Prolog dan Pengenalan tokoh.
Olivia Leonita Wijaya
Gadis berparas cantik dan imut yang berusia 23 tahun adalah seorang nona muda dari keluarga Wijaya yang mempunyai sifat arogan yang menurun dari sang papa. Dirinya kini berprofesi sebagai dokter spesialis tulang terbaik di rumah sakit, namun keberuntungan di dalam profesinya tak sejalan dengan kehidupan percintaannya.
Karena dirinya pernah mencintai seorang pria yang usianya jauh diatasnya dan tidak mungkin untuk bersama, membuatnya patah hati dan tidak ingin menjalin hubungan dengan siapapun.
Namun karena kedua orang tuanya itu selalu memaksanya untuk menikah dan berniat untuk menjodohkannya dengan seorang pria membuatnya frustasi dan dirinya tidak sengaja bertemu dengan seorang pria tampan namun miskin yang sangat membutuhkan uang untuk biaya pengobatan operasi ayahnya.
Sehingga dirinya berniat untuk memanfaatkan pria yang sangat membutuhkan bantuan itu untuk membantunya menghindari perjodohan dengan laki-laki yang dipilih oleh orang tuanya dengan cara membuat Wedding Agreement.
.
Muhammad Abidzar Albirru
Muhammad Abidzar Albirru adalah seorang pria yang berusia 25 tahun yang berasal dari keluarga tidak mampu dan hanya bekerja di sebuah perusahaan kecil di bagian pemasaran.
Namun, dirinya memiliki wajah tampan yang membuatnya terlihat semakin mempesona dimata kaum hawa.
Suatu hari ayahnya mengalami sebuah kecelakaan yang membuatnya harus segera di operasi karena luka di kakinya dan tentu saja membutuhkan biaya yang sangat besar, saat dirinya membutuhkan biaya yang besar itu dan tidak mungkin untuk mendapatkannya, dirinya bertemu dengan seorang wanita cantik yang menawarkan bantuan kepadanya akan tetapi dengan satu syarat.
Akhirnya, Muhammad Abidzar Albirru menerima satu syarat dari nona muda dari keluarga tersohor itu yang memiliki rencana untuk memanfaatkan kemalangannya untuk mau melakukan sandiwara pernikahan dengannya. Dan dengan sebuah perjanjian dengan balasan akan memberikannya uang untuk biaya pengobatan ayahnya.
Akankah seorang Muhammad Abidzar Albirru mampu menaklukkan sifat arogan dari nona muda Olivia Leonita Wijaya yang sangat arogan?
Kisah lika-liku seorang pria miskin dalam menaklukkan hati seorang nona muda jenius akan dimulai dari sini, selamat membaca teman-teman semuanya 🙏🏻
.
Di sebuah Mansion keluarga Wijaya
Disebuah Mansion mewah milik keluarga Wijaya, tepatnya di ruangan kerja Brawijaya Sangara, terlihat seorang gadis berparas cantik tengah duduk di sofa dengan seragam putihnya disebelah sang ibu, yang tidak lain adalah Gisel Marcelia.
Livia menatap kearah orang tuanya dengan secara bergantian yang berada tak jauh dari tempatnya.
"Tumben papa sama mama memanggilku kesini saat aku baru pulang kerja dari rumah sakit? memangnya ada apa? apa ada suatu hal yang sangat penting sehingga aku tidak diizinkan untuk istirahat terlebih dahulu ke kamarku? "ujarnya Livia.
Gisel menatap kearah sang suami dan memberikan kode agar segera menjelaskan maksud dari memanggil putrinya ke ruang kerja.
Brawijaya yang mengerti dari maksud istrinya itu langsung menganggukkan kepalanya dan mulai berbicara.
"Papa ingin menanyakan suatu hal kepada mu Livia, jadi jawab papa dengan jujur. "
"Iya, apa? "
"Apa selama satu tahun belakangan ini kamu berada di Indonesia, kamu masih belum juga memiliki seorang kekasih? apa kamu masih belum juga melupakan om mu itu?"
