Pagi-pagi buta Belva Evanthe gadis berusia 17 tahun itu telah bangun dari tidur nya. Rutinitas pertama sebagai pembantu bersama Budhe nya Rohimah adalah bangun pagi-pagi buta untuk bekerja membersihkan rumah dan memasak. Meski hari ini adalah hari libur, biasa memang Belva bekerja sebelum berangkat sekolah.
Tanpa mengeluh Belva justru bekerja dengan riang dan ikhlas sebagai pembantu sejak 2 tahun yang lalu. Kedua orang tuanya sudah meninggal saat bencana longsor di desanya. Budhe Rohimah membawa nya ke Jakarta sejak Belva menjadi yatim piatu karena Budhe Rohimah adalah keluarga satu-satunya.
Saat membersihkan rumah, majikan nya yang tampan dan gagah melewati nya tanpa menyapa sedikit pun hanya melirik sejenak lalu berlalu begitu saja. Belva hanya menganggukkan kepalanya sebagai rasa hormat.
Hari semakin terang Belva dan Budhe Rohimah menyiapkan makanan untuk sarapan pagi bagi keluarga majikan mereka. Belva menata makanan di atas meja.
"Pagi Belva..." Gaya elegan dan angkuh Sonia masih terlihat. Meski sapaan itu selalu ada untuk kedua pembantu nya.
Sonia merupakan Nyonya di rumah besar ini. Meski begitu Sonia masih baik menjadi majikan, tidak pernah menyiksa, justru cenderung cuek dengan para pembantu nya. Bahkan kebaikan nya terasa oleh Belva yang ditanggung biaya hidupnya saat bersekolah di SMA Seven Blue School sebuah sekolah swasta terbaik bersama putrinya.
"Selamat pagi Nyonya." Balas Belva dengan tersenyum ramah. Saat bersamaan Satya selaku Tuan rumah duduk di ruang makan tanpa menyapa. "Selama pagi Tuan." Sapa Belva seperti biasa tidak ada respon sama sekali tapi Belva tetap melakukan itu sebagai rasa hormat nya.
"Apa aku makan harus menunggu putri mu." Ucap Satya dengan nada datar dan dingin nya. Sonia yang merasa ucapan itu ditujukan padanya langsung memberikan perintah pada pembantu muda nya.
"Belva, bangunkan Alya. Kami menunggu untuk sarapan." Perintah Sonia yang di angguki Belva. Tidak ada senyum ataupun kemarahan dari wajah Sonia.
Pembantu muda itu naik ke kamar Alya anak majikan nya sekaligus teman akrab nya. Mengetuk pintu dan membangun kan Alya. Gadis itu terbangun dengan wajah bantal nya langsung mencuci muka dan menggosok gigi. Tak perlu mandi gadis itu turun ke bawah untuk menemui kedua orang tuanya.
"Morning Daddy... Morning Mom." Dengan cueknya Alya menarik kursi dan duduk bersebrangan dengan Sonia dan tepat di samping Satya.
"Morning sayang." Balas Sonia dengan nada ringan, senyum tipis menghiasi bibir nya sembari tangan nya meletakkan piring yang berisi nasi dan segala lauk pauknya di hadapan nya sendiri.
Klunting...!! Suara sendok di letakkan di atas piring dengan kasar. "Tidak bisakah kamu menghargai orang yang sedang makan dengan mandi lah terlebih dahulu. Selera makan ku hilang karena mu Alya." Suara berat dengan nada tegas Satya dan tatapan mata tajam nya membuat Alya kaku dan terdiam hanya lirikan sejenak terarah pada Daddy nya saat suara nada tegas itu terucap.
Sonia menghela nafas dan memutar bola matanya jengah. Setiap berkumpul pasti ada saja ketidakcocokan diantara keluarga kecil nya ini. "Alya... Kamu lihat Belva pagi-pagi sudah mengerjakan ini itu. Dan pasti juga sudah mandi sayang. Bisa kah kamu mengikuti nya ? Setiap hari kenapa harus membuat Daddy mu marah." Tatapan mata Sonia tertuju pada putrinya, berharap Alya mengerti akan ucapan nya.
Satya tiba-tiba berdiri memundurkan kursi nya dengan kasar hingga suara gesekan antara kaki kursi dan lantai berderit terdengar melengking. Pria itu pergi begitu saja ke kantor membiarkan sarapan pagi nya tak tersentuh sama sekali, serta tanpa berpamitan pada siapapun yang ada di hadapan nya. Selera makannya hilang begitu saja gara-gara Alya yang dengan tak tahu diri duduk mengikuti kegiatan sarapan tanpa membersihkan diri dengan benar.
"Makan dan mandi lah segera. Hari ini Mommy ada acara bersama teman-teman Mommy di Singapura selama 1 minggu." Ucap Sonia dengan santai. Sudah biasa baginya melihat suaminya bersikap arogan dan dingin seperti itu. Sonia tak terpengaruh sama sekali sebenarnya, hanya saja malas mendengar perdebatan saat dirinya sarapan jadi setidaknya menunjukkan diri untuk menengahi perdebatan.
"Belva lagi... Belva lagi... Lama-lama aku muak dengan pembantu itu." Gumam Alya dalam hati. Wajah nya tak mengekspresikan apapun tapi tatapan matanya melirik tak suka pada Belva.
***
Di kantor Satya sibuk bekerja mengecek segala laporan yang ada. Fokus nya terpecah karena ponsel nya berbunyi, satu pesan masuk dari istri nya yang mengatakan jika nyonya rumah Balakosa itu sudah berada di bandara dan akan bertolak ke Singapura.
Satya menghela nafas, rasa nya malas sekali bertahun-tahun istrinya tak pernah berubah. Pesan pamitan itu tak dibalas oleh Satya, dia justru melanjutkan pekerjaan nya yang lebih penting ketimbang mengurusi istrinya yang susah untuk diatur.
Sore sebagai waktu bagi para pekerja selesai dengan pekerjaan nya. Satya tak langsung pulang melainkan mobil nya menuju ke suatu bar. Pusing dengan pekerjaan dan pikiran nya juga terus memikirkan kelakuan Sonia. Satya meminum banyak alkohol untuk melepas penat dan stress nya.
Pria itu mabuk berat hingga pegawai bar terpaksa memeriksa kartu identitas nya dan menghubungi taksi online untuk mengantar nya pulang ke rumah.
Belva yang sudah bersiap untuk tidur, seperti kebiasaan nya mengambil air untuk dibawa masuk ke dalam kamar nya. Setelah menutup pintu kamar tiba-tiba kamar nya di ketuk lantas gadis cantik itu membuka pintu kamarnya.
"Alya, ada apa ?" Belva memperhatikan Alya. Penasaran untuk apa malam-malam datang mengetuk pintu kamarnya.
"Bel, aku lapar bisa minta tolong buatkan aku mie rebus ? Tolong lah." Tatapan puppy eyes sangat terlihat dimata Alya jika dia memohon untuk dibuatkan makanan penghilang rasa lapar. Belva tak bisa menolak karena Alya anak majikan nya sendiri. "Baiklah... Akan aku buatkan. Kamu tunggu sebentar ya." Senyum manis yang biasa Belva berikan kepada siapapun.
Menahan kantuk Belva membuat mi rebus untuk Alya dan mengantarkan nya ke kamar Alya. Selesai dengan urusan Alya, dirasa tidak ada hal penting lain yang harus dikerjakan nya Belva kembali ke kamar, baru masuk ke dalam kamar nya sendiri dan minum air putih nya terdengar bel pintu utama berbunyi. Terpaksa Belva melangkah kan kaki nya dengan berat, rasa kantuk nya sudah bergelayut manja. Dia membukakan pintu utama terlihat olehnya Tuan Satya pulang dengan keadaan mabuk berat bersama seorang pria paruh baya.
