NovelToon NovelToon

SEPARUH JIWAKU

AKU BUKAN ANAK KECIL

Ting .... ting ... ting ....

"Wil!! Bangun, cepat! Apa kamu mau terlambat lagi ke sekolah?"

Kimberly kembali menggoyangkan gembok yang mengunci pintu pagar rumahnya. Hal itu membuat suara bising di seantero tetangga. William yang masih nyaman berada di atas tempat tidurnya, menutup kepalanya dengan bantal agar bisa meredam suara yang timbul akibat tabrakan antara gembok dengan pagar besi.

Tiba tiba tidak terdengar lagi suara berisik. Pagi itu kembali tenang, William menyingkirkan bantal yang menutupi kepalanya dan mulai tidur dalam posisi terlentang.

"Akhirnya aku bisa tidur kembali," gumam William.

Pintu kamarnya terbuka dan tiba tiba saja wajahnya terasa basah, membuat mata William mulai terbuka perlahan.

"Apa yang kamu lakukan, Kim?" tanya William.

"Tentu saja aku membangunkanmu. Apa kamu tidak mau pergi sekolah, huh?!"

"Ya ampun, apa aku tidak bisa tidur tenang?"

"Bangunlah atau kita akan terlambat ke sekolah. Ingat kita sebentar lagi ujian. Apa kamu tidak ingin lulus?" tanya Kimberly.

"Hei, aku pasti lulus. Justru kamulah yang perlu diragukan," ucap William sambil menoyor kening Kimberly.

"Aku sekarang sudah diikutkan les oleh Papi dan aku yakin kali ini nilai nilaiku pasti akan lebih tinggi dibanding dirimu."

"Tapi ngomong ngomong, bagaimana kamu bisa masuk kesini?" tanya William heran.

"Manjat pager," ucap Kimberly sambil memamerkan deretan giginya.

"Kamu cewe apa bukan si? Jangan jangan cewe jadi jadian ya?" William menggaruk kepalanya sambil berjalan menuju kamar mandi, kemudian menutup pintunya.

Kimberly Harisson, adalah putri bungsu dari pasangan Alan Harisson dan Megan Bradley. Alan adalah seorang dokter ahli jantung yang bekerja di sebuah rumah sakit besar, sementara Megan adalah seorang ibu rumah tangga yang juga memiliki sebuah toko kue yang berada tidak jauh dari rumah sakit tempat suaminya bekerja. Putra pertama mereka, King Harisson sedang melanjutkan kuliah di negara Inggris.

William Smith, sejak kecil adalah tetangga sebelah rumah Kimberly. Kedua orang tua mereka saling mengenal. Namun, orang tua William sering bepergian keluar kota ataupun keluar negeri karena urusan pekerjaan. Jadi mereka sering menitipkan William pada keluarga Harisson.

Dughh ... dughh ... dughhh ...

"Mau sampai berapa lama kamu di dalam sana?" tanya Kimberly yang sudah mulai tidak sabaran.

"Kamu pergilah dulu, tidak usah menungguku," jawab William.

""Tidak bisa. Uncle menitipkanmu padaku. Jadi aku harus tanggung jawab, kamu tidak boleh sampai bolos."

"Aku bukan anak kecil lagi, Kim."

"Kalau kamu bukan anak kecil lagi, cepat selesaikan acara mandimu dan kita segera berangkat. Jangan kamu membuatku membuka pintu ini dan menarikmu keluar," ucap Kimberly sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Sebentar, aku sedang sikat gigi."

Tak berapa lama, akhirnya William keluar dari kamar mandi hanya dengan lilitan handuk di pinggangnya. Kimberly hanya melihatnya, tapi tidak meninggalkannya.

"Apa kamu akan melihatku berganti pakaian, huh?!"

"Apa boleh?" tanya Kimberly sambil menggoda William.

"Dasar otak mesum! Sana keluar," William kembali menoyor kening Kimberly.

"Iya, iya, aku keluar. Lagian bisa bisa kamu mengotori otakku yang masih suci ini," Kimberly tertawa terbahak bahak sambil keluar dari ruangan dan duduk di sofa ruang tamu.

