NovelToon NovelToon

Tersesat

Bab 1 Latar Belakang Tahun 1971

Malam itu suasana begitu dingin Ronggo tidak bisa tidur. Dia hanya terbaring menatap langit kamar dengan Susana hati yang resah. Di sampingnya, Laksmi sedang memeluk Dimas putra pertama mereka yang baru berusia tiga tahun.

Ronggo adalah pengusaha di bidang hasil pertanian. Dia dikenal sebagai juragan sayuran yang kaya raya dan murah hati kepada warga desa.

Sebagai juragan Ronggo mempunyai empat hektare sawah, dan delapan hektare kebun di kaki bukit yang ditanami aneka sayuran, seperti kool, sawi, kentang, dan wortel.

Hari ini jam dua pagi dini hari Ronggo duduk di tempat tidur dengan perasaan yang gelisah. Dia tidak mengerti kenapa bisa sampai seperti itu. Ronggo hanya menatap wajah Laksmi dan Dimas dengan wajah murung.

"Kwak..kwak..kwak"

Dari pohon besar di luar sana suara burung malam terdengar menyeramkan, seolah-olah sedang memberi pertanda kepada Renggo.

"Trek.., trek, krak..!"

Suara gaduh itu berasal dari ruang tengah, Ronggo, mengambil senter dan sebilah golok lalu berjalan perlahan-lahan menuju pintu. Dia memelankan langkahnya, sebab mendengar suara kaki gaduh menaiki tangga yang terbuat dari kayu jati.

"Drap.. drap.. drap!" suara langkah kaki itu semakin dekat dengan kamar mereka. Ronggo, membuka sarung goloknya, lalu menepuk pundak Laksmi agar segera bangun dari tidurnya.

Ronggo bicara dengan isyarat meminta Laksmi diam dan bersembunyi di balik lemari. Jantungnya berdegup kencang tidak beraturan. Ronggo mengambil ancang-ancang siap untuk melakukan perlawanan.

Kerak..kerak.. kerak ..!" treiing..!"

Suara pintu kamar Ronggo dibuka paksa menggunakan linggis. Lalu empat orang pria berpakaian serba hitam, mengenakan topeng menyerbu masuk ke dalam kamar.

Ronggo dengan sigap memainkan goloknya lalu menyerang mereka yang menerobos masuk. Begitu tahu serangannya meleset, dia langsung memasang kuda-kuda untuk bertahan.

"Teng..teng.. teng..!"

Suara golok mereka gaduh beradu di kesunyian pagi di bukit Tretes. Ronggo bertahan dari serangan empat orang yang menyerang dan berhasil melukai salah satu perampok tepat di wajahnya.

Karena merasakan perih di wajah, salah seorang perampok yang terluka membuka topeng dan menyerang Ronggo membabi buta, dia menyabetkan golok tidak teratur sampai membuat Ronggo terpojok hingga jatuh ke lantai.

"Gondo?" ucap Ronggo terkejut melihat wajah salah seorang perampok yang menyerangnya, ternyata dia adalah salah satu mandor di perkebunan milik Ronggo.

"Iya ini aku Gondo, sekarang saatnya juragan Ronggo lengser dari singgasana. Biarkan kami yang akan mengurus semua harta kekayaanmu Juragan.

"Bersiaplah untuk menjemput ajal mu juragan!" Pergi ke neraka dengan damai, kami akan mendoakan mu dari sini!" kalimat Gondo terdengar seram menciutkan nyali.

"Ayo kawan-kawan kita selesaikan dia sekarang juga. Sebentar lagi pagi, aku tidak mau sampai kepergok warga desa!". Ucap Gondo seraya mengayunkan goloknya kepada Ronggo.

Ronggo yang sudah terjatuh di lantai tidak lagi bisa melakukan perlawanan, goloknya sudah terlempar ke sudut ruangan. Kini dia hanya mampu bertahan dan menghindari serangan dengan tangan kosong.

Ronggo sudah benar-benar tersudut, empat orang itu membantainya tanpa belas kasihan sama sekali. Ronggo tewas tersungkur di lantai dengan beberapa luka bacokan golok ditubuh.

Laksmi yang menyaksikan suaminya tewas secara mengenaskan jadi gelap mata, dia nekad mengambil golok di lantai lalu mengayunkannya dengan cepat.

