melihat surat dokter yang menyatakan jika dirinya positif hamil sebelum ia keluar dari taksi yang ditumpangi nya.
Saat itu sudah malam. Seluruh keluarganya sedang berkumpul di ruang keluarga setelah selesai makan malam. Termasuk papa nya.
“Dari mana saja sayang?” tanya Tomy lembut saat Sandra menyapanya di ruang tamu.
Sandra tidak menjawab. Dia mengambil posisi duduk di sofa single. Kemudian mengeluarkan surat dokter dan menyerahkan nya pada Tomy.
“Maafkan Sandra pa. Sandra hamil.” Ucap Sandra setelah melihat ekspresi Tomy yang terlihat sangat marah.
“Apa-apaan ini Sandra? Apa yang kamu perbuat hah?”
“Sandra bekerja di club malam. Dan malam itu Sandra menjadi korban pelecehan.” Jawab Sandra jujur. Lagi pula ia sudah mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk.
“Berapa usianya?”dingin Tomy dingin.
“Satu bulan. Mereka bahkan masih sebesar biji kacang hijau.”
“Mereka?”
“Mereka kembar pa.”
“Gugurkan!”
“Tidak pa. Izinkan Sandra melahirkan dan membesarkan mereka.” Sandra melorot. Ia bersimpuh di depan Tomy. Memegang lutut papanya.
*
*
*
Terima kasih sudah mampir 😘
Jangan lupa like dan vote ea..🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!