NovelToon NovelToon

Sang Pengganti

CHAPTER 1

"Ziii!!!" Satu panggilan sangat keras membuat semua yang sedang menikmati kopi di warkop depan pasar langsung serempak menoleh.

Terutama seorang gadis berusia belasan tahun yang terlihat sangat berantakan dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. Ya, Ziva Kara namanya. Gadis manis berlesung pipit tapi tomboi.

"Apa-apaan sih?! Berisik banget pagi-pagi!" Kesal Ziva yang merasa namanya dikumandangkan bak pembacaan isi Pancasila saat upacara sekolah.

"Ziva! Ziva! Ini gawat! Ayah! Ayahmu!" Dengan tergopoh-gopoh, pemuda berusia kurang lebih sama dengan Ziva, menghampirinya dengan wajah panik dan penuh keringat.

"Fajar.... Ini ada kopi. Minum pelan-pelan, mumpung udah nggak panas. Lalu cerita dengan benar. Biar aku ngerti apa yang kamu omongin." Kata Ziva sembari menyodorkan segelas kopi yang tadi hampir saja diseruput nya namun batal karena kedatangan Fajar.

Fajar yang tampak sangat lelah itu langsung mengambil gelas dari tangan Ziva dan meminumnya sampai habis tak bersisa. Ziva melongo melihatnya dan serunya, "Woiii.... Ya, jangan langsung abis juga kali!" Protes Ziva yang menjadi kesal melihat gelas kopinya langsung kosong.

"Aku bilang minum kopinya pelan-pelan, kenapa kamu abisin, hah?!" sambung gadis itu.

"Aku haus! Aku lari jauh banget, pagi-pagi lagi!" sahut Fajar beralasan. Ziva mendengus dan mencibirnya, "Siapa yang suruh...."

Tiba-tiba seorang perempuan hampir paruh baya sudah berdiri di depan keduanya sambil berkacak pinggang, "Kalian ini! Jangan bikin ribut di warung ku! Ini masih pagi, tau! Pamali!" Teguran dari sang pemilik warung membuat Ziva dan Fajar berhenti berdebat.

"Maaf, Budhe... maaf banget...." Kata Ziva dengan senyum simpul, lalu seketika senyumnya menghilang saat menoleh ke arah Fajar dan berkata, "Kamu nih! Bikin masalah aja! " omel Ziva setengah berbisik sembari menarik ujung rambut belakang Fajar yang seperti ekor kuda.

Dan setelahnya, Budhe Warti pun berlalu dengan muka masam dari hadapan Ziva dan Fajar diiringi senyum terpaksa keduanya.

Dan lagi, Ziva kembali melotot ke arah Fajar. Fajar segera berkata, "Maaf, tapi aku beneran haus, Zi,"

"Kamu pikir, aku beli kopi ini pake daun, hah?! Pagi-pagi buta aku udah di parkiran, angkut sayuran dari mobil bak. Kamu main abisin gitu aja kopiku."

"Lah mau gimana lagi, kamu kan yang nawarin..."

"Aku emang nawarin, tapi aku nggak nyuruh kamu abisin, sekali tenggak lagi! Apa enaknya minum kopi begitu...."

"Maaf deh...."

"Katamu kopiku itu air putih, hah?!"

" Iya, aku salah. Ma...."

"Kalian ini!!! Bisa nggak sih diam?! Masih aja ribut! Pindah sana, jangan disini!" Untuk kedua kalinya, Budhe Warti datang dan menegur keduanya.

Tak ingin ditegur untuk ketiga kalinya, Ziva langsung mengeluarkan selembar uang dua ribu, demi membayar kopi yang dihabiskan oleh Fajar.

Segera setelah itu, keduanya berjalan keluar dari warkop. Muka Ziva tampak masam. Fajar yang mengekor di belakangnya, diam membisu mengikuti langkah kaki gadis pujaannya sejak SD itu.

"Aaahh, jadi lupa! Zi, ayahmu!" Fajar menepuk sendiri keningnya dan menarik tangan Ziva agar berhenti berjalan. Ziva memutar tubuhnya dan, "Ah iya, tadi kamu mau bilang apa ya?" tanya Ziva yang menoleh ke arah Fajar. Kembali penasaran.

