Seperti hari-hari biasanya, Kiya saat ini masih berduaan bersama tumpukkan kertas-kertas diatas meja kerjanya. Dimana, masa penghujung bulan. Laporan dari berbagai devisi akan segera meluncur untuk segera diberikan kepada sekretaris dari pemimpin perusahaan tempat mereka bekerja.
" Alhamdulillah, akhirnya selesai." Kiya merentangan tangannya untuk meregangkan otot-otot tubuhnya yang sedikit tegang akibat terlalu banyak duduk.
Menjadi bagian dari tim audit dibagian keuangan, menjadi tanggung jawab yang sangat besar bagi mereka yang berada dalam tim tersebut. Apalagi masalah keuangan, sangatlah sensitif mengalahkan siklus PMS (Sindrom pramenstruasi atau premenstruation syndrome).
" Kiya, istirahat yuk! Laper nih!." Nabila menghampiri meja kerja sahabatnya itu.
" Sholat dulu ya." Kiya tersenyum sembari merapikan berkas-berkas diatas meja kerjanya, lalu ia berpamitan dengan tim lainnya.
" Iya, bu' ustadzah!." Nabila sangat mengerti dan memahami karakter sahabatnya itu, sesibuk apapun pekerjaan yang sedang ia kerjakan. Untuk urusan agama, tidak ada kata tawar menawar dengannya.
Mereka berdua berjalan menuju ruangan sekretaris dari CEO, untuk menyerahkan berkas laporan yang telah dibawanya. Di penghujung bulan, setiap laporan dari berbagai divisi harus diserahkan kepada pemimpin mereka melalui sekretarisnya, Ghina. Jangan ditanya kemana CEO pemimpin mereka, karena jawaban itu tidak akan pernah mereka dapatkan.
" Selamat siang mbak Ghina, mau nyerahin laporan." Kiya menyerahkan berkas yang berada ditangannya tersebut kepada Ghina.
" T.O.P B.G.T lu Ki Tim kalian selalu tepat waktu dan nggak molor dalam urusan laporan. Thank's ya." Ghina menerima berkas laporan itu dari tangan Kiya dengan penuh senyuman dan meletakkannya diatas meja.
" Kalau gitu, ada bonusnya nggak mbak? kan tim kita selalu tepat waktu, hehehe." Dengan nada candaan, Nabila menggoda Ghina.
" Hahaha, tanya sama bos langsung saja deh kalau masalah itu Bil." Ghina tertawa mendengar perkataan Nabila.
" Ya elah, gimana mau nanya mbak. Wajah orangnya aja nggak pernah liat, apalagi nonggol. Mau nanya sama siapa, dinding??." Nabila dengan logat bicaranya yang asal nyablak.
Kiya merasa sedikit malas jika harus mendengarkan perdebatan Ghina dan Nabila, tidak akan ada kata habis.
" Sudah-sudah! Nggak baik bercanda terus, nanti lu jadi suka sama orangnya. Makasih ya mbak, kita ISHOMA (Istirahat, SHOlat dan MAkan) dulu." Kiya berpamitan pada Ghina dan menarik tangan Nabila untuk segera meninggalkan tempat tersebut, namun disaat ia membalikkan tubuhnya.
Bugh!!!
" Argh, Astaghfirullah!!!." Kiya reflek menjerit lalu beristigfar, disaat melihat orang yang bertabrakan dengannya dan langsung saja ia melangkahkan kakinya untuk segera mundur beberapa langkah kebelakang.
" Maaf." Ucap Kiya.
Pria itu hanya menatap Kiya dengan tatapan dinginnya, aura sang pemimpin yang terkenal tegas dan kejam terlihat.
Begitu pula dengan Nabila, mulutnya terbuka lebar dan terdiam saat melihat wajah orang yang bertabrakan dengan Kiya tadi.
" Ganteng banget!!!." dengan keadaan tidak sadar akan perkataannya, Nabila masih menatap orang tersebut.
Ghina merasa sangat geli dengan sikap Nabila yang saat itu ia lihat, lalu ia segera menundukkan sebagian tubuhnya sebagai tanda hormat.
