Terik matahari, memancar begitu panasnya, Seorang gadis belia yang baru pulang dari kantor kakaknya Berlari mencari tempat berteduh sekalian menunggu bus untuk pulang. Dengan mengenakan celana jeans pendek, dan atasan crop lengan panjang serta tas selempang mini berwarna hitam. Gadis itu nampak bahagia.
Rara namanya, ini adalah awal perjalanannya, saat ia di pertemukan dengan papa dan saudara kandungnya yang tak pernah ia temui selama 18 tahun.
Lima, sepuluh, sampai tiga puluh menit Rara menunggu bus, namun belum juga datang karena belum waktunya. Saat ia sedang asik memperhatikan lalu lalang kendaraan, tanpa sengaja ia melihat seseorang sedang menyeberang dan barang bawaan yang sangat banyak membuat salah satu bendanya terjatuh tanpa disadarinya.
Joy, kakak pertama Rara namun mereka tak memiliki ikatan darah. Joy sangat sayang dan perhatian dengan Rara. Namun perhatian Joy di anggap berbeda, Rara jatuh hati padanya namun tak pernah diungkapkannya. Semua berasal dari rasa nyaman saat berada di dekat Joy.
Arthur adalah kakak kandung Rara, Arthur sangat sayang dan selalu ingin membuat Rara bahagia.
Joy Merasa tak tenang ia kepikiran dengan Rara yang pulang sendirian.Ia pun bangkit dari kursi kerjanya dan segera pergi mencari Rara yang mungkin masih belum terlalu jauh.
"Bodohnya aku, kenapa aku bisa membiarkan Rara pulang sendirian. Jangan sampai terjadi sesuatu atau aku akan menyalakan diriku seumur hidup."Joy pun bergegas menuju mobil yang terparkir dan segera pergi menyusuri jalan mencari keberadaan Rara, tak lupa ia pun menghubungi Rara menanyakan keberadaannya. Namun sayang berkali-kali dihubungi tak ada satu panggilan yang di angkat.
"Di mana kamu Ra? jangan buat aku kuatir." Joy memperhatikan kanan kiri berharap segera menemukan Rara.
Rara membiarkan sesaat barang yang jatuh tersebut namun ternyata tak ada yang mencoba mengambilkan atau pemiliknya mengambil barangnya yang terjatuh ketika menyadarinya.
Dengan memperhatikan kanan kiri jalan yang nampak sepi, Rara pun berinisiatif mengambil dan mengembalikan barang tersebut pada pemiliknya. Ia pun buru-buru berlari dan mengambil barang orang yang tercecer namun saat ia hendak berdiri kembali, terdengar suara mobil yang dipaksa berhenti mendadak. Namun sayang pengemudi mobil tersebut tak mampu menghentikan laju kendaraannya hingga saat itu juga menabrak tubuh Rara hingga ia terjatuh.
Rara sempat berteriak namun tak lama teriakannya menghilang. Beberapa orang yang mengetahui kejadian tersebut tak ada yang berani menghadapi hanya memperhatikannya saja.
Mobil tersebut berhenti tepat didepan Rara yang sudah tergeletak di zebra cross.
Pengemudi itu langsung turun dan memastikan kondisi Rara. Setelah di periksa dan pastikan Rara masih hidup, pria itu pun membawa Rara ke dalam mobilnya dan pergi.
💤
Ivan nama laki-laki yang mengendarai mobil tersebut ia adalah seorang sekertaris. Ivan adalah sekertaris paling sabar dan bermental baja, ia sangat perhatian dan juga baik namun di kondisi tertentu ia bisa menjadi sangat ganas. tubuhnya yang atletis tak berbeda jauh ketampanannya dengan atasannya.
Alvaro biasa di panggil Varo adalah atasan Ivan. ia adalah CEO muda. laki-laki yang hobi olahraga menembak dan paling takut dengan serangga. memiliki tubuh yang proporsional ditambah gaya berpakaiannya yang mendukung membuat setiap wanita bisa meleleh hatinya ditambah lagi memilikinya. Mamun sayang ia sangat dingin dengan wanita bahkan tak suka dekat wanita, suka memerintah bawahannya dan tak mau disalahkan walaupun ia memang salah.