"Ayahmu di rumah Pak Gunawan. Dia abis digebukin, Zi! Sampai babak belur... di... "

"Kurang ajar!! Kenapa nggak bilang dari tadi sih?!" potong Ziva cepat karena rasa kesal dan cemas.

"Aku ba... " kalimat Fajar terputus begitu melihat Ziva yang langsung melesat berlari meninggalkannya.

" Zi, tunggu ! Aku ikut ! " Dan Fajar pun ikut berlari menyusul ke arah Ziva.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Ayah!" jerit Ziva begitu melangkah masuk ke halaman rumah yang sangat megah. Dan pandangannya tampak pedih melihat seorang lelaki tua berusia lima puluh tahunan yang tergeletak lemah di lantai dengan wajah bersimbah darah.

"Zi... Zi...." Rintih Pak Bondan terdengar menahan sakit. Ziva segera menghambur ke arah sang ayah yang sudah tampak tak berdaya. Kemudian dengan perlahan dan hati-hati, membantu ayahnya untuk duduk.

"Jadi... ini anak gadismu yang preman pasar itu?.... Hemmm, manis juga. Sayang, dekil dan bau. Ningsih pasti sedih melihat anaknya kayak gini...."

Tiba-tiba dari arah kanan Ziva, berdiri seorang laki-laki seumuran ayahnya menatapnya dengan tatapan menghina. Pak Bondan mencoba menarik tubuhnya demi mendekat ke arah sang pemilik suara, "Kumohon, Gun.... Jangan bawa-bawa Ziva. Ini masalah kita. Hutangku, aku yang akan bayar sendiri," kata Pak Bondan dengan lirih dan penuh harap.

" Hahahaha!!! Bondan, Bondan! Kalo kamu ngomong kayak gitu sepuluh tahun lalu, aku pasti percaya! Waktu itu kamu masih menjadi sopir pribadi orang yang kaya raya. Tapi, sekarang?! Cih!! Apa yang bisa kamu andalkan buat makan sehari-hari? Lukisan murahan dan uang hasil malak anak preman mu ini? Kamu mau ngebodohin aku?! " Kata Pak Gunawan dengan nada penuh penghinaan.

" Gun... ka-kamu bisa ambil rumahku... "

"Ayah!" Ziva langsung memotong ucapan sang ayah.

"Jujur aja, emang itu yang aku mau sebelumnya. Tapi aku punya masalah lain. Dan aku mau anakmu sebagai pelunasan hutangmu!" Kata Pak Gunawan dengan nada tinggi.

Ziva mendongak ke atas. Menatap Pak Gunawan yang tersenyum dengan jahatnya.

"Apa?! Mau nantangin aku?! Nyawa ayahmu itu ada di tanganku, gadis tengik!" kata Pak Gunawan dengan kesal, dan melotot ke arah Ziva. Gadis itu mengepalkan tinjunya, ingin rasanya dia melayangkan bogem mentah ke wajah bulat Pak Gunawan.

"Zi... Zi.... Jangan...." Cegah Pak Bondan dengan mencekal erat pergelangan tangan Ziva yang mengepal kuat itu.

"Sudah, pulang sana! Bicarakan apa yang aku mau pada anakmu! Besok aku tunggu jawabanmu!" Seru Pak Gunawan dengan kasar mengusir keduanya. Kemudian masuk ke dalam rumah dengan langkah cepat.

Melihat Pak Gunawan menghilang ke dalam rumah megah miliknya itu, Ziva bar membantu ayahnya untuk bangun. Kemudian dengan perlahan, memapah sang ayah keluar dari halaman rumah Pak Gunawan.

" Zi... " panggil Fajar yang baru saja sampai dengan nafas terengah-engah karena lelah dan datang tepat di saat Ziva dan Pak Bondan berada di luar pintu gerbang rumah Pak Gunawan.

" Ayo, aku bantu, Om... " Kata Fajar yang langsung membantu Ziva memapah sang ayah.

Dalam diam seribu bahasa, ketiganya berjalan perlahan menuju rumah Pak Bondan yang berjarak kurang lebih dua ratus meter dari rumah Pak Gunawan.

Tiba dirumah, Ziva dan Fajar membaringkan Pak Bondan di tempat tidur dengan hati-hati.

Fajar berjalan cepat ke arah dapur. Mengambil sebaskom air hangat dan selembar handuk kecil untuk Pak Bondan.