" Papa tidak ingin ya, putri kesayangan papa menjadi perawan tua, dan karena itulah papa akan mencoba menjodohkan kamu dengan seorang pria baik dan tampan yang merupakan anak dari salah satu kolega papa. " ujarnya lagi.
Gisel mulai menimpali perkataan suaminya. "umurmu sudah tidak muda lagi, untuk ukuran seorang wanita. Mama ingin kamu segera menikah dan memiliki keluarga yang bahagia sayang."
Sejenak Brawijaya menghela nafas.
"Memangnya apa lagi yang kamu kejar? bukankah sekarang kamu sudah berhasil meraih cita-citamu dan menjadi seorang dokter spesialis tulang terbaik di Indonesia? kamu sudah sukses dalam pendidikan dan karirmu. Sekarang sudah waktunya kamu memikirkan masa depanmu, nak." sambungnya.
Livia langsung bangkit berdiri dari sofanya itu, dan menatap dengan kesal kearah kedua orang tuanya. "Apa dan papa dan mama tidak bosan menanyakan hal itu kepadaku? aku masih sangat muda. Usiaku masih 23 tahun. Masih suatu hal yang wajar jika belum menikah."
"bahkan kebanyakan wanita yang sudah sukses dalam karirnya masih santai meski umurnya sudah kepala tiga dan belum memikirkan untuk menikah. Tapi aku masih kepala dua sudah direcoki terus oleh papa dan mama agar mau menikah." sambungnya.
"pokoknya Livia nggak mau jika papa sama mama memaksaku untuk segera menikah, titik!. Nanti juga Livia akan memperkenalkan kekasih Livia yang masih Livia sembunyikan karena ingin melihat seberapa besar keseriusannya. Jadi, Livia berharap papa dan mama agar tidak menjodohkan Livia dengan seorang laki-laki yang tidak Livia cintai. " ujarnya lagi.
Lebih baik aku berbohong kepada mereka bahwa aku memiliki seorang kekasih, agar mereka mau membatalkan rencana mereka untuk menjodohkan aku dengan pria yang tak dikenal. Memangnya ini jaman Siti Nurbaya apa? pakai acara jodoh-jodohan segala. Memangnya aku nggak laku apa? menyebalkan sekali.
"Duduklah Livia, apa begini cara mama mendidikmu bersikap kepada orang tua? yang sopan kalau berbicara dengan orang tuamu, nak." Mama Gisel menarik pergelangan tangan putri kesayangannya itu yang terlihat sangat marah tersebut agar mau duduk kembali di sofa.
Livia dengan sangat terpaksa menuruti perintah dari sang mama untuk kembali duduk di sofa. Lalu ia pun masih bersungut-sungut mengungkapkan kekesalannya.
"Habisnya mama dan papa sih, membuat Livia merasa emosi. Apa kalian tidak bosan selalu menyuruh Livia menikah .. menikah .. dan menikah. Bahkan Livia pun sudah sangat bosan mendengarnya. "
Wijaya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku putri kesayangannya itu.
"Ini semua kami lakukan hanya untuk kebaikanmu Livia, jadi kamu mau tidak mau harus mengikuti perintah papa. Kami hanya khawatir kamu selamanya tidak akan mau menikah hanya gara-gara om kesayangan mu itu! "
"Sekarang papa beri kamu waktu satu minggu untuk memperkenalkan kekasihmu itu kepada papa dan juga mama. Namun, jika dalam waktu itu kamu tidak juga membawa kekasihmu kesini, maka papa akan bilang ke kolega papa untuk segera menjodohkanmu dengan putranya. " sambungnya papa.
"Laki-laki itu sangat tampan. Dan umurnya paling sekitar 24 tahun, ya seumuran dengan kamu lah sepertinya. Saat ini ia bekerja sebagai pebisnis handal, papa sudah beberapa kali bertemu dengannya dan papa tau laki-laki itu adalah laki-laki yang sangat baik dan papa juga sangat menyukainya. Papa yakin suatu saat nanti kamu akan bahagia bila sudah menjadi istrinya itu karena dia adalah seorang laki-laki yang sopan terhadap orang yang lebih tua darinya. " ujarnya papa lanjutnya lagi.
