Elena adalah seorang wanita atau sekarang bisa disebut
seorang ibu yang mandiri. Ia menjuluki dirinya sendiri ibu yang mandiri karena
walaupun dengan keadaannya yang tak memadai, ia telah berhasil berjuang
membesarkan Virendra atau biasa ia menyebutnya dengan Rendra, sendirian tanpa
bantuan dari siapapun.
Karena enam tahun yang lalu, Elena
memutuskan pergi menjauh dari orang-orang yang dikenalnya, termasuk kedua orang
tuanya sendiri. Tepat pada saat ia dinyatakan positif hamil oleh dokter
kandungan ketika ia memeriksakan dirinya ketika kalapada hari itu ia merasakan mual yang
tak biasa.
Kala itu, Ayah dari Rendra bukan tidak mau
bertanggungjawab, tapi setelah malam terjadi pembuahan, pagi hari yang cukup
rumit Elena langsung memutuskan untuk pergi tanpa tahu bahkan melihat wajah dari
siapa pria tersebut. Jadi dengan kata lain ayah Rendra sama sekali tak mengetahui
sedikitpun keberadaan anaknya.
Elena memutuskan tak akan pernah mencaritahu, dan juga
bertekad Rendra tak akan pernah tau siapa ayahnya sesungguhnya. Karena Elenapun
menanamkan dalam benak Rendra ketika anaknya sudah tau arti dari seorang ayah. Kala
itu ia terpaksa mengatakan bahwa ayahnya sudah lama meninggal jauh hari ketika
Rendra masih didalam kandungannya.
“Mom..” ucap Renda sambil menyentak pundak Elena, karena
cukup kesal ucapannya yang sejak tadi tak didengarkan oleh ibunya.
Panggilan itu memang sedikit aneh, dulu Elena sudah
membiasakan Rendra memanggilnya Mamah, Ibu bahkan Bunda, tapi anak itu tetap
pada pendiriannya dengan memanggilnya sebuat Mom. Elena yang pasrah pun
bertanya alasannya dan Rendra hanya menjawab dengan santai bahwa ia hanya ingin
pangilan yang berbeda dengan temannya yang lain.
“Kau sudah mengantuk?” Elena bertanya agar anaknya tak
menanyakan apa yang sedang dilamunkannya.
“Apakah kerjaan Mom masih banyak?” Rendra balik bertanya
sambil menguap pelan.
“Maaf sayang malam ini kau tidur sendirian lagi.” Ucap
Elena tapi ketika melihat wajah Rendra berubah menjadi sendu ia pun bertanya.
“kau ingin tidur dipelukan Mom?"
Dan dijawab oleh anggukan kepala penuh dengan semangat.
Elena mengerti karena sudah seminggu ini deadline revisian untuk sebuah buku karya
penulis Langit yang harus segera ia serahkan pada pihat Editor. Karena hal itulah
membuatnya Elena sedikit mengabaikan keperluan Rendra.
“Kemarilah, Mom akan memelukmu.” Elena merentangkan kedua
tangannya dan disambut oleh Rendra yang langsung masuk pada pelukannya.
Elena langsung mengangkat tubuh kecil Rendra menuju kamar
tidur mereka, rumah ini memang hanya terdapat satu kamar tidur yang mereka
gunakan bersama. Karena rumah mereka hanya terdiri dari satu kamar tidur, satu
tempat untuk ia memasak sekaligus mencuci, satu kamar mandi, dan satu ruangan
serba guna yang kebanyakan ia pakai untuknya bekerja.
Hanya rumah inilah yang bisa ia dapatkan dari
tabungannya, tapi walaupun dengan segala kekurangan yang ada, rumah ini lebih
dari cukup ketika kau hanya hidup berdua dengan seorang anak berusia lima
tahun.
**
Tok.. tok..
Elena tersentak bangun ketika mendengar suara ketukan
pindu depan rumahnya.
Sudah seminggu ia bebas tugas dari deadline, akhirnya
kini ia mendapatkan waktu luang untuk menghabiskan waktu bersama Rendra yang
kini entah berada dimana. Sepertinya Elena jatuh tertidur ketika bermain
bersama Rendra yang membuat anak itu kini entah pergi kemana.
Tok.. tok..
“Ada yang bisa saya bantu?” ucap Elena setelah membukakan
pintu dan menemukan seorang pria asing didepannya kini.
Elena serasa masih bermimpi ketika melihat sosok yang
kini berada dihadapannya, seorang yang tak mungkin bisa dijumpai pada kehidupannya
yang normal. Bahkan dalam mimpi sekalipun bagaimana bisa ia bermimpi akan kedatangan
seorang pria yang bertubuh tinggi,
pakaian yang sepertinya cukup mahal dan jangan lupakan wajah yang biasanya
hanya bisa dijumpai dilayar televisi.
Elena yang merasakan hal yang tak
nyata, berusaha untuk bangun dari mimpinya dengan cara mencubit
dirinya sendiri. Hal itu
membuat Elena mempermalukan dirinya sendiri dengan berteriak sekencang-kencangnya yang
membuat pria
didepannya merasa heran akan tingkahnya. Elena hanya bisa mengatakan dalam hati meski pria didepannya
hanya diam, ia ingin meneriakan sekencang-kencangnya bahwa ia rela mati karena telah berjumpa
seorang pria paling tampan yang pernah dilihatnya selama ia hidup.
Namun hal itu hanya bisa ada didalam
kepalanya, karena setelah
kewarasan Elena kembali, ia memikirkan opsi paling mungkin orang didepannya
bertamu kerumahnya, adalah pria didepannya Mungkinkah Kepala Editor yang baru? Dan
memikirkan kemungkinan itu membuatnya merasa bahagia. Karena jika tebakannya
benar, setidaknya pria ini akan menyegarkan matanya setelah ia melewati medan
perang.
“Selamat siang, saya Malviano Manager
ZRO.” Ucap pria itu sambil memberikan tanda pengenalnya, ketika melihat Elena
yang terdiam cukup lama.
“ZRO?” Elena kini mengerutkan alisnya,
setaunya ZRO adalah sebuah perusahaan yang berkaitan dengan teknologi.
“Bisakah saya masuk? atau mungkin anda
ingin berbicara ditempat lain?” Ucapan yang keluar dari Malviano membuat Elena
merasa pria didepannya ini tak ingin basa-basi meskipun pada orang asing.
“Aku mempunyai seorang anak yang tak
mungkin kutinggalkan.” Sesal Elena yang dengan tegas menolak tawaran untuk
meninggalkan rumahnya.
“Kalo begitu, permisi saya memaksa masuk.”
Ucap Malviano sambil melewati Elena yang diam mematung dengan wajah keheranan,
melihat tindakannya yang langsung menyerobot masuk ke dalam rumah.
“Aku merasa belum menawarkanmu untuk
masuk kedalam rumah?” ucap Elena penuh nada sindiran.