"Jraaabb"

Satu kali ayunan Laksmi berhasil menebas lengan satu orang perampok lagi hingga nyaris putus.

"Akhg.. dasar perempuan sun***, aku bunuh kamu. "Jleeb" golok pria itu menancap menembus tubuh Laksmi, dia langsung tersungkur dilantai. Dalam kondisi sekarat Laksmi berusaha merangkak mendekati tubuh suaminya.

"Jreb.. jreb.. jreb.. "

Beberapa sabetan mendarat di tubuh Laksmi yang sudah sangat lemah, akhirnya Laksmi tidak bisa lagi bergerak. Dia tewas dengan mata terbuka dan tangan kanannya menggapai tangan Ronggo.

"Hey Wiryo cari anak Ronggo sampai ketemu, kita bisa celaka kalau anak itu sampai selamat!". Gondo dan Ketiga orang temannya sigap memeriksa seluruh sudut ruangan, tapi tidak menemukan bocah itu di manapun.

"Halah sudah, biarkan saja nanti juga dia akan mati sendiri!" Kalau tidak kelaparan, ya dia pasti jadi santapan binatang buas di hutan sana". ucap seorang lelaki gempal bernama Wiryo.

"Heh Beno tutup wajah wanita itu!" Aku takut menatap wajahnya yang seram. Mata Laksmi membuat aku merinding" ucap Wiryo.

Beno yang saat itu sedang meringis kesakitan mengikat tangannya yang nyaris putus dengan sebilah kain. Setelah selesai dia menarik spray di ranjang dan melemparkannya menutupi wajah Laksmi.

"Hahahaha.." Wiryo..Wiryo.., kamu itu sudah jadi rampok sekarang!" pembunuh sadis berdarah dingin kata orang. Lah kok malah ngeri lihat mayat". Pria berkumis tebal bernama Kasman, tertawa geli melihat temannya ketakutan.

"Teng..teng..teng..!"

Suara jam dinding di ruangan tengah berbunyi tiga kali, artinya saat itu sudah jam tiga pagi, mereka mempercepat pergerakan. Semua barang berharga di rumah itu mereka angkut tanpa memikirkan lagi dimana Dimas berada. Setelah semuanya ludes di bawa, mereka langsung pergi, agar tidak sampai ketahuan warga.

Biasanya jam empat atau setengah lima Subuh warga sudah ramai beraktivitas, mereka berjalan kaki keluar desa berangkat menuju sawah ladang dan kebun di kaki bukit dekat hutan lindung.

Gondo tidak ingin aksinya sampai diterpergoki warga saat sedang melintas dengan barang hasil jarahan di villa Ronggo. Dia mengajak kawanannya berjalan dari area belakang villa sedikit memutar untuk sampai ke desa tempat tinggal mereka.

Jam enam pagi hari, para pekerja perkebunan datang bersama dengan pengurus villa bernama Bendot. Para pekerja merasa ada sesuatu yang janggal di rumah itu.

Mereka merasa aneh karena sepagi itu pintu rumah sudah terbuka lebar. Ini bukanlah kebiasaan Ronggo maupun Laksmi.

Bendot dan beberapa pekerja curiga, mereka masuk dan memeriksa keadaan di dalam villa itu. Kondisi ruangan sudah sangat berantakan, banyak benda jatuh tercecer dilantai.

Bendot makin curiga karena ada titik darah yang masih segar dilantai. Dia mengikuti titik darah itu sampai menuju lantai dua. Alangkah terkejutnya Bendot karena mendapati ruangan itu penuh di genagi darah merah kehitaman yang hampir kental.

"Tolong... tolong.. tolong..!"

Teriakan Bendot memancing semua pekerja yang ada diluar berhamburan lari menuju lantai dua, semua orang terperanjat kaget, karena menyaksikan pemandangan yang memilukan didepan mata mereka.

Juragan Ronggo tewas bersimbah darah di lantai bersama dengan nyonya Laksmi yang meninggal dengan mata melotot memandang ke arah mereka yang berdiri di pintu.

"Ya Allah pekerjaan siapa ini, kenapa mereka tega membunuh juragan Ronggo dan keluarganya?". Siapa yang keji melakukan hal ini kepada juragan kita yang baik hati?"

