NovelToon NovelToon

Seducing My CEO

Chapter 1 --- Awal yang buruk

Setelah berbulan-bulan menganggur, akhirnya Kim Sena mendapatkan panggilan wawancara kerja di Lacoza, salah satu perusahaan ternama di Seoul. Tentu saja Sena menerimanya, karena perusahaan besar seperti inilah yang ia cari selama ini.

Sena mengenakan atasan kemeja putih dilapisi blazer warna hitam, lalu ia memadukannya dengan bawahan rok pensil berwarna hitam selutut. Tubuh rampingnya terlihat seksi dengan perpaduan baju tersebut. Kabarnya, selama ini banyak pria tergila-gila padanya karena kecantikan Sena yang diatas rata-rata, dan tubuh seksi yang dimilikinya. Namun, Sena mengabaikan para pria itu. Sebab sampai sekarang belum ada satu pun di antara mereka yang dapat menggetarkan hatinya.

Hari senin pukul 10.00 pagi. Sena tiba di Lacoza dan memasuki ruangan manajer untuk melakukan wawancara kerja. Ia merasa senang, sebab ada kemungkinan dirinya akan diterima di perusahaan tersebut.

Kini, Sena menduduki kursi seraya menyibak rambut wavy-nya yang tergerai panjang. Sangat cantik.

"Nona Kim Sena, kami sudah membaca CV-mu dan kebetulan perusahaan ini sedang membutuhkan karyawan di bidang desain. Kami menerimamu bekerja di perusahaan ini. Jika kau berkenan bekerja di perusahaan kami, mohon tanda tangan kontrak di sini," ujar Lee Jinsu----Manajer perusahaan tersebut. Pria itu memberikan beberapa berkas dokumen kepada Sena untuk ditandatanganinya.

"Kontrak kerja selama 3 bulan di Lacoza Inc.?" tanya Sena, seraya membaca dokumen tersebut.

"Iya. Kontrak kerjamu berjangka 3 bulan. Jika kau sudah menandatanganinya maka kedua belah pihak tidak bisa membatalkannya. Kau harus bekerja sesuai perjanjian dan kami pun tidak bisa memecatmu sebelum kontrak itu berakhir," jawabnya.

"Namun sejujurnya, aku ingin bekerja di perusahaan ini lebih lama. Apakah kontrak kerjaku nanti bisa diperpanjang?"

Manajer itu mengangguk. "Jika pekerjaan anda baik, maka perusahaan akan memperpanjang kontrak anda."

"Baiklah. Aku menerima kontrak ini." Sena setuju dan menandatangani surat perjanjian kontrak tersebut.

"Terima kasih. Asistenku Bora akan menemanimu untuk melihat-lihat hasil produksi perusahaan. Silakan." Manajer itu memanggil seorang wanita bernama Bora----Asistennya yang berusia 27 tahun, dan sudah menikah.

"Nona Sena, mari ikuti saya," ujar Bora, seraya membawa Sena pergi ke gudang untuk melihat-lihat hasil produksi.

Setelah 3 menit, Bora dan Sena tiba di sebuah gudang yang besar. Banyak pakaian merek terkenal yang tersimpan di sana. Sena menatap semua pakaian itu dengan tatapan aneh. Semua desain pakaian itu tidak sesuai dengan gayanya.

"Semua pakaian ini adalah produksi dari perusahaan kami. Lacoza memproduksi benang, kain, dan juga pakaian. Ada puluhan merek terkenal yang diproduksi di sini." Bora menjelaskan dengan detail.

"Semua model pakaian di sini sangat kuno," gumam Sena spontan. Sena bicara menurut apa yang ia pikirkan.

"Aku akan menunjukkan pakaian lain yang sangat terkenal. Ini adalah merek Lacoza, merek terkenal perusahaan kami," ucap Bora, sembari menunjukkan beberapa contoh pakaian dengan merek terkenal.

"Ini juga sangat kuno. Apakah Lacoza tidak memiliki model lain selain ini?" Sena heran dengan model pakaian di perusahaan ini. Menurutnya aneh dan tidak berkembang.

Bora menggelengkan kepala. "Tidak ada."

Tanpa disadari, celetuk Sena mengundang perhatian orang sekitar. Percakapan mereka didengar oleh seorang pria yang kebetulan melewati gudang itu. Pria berjas hitam mendadak berhenti dan menatap Sena dengan tatapan tajam.

"Apa yang kau katakan barusan?" tanya pria itu dingin.

Bora membalikkan badan dan terkejut melihat pria itu. Dengan cepat, ia menundukkan kepala dan tak berani menatap wajahnya.

"Bora, bawa wanita ini ke ruanganku!" titahnya, yang tak mungkin Bora bantah.

"Baik, CEO Park." Tubuh Bora mulai gemetar. Dia sudah bisa menebak sesuatu yang buruk akan terjadi. CEO itu pergi menuju ruangannya diikuti Bora dan Sena di belakangnya.

Mereka memasuki ruangan CEO yang luas. Tampak ada meja kerja besar, sofa dan beberapa lemari terjajar rapi di sana. Sesaat setelah tiba di ruangan tersebut, pria itu berdiri di depan mejanya sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Bola matanya menatap tajam ke arah dua wanita itu, seolah ingin menerkam.

Presiden dan CEO Lacoza Inc., Park Juhan terkenal dengan wajahnya yang menawan dan sifatnya yang dingin. CEO muda berhidung mancung itu berusia 30 tahun dan belum menikah. Wajahnya bersih dan sangat tampan. Wanita mana pun yang memandangnya bisa saja tergoda oleh ketampanannya yang sempurna. Namun pasalnya, dia sangat perfeksionis dan mudah tersinggung. Sifatnya yang dingin sudah terkenal di seluruh penjuru Lacoza.

"Apakah wanita ini adalah karyawan baru?" tanya Juhan, seraya mengamati Sena.

"Iya, benar. Dia adalah Nona Kim Sena karyawan baru bagian desain." Bora menjawab lirih sambil menundukkan kepala.

"Pergilah! Tinggalkan wanita ini di sini," perintah Juhan dingin.

Bora mengangguk, lalu ia keluar dari ruangan.

Juhan menyipitkan mata. "Nona Kim Sena, aku telah mendengar semua ucapanmu di gudang. Kau telah menghina Lacoza!"

"Maaf. Aku tidak sengaja melakukan itu. Semua hanya terlintas dalam pikiranku saja. Aku sama sekali tidak ada niat untuk menghina Lacoza."

Juhan menyeringai tak percaya. "Kau dengan mudah mengatakan tidak sengaja?"

"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Lagi pula, model pakaian itu memang kuno. Aku hanya berkata jujur sesuai pendapatku. Aku sudah berpengalaman di bidang ini dan aku tahu banyak tentang pakaian." Sena berkata lantang, yakin dengan pendapatnya.

"Kau tidak tahu apa-apa dalam hal ini! Lacoza menjual produk yang laku di pasaran, bukan barang seperti yang kau pikirkan. Kau sama sekali tidak mengerti tentang bisnis," tukas Juhan.

"Tapi jika model produknya bagus, pasti akan lebih baik lagi. Anda sebagai CEO seharusnya menerima kritik dan saran dari orang lain."

BRAK !

Juhan menggebrak meja dan menatap Sena tajam.

"Lancang! Beraninya kau mengatakan hal seperti itu padaku. Kim Sena, hari ini kau dipecat!" hardik Juhan tajam.