“Bukankah tadi anda mengatakan tak bisa
meninggalkan tempat ini?” Malviano sudah duduk sambil melihat-lihat rumah kecil
Elena.
“Dan aku sepertinya tak meminta kau
untuk masuk kedalam rumah apalagi duduk didalamnya?” jelas Elena yang masih
betah untuk berdiri, sambil menyilangkan kedua tangannya.
“Terimakasih, saya hanya ingin kopi atau
teh hangat.” Ucapnya setelah menyaman posisi duduknya.
hanya bisa merespon perkataan Malviano yang
merupakan tamu asing dirumahnya dengan mulut terbuka, sepertinya ia kehabisan
kata-kata untuk orang didepannya kini.
“Baiklah, tak ada kopi atau teh”
ucapnya yang tak dapat respon dari Elena yang masih setia berada di posisinya.
“Bisakah kau memberitahuku ada
keperluan apa kau kemari? Sebelum aku memutuskan untuk menghubungi seorang
penjaga keamanan atau mungkin seorang polisi jika perlu?” ucap Elena meraih
telepon genggam miliknya dan ditunjukan pada Malviano.
“Boleh saja, kita lihat siapa yang akan
ditangkap oleh mereka.”
“Makk..”
“Aku Malviano seperti perkataan saya
tadi, dan mengapa nama belum juga mengatakan nama anda?”
“Elena” jawabnya singkat.
“Ya Elena, kedatangan saya kemari untuk
mewakili perusahan saya dengan maksud untuk menuntut pertanggung jawaban anda
pada perusahaan kami.”
“Pertanggung jawaban?”
Apakah Elena tak salah dengar, Apa yang
dilakukannya pada perusahaan besar apalagi pada perusahaan yang begerak dalam
bidang teknologi. Elena mencoba mengingat-ingat tentang tulisan-tulisan hasil
penulis yang sudah ia revisi, tapi setelah mencoba menelusuri ingatannya
sepertinya tak pernah ada yang pernah menyebutkan sebuah nama perusahaan.
Elena semakin tak mengerti apakah pria
asing ini telah salah orang atau salah alamat dengan menuduhnya. Bagaimana
mungkin ia yang hanya seorang editor buku yang tak terlalu terkenal bisa
merentas sebuah perusahaan besar.
Elena berusaha mengingat kembali dalam
buku-buku yang mereka buat, biasanya hanya terdapat tempat-tempat acak yang tak
ada didunia nyata, dan walaupun tempat jika tempat itu benar-benar ada,
biasanya pihak yang berkaitan akan memaklumi dengan wajar.
karena dalam hal buku tertulis yang
mereka buat mereka mengatakan bahwa nama dan tempat adalah fiksi semata apabila
ada nama, tempat dan kejadian yang sama itu murni adalah ketidaksengajaan. Dan
juga penulis biasanya sangat berhati-hati dalam menyebutkan apalagi sampai
menjatuhkan nama sebuah lembaga.
“Sebulan yang lalu anda memasukan
sebuah virus baru kedalam sistem ZRO yang membuat kegiatan bekerja disana
dihentikan selama dua puluh empat jam dan anda bisa membayangkan berapa
kerugian jika berusahaan besar berhenti beroperasi?” Ucap Malviano yang kini
mulai mengeluarkan data-data yang sejak tadi berada didalam map yang dibawanya.
“Hahh”
“Anda tak akan bisa mengelak, karena IT
perusahan kami telah menemukan IP alamat rumah ini sebagai sumber dari virus
itu berasal, meskipun mereka memerlukan waktu yang lama untuk melacaknya.”
Ucapnya dengan nada yang kentara tak dapat menyembunyikan kekesalannya pada
mereka.
“Sepertinya mereka melakukan
kesalahan?” ucapan Elena terdengar begitu meragukan keahlian dari karyawan IT
perusahaan itu.
“Saya tahu anda sangat pintar dalam
bersembunyi setelah membuat sebuah perusahaan besar hampir gulung tikar, yang
untung saja hal itu bisa ditangani oleh CEO perusahaan kami yang langsung turun
tangan memperbaiki sistem. Dana juga CEO juga lah yang ikut andil dalam
menemukan alamat rumah ini.” Ucapan panjang lebar Malviano.
Hal itu membuat Elena bertanya-tanya
apakah yang pria didepannya kini banggakan, karena menurut pengalaman Elena
dulu ketika bekerja disebuah perusahaan, ia tak pernah sekalipun melihat
perkataan bahkan sebuah pujian langsung untuk atasannya. Walaupun ia tak pernah
bertemu dengan atasannya langsung, tapi ia sangat tahu ketika mba Wenda berubah
ketus padanya setelah keluar dari ruang bos besar mereka.
Memang dulu Elena pernah bekerja di
sebuah pekerjaan, dulu ia menjabat sebagai seorang sekertaris diperusahan
tersebut. Akantetapi itu sudah lama dan tak mungkin juga ia mengerti hal-hal
seperti yang dituduhkan. Karena pekerjaannya dulu hanya mengerjakan hal-hal
kecil, salah satunya hanya menerima pangilan telepon.
“Anda tak bisa lari lagi, sekarang
giliran saya yang akan menghubungi pihak berwajib.” Ucap Malviano ketika
mendapati Elena yang terdiam.
“Mom..” terdengar suara Rendra.
Sepertinya Rendra sangat bahagia saat
ini ketika berlari untuk menghampirinya setelah melepaskan tangan pria asing
dan berdiri tepat didepan Elena ketika menyadari bahwa ia membawa sebuah es
krim ditangan satunya lagi yang terlambat ia sembunyikan dibelakang punggung
kecilnya.
“Bisakah kau simpan itu untuk besok,
hari ini kau sudah makan sebungkus coklat.” Ucap Elena sambil mengulurkan
tangannya meminta apa yang dikatakannya.
Dengan berat hati tangan
Rendra menyerahkan bungkus es krim yang dengan susah payah ia dapatkan dari
paman asing yang berada dibelakangnya. Es krim itu merupakan alat tukar sebuah
informasi tentang nama dan juga alamatnya yang ditanyakan paman itu ketika ia
sedang bermain bersama teman-temannya.
“Terimakasih sayang.” Ucap Elena memuji kepatuhan
anaknya, lalu ia segera pergi untuk meletakkan Es krim tersebut didalam tempat
beku dilemari pendinginnya
“Bukankah Mom belum
memberikan uang jajan?” Lanjutnya ketika berjalan mendekati anaknya.
“Diberi paman ini.” Adu Rendra sambil cemberut dan
menunjuk pada orang yang ia maksud.
Elena melupakan orang lain yang berada didalam rumah
mereka yang ketika ia melihatnya, sedang berkomunikasi lewat tatapan mata
mereka.
“Lain kali ingat kalo ada orang asing memberikan sesuatu
kau harus langsung menolak kalau perlu kau langsung pergi dari orang tersebut,
bukankah Mom pernah bilang dilarang berbicara dengan orang asing?” peringatan
Elena pada Rendra.