Mendengar perkataan dari papa yang memuji laki-laki yang tak dikenal itu, membuat Livia tertawa terbahak-bahak.
"Astaga, papa papa. Bisa saja laki-laki itu berpura-pura bersikap baik, tapi padahal sebenarnya hatinya sangat busuk. Aku tau laki-laki jaman sekarang itu seperti apa, yang kebanyakan hidung belang dan suka mempermainkan hati wanita. " ujarnya Livia.
"Dan Livia bukanlah wanita yang bodoh yang mudah tertipu dengan laki-laki seperti itu, jika memang benar papa sangat menyukai laki-laki itu kenapa tidak papa saja yang menikahinya? kenapa harus Livia? sudah ah, Livia tidak mau lagi membahas hal yang tidak penting ini! " sambungnya.
Mama Gisel mengusap dadanya saat mendengar perkataan dari putrinya itu. "Astaghfirullah hal adzim, Livia. Bisa-bisanya kamu berbicara seperti itu kepada papamu, nak! apa karena kamu terlalu lama tinggal di Amerika, hingga membuatmu seperti ini?"
Livia sama sekali tidak menanggapi perkataan dari sang mama, karena kini dirinya sudah berjalan meninggalkan tempat mereka itu. Namun, saat dirinya hendak membuka knop pintu, tiba-tiba terdengar suara bariton dari papanya itu yang berhasil menghentikan gerakannya.
Wijaya menatap siluet putri kesayangannya itu dari belakang dan berjalan mendekatinya sambil berbicara dengan tegas dengan penuh ancaman.
"satu minggu lagi keluarga dari teman papa itu akan datang untuk melamarmu jika kamu tidak membawa kekasihmu dan memperkenalkannya kepada kami. Mau tidak mau kamu harus menuruti perintah papa, Livia!"
Livia yang merasa benar-benar sangat marah atas keputusan orang tuanya yang sepihak langsung keluar dari ruangan kerja sang papa sambil membanting pintu dengan keras.
Tentu saja dentuman suara dari pintu itu berhasil membuat suasana Mansion yang sunyi pada malam hari itu langsung memekakkan telinga semua penghuni Mansion.
Dengan perasaan yang sangat kesal, Livia melangkah masuk kedalam ruangan pribadinya. Dan hal yang pertama kali dilakukan olehnya adalah mengobrak-abrik peralatan makeup yang ada di atas meja riasnya.
"Arrrggggghhhh.. sial! ini tidak boleh terjadi! Aku tidak mau dijodohkan dengan seseorang yang tidak aku kenal, tidak. Aku masih sangat mencintai om kesayangan ku. Apa yang harus aku lakukan?"
"Aku harus memikirkan sebuah cara untuk menghentikan rencana perjodohan ini, tapi apa? " sambungnya.
Olivia Leonita Wijaya dari tadi tidak berhenti untuk memikirkan sebuah cara untuk menyelesaikan masalah tentang rencana perjodohan dengan laki-laki yang tidak dicintainya itu. Begitu mendengarkan perkataan dari kedua orang tuanya yang sangat ia sayangi, rasa kesal dan marah membuat ia ingin berteriak sekencang-kencangnya untuk melampiaskan amarahnya. Ia tidak berhenti untuk mengumpat dan meratapi nasib.
"Kenapa aku tidak menemukan jalan keluar dari masalahku ini? Apa aku harus menemui laki-laki yang dijodohkan denganku? Sepertinya aku harus bicara dengan pria itu, agar dia mau membatalkan rencana perjodohan gila ini. Ini tidak boleh sampai terjadi, aku tidak ingin menikah dengan pria yang sama sekali tidak aku cintai. Tidak, tidak!"