"Loh Pak ini kenapa ?" Tanya Belva terkejut dan penasaran, tak biasanya majikannya itu pulang dalam keadaan mabuk. "Mabuk berat Mbak, saya cuma mengantar kan pulang saja. Tolong dibawa masuk Mbak kasihan. Saya permisi dulu." Ucap sopir taksi online yang langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari gadis yang ada di depannya.
"Loh kok ditinggalkan bagaimana aku membawa Tuan Satya." Belva bermonolog. Bingung sendiri, sopir itu bukan menolongnya untuk membantu memapah orang mabuk ini tapi malah langsung pergi. Pak Jajak satpam rumah sedang sakit, jadi pria paruh baya itu hanya bisa berjaga di pos dengan tubuh lemas nya. Membukakan pintu gerbang saja sudah terasa mengkhawatirkan saat sore tadi.
Susah payah menuntun tubuh jangkung dan kekar majikannya menaiki tangga hingga masuk ke dalam kamar pria itu saja sudah butuh waktu hampir 15 menit hanya untuk berjalan sempoyongan menuju kamar.
"Hufthh... Capek nya... Berat juga ini badan Tuan." Gumam Belva dalam hati. Dirinya menghela nafas lelah.
"Aduh kok badan ku aneh begini." Belva merasakan tubuhnya menjadi panas tapi tak merasa jika dirinya sedang sakit. Saat memasuki kamar Satya, Belva membaringkan tubuh Satya.
Dalam posisi mabuk Satya menatap Belva. Dalam pandangan nya sosok pembantu muda itu seperti melihat Sonia istrinya. Amarah kembali merasuk di hati Satya, rahangnya mengeras, seketika dirinya ingin melampiaskan kemarahannya dengan berhubungan intim dengan istrinya.
"Sonia..." Panggil Satya, rahang yang mengeras itu kini menghasilkan bunyi gemeletuk dari gesekan gigi geraham nya. Pria itu menarik dengan kasar pergelangan tangan Belva yang saat itu sedang membantu membaringkan tubuh Satya sehingga Belva tertarik ambruk di atas tubuh Satya dan dengan cepat pria bertubuh kekar itu membalikkan posisi dengan menindih Belva.
"Ya Tuhan !! Tuan..!!" Pekik Belva, matanya terbuka lebar dengan mulut terbuka dan kedua alis yang terangkat ke atas. Belva terkejut saat Tuan nya menarik dirinya terlebih memaksa mencium bibir nya.
Wajah gadis itu bergerak ke samping kanan dan kiri menghindari aksi majikan nya. Bau alkohol yang sangat menyengat tercium oleh Indra penciuman Belva. Tangan Belva berusaha mendorong tubuh majikan nya agar menjauh saat Satya sudah menguasai bibir kenyal Belva. Seketika rasa panas dan gerah dalam tubuh Belva menjadi-jadi, tubuh nya menjadi gelisah serta libido nya meningkat. Otak waras nya untuk menolak Tuan nya sudah menguap entah kemana tubuh nya tak bisa menolak dan menginginkan untuk di sentuh.
Setiap sentuhan Satya membuat Belva ingin merasakan lebih dan lebih. Bibir bawah nya tergigit oleh gigi nya sendiri saking tak tahan akan libido nya yang meningkat.
"Akh..." Desahan keluar dari bibir Belva. Merasakan kenikmatan tatkala area genital nya telah tersentuh dengan benda lain sebagai pasangan nya.
"Kamu pulang Sonia ? Sudah seharusnya kamu melayani ku seperti ini." Geram Satya. Tubuhnya masih terus bergerak dibawah sana. Rasa nikmat dan amarah bercampur jadi satu.
"Tuanhh... Aahh..." Kegiatan ini di dominasi oleh Satya, meski dirinya mabuk berat bukan berarti dirinya teler tapi pria itu tetap bisa mengendalikan diri untuk bermain. "Mendesah lah Sonia... Akan ku buat kamu tak berjalan besok." Rahang Satya mengeras. Sonia tidak pernah ada waktu untuk melayani nya. Pekikan Belva atas gerakan kasar nya tak dihiraukan oleh Satya si pria arogan dan dingin.
Pintu kamar Satya tak tertutup rapat. Desahan dan ucapan Satya terdengar hingga luar. Alya membelalakkan mata, mulutnya terbuka bersamaan dengan alis yang terangkat. Satu telapak tangannya digunakan untuk menutup mulut yang reflek terbuka saat melihat apa yang dilakukan Daddy nya dengan Belva.
Marah dan takut saat ini bercampur dalam hati Alya. "Bodoh... Kenapa jadi begini." Alya beralih mengigit kuku nya dan menggenggam erat handel pintu kamar Satya.
Pagi-pagi buta Belva terbangun tubuh nya terasa lelah sekali kepala nya juga terasa berat akibat aktivitas ekstra yang terjadi semalam. Tubuh bergeliat tak sengaja tangan nya menyenggol lengan Satya. Mata nya terbelalak seketika menutup mulut agar tak berteriak, melihat dada bidang Tuan nya spontan Belva melirik dirinya sendiri. Teringat malam panas nya bersama Satya, otak waras nya masih teringat Satya yang memaksa mencium nya dan tubuhnya yang terasa aneh.
Air mata Belva mengalir seketika mengingat kejadian tadi malam. Kedua tangannya meremas dengan kuat ujung selimut yang menutupi tubuhnya. Segera dia beranjak dari ranjang takut akan sifat Tuan nya yang arogan. "Sshh... Aow.." rintih Belva. Area genitalnya terasa sakit. Namun, tetap dipaksakan nya memunguti baju dan mengenakannya kembali secara sembarang. Belva berjalan keluar dari kamar Satya dengan langkah menahan sakit di tubuh nya.
***
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Apa yang terjadi selanjutnya ?? Simak terus kisah nya !!
Terimakasih buat para reader setia.
Jangan lupa berikan Vote, Kritik, Saran dan Like nya.
Bagaimana dengan part ini bisa silahkan komen ya guys 🙏
Dua minggu kemudian . . .
"Hoek.. Hoek..."
Perut Belva terasa tak nyaman, seperti diaduk-aduk dan mual saat pagi. Sudah dari kemarin dirinya mengalami mual dan muntah. Budhe menghampiri Belva yang tengah memuntahkan isi lambung yang secara paksa keluar dari mulut nya dan tangan yang mulai keriput itu memijat tengkuk keponakan nya. "Kamu kenapa to Nduk. Dari kemarin muntah-muntah terus. Wajah mu pucat sekali. Kaya wong hamil saja." Ceplos Budhe Rohimah. Sedari kemarin memperhatikan keponakan nya yang selalu muntah di pagi hari.
Deg...!! Belva terdiam, tubuhnya seakan kaku dan detak jantung nya tak beraturan. Hamil ?? Teringat jika bulan ini dirinya belum juga mendapatkan tamu bulanan. Selintas bayangan kembali kejadian malam itu tiba-tiba secara otomatis terputar dalam ingatan nya. "Jangan-jangan apa yang dikatakan Budhe..." Belum selesai dirinya membatin pikiran nya sudah tak karuan. Menggigit bibir bawahnya, bola matanya bergerak kecil kesana kemari dengan wajah yang masih menghadap wastafel. Cemas dan takut menggerayangi sudut hatinya.