*****

salam manis semanis madu dari PimCherry. Ini novel ketigaku. mohon dukungannya ya biar Pim makin semangat up nya, apalagi kalo ditambah bumbu vote sama like, ihhh jd cemunguddd 😆

salam tempel,

PimCherry

MENJAUH DARI DIA

Kimberly sampai di sekolah dengan menggunakan sebuah mobil. Tentu saja mobil tersebut adalah milik William. Usia yang sudah lebih dari 17 tahun, membuat mereka sudah bisa memiliki SIM. William pun tidak menundanya. Saat usianya 17 tahun 1 hari, ia langsung mengurus SIM dan begitu bahagia saat mendapatkannya.

Kedua orang tuanya yang adalah pengusaha, membuatnya mampu untuk memiliki mobil hanya dengan meminta. Untuk membuat William bahagia, Michael dan Elena Smith selalu memenuhi semua keinginan William.

Semua mata tertuju pada William dan Kimberly yang baru saja sampai di sekolah. William dikenal sebagai salah satu murid tertampan dengan otak jenius di sekolah itu.

"Bro, baru dateng lo!" sapa Jeremy.

"Yoi! Males masuk sebenernya, tapi ada pengawal bokap gue yang gedor gedor pintu udah kayak satpam," gerutu William.

"Masih bagus punya temen yang ngingetin, tahu nggak?!" Kimberly pun memanyunkan bibirnya, kemudian meninggalkan William dan Jeremy.

"Lo jadi mau masuk universitas dimana Wil?" tanya Jeremy.

"Belom tahu ni. Lo sendiri dimana?"

"Rencana gue mau kuliah di Singapore aja. Sekalian bokap gue lagi dipindahin tugas kesana."

"Wuihh asik tuh. Boleh kapan kapan gue melancong ke sana," ucap William.

"Bisa diatur itu. Tapi sekarang lo tentuin dulu lo mau kuliah dimana."

"Bokap nyokap sih pasti pengennya gue ikutin jejak mereka masuk ke dunia bisnis. Selain itu, mau kuliah dimana pasti nggak akan masalah. Nanti deh gue pikirin lagi."

"Atau jangan jangan lo mau barengan lagi sama tetangga lo itu," sambil mengarahkan pandangannya pada Kimberly yang sedang bersama teman teman yang lain.

"Dia punya nama bro, Kimberly," ucap William.

"Tenang bro, sabar. Kayaknya lo ngebela dia banget."

"Bukan begitu. Tapi gue itu udah kenal dia dari kecil dan gue udah anggep dia kayak ade gue sendiri."

"Yakin cuma ade doank? Nggak lebih?"

"Nggak Jer. Gue nggak punya perasaan apapun sama dia. Selain karena gue udah anggep dia kayak ade, dia juga bukan tipe gue."

"Kalau dia yang punya perasaan lebih sama lo gimana?" tanya Jeremy.

"Yang pasti gue nggak akan bisa mengubah persahabatan gue jadi suka atau bahkan cinta. Kalau itu sampai terjadi, mungkin gue akan menjauh dari dia," ucap william sambil memandang ke arah Kimberly, yang saat ini melihat ke arahnya sambil tersenyum.

Teng ... teng .... teng ....

Suara bel sekolah berbunyi, saatnya masuk ke dalam kelas.

"Ya udah bro, ntar malem kita hang out yuk. Gue punya tempat baru nih."

"Sip lah. Lo yang jemput gue ya," ucap William.

"Ok lah!"

*****

Dung dung .... dung dung... dung ...

Suara musik bergema memenuhi ruangan yang penuh dengan kerlap kerlip lampu. Lantai dansa begitu penuh dengan pria dan wanita yang sedang berjoget. Pakaian mereka pun sangat seksi, bahkan sangat minim.

"Apa kalian perlu teman?" tanya seorang wanita yang datang mendekati mereka dengan pakaian yang sangat seksi. Belahan dada yang terlihat dan juga rok pendek yang memperlihatkan pahanya yang begitu mulus dan berisi.

"Tidak," ucap William tegas sambil mengarahkan pandangannya ke sekeliling.

"Bro, biarin aja dia temenin kita disini. Lo nggak liat itu bodynya, asli asik!"

"Dasar otak lo mesum. Lain kali, cari tempat lain aja lha. Males bener ke tempat kayak begini. Gue cabut dulu deh."

"Gue masih pengen disini, bro. Lo bisa emang pulang sendiri?"

"Bisa, lo kira gue bakalan nyasar apa?"

William meninggalkan Jeremy yang kini mendekati wanita yang mengenakan pakaian minim tadi.

TENANGLAH

"Maaf," ucap seorang gadis yang kemudian mengambil ponselnya yang terjatuh karena bertabrakan dengan William.