Ziva menerima baskom dan handuk dari tangan Fajar yang sudah masuk kembali ke dalam kamar Pak Bondan.

Dengan hati-hati, Ziva mulai membersihkan darah yang mengotori kening hingga ke leher ayahnya. Sesekali, Pak Bondan meringis menahan sakit, saat handuk yang dibasahi air hangat tersebut menyentuh lukanya.

" Ayah... Ada apa sebenarnya ? Kenapa tau-tau ayah ada di rumah Om Gunawan ? " Tanya Ziva penasaran.

" Ratna kabur dari rumah... " Sahut Pak Bondan dengan nada lirih.

" Aku juga tau itu. Ini desa kecil, ada cewek kabur, beritanya cepet kedengeran kemana-mana. Katanya kabur sama Agung, udah semingguan lalu. " Jawab Ziva.

" Iya, Pak Gunawan nggak setuju Ratna pacaran sama Agung. Mereka milih kawin lari kayaknya. " Tambah Fajar.

" Itu masalahnya. Dulu Pak Haji Hamdi, bapaknya Gunawan, punya perjanjian pernikahan dengan temannya, Pak Haji Kuncoro. Mau mempererat persahabatan dengan nikahin anak-anak mereka. Sayangnya, yang lahir adalah Gunawan dan Aji, anak Pak Kuncoro satu-satunya... "

Pak Bondan berhenti sesaat demi meringis kesakitan, menahan rasa pedih dan nyeri pada rahangnya.

" Perjanjian pernikahan akhirnya diturunkan ke cucu mereka. Gunawan punya satu-satunya anak gadis, Ratna. Sementara Aji memiliki empat anak, dan diantara mereka ada satu-satunya lelaki, yang paling bungsu. Seharusnya Ratna dan anak lelaki satu-satunya dari Aji lah yang meneruskan perjanjian pernikahan dua keluarga itu. "

Pak Bondan mulai melanjutkan bercerita panjang lebar, menjelaskan alasan yang membuat dirinya bisa berada di rumah Pak Gunawan.

" Jadi bener ya, Ratna memang beneran mau dijodohin. Pantesan, dia milih kawin lari sama Agung. " Gumam Fajar yang kini duduk di tepi tempat tidur Pak Bondan.

Ziva manggut-manggut, namun sesaat kemudian keningnya berkerut, wajahnya penuh tanda tanya.

" Tapi... apa hubungannya dengan hutang ayah ??? "

Pertanyaan Ziva membuat Pak Bondan menghela nafas.

Maafin aku, Ningsih... 

CHAPTER 2

Ziva dan Fajar menatap Pak Bondan dengan pancaran sinar mata penuh tanda tanya besar. Pak Bondan beringsut menyamankan duduknya.

" Sebulan yang lalu, Gunawan dan Aji sudah menentukan hari pernikahan buat anak-anaknya itu, karena Pak Kuncoro juga sudah sangat tua dan sakit-sakitan. Pernikahan itu harus dilaksanakan akhir bulan ini. Tapi seperti yang kalian tau, Ratna keburu kabur dari rumah. " Pak Bondan menghentikan ceritanya untuk sesaat.

Tangan Pak Bondan meraih tangan Ziva yang sedang memberinya salep untuk mengobati memar-memar di wajah Pak Bondan.

" Terus, apa maksud Om Gunawan tadi ? Apa yang harus dibicarakan ayah ke aku ? "

" Gunawan mau, kamu menggantikan Ratna, Zi... " Ucapan lirih Pak Bondan sanggup membuat Ziva dan Fajar langsung meloncat berdiri.

" Nggak mau ! "

" Jangan ! " Ucap Ziva dan Fajar bersamaan.

" Om, aku ntar yang mau nikahin Ziva !! "

" Isshhh ! Kamu ini ngomong apa sih ?! " Semprot Ziva setelah memukul bahu Fajar.

" Zi, sakit tau ! Tenagamu itu bukan tenaga cewek biasa, kan. " Protes Fajar sambil mengusap bahunya.

" Lagian kalo ngomong sembarangan. Siapa yang mau nikah sama kamu ?! "

" Akulah ! Siapa lagi memangnya di sini yang mau nikahin cewek kasar, tukang palak di pasar kayak kamu kalo bukan aku ? "

" Fajar ! Kamu ini.... " Ziva mengepalkan tangannya dan bersiap menonjok ke arah Fajar.

