"Dia gangguan jiwa kan?"
"Mestinya dia di kirim saja ke rumah sakit jiwa!"
"Dia membutuhkan dokter psikiater terbaik agar bisa disembuhkan!"
"Jangan dekati dia!"
Semua perkataan orang-orang itu tertuju pada Anastasya dan seketika mata Anastasya terbuka lebar melihat mereka yang mengatakan itu, dan orang-orang yang ada di sekelilingnya itu mulai terdiam dan pergi meninggalkan Anastasya.
Yah, namanya Anastasya dan gadis itu berusia 20 tahun. Orang-orang bilang dia memiliki sedikit gangguan mental.
"Apa yang sedang kau fikirkan?" Seseorang bertanya pada Anastasya namun tidak di gubris sama sekali olehnya.
"Kau tidak usah takut, Kami disini untuk membantumu," seseorang memberitahunya begitu dia masuk ke dalam rumah sakit jiwa.
"Untuk kesekian kalinya, uhhh, Ya Tuhan." Anastasya menangis dan berteriak, "Aku tidak gila, Aku baik-baik saja. Aku baik-baik saja."
"kami tahu," dokter itu menggandeng tangannya dengan lembut dan membawanya ke sebuah ruangan.
Sebuah ruangan yang luas, dingin dan hampa. Ada sebuah jendela berbentuk persegi panjang di ujung dengan tirai berwarna biru yang polos. Dindingnya yang di cat berwarna putih dan beberapa lukisan yang indah terlihat di dinding ruangan itu. Sesaat Anastasya merasa kalau semua energi positif yang tersisa padanya perlahan-lahan mulai menghilang pada dirinya.
"Tempat apa ini?" Tanya Anastasya dalam hati.
Anastasya pun disuruh untuk duduk di sudut ruangan itu dimana disana ada sebuah kursi besi dan sebuah meja panjang. Begitu menyeramkan. Dokter yang memandang di sekitar tersenyum padanya tapi Anastasya tidak membalas senyum itu. Anastasya hanya diam.
"Hai," Dokter menyapa dengan nada rendah, "Namaku-"
Belum selesai dokter itu berkata Anastasya langsung memotong perkataan dokter itu.
"Aku tidak peduli siapa kau," Anastasya membentak.
"Anastasya," Katanya dengan sabar, "Tolong. bisakah kita bicara seperti orang dewasa pada umumnya? Mari kita bicara dengan serius, oke?"
Anastasya tidak tersenyum, juga tidak marah tapi, Anastasya merasa sangat sedih dan dia hanya menangis.
"Kenapa? Dia baik-baik saja, tidak ada yang salah dengannya. Lalu kenapa dia merasa sangat sedih?" tanya dokter itu dalam hati.
Anastasya menghela nafas dan akhirnya dia memutuskan untuk mengangguk 'ya'. Dia ingin sekali tahu apa yang akan dokter katakan padanya.
"Anastasya," penuh perhatian. "Apa kau mengkonsumsi Obat terlarang?" Kata dokter itu. Seketika mata Anastasya melotot begitu dia mendengar ucapan dokter itu padanya.
"Apa? Hei, obat terlarang ? Tidak. Aku tidak pernah mengkonsumsi itu." Anastasya mulai menangis lagi, sambil menggosok air matanya.
"Atau apa kau merokok?" kata dokter dengan cepat menambahkan.
"Tidak!!!," balas Anastasya dengan mata lebar, Dan suaranya membuat seluruh ruangan bergema.
"Apa kau sering minum yang beralkohol?" Dokter itu memberi pertanyaan padanya sekali lagi.
"Aku tidak pernah minum alkohol dan aku bukan seorang peminum," jawabnya, dengan perasaan yang begitu yakin dengan semua pertanyaan yang di ajukan padanya.
Anastasya ingin skali mengatakan pada dokter itu kenapa mereka sangat ingin tahu tentang dirinya, dan tiba-tiba seorang dokter lainnya mendekatinya.
"Sudah waktunya untuk memperlihatkan sebuah konser mini," Dokter itu tersenyum padanya.
Anastasya menatap wajah dokter itu dengan hati-hati tapi dokter itu tidak memperhatikan. Dia berbalik dan berjalan menuju podium.