Setelah puas mengumpat, Livia berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Ia berniat untuk berendam di 'bathub'. Sebuah tempat paling favorit yang selalu menjadi tempat pelariannya untuk mengusir rasa stres yang dirasakan saat merasa capek karena efek pekerjaan.
Seperti saat ini, ia sudah melepaskan seragam putih yang dipakai dari tadi dan melangkah masuk ke dalam 'bathub' yang sebelumnya sudah ia isi dengan air hangat dan ia tetesi dengan aroma terapi untuk merilekskan tubuhnya.
Tangannya mulai membuka ponselnya dan berniat untuk memutar musik. Namun, suara panggilan telepon dari benda pipih itu membuat ia tidak jadi melakukan itu. Tangannya menggulir tombol hijau ke arah atas.
"Hallo, nona muda. Kami membutuhkan bantuan anda untuk membantu kami. Ada pasien yang saat ini sedang kritis, karena mengalami kecelakaan parah pada kakinya yang membuat tulang pasien itu hampir hancur. Para dokter ahli bedah membutuhkan anda untuk berkonsultasi saat melakukan operasi, karena hanya anda lah dokter Podiatris terbaik di rumah sakit Wijaya." suara dari ponselnya itu.
"Astaga.. aku baru saja tiba di rumah, dan kamu menyuruhku untuk datang lagi ke rumah sakit? baiklah, baiklah, aku langsung ke sana. Karena aku tidak akan membiarkan pasien itu cacat. Karena itulah aku menjadi dokter spesialis Podiatris." jawabnya.
"Baiklah nona muda, kami akan menunggu anda."
Tanpa membalas perkataan dari dokter yang ada di rumah sakit Wijaya, Livia langsung mematikan sambungan telepon dan buru-buru mandi secepat kilat. Hal yang selalu biasa dilakukannya dan ia tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya, karena selalu menikmati profesi sebagai dokter spesialis tulang terbaik lulusan Harvard University.
Livia yang sudah keluar dari ruangan kamar dan terburu-buru berjalan menuruni anak tangga dan bertemu dengan sang papa yang terlihat mau menaiki tangga.
" Aku pergi dulu pa, ada pasien gawat darurat yang membutuhkan bantuanku. "
Wijaya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat putrinya yang baru saja pulang namun sudah mau kembali lagi ke rumah sakit lagi. "lagi? apa kamu akan selalu seperti ini setiap hari, Livia? bagaimana nanti saat kamu sudah menikah? papa ingin kamu mengurangi jadwalmu di rumah sakit, karena kamu harus membagi waktumu untuk suamimu nanti."
Livia yang sama sekali tidak pernah tertarik untuk menikah menjadi malas untuk menanggapi perkataan dari sang papa. "No comment, aku buru-buru, pa. Jadi jangan membahas masalah yang tidak penting karena masalah yang aku hadapi ini lebih penting dari segalanya. Bye, pa." sambil melambaikan tangannya kearah papanya itu.
Livia meninggalkan papanya dan sedikit berlari menuju pintu keluar, karena sedang terburu-buru dikejar waktu. Kemudian ia sudah berjalan masuk ke dalam mobil, langsung menghidupkan mesin mobilnya dan mengemudikan mobilnya meninggalkan Mansion keluarga Wijaya.
Karena lebih suka mengemudikan mobil tanpa supir, membuatnya selalu pergi kemana pun sendirian. Meskipun di belakang mobilnya selalu ada pengawal yang mengawalnya kemana pun dirinya pergi dan hal itu adalah karena perintah dari sang papa yang sangat over protective kepadanya.
Setelah dua puluh menit berlalu, mobil mewah miliknya telah memasuki kawasan rumah sakit Wijaya. Saat mobilnya berbelok, tiba-tiba terlihat seorang pria yang tiba-tiba muncul dari arah kanan dan ia hampir saja menabrak pria yang terlihat sangat buru-buru itu. Livia yang merasa sangat terkejut dengan kedatangan tiba-tiba dari pria di depannya langsung menginjak rem mobil dan merasa sangat marah dan sangat murka.