“Sorry Mom.” Ucap Rendra dengan pandangan tertutup.
“Dan ubah bahasamu.” Ucap Elena semakin tegas.
Sebenarnya Elena bangga anaknya bisa
menguasai bahasa asing diusia dini tapi ia tak ingin anaknya nanti kehilangan
teman-teman bermainnya karena bahasa yang dipakainya. Selain alasan itu Elena
pun tak begitu pandai mengusai bahasa asing tersebut, sepertinya Rendra
mempelajari semuanya sendirian.
“Maaf Mom.” Ulang Rendra, yang langsung
mendapatkan senyum oleh Elena bahwa kini ia tak lagi dimarahi.
“Maaf melupakan keberadaan kalian.”
Ucap Elena yang kini menghadap pada dua pria asing didepannya.
“Kami mengerti, Sekarang seperti yang
ku katakan sebelumnya perusahaan kami akan mengajukan gugatan atas penahanan
anda karena telah membuat perusahan ZRO menggalami kerugian.” Ucap Malviano
yang sejak tadi terdiam memberikan waktu Elena bersama anaknya sebelum ia
membuat mereka berpisah.
“Maaf Bos.”ucap pria asing yang tadi
bersama Rendra.
“Kalian saling kenal?” ucap Elena
terkejut ucapan orang tersebut.
“Dia Liam, bawahan langsung CEO ZRO.”
Jawab Malviano singkat.
“Dan mengapa dia memangil Bos pada
bawahannya? Bukankah tadi kau mengatakan bahwa kau adalah manager?” ucap Elena
yang tak mengerti tindakan Malviano yang seolah-olah begitu berkuasa padahal
mereka sesama para pegawai.
Entah mengapa Elena tak menyukai sikap
Malviano yang begitu meremehkan orang-orang, sedangkan pekerjaannya pun tak
kalah seperti orang yang diremehkan. Mungkin karena dulu Elena mempunyai teman
yang seperti itu, yang membuatnya ingin orang-orang tersebut tau bahwa
merekapun sama.
“Manager? Dia Bos saya nyonya.” Ucap
Liam.
“Dan mengapa anda berada disini Bos,
bukankah sudah saya katakan bahkan saya yang akan turun tangan.” Lanjutnya
berbicara pada Malviano.
“Sepertimu, aku juga gatal ingin
melihat dan mendengarkan alasan dari seseorang yang membuat masalah yang cukup
besar pada perusahan. padahal selama ini tak ada yang bisa menembus sistem
keamanan data yang kubuat.” Ucap Malviano terdengar bahagia sekaligus kesal
ketika mengatakannya.
“Saya mengerti, tapi sepertinya anda
salah tangkap orang Bos.” Ucap Liam berucap seperti tengah menjatuhkan
kebanggaan seorang teman walaupun diucapkan dengan ucapan yang cukup formal.
“Saya yang pertama kali datang
kesini..” ucap Malviano tak terima akan sebuah kekalahan.
“Tapi sayalah orang pertama yang
menangkap orangnya.” Memotong ucapan Bosnya, sekali-kali ia cukup bahagia
menang dari Bosnya yang sangat pintar.
“Maksudmu, saya salah alamat?”
“Anda salah orang.” Ucap Liam sambil
mengelengkan kepalanya.
“Saya benci berputar-putar.” Ucap
Malviano yang kini terlihat semakin kesal.
“Dan saya suka ketika anda kalah.” Ucap
Liam yang sepertinya menantikan pemandangan dimana Bos besar yang selalu benar
didepannya kini harus mengakui bahwa ia telah kalah padanya.
“Katakan.” Ucap Malviano dengan tegas.
“Satu minggu jatah cuti saya, ditambah
tanpa ada gangguan dalam bentuk apapun terutama dari anda.” Liam mencoba
berkompromi, ia mencoba keberuntungannya yang sangat jarang terjadi, laki-laki
didepannya ini terlalu pintar yang entah mengapa tak pernah ingin lepas
darinya.
“Satu hari.”
“Empat hari, ayolah Bos saya sudah
berjanji pada Kiki dan ibunya, bahwa saya akan menemani mereka dalam liburan
tahun ini.” Ucap Liam memohon pada atasannya.
“Baiklah, jelaskan.”
“Anak itulah dalang dalam kekacauan
perusahaan.” Ucap Liam menunjuk pada Rendra.
“Bagaiman..”
“Tidakkah lihat Virus itu membuat
pesan?”
“Ya tap..”
“Anak itu sepertinya hanya ingin anda
menemuinya.”
“Tap…”
“Aku sudah membawamu menemui orang yang
kau mau.” Ucap Liam pada Rendra yang sejak tadi berada dibelakang tubuh Elena
entah sejak kapan.
“Jangan mendekat.” Ucap Elena yang
mencoba memahami perkataan orang-orang asing didepannya.
“Kami tak akan menyakiti anak anda.”
Ucap Liam mencoba meyakinkan Elena mencoba berbicara dengan Rendra.
“Tadi kami sedikit berbincang,
sepertinya anak itu menggunakan cara yang luar biasa agar bertemu denganmu
bos.” Ucap Liam pada Malviano.
“Bagai…”
“Apakah anda meragukan ucapan saya?”
“Ya, memang Rendra yang melakukannya.”
Tiba-tiba Rendra berbicara dan keluar dari persembunyian kecilnya.
“Kamu anak kecil?” ucap Malviano yang
tertawa dan mendekati Rendra mencoba melihat dengan seksama sosok yang sejak
satu bulannya ini membuatnya frustasi.
“Ya.” Ucapnya singkat.
“Saya akan mengira semua ini lelucon,
jika saja kepintaran saya tak terjadi pada seusiamu, baiklah saya percaya kalau
anak inilah yang berbuat.” ucapan Malviano lebih pada dirinya sendiri “Jadi apa
yang menjadi alasanmu berbuat hal tersebut pada perusahaan Om?” lanjutnya
bertanya langsung pada Rendra yang menatapnya penuh kekagumanan.
“Hallo Dad!” dan dijawab Rendra dengan
singkat namun diucapkan dengan penuh semangat berbeda dengan orang orang yang
mendengarnya.
Tak pernah sebelumnya Elena merasa takut bahwa akan ada hari, dimana Rendra anaknya yang masih berusia lima tahun bulan ini, mengakui dengan berani bahwa ialah sebenarnya yang telah merentas perusahaan milik pria yang tadi telah mengancam Elena dengan kecerdasan yang dimiliki anaknya.
Elena begitu takut dengan perkataan anaknya, ia memikirkan cara yang tepat tanpa menimbulkan masalah lainnya, agar pria didepannya ini tak akan mengadili anaknya dengan kejam mengingat usia Renda yang jauh dibawah umur.