"Bagaimana dengan keadaannya, apa dia masih hidup?" tanya Varo sambil melihat Rara yang tergeletak di kursi belakang dengan luka di beberapa tempat.
"Sepertinya gadis itu tak papa hanya pingsan hanya sedikit luka dan memar saja." jawab Ivan.
"Ini semua salahmu, mengendarai mobil gak pakai aturan. Aku gak mau tahu kamu yang urus dia dan obati dia, aku gak mau mengeluarkan uang sepeser pun untuk pengobatannya karena seratus persen itu salah mu." ucap Varo sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Apa..!!!!. kenapa semua di limpahkan padaku, bukannya dia yang menyuruhku untuk mempercepat laju mobil, sudah begini aku yang nanggung semuanya. Sabar Ivan... semua pasti ada karmanya..." gumam Ivan yang tak menjawab.
"Kenapa kamu diam? marah, gak suka. kalau begitu tinggalkan gadis itu di sini dan pergi."
"Memangnya binatang, seenaknya main di tinggalkan dan gak bertanggung jawab, saya ini masih punya hati nurani pak." gumam Ivan lagi.
"Tidak... ini semua salah saya. saya yang akan mengurusnya dan saya yang akan membayar semua pengobatannya." Mereka pun akhirnya membawa Rara ke rumah sakit untuk di obati.
Joy yang cemas mulai tak tenang. ia pun menghubungi keluarga di rumah untuk menanyakan Rara namun jawabannya membuat Joy makin cemas saat mereka mengatakan bahwa Rara belum ada kembali.
"Dimana kamu Ra? ini semua salah kakak, seharusnya kakak tadi bisa mencegahmu untuk tidak pulang sendirian. jika terjadi sesuatu sesuatu, kakak lah yang patut di salahkan.
Sedangkan di rumah Mamanya yaitu Karin juga bingung dan kuatir Rara mendapatkan masalah. Ken papanya Rara segera memerintahkan Anton dan beberapa anak buahnya untuk ikut mencari Rara.
Di rumah sakit Rara sudah mulai sadar dan yang ia lihat pertama kali yaitu Varo yang saat itu sedang menunggu dirinya sedangkan Ivan masih mengurus administrasi.
"Kamu sudah sadar? baguslah kalau begitu. jadi aku gak terlalu lama nunggu, membuang waktu ku saja. makanya kalau mau cari mati jangan di jalan, bikin susah orang saja" ucap Varo dan membuat Rara kesal dengan ucapannya.
"Kamu...!!!! " Rara menunjuk wajah Varo ,"kenapa jadi aku yang salah, kamu yang menabrak seharusnya kamu minta maaf bukannya malah menyalahkan aku." jawab Rara dengan ketus
"Aku minta maaf." Varo tersenyum sinis dan mendekatkan wajahnya hingga sangat dekat dengan Rara, "Aku tidak pernah merasa bersalah dan tidak ada kata minta maaf dalam kamus besarku." ucap Varo dengan tegas dan kembali menjauhi Rara.
"Dasar sombong, aku doakan suatu hari nanti kamu akan bertekuk lutut dan minta maaf padaku." Rara pun turun dari ranjang dan ingin pergi namun langkahnya terhenti saat Ivan datang.
"Mau kemana kamu? apa kamu sudah baikkan?" tanya Ivan yang menghadang Rara.
"Aku mau pulang lah, aku muak melihat orang sombong seperti dia. Sudah tahu dia yang salah masih sok-sokan gak mau minta maaf." jawab Rara yang kesal.
"Aku yang seharusnya minta maaf. Maafkan aku atas kecerobohan ku hingga membuat kamu terluka, ini murni semua salah ku, aku yang gak sengaja menabrakmu." ucap Ivan dengan sopan meminta maaf.
"Kamu dengar kan, dia yang menabrakmu jadi untuk apa aku yang harus minta maaf." saut Varo.
"Dasar sombong." Rara pun keluar dengan kesal walau berjalan dengan kaki yang sedikit pincang karena luka yang dialami.
Ivan ingin mengejarnya namun di cegah Varo.