" Ziva... Sudahlah... " Teguran sang ayah menghentikan gerakannya mengeluarkan bogem mentah ke arah Fajar. Seketika, Fajar yang sempat ingin kabur langsung bernafas lega.

" Pulang aja sana ! Bikin males aja ! " Usir Ziva dengan kesal.

" Zi, ayolah... Maap, bukan itu maksudku. Aku cu... "

" Udah, pulang sana ! "

Melihat Ziva yang begitu kesal padanya, mau tak mau Fajarpun keluar dari kamar Pak Bondan. Setelah Fajar keluar, Ziva kembali duduk di sisi tempat tidur sang ayah.

" Zi... Fajar itu anak baik. Selama ini, cuma dia sahabatmu yang setia. Kamu jangan terlalu kasar padanya. Kamu ini kan seorang gadis. Mana boleh punya sikap kayak gitu, kasar. "

" Habisnya, Fajar itu kalo ngomong ngaco ! "

" Dia kan emang suka sama kamu, Zi. Nggak salah dia bicara kayak gitu. Dari semua pemuda di kampung ini, ayah cuma bisa percayakan kamu pada Fajar. "

" Ayah ! " Seru Ziva langsung melotot kesal.

" Ya sudah... Soal perjodohan itu, ayah juga menolak kemauan Gunawan itu. Dan inilah hasilnya, habis ayah dipukuli sama algojonya. Besok ayah akan kasih jawaban ke Gunawan, menolaknya. Ayah akan berikan surat rumah ini sebagai jawabannya. Kita akan cari kontrakan dengan uang yang tersisa dari harga jual rumah. Lukisan ayah be... "

" Ayah, ayolah... Cuma rumah ini satu-satunya harta peninggalan Mbah. Apa nggak bisa kita minta waktu sama Om Gunawan ? Ayah dan dia kan pernah jadi teman dekat waktu masih muda. " Kata Ziva dengan nada sedih.

" Dulu kita emang teman dekat, sama-sama jatuh cinta pada gadis yang sama, ibumu. Tapi karena ibumu memilih ayah, Gunawan mulai membenci ayah. Hutang ayah yang besar itu, kalo bukan demi pengobatan ibumu, mana mau Gunawan kasih pinjam ?... "

" Ayah... "

" Kebahagiaanmu yang utama. Ayah akan lakukan apa saja demi itu. "

" Aku tau... Aku tau, ayah sayang sama aku... Aku tau. "

" Bukan rumah ini, harta berharga ayah adalah kamu, Zi. " Ucapan ayahnya membuat Ziva mulai berkaca-kaca.

" Ayaaahhh... " Kata Ziva sembari memeluk ayahnya.

" Sudah... Jangan kayak gini. Nanti ayah jadi ikutan nangis deh. " Sambut sang ayah yang membelai rambut Ziva dengan hangat.

" Apa harus ayah serahin rumah ini ke Om Gunawan ? Mau gimana lagi. Uang seratus juta lebih, gimana dapetinnya dalam waktu seminggu... Daripada kamu menderita jadi pengganti Ratna. Kita kan nggak tau, kayak apa orang yang dijodohin dengan Ratna itu. Ayah nggak mau kamu malah menderita. "

" Tapi yah... Kita mau tinggal dimana ntar ? "

" Ayah akan berusaha lebih keras lagi menjual lukisan ayah. Kita bisa cari tempat baru dimana bisa jual lukisan lebih banyak daripada disini. Ayah yakin kita pasti bisa hidup lebih baik lagi, kalo kita bisa keluar dari sini, Zi... "

" Ayah yakin ? Aku nggak percaya. Mama meninggal sudah tiga belas tahun lamanya, ayah sampai hari ini masih ke makam mama setiap hari. Gimana kita bisa pindah dari sini ? Aku tau banget, ayah nggak akan bisa tinggalin kota ini. "

" Zi... "

" Udah ah, kita bahas lagi ntar aja. Aku mau balik lagi ke pasar. Ayah istirahat saja. Ini, pagi ini aku udah dapat enam puluh ribu. Ayah pegang lima puluh ribu buat makan hari ini sampai aku pulang ya. " Kata Ziva sambil merogoh kantong celana jins nya yang sudah belel dan sobek-sobek pada lututnya.