" Selamat datang tuan!." ujar Ghina dengan sopan.
" Hem".
Hanya kalimat itu yang menanggapi perkataan Ghina, lalu pria itu berjalan melewati ketiga wanita itu dengan angkuhnya. Terlihat dari belakangnya, mengikuti langkah tuannya. Dia tidak lain merupakan asisten pribadi dan tangan kanan dari bos mereka.
" Mbak kenal dengan orang tadi?." tanya Kiya yang merasa penasaran serta ada rasa takut menerpa dirinya, disaat menatap wajah orang yang bertabrakan dengannya tadi.
" Iya mbak, kenal nggak sama cowok ganteng tadi?. Ih... Gemes deh gue liatnya, Ki." Nabila seperti cacing kepanasan.
Ghina pun tersenyum mendengar perkataan dari kedua wanita dihadapannya ini.
" Bener nih, kalian mau tau mereka itu siapa?." Tanya Ghina dengan wajah menggoda.
Secara bersamaan, Kiya dan Nabila menganggukkan kepalanya serta dengan wajah yang sangat penasaran.
" Dia adalah CEO kita, tuan Azzam Arsalaan dan asistennya tuan Daffa Hanan." Jawab Ghina.
" What???." Teriak Nabila dengan sangat keras, sedangkan Kiya hanya melebarkan matanya merasa tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
Apa benar, pria itu adalah CEO perusahaan ini? Kok kayaknya serem banget wajahnya, tatapannya juga seperti ingin menangkap mangsa saja. Astagfirullah Kiya, kok malah jadi su'udzon. Kiya.
" Ya ampun! Tuampan B.G.T!!! Mimpi apa aku semalam, bisa melihat dan bertemu langsung dengan CEO?! Apalagi dapat bonus sang wajah asistennya yang tak kalah guantengnya. Mak!!! Anakmu mau kawin!." Nabila larut dalam kegilaannya.
Mata Kiya hanya memutar dengan malasnya, melihat sahabatnya itu seperti orang tidak waras saja. Apalagi dengan Ghina, tangannya sudah menempel pada jidatnya yang lebar seperti lapangan bola.
" Mari mbak Ghina, kita duluan!." Kiya langsung menarik tangan Nabila untuk segera menjauh bahkan jika bisa langsung menghilang saja dari sana, entah dimana urat malunya tu anak.
" Iya Ki. Hati-hati tu bawa ember tumpah." Tawa Ghina semakin renyah dengan ulah Yang Nabila perlihatkan.
" Tenang saja mbak, nanti Kiya tambahin aernya biar sekalian banjir. " Kiya memberikan jari tangannya dengan membentuk huruf O kepada Ghina.
......................
🌻🌻🌻
Selamat membaca semuanya...
Author mohon bijaklah dalam membaca, berkomentar dan memberikan saran ataupun kritikan.
Jika tidak berkenan dan merasa bertolak belakang tentang perjalanan cerita ini dengan keinginan para pembaca, author tidak memaksa untuk terus membaca. Silahkan abaikan saja, tolong hargailah hasil dari karya yang ada🙏.
Di lain tempat dan masih dalam perusahaan yang sama, berjalan memasuki ruangan yang sudah sangat lama ia tinggalkan. Azzam melirik dengan matanya yang tajam kedalam ruangannya itu, menatap sekelilingnya. Tidak ada yang berubah sedikit pun, hanya rasa sesak yang ia rasakan jika terus-terusan berada dalam ruangan ini.
Flashback on...
" Sya, tunggu sebentar. Aku akan segera kembali, rapatnya tidak akan lama." Azzam yang saat itu akan melaksakan rapat bulanan, sedang kedatangan orang yang sangat ia cintai.
" Tidak apa-apa sayang, aku akan setia menunggumu. Jangan khawatir dan cepat kembali, oke." Marsya memainkan matanya dengan genit.
