Tahun 2005
"Bu, kalau Ayah ternyata ngga bisa pulang gimana bu? Kita udah beres-beres kaya gini." ucap Raina kecil kepada Ibunya, dengan raut wajah sedih.
"Ngga papa Nak. Kita berdoa aja ya Ra. Semoga Ayah pulang ke rumah dengan selamat. Ayah pasti pulang kok Ra." jawab ibunya.
Meskipun Ibunya juga ragu dengan suaminya itu. Sudah dua tahun mereka tidak berkumpul. Raina sudah sangat merindukan sosok Ayah yang selalu menemaninya dikala dia kesepian. Namun saat bisnis Ayahnya berkembang pesat, Raina sering kali ditinggal oleh Ayahnya.
Dengan begitu banyaknya harta dan kekayaan yang bisa Raina nikmati, dia sama sekali tidak merasakan bahagia atas semua itu. Dia hanya ingin berkumpul bersama Ayah dan Ibunya, lengkap seperti dulu. Tapi itu semua hanyalah harapan. Raina sekarang harus terbiasa hanya berdua dengan Ibunya.
"Ra, kamu simpan barang-barang yang udah ngga kepakai ini di gudang ya. Ngga Ibu kunci kok."
"Iya Bu."
Raina menuju ke gudang dengan membawa dua kardus kecil, berisi beberapa barang yang sudah tidak terpakai. Raina begitu polos sehingga dia sama sekali tidak mengetahui barang apa yang dia bawa. Karena penasaran, Raina kembali ke dalam gudang, dan membuka kardus itu.
Raina hanya melihat-lihat kebingungan dengan barang yang ada ditangannya. Benda itu adalah sebuah liontin dan juga sebuah gelang emas. Raina kemudian membuka yang kardus yang satunya lagi. Dia menemukan sebuah kotak kayu, berisi kertas yang digulung dengan sangat rapi. Bahkan, baunya pun sangat wangi.
Namun wangi itu bukan wangi parfum, tapi lebih tepatnya seperti kemenyan. Karena sudah terlalu lama di dalam gudang, Ibunya menjadi khawatir. Seharusnya Raina sudah kembali ke kamar Ibunya sekarang. Ibunya masuk ke dalam gudang, dan betapa kagetnya dia saat itu.
Raina sudah berada diatap, tergantung dengan posisi terbalik. Wajahnya pucat, matanya hitam legam. Dan dari mulutnya keluar taring yang begitu tajam. Untuk anak berusia delapan tahun, sangatlah tidak masuk akal jika Raina bisa tergantung dengan posisi terbalik seperti itu.
Ibunya pun langsung lari sekencang-kencangnya, berusaha keluar dari rumah. Tapi sayang, semua pintu dan jendela tiba-tiba terkunci. Gordennya pun menutup dengan sendirinya. Sehingga seluruh ruangan menjadi gelap. Ibu Raina terjebak di dalam rumah. Dia berusaha meminta tolong. Namun tidak ada satu orang pun yang mendengarnya.
Para pelayan yang seharusnya ada disana pun menghilang entah kemana. Dia semakin panik saat melihat Raina keluar dari gudang dengan posisi merangkak.
"Ya Tuhan Raina! Sadar Sayang!"
Ibunya terus berusaha menyadarkan Raina dengan meneriakinya. Tapi Raina justru tertawa dengan sangat keras, membalas teriakan Ibunya. Entah sosok macam apa yang hinggap di tubuh Raina. Raut wajahnya berubah menyeramkan, tatapan matanya begitu tajam, suaranya begitu keras dan lantang.
Semakin lama suasana semakin menyeramkan. Ibu Raina kini terpojok. Sekuat tenaga mencoba meraih gagang pintu. Tapi tangannya kaku tak dapat digerakkan, bahkan semakin lama semakin menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia hanya bisa terpaku menatap putrinya yang semakin lama semakin mendekat.
Tidak ada yang bisa dia lakukan selain pasrah dengan apa yang akan terjadi dengan dirinya. Raina mendekat secara perlahan dan menyentuh wajah Ibunya. Ternyata bukan hanya wajah, tangan Raina pun kini telah berubah. Dengan lembut, Raina memegang wajah ibunya lalu seketika Raina pun pingsan.