"Biarkan dia pergi, gadis gak tahu terimakasih gak pantas untuk dikasihani. Membuang waktu saja.lebih baik kita pergi dan aku harap tak kan pernah bertemu dengannya lagi." Varo merapikan pakaiannya dan meninggalkan rumah sakit, ia pun melewati Rara yang masih berdiri di luar terbang rumah sakit.
Varo pun sempat menoleh dan memperhatikan Rara sebelum melewatinya.
Saat menunggu taksi di depan rumah sakit, tak sengaja Arthur melihat adiknya itu dan segera menghampiri.
Arthur berhenti tepat di depan Rara dan buru-buru keluar dari dalam mobilnya. Arthur pun syok mendapati adiknya terluka dengan perban ada di kepala, kaki dan tangannya. Ia pun langsung memeluk Rara dengan eratnya.
"Syukurlah, Kakak bisa menemukanmu. Apa yang terjadi padamu sampai kamu mendapat luka di tubuhmu."
"Lepasin aku kak, sakit badanku." Rara meronta dan Arthur pun melepaskan pelukannya dan memeriksa tubuh Rara yang terluka.
"Apa yang terjadi Ra? bagaimana kamu bisa mendapatkan luka-luka ini?" tanya Arthur yang cemas.
"Rara di tabrak orang gila." jawab Rara singkat.
"Ya sudahlah kita bahas nanti di rumah, lebih baik sekarang kita pulang. Bunda sangat mencemaskan mu."Arthur langsung mengangkat tubuh Rara dan membawanya masuk kedalam mobil, tak lupa ia memasangkan sabuk pengaman untuk Rara.
"Tenang Ra... Kakak janji kejadian ini gak akan terulang lagi dan kakak pastikan kamu akan selalu aman dimana pun kamu berada." Arthur pun mengecup kening Rara dan segera membawa Rara kembali pulang.
Rara menatap Arthur yang sedang mengemudi mobilnya," Ternyata di balik bawelnya kak Arthur, dia sangat perhatian dan sayang padaku. Maaf kak jika aku pernah merasa risih di dekatmu." gumam Rara dan tersenyum.
Arthur membawa Rara kembali ke mansion, tak lupa ia juga mengabari Joy dan keluarga bahwa Rara sudah di temukan.
Joy yang mendapat kabar dari Arthur pun bisa bernafas lega dan segera putar balik untuk kembali ke mansion.
Karin, Ken dan Nabila sudah menunggu kedatangan Rara dan Arthur. Karin tak hentinya mondar -mandir di depan pintu menunggu anak-anaknya segera kembali.
Pintu gerbang pun terbuka, mobil milik Arthur memasuki halaman dan berhenti tepat di depan pintu. Karin langsung berlari menghampiri dan memeluk Rara yang baru keluar dari dalam mobil
"Apa yang terjadi padamu nak? kenapa kamu bisa begini? ibu sangat cemas mendengar kamu hilang."
"Aku baik-baik saja Bu. ini cuma kecelakaan karena kecerobohan ku sendiri, gak usah kuatir gak butuh waktu lama untuk sembuh." Rara menenangkan Karin yang sangat kuatir.
"Bagaimana ibu gak kuatir, kamu dari siang pamit sama kakakmu pulang tapi kamu malah menghilang dan sekarang dapatnya kamu terluka" Karin pun menangis. Sebagai seorang ibu wajar bila karin menangis mendapati putrinya yang terluka.
Karin pun memapah putrinya untuk masuk ke dalam. Belum sempat kaki menginjakkan anak tangga, Joy pun datang dan memarkirkan mobilnya tepat di belakang mobil Arthur. Semua orang menoleh ke arah Joy yang berantakan. Dengan segera Joy keluar dan berlari menghampiri Rara, melewati semua orang yang ada.
Joy langsung memeluk erat Rara. "Maafkan kakak Ra, ini semua salah kakak. seharusnya kakak tak membiarkan kamu pulang sendiri. Kakak benar-benar kuatir saat kamu menghilang. Tapi syukurlah kakak bisa bernafas lega melihat kamu pulang." ucap Joy melampiaskan kecemasannya sedangkan Rara hanya diam mematung. Walaupun hatinya sangat bahagia bisa mendapatkan pelukan dari orang yang ia sukai.