Azzam yang saat itu sedang terburu-buru, meninggalkan Masyra sendirian didalam ruang kerjanya. Dia adalah wanita yang sangat Azzam cintai, namun diantara mereka belum terikat dengan status. Apakah itu pacaran atau yang lainnya, karena Azzam yang meminta. Karena ia masih ragu dengan perasaannya dan Marsya pun tidak mempermasalahkannya, mereka seperti teman biasa tapi sangat mesra.
Namun kemesraan itu tidak bertahan lama, sekembalinya Azzam dari pertemuan rapatnya. Disaat ia memasuki ruang kerjanya, ia tidak mendapati sosok wanita yang ia cintai. Mencoba menghubungi ponsel sang wanita, tapi kenyataannya tidak ada tanggapan. Tiba-tiba, Marsya keluar dari balik pintu kamar pribadi milik Azzam dengan keadaan setengah terbuka. Hanya menggunakan pakaian linggerie dan dalaman saja, lalu ia menggoda Azzam. Dan hal itu sontak membuat Azzam murka!!!
" MARSYA !!!." teriak Azzam.
Flashback off...
" Huh!!." Menghembuskan nafasnya dan berjalan menuju meja kerjanya, Azzam segera memeriksa beberapa laporan yang diletakkan di atas mejanya.
Biasanya, Azzam akan memeriksa laporan-laporan itu dari rumahnya. Ia sangat muak jika berada diruangan kantornya, tapi tidak untuk hari ini! Ia merasa sangat ingin meninjau perusahaannya.
" Tuan, ini laporan terbaru untuk bulan ini." Daffa, asisten serta tangan kanan bagi bosnya. Meletakkan beberapa berkas yang baru ia terima dari Ghina, dihadapan bosnya.
Kembali fokus menatap tumpukkan berkas, dan mata yang sangat tajam itu menatap lekat pada salah satu berkas yang ia periksa saat itu. Dengan dahi yang berkerut dan alis mata sebelah kanannya naik, tampaklah wajah dengan ekpresi aneh.
" Panggil orang yang membuatnya!." Azzam melempar berkas tersebut kepada Daffa.
" Baik tuan." berjalan keluar dari ruangan bosnya, Daffa menuju ruang sekretaris Ghina.
Sesampainya diruangan Ghina, ia langsung memberitahukan untuk segera memanggil si pembuat laporan tersebut untuk menghadap tuannya saat itu juga. Ghina menghubungi ponsel Kiya, namun tidak ada tangapan.
" Maaf tuan, sepertinya Kiya sedang sholat. Saya akan segera menghampirinya." Perasaan Ghina saat itu campur aduk, biasanya orang yang dipanggil untuk segera menghadap bos mereka itu akan tamat.
" Hem" . Jawaban dari Daffa yang sangat irit.
Mampus! Kiya, kau dimana sih! Jangan sampai tuan bos marah, habislah kita. Ghina terus menghubungi Kiya dan akhirnya Ghina menelfon Nabila dan Ia segera memberitahukan pesan dari Daffa kepadanya untuk Kiya.
......................
Dengan khusuknya, Kiya melaksanakan sholat dan ditutup dengan berdo'a. Setelah selesai, ia langsung membereskan perlengkapannya dan segera menghampiri Nabila.
" Aduh Ki, lu lama bener. Cepetan deh, lu dipangil sama bos CEO keruangannya." tampak raut wajah Nabila sangat cemas.
" Memangnya ada apa, Bil?." Tanya Kiya dengan polosnya.
" OMG!!! Pakek nanya lagi, gue mana tau Kiya. Udah cepetan gih sana, Mbak Ghina udah kebakaran jengot tuh." Nabila mendorong Kiya agar segera pergi menghadap bos mereka, yang rumornya terkenal dengan wajah devilnya dan super kejam kepada siapa saja yang mencari masalah padanya.
Semoga lu nggak kenapa-napa Ki. Nabila.
......................
Berjalan dengan setengah berlari dan disertai suara perut yang protes untuk segera diberikan haknya, Kiya menuju ruangan bosnya.
Bismillah, semoga tidak ada apa-apa. Kiya.
Kini, Kiya sudah berada didepan ruangan bosnya.
Tok
Tok
Tok
" Masuk". Terdengar jawaban suara dari dalam ruangan.