Siang ini gadis 17 tahun itu berencana membeli alat tes kehamilan untuk mengecek kebenaran. Membuktikan ketakutan nya saat ini. Bagaimana dengan sekolah nya jika dirinya benar hamil. Masa depannya sudah hancur karena mahkota berharganya telah terenggut secara paksa bukan karena kesuka relaan hatinya. Jika dirinya hamil bertambah hancur lah masa depan gadis itu.
Sampai di apotek Belva disambut dengan senyum ramah seorang wanita yang menjabat sebagai apoteker. "Selamat siang Nona... Ada yang bisa kami bantu ?"
Belva terdiam, lidah nya kaku saat akan mengatakan apa yang akan dibelinya saat ini. Sedikit ragu dan tentunya malu. Garis senyum membentuk huruf U dengan mata beberapa kali berkedip Belva tersenyum paksa. "Mau beli alat tes kehamilan." Jawaban singkat dari Belva.
"Oh baik... Mau merek apa Nona ?" Tanya apoteker ramah itu. Mungkin dalam benak si apoteker bertanya-tanya jika ada seorang gadis muda yang datang dengan tujuan membeli alat tes kehamilan. Apakah hamil ? Apakah melakukan pernikahan dini ? Tapi sebagai apoteker yang memegang prinsip profesional kerja. Pertanyaan pribadi seperti itu selalu urung dilakukan.
"Apa saja... Emh.. Tante saya tidak memberitahukannya." Sebuah alasan yang Belva berikan agar terkesan benda itu bukan untuk dirinya. Tapi bukankah alasan itu terdengar ambigu ?? Tantenya yang menyuruhnya membelikan benda itu untuk kebutuhan tantenya ataukah tantenya tak memberikan informasi jelas atas benda yang dibutuhkan Belva. Entah lah apoteker tak mau ambil pusing.
"Ini ada yang murah dan ada yang mahal. Yang mahal tentu keakuratannya lebih tinggi." Penjelasan singkat dari si apoteker.
"Ini saja." Belva tentu saja lebih memilih benda yang lebih mahal agar lebih yakin mendapatkan bukti atas kejanggalan tubuhnya.
Keesokan paginya, Belva benar-benar mengecek apakah dirinya benar hamil atau tidak. Urine di pagi hari lebih pekat dan kadar hormon HCG nya lebih tinggi sehingga sangat cocok untuk melakukan tes kehamilan. Sesuai petunjuk gadis itu melakukan pengecekan. Rasa cemas dan takut masih setia melekat dihatinya. Belva berdoa dalam hati semoga ketakutan nya tidak benar. Menunggu beberapa saat, benda itu sudah berada pada genggaman tanganya. Matanya terpejam erat dalam hati merapalkan doa. Secara tak sadar mulutnya pun berkomat-kamit seperti membaca mantra yang sebenarnya berkata tanpa suara "jangan hamil...jangan hamil...jangan hamil."
Perlahan mata bulat Belva terbuka, melihat benda yang ada ditangannya iris hitam itu semakin terbuka lebar, mulut nya menganga.
"Hah ?!! Tidak... Tidak... Aku tidak ingin hamil. Ini salah." Kepala Belva menggeleng tak percaya, mulut nya tertutup oleh telapak tangan nya. Air mata bahkan juga sudah menetes dan semakin mengalir deras.
Tubuh Belva lemas dan tak sadarkan diri di dalam kamarnya. Budhe Rohimah yang merasa sedari tadi keponakan nya tak juga kunjung keluar dari kamar langsung menghampiri. Mengetuk pintu tapi tak ada jawaban.
Rasa khawatir menyelinap ke dalam hati wanita paruh baya itu. Sedari kemarin Belva memang pucat dan tak bersemangat. Seperti nya keponakan nya memang sakit. Budhe Rohimah segera membuka pintu kamar Belva, tak terkunci memudahkan nya untuk masuk.
"Belva... Nduk kamu kenapa ?" Panik melihat keponakan nya tergeletak di lantai. Wanita paruh baya itu langsung berlari, mencoba membangunkan Belva. Sejurus kemudian manik mata Budhe Rohimah menatap benda yang ada di dekat tangan Belva sebuah benda tergeletak disana, alat tes kehamilan. Sangat tahu benda apa itu, tangan dengan kulit yang mulai keriput itu mengambil benda persegi panjang itu, mata Budhe Rohimah terbelalak lebar melihat 2 garis merah. "Punya siapa ini ? Apa Belva hamil ?" Syok dengan pemikiran nya sendiri.
Budhe Rohimah memanggil Pak Jajak untuk membantu nya mengangkat Belva. Dirinya tak mampu mengangkat Belva sendirian. Alya yang melihat para pekerja rumah nya berjalan terburu-buru segera mengikuti mereka karena penasaran dua paruh baya berlari ke arah kamar Belva. Alya ikut masuk ke dalam kamar teman nya itu.
"Belva kenapa Bi ?" Tanya Alya tapi tak sengaja ia melihat di atas nakas alat tes kehamilan milik Belva. Gadis berambut sebahu itu melebarkan matanya. Teringat kejadian malam itu dua minggu yang lalu.
"Belva hamil ? Kalau benar dia hamil berarti itu anak Daddy ? Tidak... Ini tidak boleh terjadi. Kalau Daddy menerima kehamilan itu bisa hidup enak dia. Bodoh... Kenapa bisa jadi begini harus nya kan dia sama si Paijo." Gumam Alya dalam hati. Matanya melirik wajah Belva yang pucat lalu beralih turun ke perut Belva yang masih rata.
Budhe Rohimah mengambil minyak kayu putih untk digunakan nya menyadarkan Belva yang masih tak sadarkan diri. Pak Jajak membantu mengambilkan air putih hangat untuk Belva. Sedangkan Alya langsung pergi tanpa kata tanpa ada rasa iba pada gadis yang sudah menjadikan nya teman di sekolah dan mungkin hingga saat ini.
Masuk ke dalam kamar nya sendiri Alya memutar otak nya untuk berfikir bagaimana cara nya agar Daddy nya tak mengetahui hal ini. Ini adalah kesalahan nya, bisa jadi dirinya nanti yang kena amukan dari Daddy nya.
⌛
Beberapa hari berlalu, hari ini pria arogan dan dingin itu tak melihat pembantu muda nya bekerja. "Kemana Belva ? Aku tak mau menggaji pegawai yang tidak bekerja dengan baik." Ucap Satya datar dan dingin.
"Emhh... Anu Tuan. Belva sedang sakit jadi tidak bisa membantu saya." Jawab Budhe Rohimah dengan takut-takut tanpa berani menatap Tuan nya. Tangan wanita tua itu saling meremas menyalurkan rasa takut nya.
Alya menatap Budhe Rohimah dan tanpa sengaja mereka saling memandang saat wajah Budhe Rohimah terangkat dari tundukan nya. Mereka tahu apa yang terjadi dengan Belva hingga gadis itu beberapa hari tak bekerja.
Sarapan pagi selesai, Satya pergi bekerja.
"Aku berangkat."
Hanya dua kata yang Satya keluarkan untuk berpamitan. Tidak ada ciuman kening ataupun saling berjabat tangan. Sonia masih sibuk dengan dirinya sendiri dan bermain ponsel. Seperti nya hari ini tidak ada kegiatan bersama teman-teman sosialitanya.
"Bi.. Belva sakit apa ?" Tanya Sonia dengan menoleh sekilas pada Budhe Rohimah. Kesibukan nya pada ponselnya tetap berlanjut. Meski angkuh dan cuek tapi dia merasa penasaran karena dia pun sama tak melihat Belva yang biasanya rajin melakukan pekerjaan yang sudah menjadi tugas sehari-hari gadis itu.
Rencana jahat Alya sudah tersusun di kepalanya. Merasa bahwa saat ini adalah waktu yang tepat bagi dirinya.