Sena membelalakkan matanya. "Hah? Aku baru saja menandatangani surat kontrak dan belum mulai bekerja. Tapi kenapa aku sudah dipecat? Lagi pula perjanjian kontrak itu tidak bisa dibatalkan secara sepihak. Anda tidak bisa memecatku begitu saja!"

Juhan mengernyitkan kening, ia sama sekali tidak menyukai Sena dan berniat ingin memecatnya secepat mungkin. Namun, dia ingat kalau kontrak kerja yang sudah ditandatangani tidak dapat dibatalkan begitu saja. Juhan berpikir keras mencari cara lain untuk mendepak wanita itu dari perusahaannya.

Bagi Juhan, siapa pun orang yang berani melawannya harus angkat kaki dari perusahaannya, tanpa terkecuali.

"Baiklah. Aku akan menambahkan satu perjanjian baru untukmu. Jika dalam waktu 3 bulan ini kau tidak bisa membuatku memaafkan semua perbuatanmu, maka setelah kontrak selesai, kau harus angkat kaki dari sini. Aku tidak peduli pekerjaanmu

bagus atau tidak, aku akan tetap mengusirmu dari dari perusahaan ini!" Juhan berkata serius dan tidak main-main dengan ucapannya.

"Apa? itu tidak adil. Kau tidak bisa memutuskan itu secara sepihak. Jika prestasiku di perusahaan ini bagus, aku ingin terus bekerja di sini," ucap Sena.

"Jika kau tetap ingin bekerja di sini, kau harus mematuhi semua peraturan yang aku buat. Sekarang cepat pergi ke meja kerjamu!" Juhan menatap Sena dengan ekspresi marah.

"It's okay. Aku terima tantanganmu. Dalam waktu 90 hari, aku akan membuatmu memaafkanku dan menerimaku di perusahaan ini. Aku akan berusaha melakukan yang terbaik untuk mengembangkan perusahaan ini." Sena sangat kesal, lalu keluar dari ruangan.

...***...

Malam hari di rumah, Sena meringkuk di sofa sembari menonton TV, menyaksikan acara-acara hiburan yang bisa menghilangkan penat di hatinya. Jujur saja, Sena masih merasa kesal dengan kejadian yang dialaminya di tempat kerja hari ini. Tidak ada kata lain selain... menyebalkan.

CEO gila itu telah memberikannya sesuatu yang sulit dan tidak masuk akal. Tentu saja Sena merasa kebingungan dan tidak tahu hal apa yang harus ia lakukan supaya CEO itu mau memaafkannya.

Kring !

Bunyi telepon masuk berdering di ponsel Sena. Wanita itu bergegas mengangkat panggilan masuk tersebut. "Halo."

"Hai, Sena. Bagaimana wawancara kerjamu hari ini? Apakah kau sudah diterima kerja?" tanya seseorang dalam telepon.

"Hai, Hyemi. Bisakah kita bertemu sebentar? Aku benar-benar stress hari ini," jawab Sena.

"Oke. Aku tunggu di Kudi Bar tempat biasa kita nongkrong."

"Oke," jawabnya.

Setelah 20 menit kemudian. Bersama Hyemi teman baiknya, Sena duduk lesehan di Kudi Bar, salah satu bar yang kerap Sena kunjungi bersama temannya.

"Jadi kau sudah diterima kerja di perusahaan Lacoza yang terkenal itu? Wow! Kau hebat, Sena." Hyemi tersenyum gembira.

"Ini tidak seindah yang kau bayangkan. CEO perusahaan itu sudah gila. Dia membuat aturan yang tidak masuk akal. Aku hanya memberikan sedikit masukan untuknya, tapi dia tidak terima dan memberiku tantangan yang tidak jelas. Sepertinya dia ingin menyingkirkanku dari perusahannya." Sena sangat kesal, lalu mengambil sebotol soju dan meminumnya.

"Ehmm, ini aneh. Tantangan seperti apa yang dia berikan padamu?" tanya Hyemi ingin tahu.

"CEO gila itu memberiku waktu 3 bulan untuk membuatnya mau memaafkan kesalahanku. Jika tidak, kontrak kerjaku tidak akan diperpanjang. Kau tahu kan, aku benar-benar sedang membutuhkan pekerjaan. Dan jujur saja gaji di Lacoza lumayan banyak. Aku tidak ingin kehilangan pekerjaan itu," jawab Sena pelan dan terlihat sedih.

"Aku akan memberikan beberapa saran padamu. Buatkan dia makanan dan berikan padanya. Mungkin dengan cara ini akan berhasil," saran Hyemi, memberikan ide.

"Oke, akan aku coba," jawabnya.

...***...

Keesokan hari pukul 09.00 pagi. Sena tiba di kantor dengan mengenakan kemeja putih dan rok hitam di atas lutut. Ia duduk di meja kerjanya sambil memasukkan sekotak kimbab /makanan berbentuk sushi ke dalam lacinya. Sena sengaja membuat sushi untuk diberikan kepada Juhan supaya pria itu mau berdamai dengannya dan mau memaafkannya.

Tak lama, Juhan beserta beberapa orang dari dewan direksi masuk ke kantor dan melewati meja kerja para staf. CEO tampan itu melirik ke arah Sena sekilas, lirikannya terlihat tidak menyenangkan. Namun, ekspresi apa pun yang ditampilkannya, sama sekali tidak mengurangi ketampanan Juhan yang menawan.

Sena hanya diam memperhatikan Juhan pergi, ia menunggu waktu yang tepat untuk memberikan kimbab buatannya kepada CEO dingin itu.

Setelah 30 menit berlalu, Sena mengeluarkan kimbab-nya, lalu pergi menuju ruangan CEO. Sena berjalan santai melewati koridor. Ketika hendak berbelok, tiba-tiba ada seorang pria dari arah berlawanan sedang berjalan terburu-buru dan mereka berdua bertubrukan.

"Akh !" Sena refleks berpegang pada pria itu dan tak sengaja menarik dasinya. Keduanya kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh di lantai bersama. Sena telentang di lantai, sedangkan pria itu menindihnya dari atas.

"CEO Park Juhan!" Sena membatin seraya membulatkan matanya terkejut.

Juhan pun terkejut melihat Sena berada di bawahnya. Tak sengaja tangannya menyentuh dada Sena yang menonjol.

PLAK !

Sena refleks melayangkan tamparan ke wajah Juhan.

Dengan ekspresi marah, Juhan bangkit dari posisinya seraya memegang pipinya yang panas.

"Kau..apa yang kau lakukan!" bentak Juhan seraya menatap wanita itu tajam.

"Ma-maaf, aku tidak sengaja melakukannya," ucap Sena, seraya bangkit berdiri dari posisinya.

"Lagi-lagi kau yang membuat masalah. Kau menarikku jatuh, lalu menamparku. Kau tahu aku ini siapa?!" tanya Juhan dengan penuh penekanan.

"Aku tahu. Aku benar-benar tidak sengaja dan aku sudah minta maaf. Lagi pula, kau telah menyentuh dadaku. Aku sungguh merasa dirugikan," jawab Sena sembari menunduk.

"Kau pikir aku sengaja menyentuhnya? Dengar, dari awal aku tidak menyukaimu dan aku tidak ada niat untuk menyentuh tubuhmu. Aku peringatkan sekali lagi, kata-kataku kemarin tidak akan pernah berubah. Aku pastikan kau akan angkat kaki dari perusahaanku!" ucap Juhan dingin.