Sentuhan tangan Raina meninggalkan bekas dikedua pipi Ibunya. Ibu Raina yang masih panik hanya bisa menatap anaknya yang sudah terkapar lemah di depannya. Seakan baru terbangun dari mimpi yang buruk, baru kali ini Ibu Raina melihat kejadian yang begitu menyeramkan terpampang jelas dan nyata dihadapannya.
Ayah Riana masih dalam perjalanan menuju pulang ke rumah. Dan seperti memiliki insting yang kuat, dia seakan tahu apa yang telah terjadi kepada anak dan istrinya itu.
"Yono, percepat mobilnya ya. Saya pengin cepat-cepat sampai di rumah." Ucap Ayah Riana kepada supirnya.
"Iya Tuan."
Perasaan khawatir begitu kuat dalam dirinya. Semakin lama dia semakin tidak sabar untuk sampai ke rumah. Apalagi nomor telfon istrinya tidak aktif saat dihubungi.
"Percepat lagi Yono, kita harus cepat sampai ke rumah. Istri dan anak saya sedang dalam masalah." ucap Ayah Riana dengan perasaan khawatir.
"Iya Tuan. Tapi jalanan sedang ramai Tuan. Bahaya."
"Aduh! Tapi saya khawatir sama orang di rumah. Ngga tahu kenapa Yon!"
"Tenang dulu Tuan. Kalau kita panik, bisa bisa kita ngga sampai ke rumah Tuan."
"Husss!! Jangan ngawur! Cepetin mobilnya!"
Dengan terpaksa Yono pun mempercepat laju mobilnya, meskipun jalanan waktu itu cukup ramai. Beruntunglah tidak ada apa-apa. Hingga sekitar satu jam kemudian, mereka telah sampai di depan rumah. Ayah Raina disambut oleh dua orang pembantu laki-lakinya. Mereka semua panik, memberitahukan kalau Raina dan Ibunya tak sadarkan diri.
"Bagaimana ini bisa terjadi?!"
"Kami tidak tahu Tuan. Saat juru masak sedang menyiapkan sarapan, mereka terkejut karena Nyonya dan Nona Raina sudah tidak sadarkan Tuan. Tapi keadaannya sangat aneh." ucap pembantunya yang bernama Parman.
Ayah Raina termenung sejenak. Dia seperti mengetahui sesuatu. Langkahnya terhenti karena dia ingat, bahwa istrinya mengatakan kalau hari ini dia ingin membereskan barang-barang yang sudah tidak terpakai di rumah. Hal itu mengingatkannya pada sesuatu yang ia simpan di salah satu tempat. Tepatnya di kamar Raina.
"Ya sudahlah. Kamu bantu Yono menurunkan semua barang. Hati-hati, jangan sampai ada yang rusak."
"Baik Tuan."
Ayah Raina lalu masuk ke kamar istrinya. Perasaan khawatir itu seakan lenyap. Wajah paniknya mulai terlihat biasa. Seperti tidak ada yang terjadi.
"Tuan?"
"Kamu keluar dulu Lina, biar saya yang urus semuanya." ucap Ayah Raina kepada juru masaknya.
"Baik Tuan."
Juru masaknya itu merasa ada yang aneh dengan majikannya itu. Dia seperti berbicara dengan seseorang, mulutnya komat-kamit, sembari memegang kepala anak dan istrinya. Secara bersamaan, Raina dan Ibunya tersadar. Raina langsung memeluk Ayahnya. Dia begitu ketakutan atas apa yang telah ia alami.
Ibunya langsung keluar dari kamar. Ayah Raina tahu kalau istrinya pasti marah, dan juga sangat ketakutan karena telah mengalami kejadian yang belum pernah ia alami sebelumnya.
"Raina, Ayah keluar dulu yah? Ayah harus bicara sama Ibu Nak. Kamu tunggu disini ya sayang?"
"Iya Ayah."
Ayah Raina keluar dari kamar mendatangi istrinya yang sedang duduk di belakang rumah.
"Kamu tahukan apa resikonya? Ini yang harus kita tanggung." ucap Ayah Raina kepada istrinya.
"Dengan mengorbankan anak kita?!"
"Sayang, kita ngga akan mengorbankan anak kita!"
"Lalu apa mas?! Umur Raina sekarang delapan tahun. Aku ngga siap mas. Aku ngga siap kalau harus lihat Raina menjadi seperti kita mas!"
"Tenang sayang. Aku sedang urus semuanya kok. Kamu hanya harus bertahan beberapa tahun lagi, sampai Raina berumur dua puluh satu tahun."