Para pekerja yang menyaksikan kejadian itu, mulai bergunjing, mereka sibuk berspekulasi tentang musibah yang menimpa Keluarga Ronggo.

Satu jam kemudian Kepala Desa dan aparat datang ke lokasi untuk melakukan evakuasi, sekaligus mengadakan penyelidikan kasus pembunuhan tersebut.

"Bagaimana Pak Polisi?" apa kira-kira motifnya?" kenapa mereka tega melakukan semua ini kepada orang sebaik juragan kami?" tanya Bendot.

"Ini murni kasus kriminal, motivasi pelakunya hanya mau menguasai harta korban". Dari jejak pelaku mereka masuk dengan mencongkel jendela lalu ke atas dan membunuh keluarga Juragan Ronggo.

"Ada tanda-tanda perlawanan disini, sebab ada golok pemilik villa dan ceceran darah pelaku yang kita temukan di tangga sampai area belakang". Kami juga menemukan banyak barang berharga korban yang hilang".

"Setelah hasil DNA keluar, kami yakin pasti akan bisa menangkap para pelaku dalam waktu dekat". Ungkap polisi memberikan keterangan kepada warga desa.

Beberapa saat kemudian Bendot teringat pada sosok Dimas, bocah berusia tiga tahun itu menghilang. Jasad anak malang itu tidak berada di sekitar orang tuanya. Bendot lalu meminta tolong warga untuk mencari keberadaan Dimas.

Mereka beramai-ramai memeriksa seluruh ruangan di villa sampai hutan kecil di area belakang. Tapi sayangnya Dimas tidak bisa ditemukan.

Siang itu setelah penyelidikan selesai dilakukan, jasad pasangan suami istri itu langsung dimakamkan di bagian belakang villa. Sementara keberadaan Dimas masih jadi misteri.

Sebagai penjaga villa, Bendot tetap berharap bisa menemukan Dimas, bocah itu masih tiga tahun, tidak mungkin dia akan dapat bertahan sendirian tanpa pengasuh atau makanan.

Berbulan-bulan sudah sejak kasus perampokan itu, orang sudah berhenti menggunjingkan motif serta dalang dibalik tragedi kematian Ronggo dan istrinya. Putra mereka dinyatakan hilang misterius.

Bendot mengunci villa itu dan tidak pernah kembali lagi untuk sekedar membersihkannya.

Dia sudah putus asa mencari keberadaan Dimas.

Rumah villa itu jadi kusam dan angker, para warga yang mencari kayu bakar atau memotong rumput untuk pakan ternak sering mendengar suara anak kecil cekikikan di dalam rumah villa itu.

Bab 2 Legenda Urban

Tiga tahun sejak peristiwa tragedi villa di bukit Tretes, orang sudah lupa tentang kasus tewasnya keluarga Ronggo, tanah miliknya kini sudah jadi lahan garapan warga desa yang dulu bekerja padanya.

Dua orang dari empat pembunuh sudah ditangkap, tapi misteri hilangnya Dimas masih menjadi misteri yang belum terpecahkan sampai sekarang.

Hanya Bendot yang tidak mau melupakan peristiwa itu. Dia masih merasa bersalah karena tidak disana waktu juragannya membutuhkan pertolongan.

Desas desus tentang suara tertawa anak-anak hingga penampakan anak kecil yang berdiri di jendela kamar lantai dua santer terdengar ditelinga warga, sampai sohor jadi bahan pembicaraan warga desa disekitar gunung Arjuno.

Cerita mulut ke mulut itu bahkan terus berkembang, menjadi legenda urban yang mengundang penasaran orang-orang kota untuk berkunjung melihat bangunan angker itu.

Adalah Joko, seorang pecinta alam yang berniat untuk melakukan Sumit di puncak gunung Arjuno di tahun itu. Bersama-sama dengan enam orang temannya dia berangkat dari kota Surabaya menuju jalur pendakian via Tretes.

Sore hari menjelang Magrib, Joko dan tim tiba di pos jaga jalur pendakian gunung Arjuno. Suasana sore itu sangat sepi karena hari itu bukan hari libur seperti Sabtu atau Minggu.

Mereka memutuskan untuk beristirahat dan mendirikan tenda di tanah lapang tepat dekat jalan masuk jalur pendakian.