Joy tak menyadari, bahwa ada Nabila di sana yang menyaksikan kekasihnya sedang memeluk Rara dan nampak begitu mencemaskan adik tak sedarahnya. Ia pun berlahan memilih mundur.dari pada sakit hati, menjauh dan pergi ke kamar adalah pilihan terbaik
segera saja ia menumpahkan air mata yang tak terbendung.
"Lepaskan aku kak Joy, aku gak papa, aku baik-baik saja. yang terpenting sekarang Rara sudah pulang dan baik-baik saja." ucap Rara, mencoba menepis rasa yang sulit untuk pergi dari hatinya.
"Bagaimana bisa baik-baik saja, lihatlah kepala, lengan dan kakimu terluka. itu kamu bilang baik-baik saja." saut Joy
"Sudahlah nak, kita bahas nanti biarkan Rara istirahat dulu. dan kita bicarakan ini nanti lagi." ucap Karin lalu memapah Karin. Saat itu Karin sempat melirik dan mencari-cari Nabila yang tiba-tiba tak terlihat.
"Kemana Nabila? perasaan tadi berdiri di sana? Atau jangan-jangan...?" muncul tanda tanya di benak Rara tentang Nabila.
Karin beristirahat di kamar orang tuanya, sebab kamar Rara di renovasi lagi, atas permintaan Arthur.
🌟🌟🌟🌟
Varo melihat jam yang ada di tangannya sudah menunjukkan pukul 19.00.
"Ssssttttt. Membuang waktu saja. Van,kita pulang saja..." perintah Varo dengan wajah kesal.
"Lo tuan, bukannya kita harus menghadiri undangan dari rekan bisnis tuan." jawab Ivan terkejut.
"Kamu kabari saja mereka, kita gak bisa datang dan beri alasan agar mereka tak kecewa. Mood ku, hilang gara-gara dia. sampai sekali lagi aku bertemu dengannya, akan ku buat di membayar waktuku yang terbuang sia-sia karena dia." Varo marah-marah sendiri dalam mobil.
"Maksud tuan, dia itu gadis yang kita tabrak tadi?" tanya Ivan.
"Tentu saja dia, siapa lagi kalau bukan dia. itu lah kenapa sebabnya aku benci wanita yang banyak drama dan penuh kepura-puraan. Aku yakin dia tadi sengaja melakukan itu, untuk menghentikan kita. Dia sengaja kan mau menabrakkan diri di depan mobil kita. Kalau dia tahu ada mobil pasti dia akan segera minggir bukan malah berdiri di sana." Varo terus-menerus menyalahkan Rara.
"Ya namanya musibah, gak tahu kapan akan terjadi. kalaupun tahu saya gak mungkin menuruti permintaan tuan untuk mempercepat laju mobil." saut Ivan.
"Kamu. . .!!! kenapa malah membelanya, tapi nyata-nyata dia kan yang salah." Varo tetap ngotot menyalahkan Rara.
Ivan memilih diam, tak ada gunanya mendebatkan orang yang sudah pergi bahkan tau namanya saja tidak. batin Ivan dan terus fokus mengemudi dan kembali ke mansion.
Tak sengaja Varo melihat tas Rara tertinggal dan tergeletak di sudut lantai mobil. Ia pun segera mengambil dan memperhatikan tas tersebut.
"Ini tas siapa Van? kamu sudah mulai berani membawa wanita menggunakan mobilku." tuduh Varo lagi.
"Apa lagi sih tuan? tas siapa? aku sama sekali gak pernah memakai mobil tuan buat bawa perempuan." jelas Ivan yang mulai sedikit kesal. ia pun melirik kaca spion dan memperhatikan tas yang Varo pegang.
Ivan mengingat-ingat pemilik tas tersebut. Ivan melacak memori otaknya untuk mencari tahu pemiliknya.
"Itu... sepertinya tas itu milik gadis yang kita tabrak tadi. Masalahnya tadi pagi mobil ini habis di cuci dan hanya gadis itu yang kita bawa masuk mobil ini." jelas Ivan yang mulai ingat.
"Jadi ini miliknya." Varo pun tersenyum penuh rencana di otaknya dan terus memandangi tas selempang mini berwarna hitam.
🍂🍂🍂
Rara mulai gelisah, rasa sakit dan perih mulai terasa. Joy menemani Rara sebentar, karena Ken dan Karin harus pergi sebentar.