Ketika Elena berpikir apa penawaran terbaik yang bisa diberikannya untuk kebebasan anaknya. Rendra malah berbicara hal yang paling tak pernah ia bayangkan akan keluar dari mulut anaknya itu yaitu sebuah kata sederhana yang sangat besar pada kehidupan mereka kelak.
Rendra telah mengucapkan dengan lantang “Hallo dad!” pada pria asing itu ketika pria asing itu mulai mendekatinya. Pria asing itu mematung terdiam didepan Rendra setelah mendengar sapaan yang cukup aneh untuk bisa disebutkan pada orang asing.
“Sayang, Om akan terkejut jika kau bicara hal yang aneh.” Tegur Elena.
“Bukankah memang seorang anak harus memangil ayah karena mereka adalah orang yang lebih tua.” Balas Rendra.
“Anak pintar, kata itu hanya boleh dikatakan pada ayahmu saja.” Ucap Malviano sambil mengacak-acak rambut Rendra karena kepolosannya.
“Baiklah Dad aku mengerti.”
“Rendra.” Elena kembali bersuara.
“Bukankah tadi kata Dad, hanya boleh mengatakan hanya pada ayah Rendra saja?.”
“Dasar anak-anak sepertinya ia sangat menyukaimu bos.” Ucap Liam sambil tertawa.
Malviano memerhatikan wajah Rendra cukup seksama, yang juga diikuti oleh Elena tentu saja. Kini setelah memerhatikan dengan lebih baik, Elena merasa bodoh karena tidak menyadari sebelumnya bahwa wajah Rendra dan Malviano sangat mirip hanya saja Rendra seperti versi kecil dari pria didepannya, kini Elena dilanda rasa takut dengan kenyatan dari ucapan anaknya.
Setelah hampir lima belas menit waktu berlalu, Malviano pun langsung meninggalkan kediaman Elena tanpa mengucapkan apapun lagi, ia pergi tanpa merespon ucapan Rendra ataupun tentang keputusan akan adanya kelanjutan dari kasus perentasan perusahaannya.
Hal itulah yang membuat Elena langsung memeluk Rendra dengan sangat erat seolah perbuatannya dapat menyembunyikan keberadaan mereka saat ini.
“Mom apakah Rendra salah, sehingga Dad langsung pergi?”
“Sayang, bukankah Mom mengatakan Dad sudah lama meninggal”
“Mom aku sudah cukup besar untuk kau bohongi lagi.”
“Bagaimana?”
“Dua bulan lalu ketika Mom pergi berbelanja, aku membuka buku-buku Mom.”
“Ya Mom mendapatkan itu untuk refenrensi, tapi apa hubungannya? Kau mau kemana?”
ucap Elena ketika melihat Rendra anaknya begitu saja pergi meninggalkannya.
“Ini” ucap Rendra kembali menghampiri Elena dengan sebuah buku atau mungkin sebuah majalah ketika ia memerhatikan dengan seksama, tulisan Majalah itu sepertinya berkaitan dengan dunia bisnis karena halaman depannya yang menunjukan gedung yang menjulang tinggi dan megah.
“Apa hubungannya?”
Rendra langsung membuka halaman majalah tersebut dan ia berhenti pada halaman yang dicarinya, lalu memperlihatkan halaman tersebut pada Elena. Disana hanya ada potret Malviano yang sepertinya sedang diwawancari, tak ada hal yang aneh yang membuat anaknya berasumsi bahwa itu adalah ayahnya.
“Mom lihat sebelah sini.” Ucap Rendra yang menunjukkan perubahan Malviano seiring berjalannya waktu.
Elena memerhatikan arahan Rendra dan begitu terkejut melihat wajah masa kecil Malviano yang begitu mirip dengan Rendra. Elena merasa potret itu adalah Rendra, jika anak dalam potret itu memiliki rambut hitam legam seperti anaknya.
“Aku menggunakan laptop Mom untuk mencari tau lebih banyak.” Ucap Rendra sambil menunduk, mengakui semua perbuatannya.
“Kapan?”
“Ketika Mom tertidur.”
“Astaga.”
“Mom, Rendra minta maaf menggunakan tanpa ijin.” Ucap Rendra dengan mata yang berkaca-kaca, sepertinya ia sangat takut pada ibunya yang mungkin tak akan menyayanginya jika ia berbuat hal yang tak dikehendakinya.
”Rendra hanya ingin Mom memiliki waktu lebih banyak untuk Rendra.” Lanjutnya.
“Apa..”
“Yoga, Bagas, dan Bayu selalu pulang ketika ibu mereka memanggil ketika ayah mereka sudah pulang, ibu mereka bahkan selalu menemani ketika bermain.” Ucap Rendra sambil menanggis. “Rendra hanya ingin Dad pulang dan Mom tak pernah kerja keras lagi.” Tambahnya.
Mendengar pengakuan Rendra yang panjang, membuat hati Elena sakit seprti tersayat ribuan pisau. Ia berpikir bagaimana bisa anaknya yang baru berusia lima tahun memikirkan hal-hal yang jauh dari pikiran anak seusianya.
Apakah Elena salah mendidik anaknya sehingga Rendra merasakan hal seperti ini? Dulu Elena sangat lega mengetahui Rendra sangat mandiri baik dalam hal bergaul, mengerjakan hal-hal untuknya sendiri, bahkan dalam hal-hal belajar yang sepertinya kemampuannya jauh diatas kemampuan Elena.
Kini dihadapannya Elena begitu sakit melihat anaknya yang menanggis, anaknya masih terlalu kecil untuk belajar mandiri. Anaknya yang haus kasih sayang, yang tak pernah dimintanya selama ini karena begitu memahami kesibukan dirinya. Anaknya yang melakukan apa saja agar ia mempunyai waktu luang hanya untuknya.
“Sayang.” Ucap Elena kembali memeluk Rendra kini sangat erat.
Elena kini bertekad untuk mengurangi waktu bekerjanya agar ia mempunyai waktu lebih banyak agar untuk menemani tumbuh kembang anaknya. Anaknya masih terlalu kecil untuk belajar seorang diri.
***
Elena sudah melepaskan pekerjaan sampingan seperti membuat kue, mengantarkan susu, menjaga toko milik ibu Yoga yang merupakan teman main Rendra. Ia bertekad mulai saat ini meskipun gaji dari seorang editor tak terlalu sering, tapi ia harus memastikan semua kebutuhan mereka berdua terpenuhi.
Dan dengan melepas pekerjaannya yang lain, ia mempunyai waktu yang lebih banyak bersama anaknya. Elena bertekad bahwa dengan perhatiannya yang tertuju hanya pada Rendra, anaknya tak akan pernah lagi mencari bahkan membutuhkan ayahnya. Terlepas Malviano benar ayahnya ataupun bukan.