Masa itu jalur pendakian masih sangat sepi, hanya ada warga desa yang sesekali melintas pulang dari mencari kayu di hutan. Joko dan Andre duduk di perapian memandang jauh ke arah puncak Arjuno.

"Jok kita akan naik jam berapa?" sepertinya anak-anak kecapekan".

"Aku rasa jam setengah lima waktu yang pas Ndre, siang atau paling lambat sore kita sudah ada dipuncak, untuk melihat matahari tenggelam. Besok pagi kita bisa lihat matahari terbit".

Joko dan Andre mengatur rencana perjalanan besok pagi agar pendakian lebih aman untuk timnya. Jam sembilan mereka baru akan masuk tenda, ketika tiba-tiba angin bertiup dengan kencang.

Dibalik kabut, Andre melihat sosok anak kecil, berdiri melihat ke arah mereka berdua. Andre mencubit pipinya, untuk memastikan bahwa dia tidak sedang berhalusinasi.

"Jok.., Joko!" suara Andre gemetar, dia menarik jaket Joko yang hampir masuk ke dalam tenda hingga jatuh terduduk. Dengan perasaan kesal Joko bangun dan keluar dari tenda.

"Ada apa sih Ndre tarik-tarik?"

"Itu Jok.., bayangan anak kecil di ujung jalan setapak".

"Mana?" aku nggak lihat apa-apa?"

Joko lalu mengarahkan senter ke titik yang di tunjuk Andre. Samar-samar dia melihat bayangan anak kecil yang berjalan merunduk dalam kabut.

Karena merasa ada sesuatu yang ganjil, Joko lalu menyuruh Andre membangunkan semua teman-temannya. Rasa penasaran itu kemudian mendorongnya untuk mengejar kemana arah bayangan anak kecil itu pergi.

Tanpa disadari Joko sudah pergi terlalu jauh meninggalkan teman-temannya. Dia baru tersadar saat dirinya melihat sebuah bangunan villa besar tanpa penerangan kecuali dari cahaya senternya.

Joko menyorot setiap sudut bangunan dan melihat anak kecil berusia sekitar enam tahun sedang menggigit sesuatu di mulutnya. Entah apa yang dimakan anak itu, tapi yang pasti ada darah segar di sekitar mulutnya.

Anak kecil itu melotot ke arah Joko sambil menyeringai, suaranya seperti serigala. Joko terkejut, dia berlari tunggang langgang menuruni bukit tanpa tahu arah kemana ia akan berlari.

"Tolong., tolong..!"

Joko menjerit ketakutan ditengah keheningan malam, dia terus berlari tak tentu arah, keringat dingin membasahi tubuhnya, namun Joko terus berlari sampai akhirnya dia jatuh terjungkal diantara padang ilalang.

Sementara itu Andre dengan lima orang temannya bergegas mencari darimana asal suara Joko.

"Joko.. Joko..!" kamu dimana Jok?"

Mereka terus mencari keberadaan Joko sampai menuju villa dimana Joko terakhir melihat anak itu. Senter diarahkan ke segala penjuru villa, lalu tanpa sengaja sinar cahaya senter Andre menangkap sosok wanita dengan wajah pucat, bajunya berlumuran darah dan mata melotot penuh amarah.

Di sebelah wanita itu berdiri anak kecil sedang memeluk boneka, menyeringai dengan gigi yang tajam.

"Aghr.. aghr.. aghr..!"

suaranya mirip anjing yang menyalak. Andre dan teman-temannya sontak terkejut, mereka segera berlari sekuat tenaga menuruni bukit, lalu mencari rumah warga untuk meminta bantuan.

"Tok..tok..!" Bapak, Ibu siapa saja tolong kami".

Nafas mereka tersengal-sengal, irama jantungnya tidak beraturan. Ekspresi ketakutan tergambar jelas di wajah enam orang pemuda itu.

"Kreeak..." suara pintu yang terbuat dari papan kayu terbuka, kemudian seorang pria tua bertubuh kurus keluar dengan raut wajah yang tampak kesal.

"Kalian ini siapa?" kenapa kalian datang kemari selarut ini?" menggangu istirahat orang saja!" Cepat katakan maksud kedatangan kalian!" ujar pria tua itu.

"Begini pak, kami bermaksud mendaki gunung Arjuno pagi ini, tapi tadi kami melihat sosok anak kecil sedang mengawasi tenda dari balik Padang ilalang".