Dengan memberanikan diri, Kiya membuka pintu ruangan tersebut.
Kreekk...
Pintu tersebut terbuka, terlihat dua pria yang sedang berinteraksi disana. Lalu salah satu dari mereka melihat kedatangan Kiya. Orang itu adalah Daffa, dan ia segera menghampiri Kiya yang masih berdiri jauh dari mereka.
" Silahkan, tuan sudah menunggu." Daffa mempersilahkan Kiya untuk menghadap bosnya itu.
" E e, i iya tuan. Terima kasih!." Jawab Kiya dengan perasaan yang sangat cemas.
Daffa menggeser posisinya yang untuk berdiri disamping kanan tuannya, dimana Kiya perlahan berjalan menghampiri mereka dan berhenti tepat didepan meja bosnya dengan menundukkan kepala.
" Maaf tuan, saya Kiya dari tim audit keuangan. " Ucap Kiya yang masih menunduk dengan kedua telapak tangannya yang menyatu, terihat sangat wajahnya yang cemas.
Tidak ada suara dan tidak ada tanggapan dari bosnya itu, Kiya pun merasa heran. Perlahan ia mulai berani mengangkat wajahnya untuk melihat lawan bicaranya saat itu. Setelah melihatnya, Kiya kembali menundukkan wajahnya dan wajahnya itu berubah menjadi semakin cemas.
Ya Allah, wajahnya serem banget. Apa ada yang salah dengan laporanku? tolong hambamu ini, Ya Rabb. Kiya.
" Faiha Azkiya!" . Perkataan itu terdengar sangat tegas dan juga menegangkan.
Deg
Deg
Deg
Jantung Kiya sudah tidak karuan iramanya dan terasa akan mau berhenti, mendengar perkataan dari bosnya yang memanggil namanya.
" I i ya, saya tuan". Dengan sedikit bergetar, Kiya mencoba mengatasi rasa takutnya.
" Jika sedang berbicara dalam dua arah, apa kau terbiasa tidak melihat lawan bicaramu? Teruslah menunduk, jika mau lehermu itu patah saat ini!." Azzam menegaskan perkataannya. Ia merasa sangat tersinggung dengan sikap yang tidak sopan menurutnya.
Apa gue bilang, tuan sedang dalam keadaan yang tidak baik. Sungguh malangnya nasih nona ini. Daffa.
" Ma ma aafkan saya tuan." Kiya perlahan menaikan wajahnya kembali untuk menatap bosnya itu, sungguh sangat menegangkan.
Bruk!!!
Azzam melempar berkas laporan yang sebelumnya Kiya berikan kepada Ghina, lalu ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi miliknya.
" Perbaiki!."
Hal itu sontak membuat Kiya terkejut, tubuhnya bergetar setelah mendengar perkataan dari pria dingin dihadapannya saat ini.
" Ba ba ik tuan, akan segera saya perbaiki." Kiya menggambil berkas yang terjatuh karena lemparan dari bosnya itu di dekat kakinya.
Lalu ia menundukkan setengah tubuhnya untuk mohon diri, namun baru beberapa langkah ia berjalan.
" Berhenti!."
......................
" Berhenti!."
Suara itu sangat terdengar seperti ancaman bagi Kiya, kakinya pun ikut menjadi kaku.
" Sebelum jam kantor selesai, laporan itu sudah berada diatas meja ini! Keluarlah." Titah Azzam kepada Kiya yang masih berdiri kaku tanpa membalikkan badannya.
" Baik tuan, permisi." Kiya langsung melanjutkan langkahnya untuk keluar dari ruangan tersebut.
Setelah berada di ruangannya, Kiya langsung memeriksa kembali laporannya yang dikembalikan. Merevisi dengan sangat teliti dan berulang-ulang ia membuka serta membolak-balikkan berkas tersebut, namun tidak ada satupun kesalahan yang ia temukan. Melihat waktu kerja hanya tinggal berapa menit lagi, sungguh membuatnya pusing.