"Dia... Cuma masuk angin Nyonya." Ucap Budhe Rohimah menutupi fakta. Ia ingin bertanya pada Belva siapa yang menghamili gadis itu terlebih dahulu baru memikirkan cara menyelesaikan masalah ini. Budhe Rohimah bukan tipe orang yang akan menghakimi orang lain dengan sarkas jika belum tahu dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi.
"Bukan nya dia hamil ya Bi." Ceplos Alya dengan sengaja. Wajahnya seakan mengejek keadaan Belva saat ini meski tak terlalu nampak. Dalam hati Alya tersenyum sinis. Budhe Rohimah terkejut, Alya membuka masalah yang seharusnya akan ditutupi nya. Pernyataan Alya tak mendapatkan balasan dari Budhe Rohimah.
Wajah Sonia teralihkan dari layar ponsel menjadi menatap wajah Alya. "Hamil ? Maksud nya bagaimana ini Alya jangan asal bicara kamu. Belva anak baik bagaimana bisa hamil." Sonia terkejut dengan ucapan putrinya. Bagaimana mungkin Belva yang teladan bisa hamil sedangkan setahu nya Belva tak pernah pergi kemanapun karena selalu membantu Budhe Rohimah. Dirinya bahkan tak pernah mendengar Belva memiliki kekasih.
Alya memutar bola matanya malas, lagi-lagi ibu nya memuji Belva. Sudut bibir Alya sengaja ditarik paksa kesamping mendorong otot pipinya ke belakang bukan senyum melainkan menunjukan wajah malas. "Ck...Mom, asal Mommy tahu dua minggu yang lalu saat Mommy di Singapura. Belva menggoda Daddy aku melihat nya. Coba saja tanyakan pada nya benar atau tidak." Dengan santai Alya mengarang cerita nya. Duduk bersandar pada kursi meja makan, tangan kirinya terlipat di atas perut untuk menyangga tangan kanannya yang sibuk bermain ponsel. Bahkan kaki kanannya juga bertumpuk pada kaki kiri serta menggoyang-goyangkan pergelangan kaki. Sangat-sangat terlihat santai tak terlihat berbohong sedikitpun.
Mata Budhe Rohimah dan Sonia terbelalak lebar. Sonia menatap tajam ke arah Alya. "Jangan ngarang kamu Alya !! Jangan membuat Mommy marah !!" Nada tinggi Sonia dikeluarkannya saat mendengar penuturan putrinya yang entah benar atau tidak.
"Kenapa Mommy berteriak pada ku ? Kita masuk saja ke kamar Belva dan tanyakan langsung pada nya. Apakah dia tidur dengan Daddy atau tidak." Alya sudah berdiri dan menggandeng tangan Sonia tanpa mendapatkan penolakan dari sang Mommy.
Mereka masuk ke dalam kamar Belva. Budeh Rohimah spontan juga melangkah kan kaki mengikuti kedua majikannya. Gadis itu terbaring lemah dengan wajah yang masih terlihat pucat. Mata nya terbuka saat beberapa orang masuk ke dalam kamar nya. Sorot tajam Sonia di dapatkan Belva.
Sonia langsung menarik tangan Belva. "Bangun Belva !!" Perintah Sonia dengan suara sedikit ketus. Terpaksa dengan tenaga yang masih tersisa akibat kepalanya yang pusing Belva bangun dari ranjang nya.
Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan Alya dan Sonia pada Belva.
"Heh... Belva kamu beberapa waktu lalu benar kan tidur dengan Daddy ku ?" Tanya Alya, Belva bisa melihat wajah Alya yang berbeda dari biasanya, sorot mata penuh kebencian mampu Belva tangkap.
"Jawab Belva !! Apa benar yang Alya katakan ?!!" Tanya Sonia. Pandangan menyelidik Sonia pada Belva, menunggu jawaban yang diharapkan nya tidak lah benar jika Belva tidur dengan suaminya.
"Jawab !!! Atau lebih baik kamu dan Budhe mu pergi dari sini !!" Bentak Sonia.
Belva menunduk takut, kepala nya mengeleng jangan sampai Budhe nya kehilangan pekerjaan gara-gara dirinya. Terpaksa mau tak mau dia harus mengakuinya tidak ada pilihan lain karena Sonia mengancam akan memecat Budhe Rohimah.
"I-iiya Nyonya. Tap..."
Plak...!! Tangan Sonia dengan ringan melayang tepat ke pipi kiri Belva. Tamparan itu cukup keras hingga wajah gadis cantik itu berpaling ke arah kanan. Terasa panas dan perih pipi itu bahkan terlihat memerah. Air mata Belva menetes demikian pula Budhe Rohimah. Alya gadis licik itu tersenyum miring melihat teman sekolahnya mendapatkan amukan dari sang Mommy.
"Rasakan kamu Belva haha." Gumam Alya dalam hati. Di bersorak senang melihat Belva teraniaya seperti itu.
"Kamu tidak tahu diri !!! Sudah aku biayai hidup mu tapi kamu ngelunjak Belva. Kamu berani menggoda suami ku bahkan sekarang kamu hamil !!" Cengkraman erat pada pipi Belva membuat nya meringis kesakitan sudah mendapatkan tamparan kini ditambah lagi dengan tekanan kuat dari jari-jari lentik Sonia. Tubuh nya masih lemas tapi sudah mendapatkan amukan dan kekerasan. Kelopak mata Belva memejam erat dengan air mata yang masih mengalir.
"PERGI KAMU DARI SINI !!" Teriakan keras Sonia mengusir Belva. Cengkraman erat pada pipi itu dilepas dengan kasar oleh Sonia. Budhe Rohimah sudah menangis sedari tadi melihat keponakan nya dibentak dan diperlukan dengan kasar. Kini keponakan di usir dari rumah ini. Belva pun menangis sesenggukan, walau bagaimanapun dia masih anak-anak belum benar-benar dewasa.
"Nyonya... Belva tidak punya siapa-siapa di kota ini. Hanya saya keluarga satu-satunya hiks..." Budhe Rohimah memohon belas kasih majikannya. Menyatukan kedua tangannya di depan dada. Wajah tua itu terlihat memelas dan penuh kesedihan di dukung oleh air matanya yang mengalir deras.
"Ampun Nyonya... Jangan Nyonya... Jangan usir saya hiks... Hiks... Nanti saya harus tinggal dimana Nyonya." Belva masih saja memohon ampun dan belas kasih dari majikannya. Tanpa sadar tangan Belva memegang tangan Sonia. Dengan kasar Sonia menepis tangan Belva. Bahkan mendorong Belva hingga terjatuh ke belakang untung saja gadis itu terjatuh di atas ranjangnya.
"Jangan pernah menyentuh saya dasar wanita rendah !! Wanita penggoda !!" Sonia menunjuk-nunjuk wajah Belva.
"Akan ku bunuh kamu !! Kamu tidak boleh mengandung anak dari suami ku !!" Sonia mencekik leher Belva. Budhe Rohimah berteriak panik saat Nyonya nya mencekik leher Belva.
"Nyonya !! Jangan Nyonya...!!" Budhe Rohimah berusaha melepaskan tangan Sonia.
Wajah Belva sudah memerah menahan sakit dan mulut nya sudah terbuka akibat nafas yang tercekat.
"Mom... Stop..!! Lepas..!! Mommy bisa membunuh nya !" Alya tak kalah panik, senyum kemenangan nya berubah saat melihat Mommy nya sudah mencekik Belva. Bisa-bisa Mommy nya menjadi seorang pembunuh nantinya jika Belva benar-benar kehabisan nafas.