"Jika aku berhasil membuatmu memaafkanku, apakah aku tetap bisa bekerja di sini?" tanya Sena.

"Jika kau berhasil, kau boleh mengajukan satu permintaan kepadaku. Dan sebaliknya, jika kau gagal aku akan membuangmu dari perusahaanku," jawab Juhan, seraya berjalan pergi.

Sena tertegun melihat kimbab yang ia bawa berceceran di lantai. Maksud baiknya tak tersampaikan dan justru menambah masalah. Ia berjongkok memunguti satu per satu potongan kimbab itu.

"Aku berniat memberikan kimbab ini kepadanya, tapi aku malah menamparnya," gumamnya gelisah.

Peristiwa itu membuat Juhan kesal dan semakin marah. Lalu, CEO tampan itu masuk ke ruang manager, dan membanting pintu dengan keras.

"Jinsu, aku ingin bicara denganmu," ucap Juhan dengan ekspresi kesal, tak tertahankan lagi.

"Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Wanita itu, Kim Sena. Batalkan kontrak kerjanya dan keluarkan dia dari perusahaan. Ganti saja dengan yang lain."

"Tidak bisa. Sebelum 3 bulan, kontrak itu tidak bisa dibatalkan. Kenapa kau tiba-tiba ingin mengeluarkan dia? Bukankah kau sedang membutuhkan karyawan bagian desain?" tanya Jinsu bingung.

"Wanita itu selalu membuatku kesal!"

"Aku mengerti, tapi kau tidak boleh egois. Kim Sena adalah orang yang tepat di posisi ini. Dia sangat berpengalaman dan pintar. Aku tahu kau seorang CEO dan bisa berbuat apa saja sesukamu. Tapi aku mohon untuk kali ini, ikuti saranku," bujuk Jinsu seraya menatap wajah kesal Juhan.

Juhan terdiam, beberapa detik kemudian ia mengangguk terpaksa. "Okay. Aku akan menunggu sampai 3 bulan, lalu aku akan mengeluarkan wanita itu!"

Jinsu tertawa kecil. "Lakukan sesukamu, CEO muda. Oh ya, kebetulan nanti malam perusahaan mengadakan hwesik. Kau mau ikut?"

"Okay. Carikan restoran dengan makanan yang enak," jawab Juhan, seraya berjalan menuju pintu keluar.

"Baik, Bos. Aku akan carikan restoran yang enak malam ini," goda Jinsu sambil tersenyum.

Pasalnya, hwesik adalah acara makan bersama disaat pulang kerja untuk menambah keakraban sesama rekan kerja.

Malam ini, seluruh karyawan Lacoza tiba di sebuah restaurant besar untuk melakukan hwesik. Semua duduk berhadapan sambil menikmati hidangan daging bakar dan makanan lainnya di meja. Tiba-tiba, Jinsu berjalan mendekati Sena dan duduk di sampingnya.

"Sena, bagaimana kerjaanmu hari ini di Lacoza?" tanya Jinsu.

Sena tersenyum. "Baik. Aku rasa tidak ada masalah dengan pekerjaanku."

"Baguslah. Aku mau mengatakan satu hal padamu. Jika Juhan melakukan hal aneh abaikan saja. Dia memang seperti itu."

Sena melirik ke arah Juhan sejenak, lalu beralih menatap Jinsu. "Mana mungkin aku bisa mengabaikan dia. Park Juhan adalah CEO di perusahaan ini."

"Tidak apa-apa. Juhan masih baru di sini. Dia menggantikan ayahnya sebagai CEO mulai 2 tahun yang lalu. Dia lebih muda dariku 7 tahun dan aku sudah menganggap dia seperti adikku sendiri," ujar Jinsu, seraya tersenyum.

"Aku dapat melihat kalau hubungan kalian sangat baik." Sena tersenyum tipis.

Jinsu tertawa. "Benar. Ayo bersulang!"

Jinsu mengangkat gelas soju, lalu bersulang bersama. Jinsu memang terlihat lebih dewasa dan sabar daripada Juhan. Pada malam itu, orang-orang minum soju terlalu banyak sehingga membuat beberapa diantara mereka mabuk dan pulang lebih cepat.

"Aku permisi mau pergi ke toilet." Sena bangkit dari kursinya, lalu bergegas pergi ke toilet.

Beberapa menit kemudian, Sena keluar dari toilet dan tak sengaja berpapasan dengan Juhan. Mata mereka saling beradu dan CEO tampan itu terus-menerus menjatuhkan tatapannya ke arah Sena, seperti ada sesuatu yang menarik perhatian pria itu. Tanpa aba-aba, Juhan tiba-tiba menarik lengan Sena dengan kuat.

"Akh." Sena terpekik karena terkejut. Dengan cepat, Juhan menyandarkan tubuh Sena ke dinding dan menutupinya dengan badannya yang tegap. Juhan berdiri begitu dekat sehingga wajah tampannya terekspos sangat jelas. Embusan napasnya menyapu setiap inci wajah Sena yang mulus.

Juhan menyelipkan tangannya ke pinggul Sena, lalu merabanya turun dan berhenti di bokong seksi wanita itu. Seketika Sena menjadi kaku dibuatnya.

Chapter 2

Seluruh tubuh Sena menjadi kaku dan hatinya berdebar-debar. Tak biasanya CEO dingin itu melakukan hal semacam ini.

"Kau melupakan sesuatu, Nona Kim Sena." Juhan berbisik, seraya menarik ritsleting rok Sena ke atas.

SREEEKK...!

"Kau lupa menutup ritsletingmu, Nona. Lain kali jangan sampai terulang lagi." Juhan tersenyum, lalu melenggang pergi.

Sena menganga dan terkesiap menatap punggung laki-laki yang semakin menjauh dari pandangannya. Ia merasa sangat malu dan jantungnya berdetak kencang tidak keruan.

Pukul 23.20 malam, Sena tiba di rumahnya dengan kepala pusing dan sedikit mabuk. Ia membanting tubuhnya di kasur dan mendengus kesal. Sena merasa hari ini adalah hari kesialan untuknya.

"Dalam sehari dia sudah menyentuh dada dan pantatku. Sungguh pelecehan seksual," ucapnya kesal. Perasaan marah sekaligus malu terukir jelas dalam benaknya hingga tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

...***...

Pagi ini, Sena menyelesaikan sarapan dan pergi bekerja dengan naik bus kota menuju kantor. Sesampainya di sana, Sena langsung mendudukkan dirinya di meja kerja.

"Selamat pagi, Sena," sapa Bora, sambil berjalan menuju meja kerjanya yang tak jauh dari Sena.

"Hai, selamat pagi," jawab Sena tersenyum.

"Sena, bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Iya, silakan."

"Apa yang terjadi ketika kau berada di ruangan CEO waktu itu? Aku telah meninggalkanmu sendirian di sana. Aku minta maaf," ucap Bora, seraya mengerutkan kening merasa tidak enak dengan Sena.

Sena menggeleng. "Tidak apa-apa. Kau tidak salah. Kau pergi karena memang disuruh CEO. Aku sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu."

"Aku tahu telah terjadi sesuatu di sana. Bisakah kau menceritakannya padaku?" Bora ingin tahu kejadian di sana.