"Bapak-bapak, dan Ibu-ibu sekalian," dia mengumumkan di atas podium, "Selamat datang semuanya, dan selamat datang untuk artis luar biasa kita hari ini, Nona Anastasya."
Oh tidak! Anastasua benar-benar lupa tentang konser mini. Mudah-mudahan dia ada di sini tepat waktu.
Anastasya tersenyum saat melihat semua orang di aula dan perlahan-lahan berjalan menuju podium. Dia merasa sangat gugup sekarang.
Sesampainya disana, Anastasya mengambil tempat untuk berdiri dan memulai pidatonya yang dipersiapkan dengan baik.
"Terima Kasih, terima kasih banyak," katanya. Kerumunan besar selalu membuatnya merasa terintimidasi.
"Aku sangat bangga mempersembahkan album terbaru saya. Sesuatu yang sudah aku persiapkan sejak lama. Aku pikir..."
"Anastasya, apa yang sedang kau lakukan?" seseorang menarik lengan bajunya. Itu dokter.
"Apa?" Anastasya bertanya, "Tinggalkan aku, tidak bisakah kau melihat kalau aku..."
Anastasya melihat kearah depan dan tidak melihat apapun. Tidak ada penonton, tidak ada aula, tidak ada apa-apa, tidak ada konser mini. Semuanya kosong.
"Kemana perginya semua orang?" Ucapnya dalam hati.
Anastasya kemudian kembali ke ruangan dingin yang dicat putih itu. Tirai biru tosca itu sudah kembali dan dia merasa kalau dia pergi sebentar. Kemana perginya semua orang? mereka tadi ada disana di hadapanku.
"Gejala positif, Halusinasi," gumam dokter.
"Apa?" dia berbisik dengan mata berkaca-kaca.
"Kamu aman disini. Kami akan memperlakukanmu dengan sangat baik, jangan khawatir." kata dokter itu.
"Itu berarti aku akan tetap berada disini dan tidak bisa pulang?" Ucap Anastasya. Sedih.
"Yah tentu saja, sebelum kau benar-benar pulih kau harus tetap disini, percayalah kami akan memperlakukanmu dengan baik," kata dokter.
"Ok aku percaya padamu,"
Note :
Halo, Terima kasih telah membaca episode pertama ini, saya harap kalian menykainya. Tolong tinggalkan komentar berupa kritik dan saran kalian, apabila cerita ini terlihat menarik atau tidak, atau bahkan membosankan.
Aku membuat cerita ini dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga jadi kemungkinan sebagian besar episode akan diceritakan oleh orang ketiga.
Terima Kasih
Saya butuh dukungan dari kalian. 🙏
3 Bulan kemudian ...
Anastasya menarik nafas dalam-dalam dan memandang di sekitarnya. Dia diduduk di bawah pohon besar yang ada di taman rumah sakit yang begitu luas. Taman itu sangat indah dan nyaman, menurutnya. Semua jenis bunga berwarna-warni yang bisa di bayangkan mengelilingi tempat itu dan juga pohon-pohon hijau besar yang ikut serta dalam keindahannya. Itulah salah satu tempat di mana dia bisa berfikir dengan tenang dan damai sambil mengagumi alam.
Sudah tiga bulan sejak dia masuk ke dalam rumah sakit jiwa itu dan dokter mengatakan kalau semakin hari dia mulai semakin membaik dari hari ke hari. Tapi ada sesuatu yang ia rasakan dia merasakan kehampaan dalam hatinya hari demi hari.
Dokter yang menangani Anastasya saat ini adalah Dokter Jason, dia penuh perhatian.
"Dung!!!" Sontak kaget saat Anastasya mendengar suara keras, seperti sesuatu yang menabrak.
"Suara apa itu tadi?" katanya dalam hati, "Tidak ada pasien yang cukup terganggu untuk merusak barang-barang di sini. Atau apakah ada kasus dari seseorang baru-baru ini yang memburuk?"
Anastasya menelan ludah dan kemudian berdiri.
"Aku harus pergi dan melihat apa yang terjadi," katanya pada dirinya sendiri dengan nada tekad, meski ia ketakutan masih ada di dalam hatinya.
Saat dia berjalan di atas batu yang ada di taman, tidak beberapa meter jauhnya dia melihat banyak dokter sibuk mondar mandir dan bahkan ada yang berlari kesana dan kemari. Karena penasaran, Anastasya pun mendekati mereka.