Budhe Rohimah dan Alya menarik tangan serta tubuh Sonia hingga berhasil menjauh. Pak Jajak satpam rumah yang mendengar suara keributan di dalam rumah langsung datang. Ekspresi terkejut tak terelakkan dari wajahnya.
"Pak Jajak bantu saya bawa Mommy keluar dari sini !!" Teriak Alya yang kepayahan menahan Mommy nya.
Sonia meronta meminta dilepaskan. Merasa tidak puas untuk melupakan kemarahannya pada Belva. Pak Jajak membantu Alya membawa Sonia keluar dari kamar Belva.
Semua ini tak pernah diharapkannya. Sebuah kesalahan yang tak sengaja dilakukannya. Menggoda ?? Niat untuk mendekati dan mencari perhatian Tuan nya saja tidak pernah terlintas dalam pikiran Belva. Dimaki dan diusir bahkan sekolah nya terancam putus.
Bergerak cepat takut jika Sonia lepas dari pegangan Alya dan Pak Jajak. Dengan membawa tas berisi pakaian seadanya Belva keluar dari rumah besar itu. Budhe nya tak bisa berbuat apa-apa, tak memiliki kuasa apapun untuk mencegah keponakan satu-satunya.
"Nduk... Ayo kita pergi dari sini. Budhe takut kalau Nyonya akan menyerang mu lagi." Ucap Budhe Rohimah.
"Tidak Budhe. Biar Belva pergi sendiri. Kalau Budhe pergi dari sini bagaimana hutang-hutang kita nanti. Maaf Belva tidak bisa membantu Budhe lagi." Air mata Belva terus saja mengalir. Memeluk Budhe nya sebelum pergi keluar dari rumah majikannya.
Budhe Rohimah masih menemani Belva hingga sampai gerbang rumah besar itu. Menatap kepergian keponakan satu-satunya. Tatapan sendu Budhe Rohimah saat melihat punggung kecil itu bergerak semakin menjauh. Rasanya berat berpisah dan melihat Belva pergi.
Berjalan entah kemana tanpa arah tujuan karena di kota ini Belva tak memiliki kerabat lain dan teman lain. Hingga sore hari dirinya belum makan dan harus berteduh di emperan toko karena hujan.
"Aku harus kemana ?" Tanya Belva dalam hati raut wajah sedih nya tak bisa disembunyikan. Mata sembabnya masih terlihat. Bingung apa yang harus dilakukan nya. Tidak ada yang bisa membantu nya saat ini.
Beberapa hari lontang lantung di jalanan seperti orang bingung. Belva berhenti di sebuah jembatan, mata nya menatap arus sungai. Terbersit dalam pikiran nya mengakhiri hidup menyusul kedua orang tua nya yang telah tiada. "Ayah... Ibu... Tunggu Belva. Belva merindukan kalian." Tak sadar Belva sudah naik di atas pembatas jembatan, mata nya terpejam dan gadis itu terjun ke sungai meninggalkan tas nya yang berisi pakaian.
Berita kematian Belva tersiar di acara berita televisi. Identitas yang terselip di tas Belva yang tertinggal dan saki mata menunjukkan jika gadis itu terjun bubur diri. Jasad nya hanyut belum di temukan. Bibi Rohimah syok mendengar berita itu. Alya tersenyum puas kelicikan nya tak terdeteksi. Sonia tersenyum miring dan tak perduli. Satya dia tak pernah berekspresi.
***
⌛
5 tahun kemudian . . .
Di negara Prancis negara yang dijuluki sebagai kota mode karena pada abad ke-17 kota Paris itu sudah menciptakan berbagai macam bentuk pakaian yang indah.
Seperti saat ini disalah satu butik terkenal di Perancis tepat nya kota Paris. Perempuan cantik dengan kulit putih, hidung mancung, rambut panjang sampai pinggang dan tubuh sintal serta tinggi badan yang cukup tinggi yakni 170 cm.
Perempuan itu tersenyum manis pada klien nya. "Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk saya ." Ucap Nyonya Damitri, wanita paruh baya yang merupakan wanita sosialita di kota Paris. "Sama-sama Nyonya. Saya senang bisa membantu Anda apalagi mempercayai pembuatan gaun ini pada saya." Ucap perempuan cantik berambut panjang itu.
"Saya puas dengan pelayanan butik ini. Sudah lama saya berlangganan di sini. Nyonya Hector sangat memperhatikan keterampilan pegawai nya dan kepuasan pelanggan nya." Nyonya Damitri pelanggan setia di butik de' La Hector.
"Terimakasih nyonya." Ucap pegawai paling berpengaruh di butik ini. "Oke kalau begitu saya pergi dulu. Kabari jika semua sudah beres." Pamit Nyonya Dimitri. Demi menghormati pelanggan setianya, perempuan itu mengantar Nyonya Dimitri sampai ke pintu keluar.
Perempuan itu membereskan semua kertas dan peralatan nya yang berserakan di atas meja. Konsultasi desain gaun oleh beberapa klien nya membuat nya terasa lelah hari ini.
"Beristirahat lah Vanthe kamu sudah bekerja keras hari ini." Ucap Nyonya Hector, pemilik butik terkenal ini yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya. "Mama, kenapa datang ke sini ? Apa Mama sudah sembuh ?" Tanya Vanthe menatap Mama nya. Wajah cantik masih terlihat di wajah yang mulai timbul keriput itu.
"Mama, rindu dengan cucu-cucu Mama. Kalian tidak pernah berkunjung ke rumah." Raut wajah sedih menempel pada wajah Nyonya Hector. Vanthe nama panggilan kesayangan dari Nyonya Hector untuk anak perempuan nya. Perempuan yang menjadi konsultan desain gaun di butik de'La Hector itu hanya tersenyum. "Pulang lah bersama ku, mereka pasti senang bertemu Mama."
****
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Siapakah Vanthe ? Dan bagaimana kisah nya selanjutnya ? Simak terus !!
Terimakasih buat para reader setia.
Jangan lupa berikan Vote, Kritik, Saran dan Like nya.
Bagaimana dengan part ini bisa silahkan komen ya guys 🙏
Nyonya Hector dan putri nya Vanthe pulang bersama. Sampai lah mereka di apartemen sederhana milik Vanthe. Mata Nyonya Hector memutar malas. "Kapan kamu akan keluar dari tempat seperti ini Vanthe. Kasihan cucu ku berada di tempat sempit seperti ini." Protes Nyonya Hector.
"Haha mereka bahagia disini Ma. Tidak apa tenang lah. Ayo masuk mereka sudah menunggu ku." Pintu apartemen nya terbuka setelah menekan bel pintu. Perempuan cantik berusia 22 tahun membuka pintu. Dia tersenyum ramah melihat majikan nya sudah datang. "Apa mereka nakal hari ini ?" Tanya Vanthe pada pengasuh anak nya yang bernama Bella.
"Tidak Nona, mereka sangat pintar tidak pernah menyusahkan saya. Masuk lah mereka sudah menunggu. Silahkan masuk Nyonya Hector." Vanthe dan ibu nya masuk ke dalam. Langsung saja mereka disambut riang oleh balita-balita itu. "Omaaaa..." Teriak duo Kay memeluk kaki Oma nya. Kekehan kecil keluar dari bibir wanita paruh baya itu. Rupanya tidak hanya dirinya yang rindu tapi kedua cucunya juga merindukan nya.
"Hallo kesayangan Oma, apa kalian merindukan Oma ? Oma sangat rindu pada kalian." Nyonya Hector berjongkok menyamai tinggi kedua cucunya. Meski sudah berkepala 6 Nyonya Hector sangat sehat dan terlihat masih cantik awet muda. Perawatan orang berduit selalu menampilkan hasil yang berbeda. Tidak ada tekanan ekonomi membuat kerutan di wajah nya samar.