"CEO Park Juhan sangat marah padaku. Dia ingin memecatku tapi keputusan terakhirnya adalah.. dalam 3 bulan ini aku harus bisa membuatnya memaafkanku kalau tidak maka kontrak kerjaku tidak akan diperpanjang," jawab Sena dengan raut wajah khawatir.

"Hmm.. Sebenarnya, kejadian sepertimu sudah sering terjadi di sini. Banyak karyawan baru tidak berhasil meredam amarah CEO Park dan akhirnya kontrak kerja mereka tidak diperpanjang. Mulai sekarang kau harus berhati-hati dengan CEO Park Juhan," ujar Bora, mengingatkan Sena untuk lebih berhati-hati.

"Iya terima kasih. Aku akan lebih berhati-hati."

"By the way, apa kau sudah mencoba sesuatu untuk membuatnya tidak marah?"

Sena menggeleng. "Sudah, tapi tidak berhasil. Apa kau punya ide?"

"Setahuku, CEO Park Juhan menyukai ayam goreng rasa keju. Cobalah belikan dia itu. Siapa tahu dia suka dan tidak marah lagi padamu," jawab Bora sambil tersenyum.

"Oh, terima kasih sarannya." Sena membalas Bora dengan senyuman.

Pada waktu yang sama, beberapa orang sedang mengikuti rapat di ruang CEO.

"Jinsu, jangan lupa buatkan contoh produk seperti yang aku minta," ucap Juhan memerintah.

"Oke, aku akan meminta tim desain untuk membuatkan sketsanya."

"Baiklah, untuk saat ini cukup sekian. Rapat pagi ini kita tutup." Juhan mengakhiri rapat.

Semua orang berdiri dari duduknya, lalu kembali ke tempat kerjanya masing-masing.

Dua jam kemudian, Sena membawa setumpuk dokumen seraya berjalan menuju ruangan manajer. Ia tiba di depan ruangan dengan pintu sedikit terbuka. Sena segera masuk ke dalam ruangan dan tiba-tiba ada yang menarik pintu dari dalam, sehingga dokumen yang dibawa Sena berjatuhan.

Sena terkejut melihat Juhan ada di hadapannya. Tidak sengaja, Sena dan Juhan berjongkok bersamaan dan kening mereka bersenggolan.

"Oh." tangan Sena berhenti bergerak saat ia bersentuhan dengan CEO tampan itu.

Ketika melihat Sena, mata Juhan sedikit melebar daripada biasanya.

"Ehem.." Jinsu berdeham memecahkan keheningan. Dengan cepat, mereka mengambil dokumen itu kemudian bangkit berdiri.

"Jinsu, aku mau kembali ke ruanganku," ucap Juhan seraya melangkah keluar ruangan.

Sena berjalan mendekati Jinsu, lalu menyodorkan tumpukan dokumen yang ia bawa.

"Manajer Lee Jinsu, ini pekerjaan yang kau berikan padaku kemarin. Aku sudah menyelesaikan semuanya hari ini."

Jinsu menerima kertas itu, kemudian mengeceknya satu per satu. Pria itu mengangguk dan tersenyum lebar.

"Kau menyelesaikannya dengan sangat baik. Aku menyukai pekerjaanmu," ucapnya.

"Terima kasih." Sena tersenyum.

"Oh ya, aku mau memberimu satu pekerjaan lagi. Perusahaan akan mengeluarkan produk baru seperti ini. Bisakah kau membuat desainnya?" tanya Jinsu seraya memberikan contoh kepada Sena.

"Aku akan mencobanya dulu."

"Oke. Jika tidak ada keperluan lagi kau bisa kembali ke mejamu."

"Baik." Sena berbalik, lalu berjalan keluar. Sesampainya di meja kerja, wanita itu fokus mengerjakan tugas yang diberikan oleh manager. Sena bekerja keras dan berusaha menunjukkan hasil kinerjanya di perusahaan itu. Ia ingin membuktikan kalau dirinya layak dipekerjakan di Lacoza.

Waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 sore. Saatnya pulang kerja, tapi Sena masih terlihat sibuk di meja kerjanya. Perlahan, Bora datang menghampirinya dari belakang.

"Sena, kau tidak pulang?"

"Oh iya, sudah waktunya pulang aku lupa. Aku terlalu bersemangat kerja sampai lupa waktu." Sena mulai membereskan peralatannya.

Bora tersenyum. "Kau pulang naik apa?"

"Aku naik bus, tapi sebelum pulang aku mau menemui manajer Lee Jinsu dulu."

"Manager Lee sedang ikut rapat bersama CEO dan dewan direksi. Mungkin akan selesai agak malam," ucap Bora.

"Benarkah?"

Bora mengangguk. "Iya."

Kalau begitu CEO Park Juhan juga akan pulang malam. Ini kesempatanku untuk memberikan ayam goreng kepadanya, batin Sena.

"Sena, aku pulang duluan ya. Suamiku sudah menjemputku. Sampai ketemu lagi besok." Bora berpamitan lalu pergi meninggalkan Sena.

Setelah itu, Sena pergi menuju restoran ayam yang ada di dekat kantor. Setelah lima belas menit berjalan, akhirnya ia tiba di restoran itu.

"Permisi, aku mau membeli ayam goreng," teriak Sena.

"Maaf, ayam goreng di restoran kami sudah habis. Silakan membeli ayam goreng di cabang lain," jawab seorang karyawan di restoran itu.

"Apa? Ayam-nya sudah habis?" tanya Sena kaget.

Karyawan itu mengangguk. "Hari ini pengunjung di restoran kami sangat banyak sehingga semua ayam goreng habis dan kami berencana tutup lebih awal. Anda bisa membeli ayam goreng di cabang lain yang ada di dekat sini."

"Oh ya? Di mana itu?" tanya Sena penuh harap.

"Ini belok kanan, jika ditempuh dengan jalan kaki mungkin sekitar 20 menit." Karyawan itu memberi petunjuk.

Sena mengangguk pelan. "Baiklah, aku akan pergi ke sana. Terima kasih."

Sena segera melangkah keluar, lalu berjalan menuju arah yang ditunjuk oleh karyawan itu.

Pikirnya, walaupun ia harus berjalan lebih jauh lagi untuk membeli ayam goreng, ia akan tetap melakukannya. Sena berusaha membuat CEO itu tidak marah lagi padanya dan mau menerimanya di perusahaan.

Sekitar 20 menit kemudian, Sena tiba di restoran ayam cabang lain. Namun, di restoran itu terlihat banyak orang tengah mengantre sangat panjang.

"Huh? Mau beli ayam goreng saja harus antrean panjang begini," gumamnya kesal. Sena melangkah maju, lalu ikut antrean di sana.

Setelah mengantre cukup lama, akhirnya tiba giliran Sena.

"Aku mau membeli ayam goreng rasa keju han mari/ 1 ekor ayam dipotong menjadi beberapa bagian."

"Baik. Ayam goreng rasa keju han mari harganya 20.000 won," jawab kasir.

Sena membuka dompetnya dan di dalam dompetnya hanya tersisa uang 20.000 won. Ini merupakan uang terakhirnya. Dengan berat hati, Sena memberikan uang itu kepada kasir restoran.

"Aku menggunakan uang terakhirku untuk membeli makanan kesukaannya. Aku harap dengan ini CEO Park Juhan mau memaafkanku dan tidak membenciku lagi," Sena membatin dengan penuh harapan.