Diserahkannya beberapa lembar lima ribuan dan dua ribuan. Dengan sedih, Pak Bondan menerima uang tersebut.

" Ingat, jangan kemana-mana. Beli makan di warteg ujung gang aja. Aku nggak mau ayah kena masalah lagi. " Sambung Ziva memperingatkan.

Pak Bondan menganggukkan kepala dengan lesu. Tanpa menunggu lama, Zivapun berjalan keluar kamar. Pak Bondan terpaku menatap punggung Ziva yang akhirnya menghilang di balik pintu.

Ziva Kara... Yang artinya cahaya yang cantik dan murni. Mamamu kasih nama seindah itu, tapi nasibmu jauh dari indah... Maafin ayah, Zi...

Andai saja, waktu itu ayah nggak berada pada tempat dan waktu yang salah, hidupmu nggak akan menyedihkan kayak gini... Maaf... Maafin aku, Ningsih...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

" Saya mau, Om. " Kata Ziva dengan wajah serius.

" Bondan benar-benar beruntung memiliki anak kayak kamu. Anak yang berbakti. Baiklah, aku akan persiapkan semua kebutuhanmu sebagai Ratna. " Sahut Pak Gunawan dengan nada suara yang lega setelah sebelumnya sempat tegang.

" Ya, Om. " Jawab Ziva pendek.

" Ayahmu, apa dia tau kamu setuju ? "

" Nggak... Saya mohon, sebelum saya berangkat ke Jakarta, jangan sampai ayah tau soal ini. Biar saya sendiri nanti yang bicara pada ayah. Bisakah, Om ? " Kata Ziva memohon.

" Baiklah ! Aku nggak akan bicara apa-apa pada ayahmu. Tapi ingat, berjanjilah kamu nggak akan kabur. Kalo kamu ingkar janji, aku jamin kamu dan ayahmu jadi gelandangan seumur hidup kalian, paham ?! "

Pak Gunawan memperingatkan Ziva dengan suara yang tegas dan mengancam.

" Buat surat perjanjian, Om. Hitam di atas putih. Saya menjadi pengganti Ratna, hutang ayah dianggap lunas. "

" Aku akan buat surat perjanjian itu, saat kamu sah menjadi pengantin nanti. Aku janji, selama kamu menurut, aku nggak akan ganggu rumah dan ayahmu. Aku akan bantu penuhi kebutuhan ayahmu sehari-hari selama kamu tinggal di Jakarta sampai Ratna kembali. "

" Itu adil rasanya. Tapi... Gimana kalo ketauan ? "

" Aku akan atur kamu sebagai anak kandungku, adik Ratna. Semua surat-surat tentang kamu, akan aku bereskan. Seharusnya ini nggak akan jadi masalah. "

Segampang itu ya bikin identitas palsu, orang kaya emang beda...

" Oh... " Gumam Ziva.

" Bertahanlah dengan aman, paling nggak selama enam bulan. Semoga dalam waktu itu, Ratna sudah bisa kutemukan. Dan kamu bebas pergi, kembali kepada ayahmu. Aku akan pikirkan caranya biar kamu bisa bercerai, lalu Ratna bisa menikah dengan Bintang. "

Oh, jadi nama calon suami Ratna itu Bintang. Namanya bagus...

" Satu lagi, jangan sampai kamu hamil. Sebisa mungkin, jauhi Bintang. Biar gimanapun, dia adalah milik Ratna. Aku nggak ma... "

" Soal itu tenang saja, Om... Aku pasti nggak akan dekat-dekat sama menantu Om. Kalo perlu, aku akan minta kamar sendiri. Jadi a... "

" Nggak bisa kayak gitu juga, itu mencurigakan. Namanya sudah menikah, kalian pasti sekamar. Kira-kira caranya gimana ya biar Bintang nggak bakalan suka sama kamu ? "

Ziva mewarisi gen yang terbaik dari kedua orangtuanya... Wajah cantiknya ini campuran dari Bondan dan Ningsih.

Bibir mungil tapi sedikit berisi, hidungnya kecil tapi mancung, matanya sih biasa tapi bulu mata nya panjang dan lentik, rambutnya ikal mayang kecoklatan... Kulitnya biarpun nggak putih, tapi kalo dirawat pasti terlihat bersih.

Ningsih... Ningsih... Coba kamu liat ini, Bondan menyia-nyiakan anak gadis kesayanganmu...