"Kami merindukan Oma." Ucap duo Kay dengan kompak. Saat bertemu Oma mereka bersikap layaknya balita pada umumnya yang ingin dimanja dan di sayang. Lengan kecil mereka merangkul tubuh Oma nya.
"Hemmm... Kalian melupakan Mami ?" Tanya Vanthe pura-pura merajuk. Sebenarnya melihat kedekatan kedua buah hati nya dengan Nyonya Hector membuatnya senang. "No Mami... Kita hanya rindu pada Oma. Mami tetap selalu di hati." Ucap Kaila putri cantik nya dengan nada ceria yang selalu terdengar dari bibir mungilnya.
"Mami tahu itu sayang. Gunakan waktu kalian dengan Oma. Mami akan bersih-bersih dulu." Vanthe mengecup pipi kedua anak nya lalu beranjak pergi menuju kamar.
"Nona, ada undangan yang di antarkan kurir tadi siang untuk mu." Bella memberikan sebuah undangan yang masih terbungkus amplop coklat. Saat tangan Vanthe sudah memegang handel pintu yang terbuka. "Oh terimakasih Bella, tolong siapkan makan malam untuk kita." Bella mengangguk dan berlalu dari hadapan Vanthe.
Dibukanya amplop coklat itu undangan dengan nama Belva Evanthe. Undangan untuk pesta pernikahan klien nya yang berada di Indonesia. Ya... Vanthe adalah Belva Evanthe putri angkat dari Tuan dan Nyonya Ganendra Hector. Kedua paruh baya yang menikah sejak lama dan tak memiliki anak lalu mengangkat Belva sebagai putri mereka saat bertemu Belva di desa terpencil 5 tahun yang lalu.
**
Dulu, 5 tahun yang lalu saat Belva memutuskan untuk bunuh diri dengan terjun di sungai dan hanyut. Belva tersangkut batu cukup besar. Seseorang wanita tua renta yang sedang mencuci baju di pinggir sungai menemukan nya. Tak jauh dari posisi wanita tua itu ada Tuan Hector dan Roichi yang sedang memancing. Teriakan wanita tua renta itu menarik perhatian kedua pria itu.
"Tolong...tolong... Ada mayat !" Teriak wanita tua itu dengan menunjukan tubuh manusia yang tersangkut di batu besar karena melihat Tuan Hector dan Roichi. Dengan sigap kedua pria itu langsung berlari menuju wanita tua yang bernama Mak Iyem.
Roichi perlahan mendekati tubuh yang tersangkut di dekat batu. Menarik nya dan membawa ke pinggir sungai. Keajaiban, setelah di cek gadis yang tak lain Belva itu masih bernyawa.
Hidup nya di selamat oleh orang yang tak dikenal Belva. Dirawat dan di pulihkan oleh Mak Iyem hingga beberapa bulan dengan cara-cara tradisional yang diketahui oleh wanita tua itu. Pertahanan bayi dalam kandungan Belva sangat kuat hingga bayi itu tetap berkembang di dalam perut Belva.
Susah payah Belva bertahan hidup di tempat terpencil itu, tidak ada lampu tidak ada toko. Untuk mencari makan harus dengan berkebun membantu Mak Iyem. Di usia kandungan nya yang ke 4 bulan Mak Iyem meninggal dunia. Belva harus bertahan sendiri di rumah yang bisa dibilang berada di tengah-tengah hutan. Takut tapi mau bagaimana lagi tidak ada pilihan lain.
"Mak... Jangan pergi Belva dengan siapa jika Mak pergi hiks..hiks.." Menangis meratapi kepergian satu-satunya orang yang beberapa bulan ini berada di sisi nya.
Belva berjalan sejauh 2 kilo meter untuk mencari pertolongan. Dengan berpakaian lusuh yang kedodoran bekas milik Mak Iyem dan sengaja merubah diri menjadi buruk rupa dan memiliki bau badan menyengat agar tidak ada yang berniat mengganggu nya terlebih wanita hamil.
Orang-orang yang kasihan dengan Belva membantu nya mengurus jenazah Mak Iyem. Tak sedikit dari mereka yang penasaran dengan Belva dan berbisik tentang penampilan serta bau badan Belva yang menyengat. "Itu perempuan siapa nya Mak Iyem ? Eh bau banget badan nya." Bisik-bisik terdengar sayup di pendengaran Belva tapi tak dihiraukan nya sama sekali karena memang itu tujuan nya untuk melindungi diri dari gangguan orang lain.
Selesai pemakaian, Belva benar-benar sendirian dan sepi. Tidak ada uang yang dia miliki, selama ini tak pernah keluar dari hutan. Sekali saat kematian Mak Iyem saja. Belva rasa lebih baik tinggal di gubug reyot ini dari pada di pinggir jalan hidup nya akan lebih keras lagi.
Saat berjalan ke pinggir sungai untuk mencuci pakaian. Pakaian nya yang lusuh sisa dari Mak Iyem hanyut. Belva mencoba meraih nya menggunakan ranting tapi tak bisa. Perut besar nya tak mendukung untuk bergerak bebas.
"Ada apa ?" Tanya Roichi di belakang Belva hingga membuat perempuan itu terkejut. "Eh siapa kamu ?" Belva ketakutan melihat orang asing terlebih laki-laki. Belva berjalan mundur menjaga jarak dan waspada.
"Tenang, aku bukan orang jahat. Tapi sebentar aku seperti pernah melihat mu. Bukan nya kamu perempuan yang hanyut di sungai waktu itu ya ?" Roichi mengingat-ingat wajah Belva. wajah ketakutan Belva terlihat jelas dimata Roichi. Gadis itu mengangguk kecil sebagai jawaban tapi wajah Belva masih ragu dan takut.
"Mana wanita tua yang bersama mu waktu itu ? Dia yang membawa mu setelah kami menolong mu." Wajah Belva berubah penasaran. Pria di depan nya yang pernah menolong nya tapi kenapa dia tak pernah melihat wajah pria itu.
"Em.. Mak Iyem sudah meninggal 3 bulan yang lalu." Ucap Belva lirih. Wajah sedih nya terlihat jelas di mata Roichi.
Akhirnya singkat cerita Roichi menolong Belva dan membawa nya bertemu Tuan Hector. Melihat keadaan perempuan hamil yang tinggal sendirian di tempat terpencil sangat berbahaya. Tuan Hector membujuk Belva ikut bersama nya dan mengangkatnya sebagai anak.
Mengenai kehamilan Belva, Tuan Hector dan istrinya juga mempertanyakan itu. Semua diceritakan oleh Belva dari awal hingga akhir tanpa ada yang ditutupi bahkan sampai pengusiran dan fitnah yang di dapatkan nya.
Tuan dan Nyonya Hector semakin merasa kasihan dengan kehidupan Belva. Pasangan paruh baya itu pun semakin mengasihi Belva. Selama tinggal bersama mereka, meski hamil Belva tetap aktif dan rajin membantu di rumah Tuan Hector. Sikap yang ditunjukkan oleh Belva membuat orang tua angkatnya merasa semakin menyayangi nya.
"Bi, aku bantu cuci piring nya ya."
"Eh tidak usah non, nanti Tuan dan Nyonya marah. Non, duduk saja lihat Bibi."
"Tidak apa-apa Bi, mereka tidak akan marah. Aku yang akan menjelaskan nya. Bosan jika harus berdiam diri di kamar." Belva tersenyum lembut ke arah Bibi pembantu rumah Tuan Hector.