Apa yang salah dengan laporanku? biasanya setelah lewat mbak Ghina, tidak ada perubahan dan selalu baik-baik saja. Kenapa kali ini, ah apa karena bos sendiri yang turun tangan memeriksa laporanku ya. Sungguh teliti, tapi dimana letak kesalahan dari laporanku ini? Kiya.
......................
Kini Azzam berjalan menuju pantry diruangannya, membuat dan menikmati kopi yang saat ini berada ditangannya. Termenung dengan apa yang ia lakukan kepada pegawainya itu, hanya sedikit ingin bermain-main. Meluapkan kekesalannya saat kembali berada di dalam ruangan ini.
" Tuan !". Tegur Daffa, membuyarkan lamunan Azzam.
" Hem, ada apa?."
" Apa ada yang harus saya kerjakan lagi, tuan?."
" Duduk dan tunggu aku sampai selesai. Dan ingat! jangan menyebalkan Daffa!!!."
Dengan malasnya, Daffa bersantai di salah satu tempat duduk yang berada diruangan tersebut. Ia merasa aneh dengan sikap tuannya saat ini. Tidak ingin berbicara banyak dan diam adalah hal yang terbaik daripada memancing singa yang tidur untuk menggamuk.
Drett...
Drett...
Ponsel Daffa bergetar, ada notifikasi untuk panggilan. Terlihat nama sang penelfon, yaitu Kenan. Yang merupakan orang kepercayaan Azzam didunia hitam, lalu Daffa berbicara melalui ponselnya. Azzam hanya memicingkan matanya, sembari masih menikmanti kopi yang telah ia buat.
" Tuan! Kenan sudah mendapatkan orang yang kita cari." Daffa menyampaikan informasi yang ia dapatkan dari temannya itu.
" Bawa kehadapanku!." Titah Azzam.
" Baik tuan." Dengan segera Daffa menghubungi Kentan.
Tidak membutuhkan waktu lama, kini Kenan sudah berada diruangan tuannya. Membawa seorang tawanan dalam kondisi yang cukup memprihatinkan, mereka tiba disana tanpa diketahui oleh para pegawai lainnya di perusahaan tersebut. Karena mereka mempunyai jalan rahasia yang selalu digunakan disaat genting.
Dengan angkuhnya, Azzam duduk berhadapan dengan orang yang dibawa oleh Kenan dengan kepala tertutup, tangan dan kaki yang terikat, serta mulut yang tertutup oleh plester hitam.
" Buka!!." Dengan mengelus rahangnya, ia memberikan perintah untuk membuka penutup kepala pria tersebut.
Kenan dengan sigap membuka penutup kepala orang itu, dan pria tersebut langsung melebarkan matanya setelah melihat siapa yang sedang duduk berhadapan dengan dirinya.
" Kenapa? Kaget?!!." Berdiri dari duduknya, lalau Azzam tersenyum dengan sangat sinis.
" Ehm, emm. emm.." Pria itu terus meronta-ronta.
Kkrrraakk!!!
Kkrrraakk!!!
Suara patahan dari tulang kering pada kaki pria itu, sudah sangat dipastikan jika tulang kedua kakinya telah patah bahkan mungkin remuk. Mau berteriak! Pria itu hanya bisa menjerit dalam keadaan tidak berdaya.
Azzam dengan santainya, menyeringai kepada pria tersebut. Untuk hal menyiksa, bahkan melenyapkan nyawa orang lain sangatlah mudah bagi Azzam.
" Pablo Hendrarto! Heh!! Kau sangat suka sekali bermain-main denganku." Mencengkram dengan kuat, tubuh pria itu tepat pada tulang yang dipatahkan sebelumnya oleh Azzam.
Arrghh!!!
Arrghh!!!
Tangan Azzam bermain kembali diwajah Pablo, dengan sangat mudahnya ia mencongkel dan mengeluarkan salah satu bola matanya. Disaat bola mata itu terjatuh dilantai, dengan senyuman devilnya Azzam menginjaknya hingga hancur.
" Astaghfirullah!!!." Suara seseorang yang menjerit dengan sangat kuat.
Semua perhatian orang yang berada disana teralihkan melihat ke arah sumber suara.