" ... Om... Om Gun ? " Ziva menegur Pak Gunawan yang menatapnya dengan bengong.

" Ah... Iya iya. Alasan apa biar Bintang nggak dekatin kamu ya... " Dan Om Gunawan pun manggut-manggut.

CHAPTER 3

Gadis ini pada dasarnya cantik. Nggak mungkin Bintang nggak suka nantinya... Harus ada cara biar Bintang nggak tertarik dengan Ziva.

Pak Gunawan terus memandangi Ziva dari atas hingga ke bawah. Itu membuat Ziva jengah.

" Ah, saya tau ! " Seru Ziva setengah menjerit.

" Apa ? " Tanya Pak Gunawan penasaran.

" Om bilang aja saya sakit epilepsi. Dia pasti nggak akan mau dekati saya. " Kata Ziva penuh percaya diri.

Aku juga nggak mau kalo di pernikahan nanti, aku diapa-apain... Aku kan juga pingin menikah beneran nantinya. Jadi aku harus bisa jaga diriku biar tetap utuh sampai waktunya selesai.

" Epilepsi ?... Janganlah, itu kan sama aja menjatuhkan martabat keluarga ku. Nggak, nggak. "

" Gimana kalo saya kena cacar ? "

" Gimana bikinnya kamu kena cacar ? "

" Ah iya... Gimana ya... Nggak bisa ya, Om. "

" Nggak bisalah ! Ada-ada saja ide mu ! "

" Kanker apa tumor ! Pasti bisa jadi alasan... "

" Aku ini punya banyak uang ! Jadi bagaimana mungkin anak ku punya kanker atau tumor nggak kuobatin. " Pak Gunawan nampak kesal dengan ide-ide gila Ziva.

" Oh iya ya... " Kata Ziva seraya tersenyum, canggung.

Untuk sesaat, keduanya terdiam. Baik Ziva ataupun Pak Gunawan terlihat tampak serius dengan mengernyitkan kening.

Pak Gunawan berpikir sambil berjalan mondar-mandir di hadapan Ziva yang sedang berpikir pula dengan tetap diam di tempatnya duduk.

Ratna... Ratna... kemana kamu ini ? Lihat nih papamu repot banget ngurusin masalah keluarga sampai ngancem-ngancem ayahku segala.

Ziva menopang dagunya pada kedua tangannya. Dan tanpa disadarinya, kepalanya menggeleng beberapa kali dengan pelan.

Ngapain juga kamu harus kabur sama Agung, kan aku udah bilang berkali-kali, dari kamu masih pacaran, mending jujur aja sama papamu soal Agung. Cuma karena papamu nggak mau terima Agung yang anak yatim dan miskin, kamu malah nekad begini sih. 

Ziva melirik ke arah Pak Gunawan yang masih seperti setrika itu.

Kamu yang kabur, pasti lagi mesra-mesranya sama Agung ya, dan aku disini lagi puyeng-puyengnya bareng papamu. Segala utang ayah kebawa-bawa, hadeeuuhhh.... 

Kali ini Ziva melirik ke arah foto keluarga yang terpampang besar di tengah ruang tamu. Dimana Ratna dan Pak Gunawan tampak saling menyayangi satu sama lain. Sebagai putri tunggal dari seorang tuan tanah, Ratna benar-benar tak pernah hidup susah.

Kamu sendiri selalu bilang, kasihan padaku karena, hidupku tuh menyedihkan banget.

Kenapa sekarang, malah gara-gara kamu minggat, bikin hidupku lebih menyedihkan lagi... Nasib... Nasib...

Batin Ziva setengah meratap.

" Gun ! Gun ! Gunawan !! " Suara berat seorang laki-laki terdengar dari arah luar rumah Pak Gunawan.

Ziva beranjak dari tempat duduknya dan menghambur keluar rumah. Ia tahu siapa yang bertamu. Suara yang tak asing baginya.

" Ayah ? Ngapain ayah kesini ? " Tanya Ziva yang mendapati sang ayah tergopoh-gopoh memasuki halaman rumah Pak Gunawan.

" Kamu... Kamu... Jangan bilang, kamu mau, Zi. Huufftthh... " Kata Pak Bondan dengan nafas yang tersengal-sengal.