Keramahan dan kebaikan Belva membuat orang yang bertemu dengan nya mampu menerima nya dengan senang.
"Sayang, apa yang kamu lakukan. Harus nya kamu istirahat." Tegur Nyonya Hector.
"Maaf Nyonya saya sudah melarang tapi non tetap memaksa." Bibi tertunduk takut jika Nyonya nya marah.
"Mama... Aku tak apa-apa ini kegiatan ringan. Aku bosan jika harus berdiam diri terus. Pergerakan ku akan membuat bayi ku sehat."
Nyonya Hector menggelengkan kepala. "Baiklah selesaikan tugas mu nona. Setelah ini bersiap lah kita akan ke rumah sakit untuk mengecek kandungan mu sebelum kita pergi." Perintah Nyonya Hector dengan lembut dan tersenyum.
"Pergi ? Memang kita mau ke mana ?" Tanya Belva penasaran.
"Papa mu ada pekerjaan yang harus di urus di Perancis. Jadi, kemungkinan kita akan menetap di sana untuk waktu yang lama. Bersiaplah seluruh kebutuhan mu sudah di urus oleh Papa. Kamu tenang saja."
Hanya menurut saja apa yang dikatakan oleh Mama angkat nya. Setelah kehadiran Mak Iyem kini Tuhan menghadirkan Tuan Hector dan istrinya sebagai pendamping hidupnya. Sungguh Tuhan sangat baik pada nya.
Pulang dari rumah sakit Nyonya Hector sangat bahagia. Hasil USG Belva menyatakan dirinya mengandung anak kembar. Sekali mendapatkan cucu langsung dua sekaligus.
"Sayang... Mama sangat bahagia dan senang. Tuhan sangat baik pada Mama karena telah mempertemukan Mama dengan gadis cantik dan baik seperti mu. Dan sekarang Mama akan punya dua cucu sekaligus." Wajah cerah terpancar dari Nyonya Hector. Senyum di bibirnya mengembang sempurna. Tapi sedetik kemudian rasa haru saat teringat gambar hitam putih yang terekam dari transducer muncul dilayar monitor.
Belva memeluk Mama angkatnya, bahagia dan senang tak kalah merasuki hati calon ibu muda itu. "Mama, aku juga sangaaat bahagia sekali. Aku harus selalu bersyukur atas kehidupan ku saat ini."
"Iya itu harus sayang. Apapun yang terjadi dalam hidup mu semua adalah pengalaman yang berharga untuk mu. Mulai sekarang kamu jangan sedih-sedih lagi. Ada Mama dan Papa yang akan menjaga mu." Ucap Nyonya Hector dengan semangat, menunjukkan keceriaan wajahnya agar tersalur pada Belva.
Ibu hamil tidak boleh banyak pikiran, sebisa mungkin Nyonya Hector membuat mood Belva bagus setiap hari. Sejauh ini perkembangan kesehatan Belva dan janinnya baik-baik saja. Belva pun tidak pernah merasa repot dengan kehamilan nya. Seperti nya calon anak Belva sangat pengertian pada ibunya dan tak mau membuat susah ibunya.
"Iya Ma... Terimakasih banyak." Ucap Belva. Tak lama pintu terbuka, Tuan Hector berjalan menuju arah anak dan istrinya.
"Kenapa ini seperti nya ada sesuatu yang Papa lewatkan melihat ekspresi wajah kalian." Tanya Tuan Hector penuh selidik.
Siang hari Tuan Hector menyempatkan diri untuk pulang ke rumah hanya untuk makan siang bersama keluarga nya. Sejak adanya Belva dalam keluarga Tuan Hector, membuat pria paruh baya itu semakin mencintai keluarganya. Melihat istrinya yang tampak lebih bahagia dengan kehadiran Belva, Tuan Hector merasa ikut bahagia.
"Pa, kabar bahagia buat kita." Nyonya Hector tersenyum-senyum.
"Kabar bahagia apa Ma ?" Tuan Hector penasaran dengan kabar bahagia yang diucapkan oleh istrinya.
"Kita akan punya dua cucu Pa... Vanthe mengandung anak kembar." Nyonya Hector sangat girang sekali saat mengatakan kabar bahagia itu.
Wajah penasaran dari pria tua itu kini berubah bahagia. Senyum mengembang di kedua sudut bibir nya.
"Benarkah itu ?" Tanya Tuan Hector antusias.
Belva mengangguk dan tersenyum. Baru beberapa minggu tinggal bersama keluarga barunya sehingga ini kali pertama Belva melakukan pemeriksaan ke dokter dan USG kandungan nya.
"Papa sangat senang sekali mendengar nya. Apa Papa boleh memeluk mu nak ?" Tuan Hector ingin memeluk Belva tapi merasa tidak enak takut jika Belva menolaknya.
"Tentu Pa..." Belva berhambur memeluk Tuan Hector. Pria yang sangat baik hati mau menerima dirinya yang tidak dikenal sama sekali. Tapi Tuan Hector tetap menolong bahkan mengangkat nya menjadi putri dari keluarga Ganendra Hector.
Tuan Hector mengusap lembut punggung Belva. Lama sekali dirinya menginginkan kehadiran seorang anak tapi Tuhan tak mengijinkan hingga usianya sudah lanjut seperti ini. Nyonya Hector memiliki masalah pada rahimnya hingga dengan berat hati tak bisa memberikan keturunan untuk suaminya. Tapi diusia mereka yang sudah berkepala 6 Tuhan memberikan Belva untuk mereka.
Beberapa hari kemudian persiapan mereka berangkat ke Perancis sudah lengkap. Demi kepentingan bisnis Tuan Hector memboyong keluarganya ke negara yang memiliki menara tertinggi dengan memegang rekor muri selama 40 tahun.
Perancis bukan negara baru bagi Nyonya Hector. Sejak menikah dengan Tuan Hector mereka sering sekali pulang pergi ke negara ini. Beberapa kali menetap selama beberapa tahun pun pernah Tuan dan Nyonya Hector lakukan.
Bersama Tuan Hector dan istrinya hidup Belva jauh lebih baik. Kebutuhan akan hidupnya tidak lagi susah. Gizi untuk bayi di perut kini terpenuhi.
"Sayang, Mama bawakan kamu makan dan susu, ini baik untuk kesehatan ibu hamil dan bayi dalam perut." Nyonya Hector masuk ke dalam kamar Belva. Perempuan hamil itu tengah berbaring mengistirahatkan diri.
"Terimakasih Ma... Terimakasih sudah menolong ku. Aku tak tahu jika tidak ada kalian seperti apa hidup ku sekarang." Air mata Belva mengalir, kedua tangan nya menutupi wajah nya yang merah akibat menangis.
"Sayang, sudah jangan menangis. Kami sangat senang dan bahagia bertemu dengan mu. Kami tak memiliki anak sepanjang hidup kami. Kehadiran mu adalah anugerah untuk kami. Terlebih sebentar lagi kami akan memiliki cucu dari mu." Ada rasa haru yang dirasakan oleh Nyonya Hector.
Nyonya Hector memeluk Belva dengan sayang. Hari-hari Belva di lalui nya dengan lebih bahagia selama kehamilan nya hidup bersama keluarga angkat nya.
Nyonya Hector memili butik di kota Paris. Butik yang memiliki brand de'La Hector didirikan beberapa puluh tahun yang lalu saat menetap di Perancis untuk beberapa tahun menemani Tuan Hector berbisnis. Kemanapun Tuan Hector pergi selalu membawa istrinya. Dua paruh baya itu sudah seperti paket komplit yang tak terpisahkan. Belva tertarik untuk mendesain baju-baju, Nyonya Hector beberapa kali membawa nya ke butik nya. Disana ia bisa melihat banyak gaun yang indah dan cantik, bahkan juga sering bertemu dengan perancang busana terkenal hingga menimbulkan minat nya.