Pukul 21.00 malam, Sena tiba di kantor dengan membawa sekotak ayam goreng yang telah ia beli barusan. Dia terlihat lelah karena telah berjalan cukup jauh, dan tak terasa ia sudah menghabiskan waktu 3 jam untuk membeli ayam goreng itu. Melelahkan.

Sena berdiri di koridor. Wanita itu menyandarkan punggungnya di dinding seraya menunggu Juhan selesai dari rapat.

Tak lama kemudian, Sena melihat Juhan muncul dari koridor bersama beberapa orang dari dewan direksi, cukup ramai.

"CEO Park Juhan," panggil Sena seraya berjalan mendekatinya.

Juhan menatap Sena dan berhenti.

"Kalau begitu kami pamit pergi lebih dulu," ucap beberapa orang di samping Juhan bersamaan.

Juhan mengangguk, kemudian orang-orang itu berjalan pergi meninggalkan Juhan bersama Sena sendirian.

"Kenapa kau masih ada di sini?" tanya Juhan dingin.

"Aku ingin memberikan ini. Aku dengar, kau menyukai ayam goreng. Jadi aku pergi membelinya. Ini mohon terimalah!" Sena menyodorkan sekotak ayam goreng kepada Juhan dan dia pun menerimanya.

"Aku berharap kau mau memaafkanku dan kita bisa berdamai," ucap Sena, seraya tersenyum.

"Jadi kau ingin menyuapku dengan ini? Nona Kim Sena, apa kau pikir dengan ini kau bisa membuatku memaafkan semua kelakuanmu?" Juhan membuka kotak ayam goreng itu, lalu membaliknya ke bawah sehingga potongan ayam goreng itu berjatuhan di lantai.

Sena membulatkan mata dan terkesiap melihat tingkah Juhan yang membuang ayam goreng pemberiannya begitu saja. Dadanya terasa sesak seketika. Mengapa pria itu membuangnya tanpa berpikir terlebih dahulu? Apakah CEO itu sudah gila?

"Kau benar-benar tidak menghargai pengorbanan orang lain!" hardik Sena.

"Aku tidak peduli denganmu. Jangan harap aku mau memaafkanmu dengan mudah." Juhan melangkah pergi dan memunggungi Sena di belakangnya.

Dengan kesal, Sena mengambil potongan ayam di lantai lalu melemparkannya ke arah Juhan. Alhasil, sepotong paha ayam terbang melayang mengenai rambut hitam sang CEO.

Juhan berhenti di tempat. Dengan raut wajah marah, pria itu menengok ke belakang menatap Sena yang tengah terdiam.

"KIM SENA! Apa yang kau lakukan!" bentak Juhan kencang. Kilatan marah jelas terpancar dari matanya.

Tanpa mengucapkan apa pun, Sena berlari menuju pintu keluar.

Pikirnya, pengorbanan yang ia berikan terbuang sia-sia begitu saja. Uang terakhirnya lenyap tak membuahkan hasil sama sekali.

Jika memang dia tidak bisa memaafkanku setidaknya jangan membuang ayam goreng itu, batin Sena sambil menahan air mata yang hendak keluar. Dia merasa sangat kesal, mengapa pria itu membuangnya begitu saja tanpa berpikir terlebih dahulu. Kekecewaan mengisi setiap lembar pikiran Sena. Dia tak peduli apa pun risiko yang akan terjadi. Seandainya diberhentikan dari perusahaan sekalipun, ia akan menerimanya. Sena berpikir tidak ada gunanya bekerja dengan atasan yang sama sekali tidak cocok dengan dirinya.

Sementara itu, Juhan masih berdiri di tempatnya dengan ekspresi marah. Rasanya darah di tubuhnya serasa mendidih dan naik hingga ke ubun-ubun. Dari koridor terdengar suara tawa yang keras. Juhan mendapati Jinsu sedang menertawakannya seperti lelucon.

"Hahaha. Jarang-jarang ada pertunjukan seperti ini di kantor," ucap Jinsu sambil tertawa terbahak.

"Apa yang sedang kau tertawakan di sana?! Kau sudah melihat sendiri kelakuan wanita itu, kan? Kim Sena sungguh berani melawanku." Juhan melihat Jinsu dengan tatapan kesal.

Jinsu tak henti-hentinya tertawa melihat rambut Juhan yang berwarna kekuningan karena tumpahan bubuk keju

Setelah beberapa saat, Jinsu pun berhenti tertawa. "Sejujurnya, kau dan Sena memiliki kesamaan. Jika kalian pacaran sepertinya akan cocok."

"Hentikan omong kosongmu itu. Wanita ceroboh seperti dia bukanlah tipe idealku." Juhan berbalik, lalu melenggang pergi meninggalkan Jinsu.

"Hati manusia tidak ada yang tahu," gumam Jinsu seraya menggelengkan kepala. Hati kecilnya masih ingin tersenyum.

Juhan masuk ke dalam mobil dengan tergesa-gesa. Tak lama, supir mobil itu melajukan mobilnya dengan cepat. Ketika mobil melewati restoran ayam, Juhan menengok ke arah restoran itu. Ia melihat restoran ayam sudah tutup dan itu membuatnya sedikit bingung. Di mana Sena tadi membeli ayam goreng?

Malam itu, Sena tiba di rumah dengan wajah kusut. Ia merebahkan tubuhnya di kasur seraya membuka internet bankingnya. Matanya membulat sempurna ketika ia mengetahui saldo di banknya tinggal 200.000 won. Dengan uang segitu, tidak akan cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Ditambah lagi, Sena juga belum membayar sewa rumah yang ia tempati saat ini.

"Sepertinya aku harus makan mie instant setiap hari," gumamnya pelan.

Tiba-tiba, terdengar suara gedoran keras dari arah pintu depan rumahnya. Sena bergegas membuka pintu rumahnya, lalu membelalakkan mata saat melihat beberapa orang muncul di hadapannya. Seorang wanita tua dan 2 pria botak tengah berdiri tepat di ambang pintu rumah Sena.

Tentu saja mereka bukanlah orang asing. Wanita tua itu adalah pemilik rumah yang Sena tempati saat ini.

"Oh, bibi." Sena tersenyum miris, karena ia sudah mengetahui sesuatu yang buruk akan terjadi.

"Sena, kau sudah menunggak belum membayar sewa rumah selama 3 bulan. Hari ini kau harus membayarnya kalau tidak aku akan mengusirmu dari sini." Wanita tua itu menatap Sena sambil melotot.

"Tunggu, tunggu. Aku baru saja diterima kerja dan aku akan membayarnya setelah aku gajian. Bagaimana?" Sena mencoba bernegosiasi.

"Selama ini kau sudah banyak janji dan tidak pernah kau tepati!" ucap Wanita itu ketus.

"Bibi, kali ini aku tidak bohong. Aku sungguh sudah bekerja di perusahaan besar. Perusahaanku namanya Lacoza Inc., kau bisa mengeceknya sendiri kalau tidak percaya," ucap Sena.

"Aku tidak mau tahu! Aku beri waktu sampai besok, jika kau besok tidak membayar sewa maka aku akan mengusirmu. Ingat itu!" Wanita tua beserta 2 pria botak itu berjalan pergi meninggalkan rumah Sena.

Sena terkulai lemas, tak tahu harus berbuat apa.

...***...