" Telat kamu, Bondan. Anakmu sudah setuju. Harusnya ka... "

" Gun ! Ziva masih muda ! Belum waktunya dia menikah, apalagi dengan orang yang nggak dikenalnya ! " Pak Bondan langsung marah dan lupa akan lelahnya, bahkan ia meninggikan nada suaranya.

" Hei ! Aku ini bantu kamu biar bisa hidup lebih enak ! "

" Aku nggak sudi hidup enak darimu kalo harus menukar kebahagiaan putriku sendiri !!! "

" Dasar bodoh ! Aku bakal jamin rumahmu aman, kamu juga nggak perlu susah-susah jual lukisan, anakmu juga nggak perlu jadi preman di pasar ! "

Pak Gunawan merasa di atas angin. Dengan gaya yang sombong, dia berbicara kepada Pak Bondan dengan seringai liciknya.

" Zi, ayo pulang ! Nggak ada lagi yang perlu dibicarakan sama orangtua gila ini ! " Pak Bondan langsung menarik tangan Ziva.

" Berhenti, Bondan ! Bondan ! " Teriak Pak Gunawan cepat.

" Ayah... " Kata Ziva sambil berusaha melepaskan pegangan tangan sang ayah, sayangnya itu tak berhasil.

" Ziva ! Kita sudah bicarakan soal ini kemarin. Kenapa kamu malah ambil keputusan sendiri ? Apa kamu tega pada ayah ? Harus ngerasain kehilangan kamu juga setelah mama mu, hah ?! " Kata Pak Bondan tampak kecewa.

" Aku bukannya pergi karena meninggal, ayah. Aku cuma gantiin Ratna. Cuma beberapa bulan. Dan utang ayah lunas, rumah kita aman. Ayah nggak akan kehilangan aku... " Ziva mencoba memberi pengertian kepada sang ayah.

" Harusnya kamu bersyukur, punya putri yang sungguh sayang sama kamu. Sangat berbakti. Kamu dan aku sama-sama orangtua tunggal, tapi Ratna beda jauh sama anakmu. Ratna saja malah minggat, nggak mikirin keluarganya bakal kena masalah. Ratna mikirin diri sendiri, kabur sama laki-laki miskin nggak tau diri ! " Kata Pak Gunawan dengan tatapan yang sedih sembari melihat ke arah Ziva.

Pak Bondan melepaskan tangan Ziva, dan mengusap kepala putrinya dengan penuh kasih sayang.

" Aku sangat bersyukur, aku memiliki putri secantik dia, penuh bakti, dan nggak pernah mau nyusahin ayahnya yang miskin ini. Aku bersyukur, putriku ini sangat kuat, tabah, dan nggak pernah menyerah dalam keadaan apapun. Tapi itu nggak berarti aku harus manfaatin dia, Gun. Kebahagiaan dia yang paling penting buatku. "

" Asal dia mau gantiin Ratna, aku nggak akan bikin anakmu susah kayak sekarang. Apapun yang dia mau, bakal dia dapetin. Aku jamin itu. " Pak Gunawan berusaha merayu Pak Bondan.

" Gun, putriku ini cuma sebagai pengganti, bukan ? Apa bisa sebahagia itu ? Begitu Ratna ditemukan, putriku juga harus pergi. Pernikahan bukan buat main-main, Gun. Putriku berhak punya pernikahan nya sendiri. Biarpun kami orang miskin, tapi anakku berhak menikah dengan orang yang dia sukai. "

" Bondan, kamu jangan keras kepala ! Ingat ! Kamu itu punya hutang banyak padaku ! Kalian orang miskin, kenapa banyak sekali bicara ?! Ikutin apa mauku, aku jamin, semuanya berakhir baik-baik saja. "

" Kamu segitu yakinnya bisa menjamin putriku baik-baik saja, bagiamana dengan keluarga suami palsunya nanti ? Kalo ketauan, bisa-bisa putriku yang bakal kena masalah besar, bisa saja pada akhirnya kamu lepas tanggungjawab atas masalah ini. Bagaimana kalo suaminya melakukan hal yang nggak baik pada putriku ? Ini taruhannya, masa depan putriku, Gun ! " Pak Bondan bersikeras.

" Aku akan cari cara biar menantuku nggak akan punya niat menyentuh seujung rambut pun pada putrimu ! " Namun, Pak Gunawan juga tak menyerah membujuk mantan sahabatnya semasa muda dulu itu.