Memikirkan Malviano, membuat Elena bertanya-tanya apa yang akan diperbuat oleh pria itu mengetahui ada seorang anak yang mencoba merusak perusahaannya hanya demi bertemu dengannya. Walaupun belum tentu benar Rendra anaknya karena bahkan Elena tak begitu yakin siapa sebenarnya ayah biologis Rendra.
Elena akan berusaha sebaik yang bisa dilakukannya bahkan ia siap memohon, jika Malviano akan menuntut anaknya atas perbuatan yang merugikan perusahaannya. Mengingat terakhir pria itu menyangkan akan melaporkan pihak berwajib, kini Elena mencari data-data yang mungkin bisa meringankan hukuman Rendra mengingat usia anaknya itu.
Tok..tok..
Elena terlonjak kaget mendengar suara pintu yang diketuk, seolah merasa hari ini akan datang setelah kedatangan Malviano satu bulan yang lalu kini Elena pun mempersiapkan diri untuk membuka pintu dan melihat orang yang bertamu adalah orang yang ditunggunya.
“Selamat malam.”
“Aku tak mengira kau akan bertamu pada malam hari?”
“Saya hanya belum siap bertemu lagi dengan anak itu.” Ucapnya pelan.
“Dia baru saja tidur, masuklah.” Ucap Elena mempersilakan masuk pada tamunya.
“Terimakasih.” Ucap Malviano ramah berbeda dengan terakhir kali mereka bertemu.
Elena yang tertegun dengan perubahan sikap bahkan bentuk Malvian yang berubah tiga puluh enam derajat, membuat ia menyadari sepertinnya pria didepannya begitu tertekan. Elena begitu merasa bersalah atas perubuatan Rendra, terlepas anaknya adalah putra biologis Malviano atau bukan.
“Kopi?” tawar Elena mengingat terakhir kali ia begitu enggan memberikan hal tersebut.
“Ya.”
Elena langsung membuat dua gelas kopi untuk Malviano dan juga untuknya, karena seprtinya pembahasan hari ini pun tak kalah rumit. Malviano langsung meminum kopi yang diberikan oleh Elena, lalu menghela napas panjangnya sebelum mengeluarkan pembicaraan.
“Setelah pulang dari sini, kepala saya begitu kacau.” ungkapnya mengakui kegalaunya selama sebulan penuh.
“Maafkan aku, aku akan bertanggung jawab penuh atasa perbuatan Rendra, Tidak bisakah kau memaafkannya karena dia masih kecil.” Ucap Elena sambil menundukkan kepalanya, ia kini semakin merasa bersalah.
“Perusahan saya tidak akan jatuh bangkrut hanya karena sehari tidak beroperasi.”
“Tapi waktu itu bukankah kau yang mengatakan…”
“Kamu ingin saya melakukan hal itu?”
“Tentu saja tidak, terimakasih sebelumnya.” Ucap Elena yang tak ingin membuat Malviano melanjutkan tuntutannya.
“Seingat saya, kita bahkan tak pernah bertemu, Apakah saya salah?” ucap Malviano setelah beberapa saat mereka tediam menikmati secangkir kopi di tangan mereka.
“Kalau boleh jujur, akupun tak begitu mengingatnya.”
“Bisakah kamu menceritakan kepada saya, mengapa Rendra ada tanpa seorang ayah?”
Kini giliran Elena yang menghela nafas sebelum memulai kisah hidupnya pada orang asing, tapi ia harus mengatakan pada orang didepannya kini karena rasa bersalahnya akan keteledorannya untuk mengawasi perbuatan anaknya yang salah.
“Enam tahun yang lalu aku terbangun disebuah hotel samping tempat pesta penyambutan ulang tahun perusahaan, pada malam sebelumnya kepalaku sangat sakit ketika menghadiri pesta itu sehingga aku sengaja meminum obat dua kali lebih banyak dari dosis yang dianjurkan.” Ucap Elena
“Mungkin karena efek obat aku tak begitu menyadari apa yang terjadi padaku malam itu.” Lanjutnya.
Sementara Malviano mendengarkan dengan tekun infomasi yang sedang dikatakan oleh Elena tanpa ada niat bertanya atau menyela ucapannya, karena yang ada dipikirannya adalah sebuah jawaban langsung dari orang membuat masalah yang berputar dikepala, yang tak bisa dipecahkan bahkan dengan otak pintarnya.
“Pagi itu aku bangun dengan rasa sakit pada area pribadiku, aku langsung menyadari apa yang terjadi padaku. aku yang hal itu adalah sebuah kesalahan maka aku tak ingin memperpanjang masalah lainnya, bahkan pada orang yang telah melakukannya padaku.” Jeda Elena berusaha menahan rasa malunya ketika mengatakan kejadian hari itu. “Aku langsung pergi meninggalkan tempat itu tanpa ingin melihat siapa orang yang semalam berada denganku.” Tambahnya mengakui perbuatannya.
“Kapan dan dimana tepatnya hak itu terjadi?”
“Tangal empat desember hotel Rose Jalan Merah muda kamar seratus lima lantai empat”
“Kamu yakin?”
“Ya aku tak mungkin melupakan tempat itu.”
Elena menatap Malviano semakin kalut, pria itu mengacak-acak rambutnya yang seingat Elena, ketika bulan lalu ia melihatnya rambut itu tertata dangat rapi. Hingga Elena menebak-nebak apa yang dipakai Malviano untuk rambutnya agar tetap pada tempatnya.
“Saya tahu ini sangat konyol, tapi saya ingin Rendra menjalani test DNA.” Ucapnya Malviano setelah menyakinkan dirinya sendiri.
“Kau tak bermaksud mengatakan Rendra adalah anakmu kan?”
“Kita harus yakinkan hal itu dengan mengunakan test.”
“Bisakah kau hanya melupakan kami.” Mohon Elena, ia jadi takut mendengar kenyatan yang nanti diketahuinya.
“Apa maksudmu?”
“Aku akan membawanya pergi sejauh mungkin, jadi Rendra tak akan pernah mengganggumu lagi, kali ini aku akan mengawasinya lebih ketat.” Janji Elena dengan penuh tekad.
“Kamu berencana menjauhkan anak dan ayahnya?”
“Dia bahkan belum tentu anakmu.”
“Tapi saya yakin dia anak saya, setelah mendengar penjelasanmu tadi.”
“Lalu mengapa kau ingin melakukan test kalau kau sudah seyakin itu?”
“Aku hanya tak ingin orang lain, dimasa depan akan mengunjingkan tentang siapa penerus perusahan ZRO,” ucap Malviano dan langsung menambahkan “Mereka selalu mencari celah akan hal-hal sensitive seperti hal ini.”
“Penerus?”
“Tentu saja dia anakku, dia yang akan meneruskan perusahaanku.”
“Bagaimana?..”
“Kepintarannya dalam menemukanku pada usianya yang masih muda, bukankah bukti nyata?.” Perkataan Malviano terdengar begitu bangga pada Rendra.