Ibu Raina menatap wajah suaminya dengan penuh amarah. Dia begitu kecewa dengan ucapan Ayah Raina yang selalu menganggap enteng setiap ada masalah di rumah ini. Isak tangisnya mulai terdengar, Ayah Raina mendekap tubuh istrinya itu kuat-kuat. Meskipun sedikit cuek, dan terlihat seperti tidak peduli, tapi sebenarnya Burhan sangat menyayangi keluarga kecilnya itu. Dia rela berkorban apa pun demi mereka.
Semakin hari masalah semakin rumit. Diana mulai tidak tahan dengan hal itu. Begitu juga dengan Burhan. Dia sama-sama merasakan apa yang dirasakan oleh anak dan istrinya. Bisnis yang dia jalankan selama ini memang mengharuskan Burhan untuk dekat dengan sesuatu yang Sakral.
Meskipun menghasilkan banyak uang, tapi nyawa adalah resiko utama dari bisnis ini. Burhan adalah seorang kolektor barang-barang antik. Bukan hanya sekedar koleksi, setiap barang yang ia dapatkan juga diperjual-belikan. Harganya begitu menggiurkan. Banyak orang yang rela merogoh koceknya dalam-dalam.
Burhan sudah mendapatkan semua yang diinginkannya. Segalanya bisa ia miliki. Apa pun bisa dia beli. Namun dengan resiko yang besar, Burhan tidak bisa selamanya di bisnis semacam itu. Semuanya berawal dari seorang temannya yang dulu menawarkan sebuah gelang kepadanya. Tapi gelang itu bertuah.
Temannya sudah pernah mengatakan kepada Burhan, agar merawat barang itu dengan baik. Tapi karena kesibukannya sekarang, Burhan sering lalai. Dia kemudian memutuskan untuk tetap menyimpannya di rumah, agar barang itu tetap aman. Namun keputusan Burhan itu salah. Justru hal itu membuat dirinya harus menghadapi masalah besar.
Burhan bingung, dia tak tahu harus memilih yang mana. Jika dia memilih untuk meninggalkan bisnis ini, maka Burhan harus siap kehilangan penghasilan yang sangat besar, dan memulai usaha baru. Jika dia memilih untuk tetap di bisnis ini, maka Burhan dan seluruh keluarganya harus siap menanggung resiko.
"Mas, kalau mas Burhan ngga memutuskan sekarang, aku mau pergi mas. Aku udah ngga tahan mas. Coba lihat Raina mas, anak kita. Dia tersiksa mas. Kita harus ambil resiko kehilangan harta, dari pada harus kehilangan nyawa." kata Diana kepada Burhan.
Burhan hanya diam mendengar ucapan istrinya. Dia memeluk dan membelai rambut Diana dalam dekapannya. Malam itu mereka lewati dengan penuh cinta. Melepaskan rasa rindu, sejenak melupakan masalah yang sedang mereka hadapi. Sedangkan Raina sedang tertidur pulas di kamarnya.
Keadaannya begitu memprihatinkan. Wajahnya pucat. Setiap malam, keringat dingin mengucur deras dari tubuhnya. Lina, yang hanya seorang juru masak, sudah seperti seorang ibu bagi Raina. Selama ini Lina yang selalu menghibur Raina saat dia sedang bosan. Memasak makanan kesukaannya setiap hari, dan menemaninya tidur setiap malam.
Lina memandang wajah Raina. Wajah lugu itu mengingatkan Lina kepada anaknya, yang sekarang entah ada dimana. Lina adalah seorang janda, anak perempuannya yang kala itu berusia empat tahun dibawa secara paksa oleh ayahnya. Sekarang, mungkin anaknya sudah besar. Dia hanya mengingat wajah kecil anaknya itu, dan sebuah tahi lalat disebelah kiri hidungnya.
Hanya tanda itu yang masih benar-benar Lina ingat sampai sekarang. Beberapa tahun berlalu pasti wajah anaknya telah berubah. Apalagi dia tidak pernah sekalipun mendengar kabar darinya. Entah dia ada dimana sekarang. Mereka terpisah jarak dan waktu. Pernikahan yang seharusnya berjalan dengan baik, justru harus kandas karena mertuanya tidak pernah menghargai dirinya.