"Dung!!!," dia tersentak dan mengedipkan matanya dengan cepat.
"Apa yang terjadi di sini? Suara apa itu? Kenapa semua dokter berlarian seperti ini?" katanya.
"Anastasya, kembalilah ke taman," kata seorang perawat, dia melihat sekelilingnya dengan gugup.
"Apa? Apa yang terjadi? kenapa?" dia bertanya.
"Itu dia," teriak seorang dokter menunjuk seorang pria dibelakangnya.
Dia gugup dan berbalik dan melihat seorang pria. Dan saat itulah untuk pertama kalinya Anastasya melihat Alex.
"Kenapa kalian begitu terkejut?" tindakan pria itu menjawab pertanyaannya pada saat berikutnya. Pria itu melemparkan vas bunga besar ke bawah dengan seluruh kekuatannya dan jatuh kebawah dengan suara yang keras.
Dia tampak seperti seorang tentara, dia tegap dan begitu tampan. Yah dia sangat tampan. Pria yang berbadan tegap dengan wajah yang menarik; tulang pipi yang tinggi, bibir tipis, mata cokelat. Dan juga jika diperhatikan dia sangat tinggi dibanding perawat di sekitar tempat itu dan matanya langsung menatap mata Anastasya.
Wajahnya tidak di cukur bersih dan di tumbuhi banyak janggut. Rambutnya yang hitam mencuat ke segala arah dan itu membuatnya terlihat tampan. Tiba-tiba dia begitu tertarik.
"Biarkan aku pergi dari sini!" katanya dengan nada rendah tapi geram.
"Pak Alex," Ucap dokter Anastasya dengan nada rendah.
"Aku seorang tentara, namaku Letda Alex Ardiansyah Samuel," teriak seorang pria bermata cokelat itu.
Jantung Anastasya berdetak dengan kencang dan dia mulai menyesal meninggalkan tempat yang damai; taman. Dia mulai mengambil nafas dalam-dalam dan mencoba menenangkan dirinya.
Sesaat kemudian pria itu memberinya seringai aneh. Tidak tidak. Oh tidak! Pertanda apa itu.
Anastasya berpikir dan bertanya-tanya apakah artinya 'kau target selanjutnya'. Atau bisa saja dia salah memahami arti seringainya.
Dia bertanya-tanya kenapa pria itu menyeringai padanya dan seketika dalam gerakan cepat pria itu berlari ke arahnya dan menjadikannya tawanannya dengan lengannya yang kuat.
"Kalau saja situasinya tidak seperti ini, mungkin adegan ini agak sedikit lebih romantis," pikir Anastasya.
Anastasya menatap wajahnya, nampak khawatir, lelah, dan putus asa. Tapi di atas semua itu dia nampak sangat bringas. Dia memang pria yang sangat tampan tapi sayangnya dia gangguan jiwa juga.
Tanpa menyadarinya wajahnya memerah, kemudian dia merasa ingin tersenyum. Apa-apaan ini.
"Dia akan kusandera! Dia akan jadi sanderaku." Alex mengumumkan itu kepada semua orang yang ada disana.
Saat pria itu mengucapkan kata-kata itu, wajahnya berubah dari merah muda menjadi putih kemudian senyumnya hilang.
"Ya tuhan, selamatkan aku dari situasi ini," ucap anastasya dalam hati, "Aku takut."
"Oke Oke, kami akan biarkan anda pergi. Tapi pertama-tama anda harus membebaskan wanita itu." Dokter tiba-tiba berkata sambil meletakkan telapak tangannya di depannya.
"Aku tidak akan membiarkan siapapun berada disini! Dimana pintu keluarnya? Sialan!" Alex bergumam dengan gigi yang terkatup.
"Biarkan dia pergi, Pak." Kata seorang perawat dengan wajah ketakutan.
Anastasya menunduk dan menarik nafas panjang. Pertama Gangguan mental dan sekarang ini. Kenapa hidupnya begitu penuh ketegangan.
"Tolong pak, biarkan kami membantu anda. Lihatlah sekeliling anda, tidak ada yang ingin menyakiti anda disini, percayalah." Ucap dokter lain yang ada di sekitar mereka.