“Kau terlalu percaya diri, kau bermaksud bahwa hanya keturunanmu saja yang mempunyai kemampuan itu?” Bantah Elena.
“Wajahnya yang tampan padahal ia masih kecil, tapi aku tak meyukai warna rambut.” Malviano kembali menambahkan dan juga mengelengkan kepala pada akhir perkataannya.
“Hei… ia hanya mengambil warna rambutku saja, sedangkan sebagian besar ia benar-benar duplikatmu.”
“Jadi kau juga mengakui ia anakku juga.”
“Tentu saja tidak.” Ucap tegas Elena langsung merukuti perkataan sebelumnya.
“Mom?.” Terdengar suara Rendra yang berjalan mendekat dengan suara serak, mungkin karena ia baru saja terbangun.
Baik Elena dan Malviano hanya bisa terdiam menunggu Rendra mendekat dan menyadari keberadaan Malviano dirumah itu.
“Dad?”
“Kamu terbangun karena kami terlalu berisik?” ucap Malviano yang sangat menyesal mengeraskan perkataan mereka ketika asik berdebat dengan Elena.
“Rendra senang Dad datang.” Ucap Rendra.
“Apakah Rendra senang jika bertemu Dad setiap hari?” tanya Malviano sambil mendekat kearah Rendra, lalu ia merunduk menyamakan tinggi badan mereka.
Pertanyaan itu langsung diangguki semangat oleh Rendra yang melupakan kalau sebelumnya ia masih dalam keadaan mengantuk. Elena tak pernah sebelumnya melihat kebahagian yang sangat besar terpancar dari wajah anaknya, sepertinya anak itu begitu memdambakan sosok seorang ayah.
“Kalau begitu apakah Rendra bersedia ikut Dad pergi kerumah sakit?”
“Kerumah sakit? Tanya Rendra yang terkejut mendengar tempat yang selalu ingin dihindarinya.
Seperti kebanyakan anak kecil, Rendra pun sama takutnya pergi kerumah sakit untuk alasan apapun.
“Kita harus kesana agar kedepannya tak ada yang berniat untuk memisahkan kita lagi.” Ucap Malviano kini malah menggendong tubuh Rendra.
“Dad tak akan pergi lagi kalau Rendra ikut Dad kerumah sakit?”.
“Dad janji.” Ucap Malviano yakin.
“Mom?” ucap Rendra yang tiba-tiba menyadari bahwa ia harus meminta persetujuan ibunya.
Elena yang sejak tadi terdiam melihat interaksi mereka berdua, tak tega jika ia mengatakan dengan langtang bahwa ia sangat keberatan akan hal itu. Elena merasa takut akan kenyataan bahwa jika benar mereka adalah anak dan ayah yang selama ini ia sembunyikan.
Kini yang bisa dilakukannya hanya menganggukan kepala, memberikan ijin agar Malviano melakukan test tersebut pada anaknya. Walau bagaimana pun Elena tak bisa lagi menutupi karena Rendra memang berhak untuk mengetahui siapa ayah biologisnya.
“Kalau begitu besok pagi kita pergi?” tanya Malviano pada Rendra.
“Bisakah Dad menemaniku tidur?” Rendra balik bertanya.
“Rendra..” Elena mencoba menegur yang langsung dihentikan oleh perkataan Malviano yang langsung menjawab pertanyaan Rendra.
“Ya kalau besok kau berjanji pergi pagi-pagi sekali.”
“Mengapa harus pagi?”
“Dad ingin secepatnya tau hasilnya sayang.” Ucap Malviano yang mengubah nada suaranya menjadi jauh lebih lembut.
Dan langsung diangguki oleh Rendra yang langsung menunjukan arah kamar mereka, meninggalkan Elena yang terdiam ditempatnya sendiri memikirkan dimana ia harus tidur malam ini. Dan apakah malam ini ia dapat tidur memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang akan menjadi masa depan mereka.
Elena terbangun dilantai ruangan tempatnya bergadang, sementara Rendra tidur nyenyak bersama Malviano dikasur mereka yang empuk. Sehari bertemu dengan Malviano saja anak itu melupakan dirinya, bagaimana jika benar Rendra adalah ayah biologisnya, memikirnya membuat Elena kembali bersedih.
Apakah nanti Rendra akan meninggalkannya sendirian, sementara selama ini Elena bahkan meninggalkan orang-orang terdekatnya hanya agar ia hidup berdua saja bersama anaknya.
“Maaf bisakah saya meminjam handuk dan peralatan mandi?” suara Malviano terdengar dari arah pintu kamarnya.
Hal itu membuat Elena menengok, sedikit tertegun melihat penampilan Malviano yang sepertinya separuh terbangun dan separuh masih ingin tertidur, Elena hampir saja tersenyum mengingat muka Malviano persis seperti Rendra tadi malam. Elena pun hanya menunjukan arah kekamar mandi tanpa niat untuk membuka suara.
Tok… tok…
Elena langsung membukakan pintu rumahnya, disana ada Liam yang dikedua tangannya membawa sesuatu.
“Saya membawa pakaian dan juga sarapan.” Ucapnya yang langsung masuk kedalam rumah ketika Elena langsung bergeser dari pintu rumah.
Elena tak ada niatan untuk sekedar basa-basi, karena ia tahu Malviano adalah seseorang yang mempunyai kekuasaan yang besar sehingga untuk sekedar keberatan untuk hal sekecil ini hanya akan membuatnya semakin meradang sendiri.
“Bos?” tanya Liam yang tak menemukan atasannya berada disana.
“Sedang mandi.” Jawab Elena singkat sambil menunjukan arah kamar mandi.
“Saya hanya menemukan bubur saja untuk sarapan.” Sebelum menuju kekamar mandi Liam memberikan bungkusan pada tangan kirinya, lalu ia langsung mengetuk pintu kamar mandi dan menyerahkan bungkusan yang berada ditangannya yang lain pada Malviano yang hanya mengeluarkan tangannya saja untuk mengambil apa yang dibawa Liam.
“Mom… Dad.. mengehilang?” teriakan Rendra terdengar begitu panik dari arah kamar mereka yang membuat Elena segera menghampirinya.
“Kau sudah bangun? Tenanglah ia hanya sedang mandi.” Ucap Elena sambil memeluk anaknya, yang langsung berhenti menangis mendengar penjelasannya.
Apa yang harus Elena lakukan jika Malviano bukan ayah Rendra, harus kah nanti ia membuat sebuah pengumuman untuk mencari ayah biologis Rendra? Sepertinya anaknya sangat membutuhkan sosok seorang ayah.
“Kau sudah bangun?” ucap Malviano menyambut Rendra digendongan Elena yang langsung mengambil tubuh anak itu karena kedua tangan yang terjulur memintanya.
“Dad aku kira tadi malam hanya mimpi.” Ucap Rendra yang langsung memeluk Malviano dengan begitu erat.