"Brengsek! apa yang dilakukan oleh pria bodoh itu? kenapa tiba-tiba muncul di depan mobilku, aku harus segera memberinya pelajaran." ujarnya.
Livia membuka pintu mobilnya dan melangkah turun untuk menemui pria yang masih diam di tempat, karena sangat terkejut hampir saja ditabrak. Netra bening miliknya menatap kearah pria dengan tubuh tinggi, serta badan sedang yang terlihat tampan nan rupawan.
"Hei, pria bodoh! apa kamu tidak memiliki mata, hahh? seenaknya saja tiba-tiba berlari di depan mobilku. Bagaimana kalau mobil mewah super mahal ini menabrakmu? lain kali kalau jalan atau berlari tuh pakai mata, bukan pakai kaki." ujarnya.
Pria yang saat ini terlihat sangat merasa bersalah itu buru-buru membungkuk dan memberi hormat pada wanita cantik yang merasa murka padanya.
"Mohon maafkan saya, nona. Saya memang sangat ceroboh karena mendengar kabar bahwa ayah saya sedang mengalami kecelakaan sehingga membuat saya terburu-buru seperti ini. Karena itulah saya sampai melakukan kesalahan membuat nona hampir saja menabrak saya. Anda tidak perlu merasa khawatir, lagi pula saya juga tidak apa-apa." ucap pria itu yang tak lain adalah Muhammad Abidzar Albirru.
"Apa maksudmu? apa kamu bilang tadi? merasa khawatir? sepertinya otakmu langsung geser saat kamu hampir menabrak mobil mewahku. Aku sama sekali tidak pernah mengkhawatirkan keadaanmu! aku hanya khawatir jika sampai mobil mewah kesayanganku ini sampai ternoda olehmu. Karena mobil ini adalah mobil kesayangan dari kekasihku. Jika sampai My Fachriku ini ternoda, aku akan membuatmu merasa menyesal seumur hidup karena telah berbuat ceroboh." ujarnya dengan ketus.
Mendengar perkataan dari wanita yang murka padanya dan mengatakan kalimat yang menurutnya lucu nan konyol, membuat Abi hanya bisa mwngusap dada agar tidak sampai terjadi sebuah perdebatan yang hebat.
"Astaghfirullah hal adzim.. kata-kata mutiara anda sangat luar biasa nona. Kalau begitu, sekali lagi maafkan saya. Karena saya harus buru-buru. Dan juga anda tidak akan meminta ganti rugi kan? karena saya adalah orang miskin yang mungkin harga nyawa saya tidak akan sebanding dengan harga mobil mewah pemberian dari kekasih anda ini." ujarnya Abi.
Livia yang merasa tersindir dengan kalimat menohok dari pria yang ada di depannya itu seketika menatap sinis ke arah pria yang berada di depannya itu.
" Ternyata kamu adalah pria bermulut ular, bersikap sok sopan tetapi berbisa. Aku sangat muak melihat mukamu. Pergilah, sebelum aku berubah fikiran dan menyuruh para pengawal ku untuk menghabisi mu. " ujarnya sambil mengibaskan tangannya itu.
Pria yang tak lain adalah Muhammad Abidzar Albirru itu hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan kasar dari wanita yang ada di depannya. " Terimakasih banyak nona, sekali lagi maafkan saya dan kesalahan saya. Semoga hari anda menyenangkan dan juga jangan sampai anda bertemu kembali dengan pria yang memuakkan seperti saya. "
" Aku tidak akan sudi bertemu lagi denganmu pria bermulut ular, karena bertemu dengan mu seperti sebuah bencana untukku. " Livia hanya mengibaskan tangannya kembali dan menatap tajam pria yang sudah berjalan meninggalkannya.