"Aku tidak peduli!," balas pria itu dengan nada tinggi.
Anastasya tidak peduli tentang apapun. Dia tahu kalau dia merasa seperti diperlakukan sama seperti yang terjadi sebulan lalu. Saat dia diberitahu kalau dia menderita gangguan mental. Dia merasa kalau semua orang akan menolaknya dan dunianya hancur. Tapi dia tahu kalau dia salah karena semua orang di rumah sakit merawatnya. Dia tahu bahwa apapun yang terjadi, seseorang harus berani menghadapinya.
"Kamu menolak! Kamu tahu hidupnya dalam bahaya!," teriak pria itu dan semua orang terengah-engah.
Mereka terus mengatakan padanya untuk melepaskan Anastasya dan berharap kalau dia tidak akan menyakitinya tapi pria itu tetap tidak ingin melepaskannya. Dan seketika ketakutan anastasya mulai menghilang tiba-tiba.
"Aku tahu, kamu tidak akan menyakitiku," katanya sebagai pernyataan dan semua dokter bahkan perawat disana terdiam. "Hanya satu hal," kata Anastasya ketika dia menatap matanya yang indah dan penuh kesedihan dan pria itu melototinya.
"Kau tentara kan?," kata Anastasya, dengan tidak sepenuhnya yakin apakah yang dikatakannya akan membuat pria itu tenang atau akan marah. Tapi dia tahu bahwa dia harus mengingatkan tugasnya. "Kau seorang tentara yang disiplin," Anastasya melanjutkan perkataannya, "... dan sejauh yang aku ketahui tentara ada untuk melindungi negara dan warganya. Kalian peduli dengan keselamatan kami. Inilah alasan kenapa kau menyerahkan hidupmu dipertaruhkan untuk membela kita. Dan sekarang kau menyandera ku, orang yang seharusnya dilindungi. Kau memperalatku hanya untuk menyelamatkan diri. Aku benar-benar tidak tahu bahwa anda seperti ini. Egois. Padahal persepsiku tentang Tentara, aku kira tentara adalah orang yang mampu menjaga kedamaian." Keheningan panjang mengikuti pembicaraannya.
Anastasya sangat menghormati tentara, tapi dia terpaksa mengatakan kalimat terakhir karena dia ingin melihat tentara itu mengingat tugasnya. Semua orang menatapnya dengan ekspresi kaget. Namun, dokternya hanya mengamati reaksi Alex. Dia memutuskan untuk menurutinya dan ya, dia melakukannya dengan benar. Sekarang dia tahu, apa yang Anastasya katakan mampu menenangkannya.
Tentara itu menundukkan kepalanya dan berfikir keras. Dia melepaskan Anastasya dan tidak marah ataupun frustasi seperti saat beberapa menit yang lalu. Dia sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Sesaat kemudian, matanya berkaca. Anastasya berfikir kalau dia mengingat peperangan. Mungkin dia mengingatkannya pada kenangan buruk.
Selang beberapa waktu, dokternya dan bersama perawat lain mendekatinya dan dengan hati-hati membawanya menjauh dari pria itu, pria yang termenung itu lebih tepatnya. Dia tampak putus asa. Sebenarnya tampak seperti orang yang sedang kesurupan. Mereka memperhatikannya dengan seksama dan menyadari bahwa dia tidak bergerak lagi.
Apa yang sedang di fikirkannya?
"Ayo kita bawa dia segera ke kamarnya," kata salah seorang dokter.
Anastasya takut akan ada adegan kekerasan lain saat mereka menyentuhnya, tapi cukup ajaib, Alex sama sekali tidak melakukan hal seperti itu, dia pergi bersama para petugas dengan tenang.
"Kerja bagus," Kata seseorang. Anastasya berbalik dan melihat dokternya.
"Apa kau sedang meracau dokter? hehe" dia bertanya dengan ragu, merasa bersalah.
"tentu sama sekali tidak, Ayo pergi." Kata dokter. Anastasya tersenyum.
"Ohya dokter, sykurlah aku bisa menenangkannya, kalau tidak! Aku tidak tahu apa yang pria itu lakukan padaku. Hmmm" Kata Anastasya.
"kau cukup berbakat dalam hal menangkan seseorang, Anastasya." Kata dokter "Mari kita kembali ke kamarmu."
"Siap dokter."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!