“Dad hanya baru saja mandi, sekarang kau juga segera mandi dan bersiap setelah itu mari makan apa yang dibawa om Liam.” Ucap Malviano menurunkan tubuh Rendra.
Elena langsung membantu Rendra melaksanakan apa yang diperintahkan Malviano. Seperti kesepakatan mereka tadi malam hari ini mereka akan berangkat menuju rumah sakit untuk melakukan test DNA, mereka semua pergi setelah semua perut sudah terisi dengan sarapan yang dibawakan oleh Liam.
Selama perjalan menuju kerumah sakit, Rendra terus bertanya pada Malviano apakah nanti ia boleh membeli coklat setelah pulang dari rumah sakit? Karena jika ia meminta hal tersebut pada Elena pasti jelas Rendra akan mendapatkan sebuah penolakkan.
“Ya kita akan membeli apapun yang kau inginkan setelah pulang dari sana.” Balas Malviano dengan ringan.
“Rendra….”
“Terimakasih Dad.” Ucap Rendra yang langsung memotong perkataan Elena dengan penuh semangat mendengar jawaban dari Malviano.
Rendra sangat senang sekarang, dimasa lalu ia selalu iri pada teman-temannya. Merka selalu bilang padanya jika ingin sesuatu yang tak bisa diberikan oleh ibu mereka, Mereka akan mengadu pada ayah mereka yang langsung akan mengabulkan apa yang mereka minta.
Kini setelah ia sendiri mempunyai seorang ayah yang telah berhasil ia temukan oleh usahanya sendiri. Ia tak akan lagi iri pada teman-temannya, karena ia pun akan melakukan hal yang sama seperti mereka, hal itu membuatnya tesenyum bahagia.
Sementara Elena hanya bisa terdiam mengalah, ia hanya mencoba memberikan waktu untuk Rendra merasakan hal-hal yang telah ia rengut selama lima tahun lamanya. Ia merasa bersalah pada anak itu karena keegoisannya anaknya tumbuh tanpa sosok seorang ayah.
“Sakit Dad, Dad tidak bilang kalau kita kesini untuk menyuntik Rendra.” Keluh Rendra setelah keluar dari ruang pemeriksaan.
“Dad akan memberi sekotak coklat, dan sekantung es krim.” Balas Malviano.
“Wow, Mom bahkan tak pernah memberi Rendra dua bungkus.” Ucap Rendra bahagia, kini ia langsung melihat kekanan dan kiri mencari ibunya, ia takut jika sang ibu mendengar hal itu, ia akan mendapat sebuah teguran.
“Mom pergi kekamar mandi.” Ucap Liam yang mengerti apa yang dicari oleh Rendra.
“Ayo duduk disana sambil menunggu.” ucap Malviano menggendong Rendra menuju kursi yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Sementara itu didalam bilik kamar mandi rumah sakit Elena hanya membasuh telapak tangannya, ia hanya ingin waktu sendiri untuk menjernihkan kepalanya yang terasa terus berputar-putar memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi pada masa depannya.
Setelah beberapa saat ia terus meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja, ia pun pergi ke tempat Rendra berada.
“Mom, tanganku sakit mereka menyuntiknya.” Adu Rendra sambil menunjukan lengannya yang kini terdapat sebuah plester pada tempat yang sebelumnya jarum suntik berada.
“Sakit?” ucap Elena yang kini meniup pelan pada lengan Rendra, hal itu diperbuatnya agar Rendra tak lagi merengek.
“Mom tadi Dad berkata bahwa setelah ini kita akan pulang kerumah Dad.”
“Rendra mau kah kau tinggalkan Mom dan Dad berdua? Kau bisa pergi duluan bersama om Liam untuk membeli coklat yang tadi kau inginkan.” Tawar Malviano dan diangguki oleh Liam.
“Mom bolehkah?” ijin Rendra pada Elena yang mau tak mau hanya bisa menganggukan kepala tanda menyetujui hal tersebut.
Setelah tak terlihat Rendra dan Liam, Malviano berdiri dan mengarahkan Elena ke sebuah mobil yang tadi membawa mereka menuju ke rumah sakit ini.
“Kita akan pergi jauh?” tanya Elena penuh keheranan.
“Ya kita tak bisa membicarakan hal ini ditempat umum, terlalu banyak mata dan telinga.” ucap Malviano yang kini sudah menuju kekursi mengemudi.
“Rendra?”
“Liam akan membawa dengan selamat setelah kita selesai dengan pembicaraan kita.”
Kini tak ada alasan lain untuk Elena tak menyetujui kemana Malviano akan membawanya, ia duduk disamping Malviano yang langsung mengemudikan mobilnya setelah Elena menutup pintu mobil.
Selama perjalanan Elena hanya bisa terdiam memerhatikan gedung-gedung tinggi, lalu tak begitu lama berubah menjadi area perumahan elit yang tak pernah Elena datangi sebelumnya.
Mobil berhenti pada sebuah rumah paling ujung diarea perumahan yang ada disekitarnya, rumah terbesar jika Elena ukur dari jauhnya jarak jalan umum menuju depam rumah tersebut.
Ketika keluar dari mobil, ada orang yang langsung menyambut kedatangan mereka disana, Malviano langsung menyerahkan kunci mobil pada seorang pria yang mendekat kearahnya. Sedangkan dipintu masuk ada seorang wanita paruh baya dengan rawut wajah yang khawatir mendekat kearah mereka.
“Tuan, saya sangat cemas anda tidak pulang semalam, bahkan sebelum anda terlihat sedang banyak pikiran, biasanya kalau akan pergi keluar anda akan memberi kabar pada saya, saya hampir saja menelepon tuan Kenzo jika sampai malam anda belum pulang.” Ucap wanita itu ketika Malviano mendekatinya.
“Bi Surti tenang saja, saya pulang dengan keadaan baik-baik saja, semalam saya menginap di rumah Elena.” Ucap Malviano yang kini berjalan masuk kedalam rumah yang diikuti oleh Elena dibelakangnya.
“Nona Elena, maaf sebelumnya saya tak menyadari kehadiran Nona.” Ucap bi Surti yang menundukkan kepalannya tanda bahwa ia meminta maaf.
“Ya.” Ucap Elena langsung menghampiri bi Surti untuk mengangkatkan kepalanya, ia tak biasa menerima permohonan maaf yang berlebihan, apalagi ini dari seseorang yang lebih tua.
“Anda baik sekali nona, Tuan saya tidak tahu bahwa hari ini anda akan membawa pacar anda kerumah ini, kalau saja saya tahu saya akan memasak yang lebih banyak.” Ucap Bi Surti.
“Ya sebaiknya kau segera memasak sekarang, Rendra mungkin akan merasa lapar ketika ia datang kesini.” Ucap Malviano yang kini duduk disebuah sofa berukuran besar.