Luka itu masih begitu membekas sampai sekarang. Lina tidak akan pernah lupa dengan peristiwa menyakitkan itu. Saat itu posisinya sebagai seorang ibu benar-benar kalah. Dan sama sekali tidak mendapatkan keadilan sedikitpun. Lina kalah oleh harta. Hukum memutuskan hak asuh jatuh ke tangan suaminya. Lina tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dengan keadaannya.
Karena itulah, Lina merawat anak majikannya dengan sungguh-sungguh. Dengan penuh perasaan dan kasih sayang. Tidak pernah sekalipun Lina merasa lelah, meskipun itu bukan anak kandungnya. Keadaan Lina mulai berubah kala ia bekerja kepada Burhan. Hati Lina yang tergores luka, perlahan mulai sembuh karena Raina. Mereka saling mengasihi satu sama lain.
Lina sangat bersyukur, karena dia bisa bekerja di sebuah keluarga yang penuh kasih sayang. Burhan dan Diana adalah pasangan yang harmonis, meskipun mereka sering berpisah karena kesibukan yang Burhan miliki. Baru kali ini Burhan dan Diana bertengkar selama Lina bekerja pada mereka. Namun siapa sangka, bahwa sebenarnya Lina juga sering mengalami hal-hal aneh di rumah ini.
Tapi Lina bungkam, dan berpura-pura tidak ada apa-apa. Karena dia tidak mau malaikat kecilnya sampai kenapa-napa. Namun Diana tidaklah sekuat Lina. Diana orang yang mudah panik. Dan termasuk orang yang penakut. Sedangkan Lina orang yang tabah. Lina tak pernah sekalipun buka mulut dengan apa yang dia alami. Dia lebih memilih diam dan menyimpan semuanya sendiri.
Sebenarnya, ini bukan kejadian yang pertama kali. Tapi kejadian ini sudah berkali-kali terjadi. Lina yang menjadi saksi tidak pernah menceritakan hal itu kepada majikannya, karena mereka tidak mungkin percaya dengan apa yang telah terjadi. Dan baru kali ini Diana melihat sendiri bagaimana anaknya berubah menjadi makhluk yang mengerikan. Bagi Diana itu adalah hal baru. Namun bagi Lina, itu hal yang sudah biasa.
Saat peristiwa itu terjadi untuk pertama kalinya, Lina memang takut dan ingin sekali keluar dari pekerjaannya. Namun dia tidak tega jika harus meninggalkan Raina. Sekalipun Burhan dan Diana bisa membayar pekerja yang baru, belum tentu orang itu bisa sama seperti Lina, yang memiliki kasih sayang tulus dan ikhlas. Selanjutnya, Lina bersikap biasa saja jika Raina tiba-tiba berubah menjadi makhluk mengerikan itu.
Pagi hari menjelang, Burhan duduk santai bersama Diana di depan rumahnya, sembari menikmati teh hangat. Masih membahas hal yang sama seperti kemarin. Namun Burhan tetap kukuh dengan bisnisnya untuk saat ini.
"Sangat disayangkan kalau aku harus meninggalkan bisnis itu. Apalagi sekarang banyak sekali orang yang memesan berbagai barang antik. Mereka membayar mahal." ucap Burhan kepada istrinya.
"Tapi mas, kita ngga bisa selamanya kaya gini mas. Aku ngga mau kalau anak kita yang harus jadi korban. Semua benda yang kamu bawa ke rumah ini bukan benda biasa mas. Semuanya berisi. Aku ngga tahan lagi mas." jawab Diana menangisi nasib anak mereka saat ini.
"Ana? Kamu sabar yah. Oke! kita pindah rumah. Aku janji ngga akan bawa barang apa pun ke rumah baru kita. Rumah ini biar nanti anak buahku yang jaga. Khusus untuk menyimpan barang-barangku. Kamu bisa hidup tenang dan damai dengan Raina. Gimana?"
Diana hanya diam. Suaminya itu masih tetap pada pendiriannya. Tidak mau meninggalkan bisnisnya. Memang benar adanya apa yang diucapkan oleh Burhan. Jika dia meninggalkan bisnis itu, maka akan banyak orang yang kecewa. Apalagi sekarang banyak yang meminta untuk dibawakan benda-benda keramat yang sulit ditemukan.
"Ya sudahlah mas, kalau kamu masih tetap di bisnis ini. Tapi aku ngga mau kalau kamu sampai bawa barang-barang kamu ke rumah baru kita nantinya." ucap Diana sembari berjalan masuk ke dalam rumah.