Saat menunggu Nyonya Hector di butik, Belva sering memperhatikan pelanggan dan Mama angkatnya. Cara kerja Nyonya Hector benar-benar diperhatikan nya. Hingga terkadang merasa bosan dan mencoba untuk menggambar sketsa gaun-gaun sesuai dengan bayangan dan imajinasi nya.
"Sayang, kamu bosan ikut Mama ?" Tanya Nyonya Hector mendekat Belva setelah pelanggan nya pergi.
"Ma... Tidak terlalu... Di sini cukup menyenangkan." Belva tersenyum ke arah Nyonya Hector.
Nyonya Hector memperhatikan goresan pensil pada kertas yang ada di depan Belva. "Sayang, ini kamu yang menggambar ? Kapan ?" Tanya Nyonya Hector dan mengambil kertas tersebut. Goresan yang cukup bagus menurut Nyonya Hector.
"Oh.. em..iya Ma. Beberapa menit yang lalu, aku sedikit bosan karena tak melakukan apapun jadi aku main-main saja dengan kertas dan pensil yang ada di depan ku." Jawab Belva tersenyum.
"Apa kamu suka menggambar seperti ini ? Maksud Mama sketsa ini cukup bagus sayang. Jika kamu mau Mama akan memanggil guru privat untuk mu."
"Tapi Ma... Aku tidak yakin bisa melakukan nya seperti apa yang Mama lakukan." Memang Belva memiliki minat hanya saja minder dan ragu.
"Mama rasa kamu punya bakat sayang. Akan sayang sekali jika tidak diasah dan dikembangkan. Kalau saran Mama, cobalah dulu untuk belajar. Mama akan datangkan guru privat untuk mu. Bagaimana ?" Nyonya Hector mencoba membujuk Belva agar mau belajar dan mengasah kemampuan yang dimiliki gadis itu.
"Iya... Terserah Mama saja bagaimana baiknya akan aku coba terlebih dahulu." Akhirnya Belva mau menyetujui saran dari ibu angkat nya.
Mengisi waktu-waktu luang dengan aktivitas yang baru. Dalam satu minggu Belva berlatih mendesain bersama guru privat nya. Selain itu berkeliling kota Paris juga dilakukan nya untuk mengisi waktu luang nya dengan di temani Nyonya Hector atau pun Roichi asisten pribadi Tuan Hector. Banyak bangunan megah dan mewah yang menarik hati nya. Belva banyak membaca mengenai desain-desain bangunan di negara Perancis selama kehamilan nya selain minat nya menggambar desain-desain baju.
Hingga Belva melahirkan anak kembar nya laki-laki dan perempuan yang diberi nama Kaili Kennard untuk putra tampan nya dan Kaila Kamala untuk putri cantik nya.
Kehadiran bayi kembar itu menambah kebahagiaan Tuan Hector dan istrinya. Bayi-bayi menggemaskan itu di rawat sepenuh hati oleh Belva dengan bantuan Nyonya Hector. Meski tak memiliki anak Nyonya Hector bisa merawat bayi karena dulu pernah membantu mengurus keponakan nya saat bayi anak dari adik ipar nya. Tapi sayang keluarga satu-satunya yang dimiliki oleh suaminya itu satu keluarga meninggal akibat kecelakaan pesawat.
Duo Kay bertumbuh dan berkembang dengan sangat baik. Makanan yang terjamin menyumbang dengan baik untuk pertumbuhan mereka. Di usia satu tahun, Belva melihat kedua buah hati nya begitu tertarik dengan kertas, pena dan beberapa pensil warna. Dia membiarkan anak nya berkembang sesuai dengan keinginan anak nya selama masih dalam pandangan positif.
Ternyata kebiasaan nya saat hamil yang suka mendesain baju-baju dan membaca banyak desain-desain bangunan sangat berpengaruh bagi kedua buah hatinya.
Semakin lama bakat kedua anak nya terus berkembang hingga Tuan dan Nyonya Hector mendukung dengan memberikan kedua cucunya guru privat khusus untuk mereka agar lebih bisa mempertajam bakat mereka.
Meski di angkat anak oleh seseorang yang berada. Belva tetap mandiri setelah melahirkan kedua putra nya hingga berumur 1 tahun, Belva memilih hidup mandiri di sebuah apartemen sederhana di kota Paris. Saat kedua orang tuanya berada di rumah dan berkumpul bersama. Ini lah saat nya Belva mengutarakan keinginannya.
"Ma..Pa.. Aku mau bicara sebentar." Ijin Belva pada Tuan dan Nyonya Hector.
"Bicara apa Nak ? Bicaralah seperti nya ada sesuatu yang serius yabg ingin kamu bicarakan. Tidak biasanya pakai basa-basi seperti ini." Jawab Tuan Hector yang sibuk dengan memperhatikan tingkah polah cucuk kembar nya yang lucu dan menggemaskan.
Begitupun Nyonya Hector juga tak kalah antusias dalam memperhatikan duo Kay.
"Ma... Pa... Aku punya keinginan untuk hidup mandiri bersama kedua anak ku." Ucap Belva dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan orang tua angkatnya.
Kening Tuan Hector mengkerut, Nyonya Hector langsung menatap Belva.
"Sayang, maksud mu dengan hidup mandiri bagaimana ?" Nyonya Hector hendak memastikan.
Tuan Hector menunggu jawaban putrinya. Dalam pikiran nya sudah menebak apa yang dimaksud dengan keinginan Belva.
"Aku... Ingin hidup hanya bertiga dengan duo Kay Ma. Kemarin saat jalan-jalan aku tak sengaja melihat apartemen sederhana dekat dengan butik Mama. Aku ingin tampil nggal disana Ma..Pa.."
"Tapi sayang, disini kalian akan lebih aman. Mama bisa menjaga cucu-cucu Mama. Kamu tega memisahkan Mama dengan mereka ? Baru saja Mama bahagia bermain bersama mereka." Raut wajah Nyonya Hector berubah sendu.
"Vanthe... Kenapa kamu berfikiran untuk tinggal di tempat itu ? Apa kamu tidak nyaman disini ?" Tanya Tuan Hector.
"Bukan begitu Pa... Justru karena disini terlalu nyaman untuk ku. Aku ingin bisa hidup sendiri, bekerja, dan mengurus anak-anak. Aku juga ingin mengajarkan pada mereka untuk hidup sederhana agar mereka tidak manja saat tumbuh besar nanti. Ijinkan aku Ma... Pa..." Belva memohon untuk diijinkan menempati apartemen sederhana dekat butik Mama nya.
Kedua orang tua angkat Belva masih tetap melarang keras tapi Belva selalu punya cara untuk membujuk mereka hingga mereka menyetujui nya dengan syarat harus ada yang menemaninya.
"Haafftt baiklah... asalkan ada yang menemani mu. Karena kamu harus bekerja di butik Mama." Ucap Nyonya Hector tegas.
Bella perempuan yang sama umur nya dengan Belva yang merupakan keponakan Roichi dipekerjakan untuk menjaga duo Kay saat Belva membantu Nyonya Hector di butik de'La Hector. Bakat Belva yang mumpuni mampu mengangkat butik itu menjadi lebih ramai lagi.
**
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Apakah Belva akan kembali dan bertemu dengan Pria beristri yang dingin dan arogan itu ? Simak terus kisah nya !!
Terimakasih buat para reader setia.
Jangan lupa berikan Vote, Kritik, Saran dan Like nya.
Bagaimana dengan part ini bisa silahkan komen ya guys 🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!