“Saya akan melakukan yang terbaik.” Ucap bi Surti begitu bersemangat pergi mengerjakan tugas dari atasannya, ia begitu bahagia mendengar bahwa tuannya yang tak pernah membawa orang lain selain tuan Kenzo kerumah ini kini malah mengundang pacar dan teman-teman yang lainnya.
“Sepertinya semua makanan yang berada didalam kulkas akan keluar semuanya melihat ia begitu semangat.” Gerutu Malviano melihat keantusiasan bi Surti dalam menjalankan tugasnya.
“Kau tidak akan meluruskan kesalahpahaman padanya?”
“Kesalahpahaman?
“Tadi dia menyebutku pacarmu.” bisik Elena entah mengapa ia mengucapkannya seperti itu.
“Biarkan saja bi Surti mengartikan sesuatu hal yang menurutnya begitu.” Ucap Malviano kini duduk sambil membuka sebuah amplop yang diterimanya dari pihak rumah sakit.
Elena hanya bisa duduk disofa single, ia sengaja duduk agak jauh dari Malviano agar dapat membawa raut wajah ketika Malviano membaca hasil test dari pihak rumah sakit. Dan disana terlihat jelas senyuman banga diwajahnya berbeda ketika Elena mendapati raut wajah Malviano tadi malam.
“Kau lihat aku selalu benar.” Ucap Malviano yang kini menyerahkan hasil test tersebut kepada Elena.
Elena langsung mengambil hasil test tersebut, meskipun Elena tak pandai dalam membaca sebuah test tapi untuk kertas yang sedang dibacanya ia bisa langsung mengerti apa yang membuat Malviano begitu bangga akan dirinya sendiri.
Meskipun dikertas itu terdapat kata-kata yang tak pernah Elena ketahui apa artinya dan juga angka-angka yang entah menunjukkan apa. Tapi tulisan yang paling bawah dan yang paling mudah untuk dibaca oleh semua orang adalah kata-kata bahwa DNA anak memiliki hasil 99.9998% akurat dengan DNA dari ayah.
Secara tidak langsung kertas itu memperkuat bukti bahwa Rendra seratus persen anak biologis dari Malviano. Elena entah mengapa sudah bisa menebak hasil ini ketika pertama kali Rendra memanggil Malviano dengan sebuatan Dad, ia kini hanya bisa berharap Malviano tidak memiliki seorang istri atau bahkan seorang anak lainnya.
Elena takut keberadaan Rendra dan juga dengan dirinyay akan membuat sebuah masalah baru yang mungkin akan memberatkan mereka dimasa depan.
“Boleh kah sekarang aku bertanya?” Elena memulai.
“Tentu saja.”
“Kau bahagia?”
“Tentu saja”
“Apakah kau mempunyai seorang istri?” tanyanya hati-hati ia tak ingin terlalu kentara mengeluarkan kekalutannya.
“Kalau saya mempunyainya, kamu tidak akan saya biarkan menginjakkan kaki dirumah ini.” Ucap Malviano dengan santai terlihat dari wajahnya ia tak mempersalahkan apa yang di tanyakan oleh Elena.
“Kalo begitu tunangan?” tanya Elena kembali yang langsung mendapatkan sebuah gelengan kepala.
“Bahkan saya belum mempunyai seorang pacar.” Jelasnya.
Mendengar hal itu kini Elena sedikit lega, setidaknya keberadaan Rendra tak mengganggu kehidupan lain disekitar Malviano.
“Senang mendengarnya, lalu apa kau keberatanya jika aku bertanya mengapa kau begitu terbuka menerima kehadiran Rendra?” ucap Elena lalu tiba-tiba saja ia teringat Malviano melakukan test lain untuk Rendra lalu ia langsung bertanya dengan begitu panik ketika menyadari hal itu “Bisakah aku saja yang mengantikannya?”.
“Apa maksudmu?” kini Malviano tak menyembunyikan wajah keheranannya.
“Kau perlu apa? Ginjal, susum tulang belakang apa kau mungkin jantung? Aku bersedia mengantikannya.” Tanya Elena cepat.
Sementara Malviano mulai berpikir apa yang sedang dibicarakan oleh Elena, mengapa wanita didepannya menyebutkan nama-nama organ dan apa katanya ia bersedia mengantikan. Siapa yang digantikan oleh siapa, dan mengapa harus digantikan.
Tatapan penuh tekad Elena membuat Malviano tiba-tiba mengerti maksud dari kata-katanya “Saya tak tahu seorang ibu rela berbuat apapun untuk anaknya.” Ucapnya sambil tertawa lucu akan maksud kesungguhan Elena.
“Apa yang lucu dari hal itu? Bukankah hal itu memang seharusnya dilakukan oleh seorang ibu?” kini balik Elena yang terheran akan respon dari Malviano.
“Ya saya harap ibu saya pun melakukan hal tersebut.” Gumam Malviano.
“Ibumu tidak…?” tanya Elena hati-hati walau Malviano hanya bergumam tapi karena ia sedang konsentrasi pernuh padanya ia bisa mendengar dengan jelas apa yang diucapkan oleh Malviano.
“Saya tak akan pernah tau apa yang akan diperbuatnya.” Ucap Malviano dan menambahkan ketika Elena akan bertanya kembali “Kedua orang tua saya sudah tiada satu tahun diatas usia Rendra.”
“Maafkan aku, aku tak bermasud untuk…” Elena tak menyelesaikan ucapannya karena ia tak tahu bagaimana mengatakan betapa menyesalnnya ia telah dengan lancang menanyakan apa pilihan ibu Malviano sebelumnya.
“Itu bukan masalah untuk sekarang, kejadian itu sudah sangat lama sampai saya tak ingat lagi harus merasakan apa ketika membicarakan mereka.” Ucap Malviano kini terlihat lebih santai ketika mengatakannya.
“Aku tahu kau melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap Rendra ketika tadi berada di rumah sakit, hal itu membuatku berpikir mungkin kau memerlukan sesuatu dari Rendra untuk menyelamatkan hidupmu.” Ucap Elena mengakui apa yang sedang berperang didalam kepalanya, ia memutuskan untuk menyuarakan denagn lantang agar ia mengerti maksud Malviano menerima Rendra dengan tangan seterbuka sekarang.
“Ya saya melakukan itu untuk mengetahui kesehatan anaku yang tak pernah saya ketahui selama lima tahun, saya pun bertanya-tanya mengapa kalian mencoba mencariku setelah sekian lama tak pernah ada.” Ucap Malviano kini berbalvk mengintogasi Elena.
“Jika ku katakan ini murni keinginan Rendra mencari ayahnya, apakah kau akan percaya?” ucapan Elena terdengar seperti sebuah pertanyaan ketika ia pun mengatakannya dengan nada yang penuh keraguan akan maksud anaknya.
“Saya hanya akan mengajukan hak asuh penuh atas Rendra, jika itu yang terjadi” ucap Malviano dengan enteng.
Mendengar hal itu membuat semua kekhawatiran Elena kini berubah menjadi kenyataan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!