Pagi ini, Sena bangun dari tidur dengan perasaan penat di hati. Pikirannya benar-benar bingung. Bagaimana jika pemilik rumah itu mengusirnya. Kemana ia harus pergi? Sejak awal, Sena sudah memutuskan ingin merantau di Seoul dan tidak ingin membebani orangtuanya di kampung. Walaupun sesungguhnya keluarganya bukanlah keluarga miskin yang serba kekurangan, melainkan sebaliknya. Keluarga Sena adalah keluarga mampu dan serba berkecukupan. Bahkan, sangat dipandang dan dihormati di kampungnya.

Tapi Sayangnya, Sena tak ingin menikmati uang hasil kerjakeras orangtuanya. Dia lebih senang mencari uang sendiri dengan kemampuan yang ia miliki, itu saja.

Sena berjalan ke kantor dengan tatapan kosong. Tiba-tiba, ia tidak sengaja berpapasan dengan Jinsu di koridor. Manajer itu mengembangkan senyum ketika melihat Sena di sana.

"Sena, aku ingin bicara denganmu. Ikuti aku!" Jinsu pergi menuju ruangannya diikuti Sena di belakangnya.

Sesampainya di ruangan itu, Sena hanya diam dan tidak berkata apa-apa.

"Sena, aku mendukungmu."

"Ya? Mendukung apa maksudnya?" tanya Sena tak mengerti.

"Perbuatanmu kemarin malam pada Juhan. Terkadang Juhan memang perlu dilawan, kalau tidak aku akan terus kehilangan karyawan karena dipecat olehnya! Aku suka sifatmu yang pemberani," lagi-lagi Jinsu menunjukkan senyum ramahnya. Sena berpikir, manajer itu merupakan orang paling ramah di kantor.

Sena tersenyum kecil dan sedikit malu "Sebenarnya kemarin itu aku tidak sengaja. Aku minta maaf karena telah melempar CEO Park dengan ayam goreng."

Jinsu menggelengkan kepala. "Tidak masalah. Aku suka gayamu melawannya. Baiklah, sekarang sudah waktunya kerja. Kembalilah ke tempatmu."

"Baik." Sena menunduk, lalu berbalik pergi menuju meja kerjanya.

Hari ini Sena bekerja dengan pikiran kalut. Seolah-olah otaknya ingin meledak karena saking banyaknya masalah.

Waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 sore, sudah saatnya pulang kerja. Sena menyampirkan tasnya, lalu berjalan menuju pintu keluar. Sena terkejut saat melihat 2 pria botak sedang berdiri menunggunya di depan kantor.

Mendadak panik, Kemudian Sena pergi mengendap-endap ke jalan lain yang tak jauh dari sana. Sena pergi mencari tempat sembunyi dari 2 pria botak itu. Dan tak sengaja, ia melihat sebuah mobil sedan hitam terparkir di dekatnya. Tanpa pikir panjang, Sena langsung membuka pintu mobil bagian belakang, lalu menyusup masuk ke dalam mobil tersebut.

Betapa terkejutnya dia ketika melihat sosok yang ada di dalam mobil itu.

"CEO Park Juhan!" Sena membulatkan matanya lebar. Seakan-akan tak percaya dengan apa yang dilihat oleh matanya.

Chapter 3

"CEO Park Juhan." Sena membulatkan matanya lebar.

Kalau ini sih, keluar dari kandang singa masuk kandang macan, batin Sena.

"Apa yang kau lakukan di dalam mobilku?" tanya Juhan dengan tatapan tajam.

"Saat ini aku dalam keadaan darurat. Tolong izinkan aku di sini sebentar."

"Aku tidak peduli dengan urusanmu. Turun dari mobilku sekarang!" sentak Juhan.

"Aku mohon. Aku tidak bisa turun sekarang. Dua orang botak di sana sedang mencariku. Please, tolong aku satu kali ini saja." Sena memohon seraya menempelkan dua telapak tangannya.

Juhan mengangguk kesal. "Okay. Aku akan turunkan kau di jalanan. Pak supir, tolong jalankan mobilnya sekarang."

"Baik, Tuan." Supir itu menyalakan mesin, lalu melajukan mobilnya.

Sena sedikit bernapas lega karena 2 pria botak itu tak melihatnya. Namun tak jauh dari sana, mobil pun berhenti.

"Turun sekarang!" bentak Juhan.

"Baiklah. Aku akan keluar." Sena membuka pintu, lalu keluar dari mobil.

Kemudian, mobil itu melaju pergi dan menghilang dari pandangan.

"Dasar pelit! Ditumpangi sebentar gitu saja tidak boleh," gerutu Sena kesal.

Pukul 19.00 malam. Sena sampai di depan rumahnya. Namun ada beberapa sosok tengah berdiri di sana. Siapa lagi kalau bukan wanita tua dan 2 pria botak yang sedari tadi tengah menunggunya di sana. Sena menatap mereka seraya menelan salivanya.

"Kim Sena, mana uangnya?" tanya wanita itu seraya mengulurkan tangan menagih uang.

"Bibi, dengarkan penjelasanku. Aku akan membayarnya setelah aku gajian. Aku janji, aku mohon," jawab Sena meminta toleransi.

"Aku tidak menerima penjelasan darimu. Jika kau tak membayarnya sekarang aku akan mengeluarkan barang-barangmu dari rumahku." Wanita itu mengancam.

"Jangan bibi, aku mohon. Aku tidak punya tempat tinggal lain selain di sini," ucap Sena dengan penuh permohonan. Namun wanita tua itu tak peduli dan tak mau mendengarkan permohonan Sena. Wanita tua itu menyuruh 2 pria botak itu untuk mengeluarkan semua barang-barang Sena dari dalam rumah.

Tak lama, semua barang milik Sena sudah tersusun rapi di luar rumah.

"Mulai hari ini kau tidak lagi tinggal di sini. Silakan pergi kemana pun yang kau suka." Wanita tua itu mengunci pintu, lalu pergi meninggalkan Sena yang terpatung di depan rumah.

"Kemana aku harus pergi? Aku benar-benar tak punya uang sama sekali." Sena membatin bingung. Ia mengambil ponselnya, lalu menelepon Hyemi teman baiknya. Sena menceritakan semua yang terjadi saat itu. Kemudian Hyemi menyuruh Sena datang ke apartemennya.

Pukul 23.00 malam, Sena tiba di depan apartemen Hyemi seraya membawa seluruh barang-barangnya. Hyemi tampak terkesiap ketika melihat Sena.

"Oh my God ! Apa yang terjadi denganmu? Ayo cepat masuk," ucap Hyemi sembari membantu membawakan barang-barang Sena.

"Aku tidak punya uang untuk membayar kontrakan sehingga aku diusir. Kau tahu sendiri kan kalau aku sudah beberapa bulan tidak bekerja." Sena mengeluh kesal.

"Iya, aku tahu itu. Kau bisa tinggal bersamaku di sini. Kebetulan aku punya 2 kamar dan yang satu kosong. Kau bisa menempatinya."

"Terima kasih, Hyemi. Aku janji setelah aku gajian, aku akan memberimu uang anggap saja aku menyewa kamarmu."

Hyemi terkekeh. "Oke, oke. Santai saja. By the way, apa kerjaanmu di perusahaan itu lancar? Bagaimana hubunganmu dengan CEO dingin itu?"

"CEO gila itu benar-benar menguras kesabaranku dan membuatku pusing. Dia tak henti-hentinya mencecarku dengan sikapnya yang aneh. Bagaimanapun, aku harus membuat CEO itu memperpanjang kontrak kerjaku. Aku membutuhkan pekerjaan dan aku tak ingin dipecat begitu saja," ujar Sena mengeluh.