" Astaga, kenapa hari ini semua orang yang aku temui benar-benar menyebalkan dan menyulut api kemarahan ku? Aargghhh, rasanya aku ingin sekali merobek mulut pria tadi, perkataannya tadi benar-benar telah menyindirku dan itu juga berhasil membuatku merasa sangat marah. Wajahnya terlihat sangat kalem, tapi ternyata.. tidak sesuai dengan perkataan pedasnya. Brengsek! "
Livia yang masih bersungut-sungut itu mulai masuk kembali ke dalam mobilnya dan mulai mengemudikan mobilnya menuju ke baseman rumah sakit.
Sementara itu, para pengawal yang dari tadi hanya mengawasi nona mudanya, hanya bisa menatap kemarahan dari nona mudanya itu. Karena mereka tidak pernah ikut campur urusan nona muda mereka jika tidak dipanggil, hal itu dikarenakan sang majikan yang terkenal sangat arogan itu akan memotong gaji mereka jika sampai mereka mencampuri urusannya.
Setelah memarkirkan mobil mewah kesayangannya, Livia terlihat langsung turun dari mobil dan langsung berjalan memasuki ruangan rumah sakit. Dirinya langsung berjalan masuk ke arah lift dan menuju ke lantai atas dimana tempat ruangan operasi itu berada. Bunyi denting lift menandakan pintu akan terbuka dan dirinya langsung melangkahkan kakinya untuk berjalan keluar dari lift.
Livia langsung disambut dengan baik oleh dokter yang sudah menunggunya. "Bagaimana, apa para dokter bedah sudah bersiap di ruang operasi?" tanyanya.
"Sudah nona muda, mereka semua sudah menunggu anda di dalam. " jawab dokter muda itu yang bernama Keysha yang menjadi asisten sang nona muda Livia saat menangani pasien.
"Baiklah, aku akan segera langsung ke ruangan operasi." jawab Livia itu dengan tegas.
Livia berjalan melewati ruangan administrasi dan samar-samar terdengar suara seorang pria yang sudah tidak asing lagi di telinganya itu. Karena merasa sangat penasaran membuat ia menghentikan langkah kakinya itu. Ia menolehkan kepalanya ke arah pria yang saat ini tengah membelakanginya dan terdengar sangat memohon kepada karyawan wanita yang berada di tempat administrasi itu.
"Mbak, saya mau bertanya. Kira-kira perkiraan biaya untuk operasi ayah saya itu berapa ya mbak?" tanya Abidzar Albirru.
"Anda siapkan saja uang seratus lima puluh juta untuk biaya operasinya mas, itu pun bisa jadi lebih jika ayah anda dirawat disini sampai sembuh." jawab karyawan administrasi itu.
Abidzar langsung membulatkan kedua bola matanya itu begitu mendengar nominal uang untuk biaya operasi sang ayah. Tentu saja uang sebanyak itu baginya itu sangat besar jumlahnya, karena dirinya hanya bekerja sebagai pekerja karyawan biasa di sebuah perusahaan kecil. Sejenak Abidzar terdiam
*Astaghfirullah hal adzim.. darimana aku harus mendapatkan uang sebanyak itu? bahkan uang di dalam tabunganku tidak ada separuhnya. Tapi ayah harus di operasi, aku juga tidak ingin terjadi sesuatu pada ayah. Darimana aku bisa mendapatkan pinjaman uang sebanyak itu?
Yaa Allah, berikan petunjuk mu pada hambamu ini yang sangat membutuhkan pertolongan mu. Hamba yakin engkau tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hambamu ini. Semoga ada orang yang baik hati yang akan maau meminjamkan uang untuk biaya operasi ayah, aamiin ya rabbal alamiin*.
"Saya akan mengusahakan uangnya mbak dan akan membayar biaya operasi ayah saya. Saya akan mencari pinjaman dulu, tapi tolong lakukan operasi sesuai jadwal. Saya juga tidak ingin kalau sampai terjadi sesuatu pada ayah saya." ucap Abidzar Albirru dengan menyatukan kedua tangannya untuk memohon kepada karyawan wanita yang ada di hadapannya itu.