"Teman saya mengejar sosok anak kecil itu sampai bangunan villa kosong dan sekarang menghilang" Ucap Andre menerangkan peristiwa yang baru saja mereka alami.

"Kalian sampai ke villa Laksmi?" Apa-apa yang kalian lihat lagi disana?" pria tua itu makin penasaran dengan apa yang menimpa Andre dan teman-temannya.

"Kita melihat sesuatu yang mengerikan disana Pak. Ada sosok hantu wanita bersimbah darah, matanya merah menyala, dan anak kecil itu dia seperti habis memakan bangkai binatang. Giginya runcing dia menyalak seperti seekor anjing"

"Jadi gosip itu benar rupanya?". Villa itu memang terbengkalai, tapi tampaknya tidak benar-benar kosong. Ehm.., baiklah ayo kita cari temanmu, sebentar lagi fajar menyingsing".

Mereka bergegas menuju lokasi di sekitar villa untuk mencari Joko. Matahari sudah terbit, mereka mulai bisa melihat jejak darah diantara ilalang yang masih basah oleh embun.

Jasad Joko ditemukan tergeletak telungkup dengan kepala membentur batu. Pria tua itu yang ternyata adalah Bendot memeriksa kondisi jenazah dan menemukan luka bekas gigitan di leher.

"Bagaimana kondisi teman kami pak?", apakah dia masih hidup?" Apa yang Bapak temukan?" tanya Andre gugup.

"Temanmu sudah meninggal, ada luka bolong gigitan kecil di leher.Sepertinya daging di leher temanmu sudah dimakan oleh Dimas. Kalian tunggu disini saja, tapi jangan sentuh jasad anak itu, biar pamong desa dan polisi yang melakukan".

Bendot lalu pulang ke desa untuk memberi tahu Kepala Desa dan aparat kepolisian tentang penemuan jasad Joko yang meninggal dekat villa majikannya.

Sementara enam orang teman Joko menunggu dekat jasadnya yang terbujur kaku. Mereka berenam tidak bisa menahan kesedihan, tujuan untuk mendaki gunung pupus karena sekarang Joko sebagai penggagas ide pendakian telah tiada.

Berita penemuan mayat itu langsung menyebar dikalangan masyarakat desa. Banyak warga yang penasaran ikut ke sana untuk membantu proses evakuasi jenasah Joko.

Mereka penasaran ingin membuktikan rumor tentang hantu Laksmi dan bocah kecil yang diduga adalah Dimas.

Kasus penemuan jasad Joko yang meninggal secara misterius, dengan luka lubang seukuran bola pingpong di lehernya, menambah panjang kisah legenda urban desa Tretes.

Bab 3 Mencari Jejak Dimas

Berawal heboh kasus kematian pertama teror hantu Laksmi, dan misteri Dimas yang belum terpecahkan, seorang polisi muda asal kota Malang, bernama Sukmo ingin menelusuri kasusnya.

Dia adalah polisi di bagian penyidikan yang sering mengungkapkan kasus rumit, seperti kasus kematian Joko yang diduga akibat serangan binatang buas, namun santer diberitakan akibat teror hantu bernama Laksmi.

Sebagai seorang polisi Sukmo adalah orang yang berfikir secara logis dan juga skeptis, dia lebih percaya pada hal yang bisa dinalar dengan rasional ketimbang ikut-ikutan percaya mistis berbau klenik.

Seperti biasa pagi itu Sukmo mengikuti apel pagi, setelah itu dia masuk ruang kerjanya untuk memeriksa kasus kriminalitas yang marak terjadi di wilayah hukum Polda Jatim.

Dia mengamati berkas kasus, sementara beberapa orang di ruangan itu berbincang tentang teror hantu Laksmi yang akhir-akhir ini sudah meresahkan warga desa Tretes dan sekitarnya.

Berbagai isu merebak soal hantu Laksmi dan putranya. Teman-teman seprofesi Sukmo jadi sering ngobrol tentang kasus itu karena kian hangat dibicarakan masyarakat hingga kota Surabaya.

Sukmo sebenarnya kesal dengan cara pandang rekan-rekannya sesama penyidik. Tapi dia juga tidak bisa mencegah orang lain untuk percaya hantu dan sejenisnya.