"Kau sudah mencoba saranku waktu itu?" tanya Hyemi.

"Aku sudah mencobanya, aku sudah membuatkan kimbab dan juga membelikan makanan kesukaannya. Dan semua itu gagal." Sena berdecak kesal.

Hyemi mengangguk mengerti. "Ada satu cara yang ampuh untuk merayunya."

"Benarkah? Apa itu? Cepat katakan." Sena penasaran ingin tahu.

"Ehm.. tidur dengannya. Aku jamin ini akan berhasil," jawab Hyemi sambil tersenyum.

"Apa?! Tidak, tidak. Itu tidak mungkin. Dia adalah bosku dan aku tidak mungkin melakukan hal sejauh itu. Aku sekarang mau tidur." Sena mengakhiri kalimatnya, lalu melangkah menuju kamar.

...***...

Hari ini, Sena tiba di kantor lebih awal. Ia baru bekerja di Lacoza tiga hari, tapi rasanya sudah seperti bertahun-tahun. Ia merasa tidak nyaman dengan sikap dingin Juhan kepadanya. Sena berpikir keras mencari cara untuk merayu CEO tampan itu. Dengan sedikit melamun, ia berdiri di sisi meja seraya menyesap kopinya.

"Sena, kau sudah datang," sapa Bora yang baru saja tiba. Dan langsung dibalas anggukan oleh Sena.

"Apa kau sudah membuat sketsa untuk produk baru?" tanya Bora.

Sena menggeleng singkat. "Aku sedang mengerjakannya dan masih belum selesai. Apa manager memintanya hari ini?"

"Tidak. Kalau sudah selesai, hasilnya akan dipresentasikan saat rapat bersama. Sebaiknya, kau membuatnya dengan sebaik mungkin supaya CEO Park tidak marah," jawab Bora memberitahu.

"Oh, begitu ya. Aku akan berusaha membuatnya dengan baik." Sena duduk di kursinya seraya memulai bekerja.

Hari ini, Juhan tak terlihat sama sekali di kantor. Dari pagi sampai sore, CEO tampan itu tidak menampakkan diri. Ketidakhadirannya meninggalkan tanda tanya besar.

"Tumben Juhan tidak datang ke kantor tanpa memberitahu lebih dulu," gumam Jinsu heran.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam pulang kerja. Namun Sena masih terlihat sibuk di meja kerjanya. Bora melihatnya sambil menggelengkan kepala.

"Sena, kau tidak pulang?" tanyanya.

"Aku mau melanjutkan pekerjaanku sebentar," jawab Sena seraya mengerjakan sesuatu di komputernya.

"Baiklah kalau begitu. Aku pulang duluan ya, bye." Bora bangkit dari duduknya, lalu pergi meninggalkan Sena sendirian.

Tak lama kemudian, Jinsu muncul dan melihat Sena masih ada di kantor. Pria itu langsung menghampiri Sena di meja kerjanya.

"Sena, kenapa kau belum pulang?" tanya Jinsu.

Sena terkejut, lalu memutar kursinya ke belakang. "Oh, Manajer Lee." Dengan cepat, ia berdiri dari duduknya

Jinsu tersenyum. "Kalau kau tidak sibuk, ikut aku pergi ke suatu tempat."

"Kalau boleh tahu, kita mau pergi ke mana?" tanya Sena ingin tahu.

"Hari ini Juhan tidak datang ke kantor. Aku sudah meneleponnya berkali-kali, tetapi tidak diangkat. Aku takut terjadi sesuatu padanya. Oleh karena itu, aku sekarang ingin pergi ke rumahnya untuk melihatnya," ujar Jinsu.

Sena terdiam sesaat. "Baiklah. Aku bersedia ikut ke sana."

"Oke. Ayo kita berangkat!" Jinsu tersenyum seraya berjalan menuju parkiran mobil.

Dua puluh menit kemudian, Jinsu dan Sena tiba di penthouse mewah di Distrik Gangnam. Jinsu bergegas menombol pin password di pintu dan secara otomatis pintu itu terbuka.

"Apakah ini adalah tempat tinggal CEO Park Juhan?" tanya Sena.

Jinsu mengangguk. "Iya, benar. Juhan tinggal sendirian di sini."

"Tapi bagaimana anda tahu password pin rumahnya?" tanya Sena dengan ekspresi heran.

"Juhan dan aku sudah seperti saudara jadi tidak ada rahasia apa pun diantara kami. Ayo kita masuk ke dalam!" Jinsu melangkah masuk lebih dulu diikuti Sena di belakangnya.

Sena tercengang melihat isi penthouse itu. Sungguh mewah, bersih, dan rapi. Sena melangkah maju menuju jendela dan melihat pemandangan luar yang indah.

Jinsu berjalan menuju kamar Juhan, dan ternyata dugaannya benar. Ia melihat Juhan sedang berbaring di tempat tidur dengan mata terpejam. Dengan cepat, Jinsu berlari mendekatinya. Pria itu meletakkan tangannya di kening Juhan dan ternyata badannya memang sangat panas. Jinsu pun mulai panik, lalu memanggil Sena. Tak lama, wanita itu pun masuk ke dalam kamar Juhan.

"Manager Lee, apa yang terjadi?" tanya Sena khawatir.

"Juhan sepertinya demam. Badannya sangat panas dan dia berkeringat dingin. Apa kau bisa membantuku mengelap keringatnya? Aku akan memanggil dokter." tanya Jinsu yang langsung diangguki oleh Sena.

Beberapa saat kemudian, dokter tiba di rumah dan memeriksa Juhan. Dokter itu memberikan beberapa obat dan meletakkannya di nakas.

"Dia demam tinggi. Dia harus minum obat dan banyak istirahat," ucap Dokter itu seraya mengemasi peralatannya.

"Baik. Terima kasih, Dokter." Jinsu mengantar dokter itu keluar rumah. Tak lama setelah itu, ia kembali masuk ke dalam rumah dan tiba-tiba ponselnya berbunyi. Jinsu mengangkat teleponnya dengan cepat.

"Halo, baik. Aku akan pulang sekarang," ucap Jinsu seraya mematikan teleponnya.

"Sena, aku harus pergi sekarang. Istriku menyuruhku untuk segera pulang. Bisakah kau menemani Juhan di sini sebentar?" Jinsu menatap Sena dengan penuh permohonan.

"Apa? Menemaninya di sini?" Sena menggigit bibir bawahnya seraya berpikir.

Jinsu tersenyum. "Aku sangat berharap kau mau membantuku dalam hal ini. Juhan sedang sakit dan dia sendirian di rumah. Setelah dia agak baikan, kau boleh pulang."

"Baiklah. Aku akan menemaninya di sini, tapi hanya sebentar."

"Terima kasih, Sena. Kalau begitu aku sekarang mau pamit. Jika ada apa-apa telepon aku, Oke?" Jinsu tersenyum, lalu melenggang pergi meninggalkan Sena di rumah Juhan sendirian.

Sena menarik napas dalam-dalam. Ia kembali ke kamar, lalu duduk di sisi tempat tidur. Sena mengompres Juhan dengan air hangat sesuai petunjuk dari dokter. Wanita itu menghela napas seraya menatap Juhan yang tengah berbaring di ranjang. Ia merasa tidak nyaman melihat kemeja Juhan yang basah karena keringat.