"Anda usahakan saja uangnya mas, kami akan melakukan sesuai aturan dari rumah sakit ini. Jangan sampai nanti ayah anda sesudah di operasi dan mendapatkan perawatan medis tapi anda tidak bisa membayarnya." ucap karyawan wanita itu.
"Saya berjanji mbak akan membayar biaya operasinya, kalau begitu saya pergi dulu mbak, permisi." Abidzar Albirru membalikkan badannya dan tatapannya langsung bersitatap dengan manik wajah bening wanita yang masih sangat dihafalnya itu karena kata-katanya tadi.
"Anda lagi nona? apa anda ingin bicara dengan saya?" Abidzar menunjuk kearah dirinya sendiri.
Livia hanya tersenyum sinis melihat ekspresi pria itu yang terlihat sangat kusut. "Aku sama sekali tidak ada urusan denganmu, aku hanya ingin berbicara dengan karyawan di ruangan administrasi itu. Jadi jangan terlalu percaya diri, pergi sana!"
"Ohh begitu? baiklah nona, saya permisi dulu." Abidzar berjalan meninggalkan tempat itu dengan wajah kusutnya, tak lupa juga langkah kakinya yang terlihat seperti orang yang tidak mempunyai semangat hidup lagi.
Sementara itu, Livia langsung mendekati wanita yang sedang duduk di depan komputer itu. "Apa pria tadi itu adalah anak dari pasien yang mengalami kecelakaan dan akan di operasi?"
"Eh, selamat malam nona muda Livia. Iya, pria tadi itu adalah anak dari pasien yang menanyakan berapa kira-kira biaya untuk operasi dan pengobatan dari ayahnya. Sepertinya, dia saat ini sedang benar-benar merasa kebingungan, karena belum memiliki uang untuk biaya operasi ayahnya itu. Kasihan sekali masnya." ujarnya karyawan itu.
"Kalau kamu kasihan kenapa nggak kamu tolong? Pinjaman uang sana, untuk biaya operasi ayahnya itu. Bukankah gaji kamu juga banyak karena sudah lama bekerja disini? Oh iya, aku jadi sampai lupa. Tadi aku cuma mau bilang kalau di rumah sakit ini jangan panggil aku nona muda." ujarnya Livia.
"Lagi pula aku ini adalah seorang dokter di rumah sakit ini, jadi panggil aku dokter Livia saja. Karena aku lebih suka dengan panggilan itu. Itu lebih mencerminkan jati diriku dari usahaku sendiri tanpa embel-embel dari keluarga Wijaya. Mengerti?" Lanjutnya lagi.
"Mengerti nona, eh mengerti dokter Livia." sambil menutup mulutnya dengan tangannya sendiri lalu membukanya kembali. "Sepertinya ide anda tadi menarik juga, siapa tau dengan saya meminjamkan uang untuk mas yang berlesung pipi itu dia mau menjadi suami saya. Lumayan juga, dia juga lumayan tampan. Namun sayang, uang saya sudah habis untuk biaya kuliah adik saya. Jadi saya nggak bisa menolong mas ganteng itu, sayang sekali ya." sambil sesekali melihat kearah pria tadi yang sudah meninggalkan tempat itu.
Livia refleks menepuk jidatnya. "Astaga, kenapa aku sekarang malah mendengarkan curhatan mu? aku sendiri sampai lupa kalau aku sedang ditunggu di ruang operasi." Kemudian Livia langsung berlari meninggalkan tempat itu dan buru-buru masuk ke dalam ruang operasi.
Namun, tatapan matanya itu sekilas bersitatap dengan tatapan pria yang saat ini berada di depan ruang operasi itu.
Abidzar yang terlihat sangat kusut saat itu mengerutkan keningnya saat melihat wanita yang hampir menabraknya tadi masuk ke dalam ruang operasi ayahnya itu. "wanita itu kenapa dia bisa masuk ke dalam ruangan operasi? apa dia juga seorang perawat yang membantu dokter untuk melakukan operasi pada ayah? Arrrggggghhhh." sambil mengusap mukanya. "buat apa aku harus memikirkan wanita di luar nalar itu? lebih baik aku menghubungi beberapa sahabatku untuk meminta bantuan, siapa tau ada salah satu orang yang mau membantuku."