Akhirnya Sukmo tergerak untuk mengambil kasus Joko. Dia bertekad untuk membuktikan bahwa kasus mahasiswa bernama Joko hanya fenomena kriminal biasa yang belum terungkap penyebabnya.

Bagi Sukmo kasus Ini cukup menarik untuk ditelisik. Apakah dia dibunuh, atau memang murni kecelakaan yang melibatkan bintang buas, masih perlu pembuktian lebih lanjut.

Untuk melakukan penyelidikan kasus Joko, Sukmo sampai meminta izin cuti selama satu Minggu khusus untuk mencari bukti tentang mahluk kecil bernama Dimas.

Lepas tugas polisi muda itu berangkat dari rumah orang tuanya di kota Malang. Dia berangkat pagi hari menuju desa Tretes dengan mengendarai sepeda motor.

Sebelum melakukan penyelidikan, terlebih dahulu Sukmo mengumpulkan informasi dari Polsek, dan warga sekitar, tentang kasus di tahun 1971 sampai 1974, dimana korban terakhir adalah mahasiswa bernama Joko.

Setelah satu hari mengumpulkan keterangan, dia mulai melakukan penyelidikan, di Villa Laksmi. Siapa tahu dia malah, mendapatkan jekpot, menemukan petunjuk dua orang pembunuh yang belum tertangkap bernama Gondo dan Wiryo.

Tanpa rasa takut Sukmo naik ke bukit tempat lokasi villa Laksmi berada. Dia mengambil foto bangunan lalu jalan berkeliling area villa.

Sukmo berhenti di depan dua makam yang sudah berlumut, tidak terurus. Makam itu adalah milik Laksmi dan Ronggo. Sukmo berhenti lalu duduk mendoakan mereka berdua.

"Pak Ronggo, saya minta izin untuk masuk ke rumah Bapak" Sukmo bicara sendiri dalam hati, lalu mencongkel jendela yang dulu pernah dirusak komplotan perampok. Dia melepas segel papan kayu dengan linggis lalu masuk ke dalam bangunan villa.

Suasana aneh langsung terasa begitu dia masuk ke dalam ruangan. Udaranya sangat lembab, barang berserakan dilantai. Oksigen minim, sangat kotor, bau dan gelap. Sesekali kelelawar datang menyambarnya.

Sukmo mengarahkan senter ke setiap sudut ruangan, dia melihat jam dinding yang sudah tidak berfungsi, lalu menyoroti lukisan Ronggo dan Laksmi yang masih menempel di dinding.

"grudug...grudug.." suara dari lantai dua mengejutkan Sukmo, dia mengeluarkan pistol untuk berjaga-jaga bila terjadi serangan. Baru saja dia memutar tubuh dari sudut matanya Sukmo melihat lukisan Laksmi bergerak, wajahnya yang sebelumnya duduk memandang lurus ke depan, kini sedikit miring ke kanan seperti sedang mengawasi dirinya.

Jantung Sukmo mulai berdegup kencang, adrenalin, dan tekanan aura rumah itu seakan sedang mengintimidasi dirinya. Sukmo terus berjalan menaiki anak tangga menuju lantai dua. Bau anyir lebih menyengat membuat bulu kuduknya merinding.

"Teng..teng..teng..".

Jam dinding yang tadinya sudah tidak berfungsi tiba-tiba saja berfungsi kembali mengeluarkan suara keras tiga kali persis sama dengan waktu kejadian pembantaian jam tiga dini hari.

Antara Sadar dan tidak Sukmo diperlihatkan memori tepat waktu kejadian antara jam dua sampai jam tiga dini hari di tahun 1971. Dia melihat detil peristiwa waktu itu seakan sedang menonton sebuah film jendre horor.

Dia bahkan akhirnya mengetahui bahwa Dimas masih hidup. Bocah malang itu tengah tertidur pulas, lalu disembunyikan Ibunya di dalam sebuah kotak besar ditutupi kain dan baju-baju milik Laksmi.

Dalam kilas balik ke masa lalu, Sukmo melihat Laksmi sengaja tidak menutup kotak kayu itu agar perampok tidak curiga bahwa ada Dimas dibawah tumpukan baju.

"Ya Tuhan bocah mungil itu masih hidup" ujarnya.

"Aghr.. aghr.. aghr..!"

Suara itu mengejutkan Sukmo, sontak dia melepaskan tembakan ke arah mahluk yang menyerangnya.