Burhan merasa lega karena Diana setuju untuk pindah rumah. Dan rumah ini akan ia jadikan tempat penyimpanan barang-barang koleksinya.
Raina masih terbaring lemah di tempat tidurnya. Kali ini keadaannya sangat parah. Diana semakin khawatir dengan keadaan anaknya yang semakin memburuk. Burhan sudah mengusahakan segala hal untuk menyembuhkan Raina. Tapi keadaanya tidak berubah. Sampai datanglah salah satu orang yang sama sekali tidak ia kenal ke rumahnya.
Dia bernama Mona. Mona adalah seorang ahli spiritual yang namanya sudah terkenal di dunia paranormal. Dia bahkan sering mendapatkan undangan orang-orang penting ke rumahnya. Saat ditanya dari siapa dia mengetahui masalah itu, Mona hanya menjawab kalau dia mengetahui dari seseorang yang Burhan kenal. Padahal, Burhan tidak pernah menceritakan masalah ini kepada siapa pun.
Saat pertama kali memasuki rumah Burhan, mata Mona langsung tertuju pada sebuah ruangan yang ada di lantai atas. Dia berjalan menuju ke ruangan itu, mengabaikan Burhan dan Diana yang ada di belakangnya.
"Tunggu! Jangan buka ruangan ini. Ini ruangan pribadi saya." ucap Burhan berusaha mencegah Mona.
"Baiklah. Sepertinya kamu jauh lebih senang melihat anakmu sakit. Saya permisi." kata Mona meninggalkan rumah itu.
Burhan kesal dengan perkataan Mona yang seakan menyalahkannya.
"Tunggu dulu! Tolong! Jangan pergi! Tolong anak saya!" teriak Burhan mengejar Mona.
Mona berbalik dan menatap Burhan dengan sorot matanya yang tajam.
"Tidak dilarangkah saya memasuki ruangan pribadi anda Tuan?"
"Baiklah. Silahkan masuk."
Raut wajah Burhan berubah. Begitu juga dengan bahasa tubuhnya. Dia seperti mengkhawatirkan sesuatu. Apalagi saat Mona sudah masuk ke ruangannya. Burhan heran, dan dia baru ingat, kalau ruangan itu seharusnya terkunci. Dan hanya Burhan yang memegang kuncinya. Bagaimana bisa Mona membuka pintu hanya dengan satu tangannya?
Burhan masih bertanya-tanya, siapa sebenarnya Mona ini?
Namun Burhan berusaha bersikap biasa saja. Diana yang melihat suaminya mulai aneh, dia berbisik pada Burhan untuk tetap tenang. Karena Burhan terlihat sangat panik dan takut akan sesuatu. Keringat dingin membanjiri tubuh Burhan. Dia mondar-mandir kesana-kemari. Burhan tidak bisa tenang. Mona semakin dalam masuk ke ruangan Burhan.
Terpampang dengan sangat jelas di ruangan itu banyak sekali lukisan aneh, dan juga benda-benda kuno yang jumlah ratusan. Entah sudah berapa tahun Burhan menyembunyikan semua ini dari keluarganya. Bahkan, istrinya sendiri pun terpaku melihat semua benda-benda itu. Karena Burhan tidak pernah mengizinkan siapa pun masuk ke ruangan ini.
Hanya Burhan yang tahu dengan pasti apa yang tersimpan di ruangan pribadinya. Dia sangat baik dalam menyimpan sebuah rahasia.
"Ternyata anda orang yang luar biasa Tuan Burhan. Tidak sembarang orang bisa memiliki benda-benda semacam ini. Namun sayang, Tuan Burhan tidak merawat mereka dengan baik. Tuan membiarkan mereka mencari makan sendiri. Sehingga mereka menjadi tidak terkendali. Bertindak sesuka hati mereka. Seperti tak ber-Tuan." Ucap Mona pada Burhan.
"Ini hanya benda biasa." jawab Burhan singkat.
"Lantas? Kenapa Tuan tidak memberitahu istri Tuan kalau benda-benda ini hanyalah benda biasa? Dan kenapa Tuan begitu khawatir saat saya mulai memasuki ruangan ini? Tuan menyembunyikan sesuatu?" tanya Mona beruntun.
Hal itu membuat Burhan semakin panik. Wajahnya pucat. Keringat ditubuhnya mengucur semakin deras. Menandakan kalau dia sedang berhadapan dengan masalah yang membuat mentalnya jatuh.