Kini Abidzar Albirru meraih ponselnya yang berada di dalam saku celananya itu. Kemudian ia mulai menghubungi satu persatu dari sahabatnya. Akan tetapi, ia hanya seperti menelan pil pahit kekecewaan karena teman-temannya itu tidak ada yang mau meminjamkannya uang. Bukan karena tidak mau, tetapi memang semua sahabatnya itu memang tidak mempunyai uang sebanyak itu. Satu jam menunggu di depan ruangan operasi dengan perasaan tak menentu, ia hanya bisa membaca do'a di dalam hatinya untuk mendo'akan sang ayah yang sedang di operasi.
Sejenak Abidzar menghela nafasnya dalam-dalam.
"Ya Allah, harus kemana lagi aku bisa meminjam uang? karena merasa bingung membuatku melupakan bahwa semua sahabatku adalah orang dengan gaji yang pas-pasan dan hanya cukup untuk menyambung hidup. Aku pasrahkan ini semua hanya untukmu ya Allah." sambil menghela nafasnya dalam-dalam dan memejamkan kedua matanya itu.
Lalu kemudian membuka matanya kembali.
" Sepertinya sekarang lebih baik aku pergi ke masjid. Aku harus selalu berdo'a, karena hanya ini yang bisa aku lakukan. Selain ikhtiar, aku akan selalu pasrah terhadap semua kehendakmu ya Allah. Semoga engkau segera memberikan sebuah petunjuk untukku. Aamiin"
Kemudian Abidzar bangkit dari kursi tunggu yang ada di depan ruangan itu. Saat dirinya tengah berjalan, kemudian terdengar suara dari seorang wanita yang tertangkap oleh indera pendengarannya itu.
"Hei, kamu si mulut ular!"
Livia yang baru saja keluar dari ruangan operasi itu melihat pria yang saat ini terlihat memunggunginya dan sudah melangkahkan kaki beberapa langkah meninggalkan ruangan itu.
Abidzar refleks dan berbalik badan untuk melihat kearah wanita yang sangat dihafalnya yakni wanita yang tadi hampir menabraknya itu.
"Nona memanggil saya?" Abidzar menunjuk ke arah dirinya sendiri.
Livia terus mengamati sosok pria yang ada di hadapannya itu. "Ya iyalah kamu. Memangnya siapa lagi? Sini!" kemudian Abidzar berjalan mendekatinya.
Setelah keduanya saling bersitatap. "Apa kamu sudah menemukan orang yang akan meminjamkan uang untuk biaya operasi dan perawatan ayahmu?" ujarnya Livia.
"Mm?" Abidzar terkejut. "Apa anda tadi menguping pembicaraan saya dengan karyawan itu? untuk apa anda menanyakan hal ini? memangnya anda mau meminjamkan saya uang?"
"Mmmm, sepertinya begitu." jawab Livia sambil tangannya bersedekap di dada.
"Hmm? benarkah nona? Anda mau meminjamkan saya uang?" tanya Abidzar seraya menatap kearah wanita yang terlihat sangat datar yang berada di depannya itu.
"Aku bahkan tidak akan meminjamkan uang, tetapi aku akan memberikan uang dua ratus juta untukmu secara cuma-cuma asalkan kamu mau bekerja untukku." ujarnya.
Abidzar Albirru langsung terlihat berbinar saat mendengar perkataan itu dari wanita yang baru saja ditemuinya seperti mendengar sebuah oase di padang pasir yang menghilangkan dahaganya.
"Sa-saya bersedia nona. Saya akan bekerja untuk anda. Memang nona membutuhkan saya untuk bekerja sebagai apa?"
"Aku ingin kamu menjadi suami pura-puraku." sahut Livia seraya menatap ke arah wajah pria itu yang saat ini tengah terlihat terkejut mendengar perkataannya itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!