"Door.. door..door .."

Sukmo mengarahkan tembakan kepada mahluk aneh yang menyerupai kera. Dia menembaknya berkali-kali namun selalu meleset. Mahluk itu bergerak sangat cepat seperti singa yang akan memangsa Sukmo.

Kemudian dari bayangan cermin Sukmo melihat sekelebat bayangan menuju ke arahnya. Sukmo berlari ketakutan sosok bayangan itu makin lama makin jelas berbentuk wanita dengan tubuh berlubang dan mata serta wajahnya rusak seperti boneka lilin yang meleleh.

Sukmo lari menuruni anak tangga, dia segera menuju jendela tempat pertama kali masuk ke

ruangan itu. Suasana jadi semakin riuh dengan deru angin, dan suara binatang.

"Drap.. drap.. drap"

Suara derap langkah kaki seolah sedang mengejarnya. Sukmo menoleh, tapi tidak melihat seorangpun disitu, kecuali dirinya sendiri. Sukmo keluar dari jendela ruang tengah kakinya berdarah akibat tersandung besi.

Di halaman Sukmo sempat mengambil nafas kemudian berlari ke depan rumah. Dia melihat ke arah rumah sekali lagi dan melihat sosok Laksmi berdiri dengan wajah marah. Disampingnya sosok Dimas tertawa melengking membuat bulu kuduk bergidik.

Siapa saja orang yang berada di villa waktu itu pasti akan ketakutan tidak terkecuali Sukmo. Sosok Dimas menunjuknya dengan mata tajam dan dingin.

Pengalaman seram di villa Laksmi membekas di ingatan Sukmo. Kenangan tentang Dimas dan Laksmi menyisakan trauma yang dalam di hati polisi pemberani itu. Dia kembali ke desa tanpa menyadari ada sosok pria paruh baya yang memperhatikan dirinya dari tempat yang cukup jauh.

Setelah lama berlari, Sukmo sampai di rumah Kepala Desa tempatnya menitipkan sepeda motor. Dengan nafas tersengal, dan baju yang basah kuyup oleh keringat, Sukmo mengetuk pintu rumah Kepala Desa.

"Mas Sukmo kenapa?" Apa yang terjadi?", kenapa kok mas Sukmo berantakan sekali seperti baru saja dikejar setan?" tanya Kepala Desa merasa aneh melihat ekspresi pucat wajah polisi muda itu.

"Iya Pak saya memang baru saja dikejar setan".

Hantu Laksmi itu benar ada!" Dimas itu nyata Pak Kades!"

Sukmo mengisahkan pengalaman buruknya di villa Laksmi. Kepala Desa mendengarkan cerita Sukmo dengan serius, sambil sekali waktu mengusap bulu tangannya yang berdiri karena merasa ngeri.

"Jadi bagaimana mas?" apa kasus tewasnya mahasiswa itu tetap disebabkan oleh serangan binatang buas?" atau memang teror hantu wanita yang bernama Laksmi?"

"Dua-duanya tidak benar Pak Kades, ini kasus pembunuhan biasa yang dilakukan oleh anak manusia yang bernama Dimas".

"Dimas?"

"Iya pak anak Juragan Ronggo itu masih hidup, bukan hantu gentayangan seperti Ibunya. Dia manusia tapi perilakunya seperti binatang buas".

"Tunggu sebentar mas, bagaimana mungkin ada bocah berumur tiga tahun bisa bertahan hidup tanpa makanan, dan sendirian?" ini tidak masuk akal mas Sukmo".

"Anak itu jadi manusia yang memakan apa saja termasuk manusia Pak Kades". Dia berubah jadi kanibal untuk bertahan hidup". Ini memang diluar nalar tapi sepertinya Dimas diasuh mahluk astral yang menyerupai sosok Ibunya."

Sukmo menuturkan pengalamannya dan yakin apa yang dilihatnya adalah nyata. Bukan rekayasa imajinasi atau halusinasi.

"Kalau begitu ini akan jadi rahasia kita berdua saja mas." Saya khawatir bila beritanya tersiar, akan membuat masyarakat desa ini semakin resah".

Mereka berdua sepakat menyembunyikan fakta tentang Dimas, dan menutup kisah villa itu agar tidak jadi momok yang menakutkan warga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!