"Hmmmm... Tidak masalah jika Tuan tidak mau memberitahu apa yang Tuan sembunyikan di tempat ini. Lambat laun semua kebenarannya akan terungkap. Saya hanya ingin memberi nasehat kepada Tuan Burhan. Namun sepertinya Tuan tidak mau menerima saya dengan baik. Apa gunanya mulut terbuka jika tidak ada telinga yang mendengar. Biarkanlah waktu yang berbicara."
Mona pergi meninggalkan mereka berdua di ruangan itu. Dan mendatangi Raina yang sedang terbaring di kamarnya. Dia mengelus kepala anak itu dengan lembut. Kemudian dia pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun. Bahkan saat Raina bertanya siapa dirinya, Mona hanya tersenyum.
Selepas kehadiran Mona di rumah itu, keadaan Raina perlahan mulai membaik. Dia sudah bisa berjalan keluar rumah. Rasa bahagia muncul dalam diri Diana. Dia senang melihat putri kecilnya telah kembali riang dan ceria. Tapi keputusan Diana untuk pindah rumah sudah paten. Dia ingin memulai kehidupan baru, di rumahnya yang baru. Kebahagiaan Raina bertambah saat dia tahu kalau Lina akan ikut bersama mereka.
Menjadi juru masak keluarga mereka untuk selamanya. Raina tidak bisa lepas dari Lina. Mereka memiliki ikatan batin yang sangat kuat. Selayaknya ibu dan anak. Selesai membuat sarapan, Raina selalu meminta disuapi oleh Lina. Diana dan Burhan sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. Dia memakluminya, karena selama ini Lina jauh lebih dekat dengan putrinya, dari pada dirinya sendiri.
Yang terpenting bagi mereka adalah kebahagiaan putri tercinta mereka. Mereka ingin melihat putrinya tumbuh dewasa dan memiliki kehidupan yang jauh lebih baik dari kedua orang tuanya. Burhan berharap Raina bisa memiliki usaha yang mampu menjamin kehidupannya di masa depan. Jauh di dalam hatinya, Burhan sudah sangat lelah dengan bisnisnya. Tak sabar rasanya dia ingin melihat putrinya tumbuh dewasa, agar Burhan bisa berhenti dari bisnis paling beresiko itu.
Dia ingin menikmati masa tuanya dengan berkumpul bersama anak dan istrinya. Sudah banyak sekali waktu yang ia buang bersama keluarganya. Saat teman-teman Burhan bisa berkumpul dengan keluarga mereka, Burhan hanya bisa mendengar suara istri dan anaknya melalui sebuah ponsel. Itu sama sekali tidak mengobati rasa rindunya. Bahkan rindu akan keluarganya semakin menggebu-gebu. Tapi mau bagaimana lagi, jalan sudah dia pilih. Resiko besar mau tidak mau harus ia tanggung.
Berbagai hal mengerikan sudah ia lewati. Banyak peristiwa diluar nalar yang sering ia alami. Meskipun begitu, Burhan tidak pernah kapok. Justru membuatnya semakin tertantang untuk melakukannya lagi dan lagi. Sehingga saat Diana meminta Burhan untuk lepas dari bisnisnya itu, Burhan merasa berat hati. Sangat-sangat sulit untuk melepas apa yang sudah mendarah daging dalam dirinya. Tidak semudah menepuk tangan.
Semua hal yang ia lalui membuatnya menjadi pribadi yang lebih kuat dan lebih tangguh dari sebelumnya. Burhan yang awalnya bukan siapa-siapa, sekarang telah menjadi seseorang yang luar biasa. Bisnis yang ia jalankan bukan hanya sekedar bisnis. Tetapi sesuatu yang ia anggap sebagai sebuah akar dari segala kehidupannya. Nama Burhan sudah tidak asing bagi para pecinta benda-benda antik dan bertuah.
Dia sudah memiliki banyak jaringan. Baik dalam negeri maupun luar negeri. Karena itulah Burhan sering sekali meninggalkan anak dan istrinya dalam jangka waktu yang sangat lama. Disaat istrinya melahirkan pun, Burhan tidak bisa menemaninya. Dia sibuk dengan bisnis dan bisnis. Dia baru bisa bertemu dengan anaknya ketika umurnya sudah lima bulan. Beruntung dia memiliki seorang istri yang pengertian dan mau menerima Burhan apa adanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!