"Tidak apa, akulah yang seharusnya minta maaf," ucap William.

Gadis itu menengadahkan wajahnya. William yang melihatnya seperti tersihir hingga ia tak mengedipkan matanya memandang gadis itu.

"Anda tidak apa apa, Tuan?"

"Kenalkan, namaku William," ucapnya sambil mengulurkan tangan.

"Maaf Tuan William, aku tidak sengaja, aku sedang terburu buru."

"Jangan panggil aku dengan sebutan Tuan, aku ini bukan majikanmu. Siapa namamu?" tanya William.

"Aku Viera. Maaf, aku harus pergi sekarang," ucap Viera hendak pergi meninggalkan William.

"Aku antar, kamu mau kemana?"

"Tidak perlu. Aku tak mau merepotkanmu,"

William meraih tangan Viera, "aku tidak merasa direpotkan. Ayo!"

Viera akhirnya mengikuti William menuju mobil miliknya. William membukakan pintu mobil di kursi sebelah kemudi. Kemudian ia memutar dan duduk di bagian kemudi.

William mendekati Viera hingga wajah mereka begitu dekat, "Maaf, aku mau memasangkan ini," William menarik seatbelt dan mengencangkannya. William tersenyum karena melihat wajah Viera yang memerah.

"Kamu mau kemana, hmm?"

"Antarkan aku ke rumah sakit Internasional."

"Apa kamu sedang sakit?" tanya William.

"Tidak, bukan aku. Tapi Mamaku," Viera menundukkan kepalanya menahan tangis.

Tanpa sadar, William meraih tangan Viera dan menggenggamnya, "Tenanglah, Mamamu pasti akan baik baik saja."

Di perjalanan, tak ada pembicaraan sama sekali antara William dan Viera. William fokus menyetir, sementara Viera membuang pandangan ke luar jendela. Namun, sesekali William menoleh ke arah Viera.

"Kita sudah sampai," ucap William.

Viera berterima kasih pada William, lalu turun dari mobil itu. Ia berlari memasuki rumah sakit. William tersenyum melihatnya, kemudian pergi meninggalkan rumah sakit Internasional.

*****

Kimberly berbaring di atas tempat tidurnya, sambil membaca novel cinta romantis yang menjadi genre kesukaannya.

Bahkan, ia memiliki lemari sendiri yang khusus untuk menyimpan semua koleksi buku bukunya.

"Ya ampun, ayo donk kejar! Tuh cewe tulus loh, masih sukanya sama yang punya udang dibalik bakwan," Kimberly mengomentari setiap cerita yang ia baca. Kadang ia tertawa sendiri, bahkan ia pernah menangis semalaman hingga matanya sembab keesokan harinya dan menjadi bahan tertawaan bagi William.

Halaman demi halaman ia baca, sambil berguling ke kiri dan ke kanan. Pintu kamarnya tiba tiba terbuka,

"Sayang, kamu belum tidur?"

"Belum mi, aku masih mau nyelesein 1 buku ini dulu."

"Apa tidak bisa besok? Ini sudah malam dan besok kamu harus sekolah. Bukankah sebentar lagi ujian?"

"Baiklah mi, aku tidur. Papi mana?" tanya Kimberly.

"Papi kamu hari ini ada shift malam, jadi baru kembali besok pagi. Apa kamu ingin berbicara dengan Papi?"

"Iya. Aku masih bingung mau kuliah jurusan apa," ucap Kimberly merengut.

"Pilihlah apa yang sesuai dengan keinginan hatimu. Jika kamu memilih jurusan yang kamu suka, bukankah kamu akan senang mempelajarinya," ucap Megan.

Kimberly memeluk Megan dengan erat, "Terima kasih, Mi. Aku kira Papi dan Mami akan memaksaku untuk kuliah kedokteran, dan menjadi dokter seperti Papi."

"Apa kami pernah memaksa kakakmu untuk kuliah kedokteran? Tidak kan. Kami akan membebaskan kamu dan juga kakakmu, selama kalian bisa bertanggung jawab akan pilihan kalian," jelas Megan.

"Baiklah, Mi. Sepertinya aku tahu apa yang akan aku pilih," Kimberly memamerkan deretan giginya.

"Kalau begitu sekarang kamu tidur, okay?" Megan merapikan selimut Kimberly, kemudoan bangkit dan mematikan lampu kamar.

"Good Night, sayang."

"Good Night, mi."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!