"CEO Park, aku akan menggantikan bajumu yang basah. Maafkan aku jika aku lancang." Sena berkata pelan. Tidak tahu Juhan mendengarnya atau tidak. Perlahan, Sena membuka kancing baju Juhan satu per satu hingga terlepas semuanya. Kemudian ia melepas bajunya dan menggantikannya dengan atasan piyama lengan pendek.

Pikirnya, dengan begini ia akan lebih nyaman dan tidak terlalu merasakan panas di tubuhnya.

"CEO Park, kau harus minum obat yang diberikan oleh dokter," ucap Sena. Tapi tiba-tiba wanita itu teringat sesuatu.

"Tidak, tidak. Kau harus makan dulu setelah itu baru boleh minum obat." Sena bangkit dari sisi tempat tidur dan akan melangkah pergi. Namun tiba-tiba Juhan meraih pergelangan tangan Sena dan menariknya. Seketika Sena jatuh di ranjang dan menindih Juhan. Wajah mereka berjarak sangat dekat. Napas berat Juhan menerpa setiap inci wajah Sena.

Sena terdiam sambil mengerjapkan matanya. Ketampanan Juhan membuat hatinya meleleh.

"CEO Park, apa kau bisa mendengar suaraku?" tanya Sena seraya menatap wajah Juhan. Namun, tidak ada jawaban dari pria itu.

Kemudian, Sena bangkit dari posisinya dan berjalan menuju dapur untuk mencari makanan. Tapi ia tak menemukan apa-apa di sana. Tidak ada makanan satu pun yang bisa dimakan. Akhirnya, Sena berinisiatif membuat bubur.

Sena duduk di sisi tempat tidur sambil menyuapi Juhan pelan-pelan. Walaupun tak semua bubur yang disuapinya masuk ke dalam mulut Juhan, tapi ada beberapa sendok yang berhasil ditelannya.

"Sekarang kau harus minum obat dan istirahat." Sena menyuapi pil pada Juhan, tetapi pria itu mengalami kesulitan menelannya. Sena terdiam sejenak dan berpikir.

"CEO Park, maafkan aku." Sena memasukkan obat itu ke mulutnya, lalu menempelkan mulutnya ke bibir Juhan. Sena menggunakan mulutnya untuk menyuapi obat pada Juhan. Setelah dirasa obat itu berhasil ditelan, Sena mundur lalu bangkit berdiri.

"Aku sekarang mau pulang." Sena berbalik, lalu berjalan pergi meninggalkan rumah Juhan.

Tak lama setelah itu, Juhan perlahan-lahan membuka matanya. Ia menoleh ke nakas dan melihat semangkuk bubur di sana.

Sena tiba di rumah dan melihat Hyemi tengah duduk di sofa menunggunya.

"Kau hari ini pulang malam?" tanya Hyemi seraya menatap wajah lelah Sena.

"Aku baru saja pulang dari rumah CEO gila itu. Hari ini dia sakit dan manager menyuruhku untuk menemani dia di rumahnya," jawab Sena yang tanpa sadar mengutarakan kekesalannya.

"Apakah kalian hanya berduaan di sana?" Hyemi tertawa kecil, sedangkan Sena hanya menjawab dengan anggukan.

"Kalian tidak melakukan apa-apa di sana?"

"Tentu saja tidak!"

"Bodoh! Kalau aku jadi kamu, aku akan merayunya dan menjadikan dia pacarku. Dengan begitu, dia pasti akan memaafkan kesalahanku. Benar tidak?" tanya Hyemi seraya mencondongkan wajahnya ke arah Sena karena ingin melihat ekspresi temannya itu.

"Hyemi, kau sudah gila. Dia adalah atasanku dan aku tidak mungkin menjadikan dia pacarku."

"Selama dia belum menikah itu mungkin saja." Hyemi tersenyum menatap Sena. Namun Sena hanya menggelengkan kepala lalu pergi menuju kamarnya.

...***...

Keesokan harinya, Bora tidak masuk kerja dan semua tugas dikerjaan oleh Sena. Siang itu, Sena tampak sibuk di meja kerjanya dengan banyaknya pekerjaan. Dan tiba-tiba ada suara dari belakang yang mengejutkan dirinya.

"Kelihatannya ada yang sedang sungguh-sungguh bekerja." terdengar suara pria dari belakang.

Sena membalikkan badan dan menemukan Juhan tengah berdiri di belakangnya. Juhan melangkah maju dan bersandar di sudut meja sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Tak kusangka, disaat aku sakit kau malah mengambil keuntungan dariku. Kau diam-diam telah menciumku dan mengambil kesempatan," ucap Juhan.

Sena membelalakkan matanya. "Itu tidak benar! Aku sama sekali tidak mengambil keuntungan apa pun darimu."

Juhan tersenyum sinis. "Walaupun kau kemarin telah membantu merawatku, bukan berarti aku mau memaafkanmu."

"Dengar ya, aku bekerja di sini bukan untuk dirimu. Aku bekerja untuk diriku sendiri dan untuk mencari uang. Jadi, jika kau tidak menyukaiku cukup abaikan aku. Anda cukup melihat hasil pekerjaanku, CEO Park Juhan." Sena menatap Juhan dengan ekspresi sebal, tetapi sebaliknya, Juhan justru menatap Sena dengan tersenyum.

"Okay. Aku akan melihat apakah dirimu pantas bekerja di perusahaanku. Oh ya, dua hari lagi aku ulang tahun. Aku mengundangmu untuk datang, Nona Kim Sena." Juhan meletakkan sebuah undangan di meja, kemudian ia pergi meninggalkan Sena.

Pukul 19.00 malam, Sena meringkuk di sofa sambil menggerutu kesal. Ia merasa tidak terima dengan perilaku Juhan yang semena-mena padanya. Hyemi keluar dari kamar dan duduk di sofa.

"Kenapa lagi? Setiap pulang kerja kau selalu terlihat tidak senang." Hyemi duduk, lalu menyandarkan tubuhnya di sofa.

"CEO gila itu setiap hari selalu membuatku kesal. Aku sudah menolong merawat dia sakit kemarin. Bukannya berterima kasih padaku, tapi malah sebaliknya. Air susu dibalas dengan air tuba," geram Sena dengan penuh amarah.

"Aku sudah bilang padamu. Hanya ada 2 cara untuk menghadapinya. Tidur dengannya atau jadikan dia pacarmu. Jika kau terus melawan dia, itu tidak akan ada habisnya. Aku tahu kau adalah wanita yang pemberani. Semua ini hanya kau sendiri yang bisa memutuskannya," ucap Hyemi memberi saran.

Saran konyol dari Hyemi terus berputar di kepala Sena. Ia mencerna kembali kata-kata itu.

"Oke. Jika dengan cara sopan tidak mempan untuknya maka aku akan menggunakan cara liar. Aku akan merayunya dan menjadikan dia kekasihku." Sena berucap dengan penuh keyakinan pada dirinya.

...***...

Dua hari kemudian, Sena naik taksi menuju pesta ulang tahun Juhan. Wanita itu tiba di pesta dengan mengenakan dress hitam seksi yang memamerkan lekuk tubuhnya yang indah. Kulitnya terlihat putih mulus dan rambut wavy-nya tergerai panjang menawan. Visual-nya begitu sempurna sehingga semua mata tertuju padanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!