" Mereka menikah, tinggal bersama, apa bisa kayak gitu ?! " Pekik Pak Bondan yang merasa semakin kesal.

" Cuma enam bulan. Aku minta waktu, enam bulan, putrimu akan bercerai dan kembali padamu dengan keadaan yang utuh. " Kata Pak Gunawan dengan nada mengiba.

" Enam bulan itu, apa saja bisa terjadi, Gun ! " Sahut Pak Bondan yang kini benar-benar kesal terhadap setiap bujukan Pak Gunawan.

" Ya Tuhan, Bondan ! Apa aku harus panggil algojo ku lagi biar kamu dihajar dan ngerti diajak ngomong ?! " Rupanya Pak Gunawan mulai lelah membujuk, hingga kini beralih ke ancaman.

" Panggil sana ! Biar sampai mati juga, aku nggak akan setuju putriku jadi pengganti Ratna ! " Tantang Pak Bondan.

" Kamu !!! " Pak Gunawan benar-benar sangat emosi. Telunjuknya mengacung ke arah Pak Bondan. Raut wajahnya terlihat marah. Hingga tubuhnya bergetar hebat saking kesalnya.

Ziva merasa ketegangan antar dua orangtua di hadapannya itu tidak akan pernah menemukan solusi, karena sama-sama keras kepala dan punya pemikirannya masing-masing.

" Ayah, sudahlah... Jangan berdebat lagi. Aku tau, ayah sangat peduli padaku. Ini udah jadi keputusanku, yah. Semua akan baik-baik saja. Aku akan baik-baik saja selama enam bulan itu. Aku pasti bisa jaga diri. Aku akan kembali kesini, kumpul lagi bareng ayah dengan seutuh-utuhnya. "

Akhirnya Ziva berinisiatif, mencoba memberi penjelasan pada sang ayah. Untuk sejenak, semuanya terdiam. Dan akhirnya, Pak Bondan mereda, kini menoleh ke arah Ziva.

" Zi... " Gumam Pak Bondan sambil menatap Ziva dengan tatapan sendu.

Anak ini... Persis kamu, Ningsih... Kalo sudah ambil keputusan, hal apapun nggak akan bisa merubahnya.

" Dengerin apa kata anakmu. Semua ini cuma sementara. Aku mohon padamu. Bantu aku, Bondan. Kita sama-sama saling bantu. "

Kali ini, Pak Gunawan terdengar lebih kalem dan bijaksana saat berbicara. Berharap Pak Bondan bisa memahami situasi yang sedang ia hadapi.

" Nggak ada lagi yang bisa bantu aku selesaikan masalah perjodohan ini. Kalo perjodohan ini sampai gagal, aku akan dianggap sebagai anak yang nggak tau diri. " Imbuh Pak Gunawan.

" Gun... aku... "

" Ayah, aku melakukan ini demi ayah dan juga aku sendiri. Ke depannya, setelah semua ini selesai, nggak akan lagi ada yang mengganggu hidup kita. Aku akan menikah lagi dengan orang yang mencintaiku dan aku cintai, aku akan terus menemani ayah. Kita juga nggak akan pusing mikirin hutang kita lagi. Aku percaya, Om Gunawan pasti tepati janji. " Kata Ziva dengan yakin dan melirik ke arah Pak Gunawan.

" Ya, aku janji pada kalian. Enam bulan. Kalo sampai enam bulan, Ratna masih nggak ditemukan, putrimu tetap akan bercerai dan kembali padamu. Urusan lainnya aku yang bereskan. " Sambung Pak Gunawan.

Untuk beberapa saat, suasana menjadi hening. Pak Bondan tampak berpikir dan sesekali melirik ke arah Ziva dan Pak Gunawan.

" Baiklah... Baiklah... Kalo sudah begini, aku bisa apa... " Akhirnya Pak Bondan pun mengambil keputusan, mengikuti keinginan Pak Gunawan.

Mendengar ucapan Pak Bondan, Pak Gunawan bernafas dengan lega. Ziva tersenyum meski di dalam hati terasa pahit, lalu iapun mencium pipi ayahnya.

" Ayah nggak mau kamu menderita, Zi... "Bisik Pak Bondan saat Ziva memeluk tangan kanannya.

" Aku nggak pernah menderita menjadi putrimu. " Sahut Ziva lirih sembari mencium punggung tangan sang ayah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!