" Daffa!!!." Teriak Azzam hingga bergema.
Mereka tidak menyadari kehadiran seseorang disana, dan orang tersebut melihat bagaimana bos mereka mengeksekusi musuhnya. Kiya yang saat itu menjadi terdiam dan kaku, menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Dan kini, Kiya berada didalam ruangan pribadi milik bosnya. Setelah Daffa menggurungnya disana, atas perintah dari bosnya.
Untuk musuhnya itu, dengan sangat mudah. Azzam menyelesaikan nyawanya untuk terlepas dari raga miliknya, dengan satu gerakan. Menembak tanpa mengeluarkan suara dan tepat mengenai jantungnya, membuat Pablo menghembuskan nafasnya untuk yang terakhir.
" Pertukaran seimbang dengan kerugian yang kau lakukan di perusahaanku, Pablo!." Lalu Azzam melempar senjatanya itu kepada Kenan.
" Bersihkan seperti sedia kala!." Titahnya.
......................
Tidak, tidak mungkin! Aku pasti salah lihat tadi, tidak mungkin bos melakukan hal yang sekeji itu. Kiya.
Dengan tubuh yang bergetar, ia terus mengucapkan kalimat istighfar dari mulut dan didalam hatinya. Memohon pertolongan dan perlindungan dari Rabb-Nya. Pintu ruangan itu terbuka, memperlihatkan siapa yang memasuki ruangan tersebut. Orang tersebut berdiri dengan tegap dan menatap Kiya dengan sangat tajam. Tak ingin mendapatkan tatapan itu, Kiya langsung menunduk dan duduk bertekuk sembari memeluk kedua lututnya.
" Berdirilah!!!." Suara yang sangat tegas itu di lontarkan oleh Azzam.
Karena merasa sangat ketakutan, Kiya tidak mendengarkan ucapan yang bosnya katakan saat itu.
" Berdiri aku bilang !!!. " dengan nada suara yang sangat tinggi.
Dengan sangat kaget dan terpaksa, akhirnya Kiya memberanikan diri untuk berdiri.
" Apa yang sudah kau lihat?!." Tanya Azzam dengan kedua telapak tangan yang berada didalam saku celananya.
" Ti ti dak, tidak ada tuan." Kiya menjawab dengan kalimat yang terbata-bata.
" Aku tanya! Apa yang sudah kau lihat, hah!! Jawab!!." Suara itu semakin meninggi.
Menggumpulkan keberanian untuk menjawab pertanyaan dari bosnya itu. Jika ia tidak menjawabnya, katakutannya semakin besar, takut membuat emosi dari bosnya itu membesar.
Ya Rabb. Berikan hambamu ini kekuatan! Kiya.
" Kenapa? Takut kepadaku?." Seringai yang Azzam tampakkan kepada Kiya.
" Ma maafkan saya tuan, saya tidak sengaja melihatnya." Kiya memohon kepada bosnya itu, agar tidak memberikan hukuman kepadanya.
" Hahaha."
Azzam tertawa dengan keras dan terdengar sangat menyeramkan. Ia berjalan perlahan mendekati Kiya yang masih terlihat bergetar karena ketakutan. Dengan senyuman yang tidak bisa di artikan, ia menatap Kiya yang masih menundukkan kepalanya.
" Jangan tutupi kepolosanmu itu, kau sungguh menarik, nona!." Mulut Azzam berbisik pelan disamping telingga Kiya.
Hal itu sontak saja mengejutkan Kiya yang dimana ia sangat anti untuk berdekatan dengan pria yang bukan mahramnya. Dengan gerakan reflek, ia langsung bergerak untuk menggeser tubuhnya sedikit menjauhi Azzam. Mendapatkan penolakan dari wanita yang berada dihadapannya, membuat Azzam merasa terhina. Ia terus mendekati Kiya yang juga selalu bergeser, dan disaat tubuh Kiya tidak bisa bergeser lagi, akibat dari dinding yang sudah menempel pada punggungnya.
" A anda mau apa tuan?." Kiya semakin ketakutan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!