"Kamu kenapa Ra?... tanya Joy yang memperhatikan Rara yang gelisah.
"Sakit kak..." Rara yang tak tahan pun menangis.
Joy segera mengambil obat dan juga air minum dan memberikannya pada Rara.
"Minum obatnya dulu Ra, untuk mengurangi rasa sakitnya. Kakak tahu kamu hanya pura-pura kuat." ucap Joy sambil mengatakan bantal untuk bersandar.
"Bukan lukaku kak yang sakit. tapi di sini yang sakit." Rara meraih tangan Joy dan meletakkannya di dadanya. " ini yang terlalu sakit, karena tak bisa mengungkapkannya.
"Apa maksudmu Ra?"
"Tidak... aku hanya mencoba mengurangi rasa sakit ini. setidaknya walaupun hanya sekecil debu tapi itu bisa membuat rasa sakit itu sedikit berkurang." Mereka pun Salang menatap dalam diam. sebelum Karin dan Ken masuk.
"Ma, pa, kalian sudah pulang?"
"Iya Joy. gimana keadaan Rara?" tanya Karin.
"Aku baik-baik saja Bu." jawab Rara sendiri.
Joy menghampiri Karin. "Ma... bisakah Joy bicara sebentar dengan mama? ada yang ingin Joy ceritakan dengan mama." ucap Joy dan Karin pun mengangguk lalu keluar bersama Joy.
Di kamar Ken duduk di sisi ranjang, menjaga putrinya yang sedang tak berdaya.
"Pa..." panggil Rara.
"Iya sayang papa di sini, kamu istirahat saja papa dan mamamu akan menjagamu, kalau ada yang sakit atau kamu perlu sesuatu bilang sama papa. Jangan sungkan dengan papa." Rara hanya mengangguk.
"Apa kamu tahu, betapa bahagianya papa saat kamu hadir di rahim mamamu, papa sudah merencanakan banyak hal menyambut kehadiran mu saat lahir ke dunia ini. bahkan kakakmu Arthur selalu bertanya kapan kamu lahir dan selalu tanya apakah adiknya perempuan. Tapi semua tinggal rencana, dan maafkan papa yang tak ada di sampingmu dari kamu lahir. Tapi percayalah sampai kapanpun papa tak akan membedakan antara kamu dan kakakmu, papa akan memberikan semuanya yang belum bisa kamu miliki dan nikmati dari kecil hingga sekarang." Ken terus saja menggenggam tangan putrinya.
"Pa... apa Rara boleh bertanya sesuatu?"
"Tentu saja sayang, apa yang ingin kamu tanyakan pada papa?" tanya balik Ken.
"Apakah cinta itu bisa datang secara tiba-tiba? apakah seseorang yang kita sukai bisa merasakan perasaan kita tanpa kita ungkapkan?" tanya Rara dan membuat Ken tersenyum mendengar pertanyaan putrinya.
"Apakah putriku ini sedang jatuh cinta? apa kamu tahu sayang, papa dulu sangat benci dengan mamamu, tapi mamamu bisa meluluhkan hati papa dengan sikapnya. jadi walaupun hanya dengan sikap kadang lelaki bisa memahaminya. Sekarang tidurlah hari sudah malam, papa dan mama akan temani kamu disini." Ken pun mengecup kening Rara dan menyelimuti tubuhnya.
"Terimakasih pa, sudah ada di sisi Rara. Walaupun baru sekarang kita bisa bertemu tapi aku sangat bahagia. tak pernah terpikirkan di benak Rara bisa memiliki papa yang sangat sayang dan peduli pada Rara. Rara janji pa akan jadi anak yang bisa membuat papa bangga dan gak akan mengecewakan papa. aku sayang papa." gumam Rara sebelum terlelap dalam tidur malamnya.
Disaat semua orang sedang sarapan kecuali Rara dan Nabila. Bel pintu berbunyi, salah satu pelayan berlari dan segera membukakan pintu.
Dan ternyata itu Rafael adik Ken. Ia segera masuk dan menghampiri keluarga Ken yang sedang sarapan.
"Selamat pagi Semuanya." sapa Rafael dan semua menatap Rafael seakan terkejut dengan kedatangannya.
"Rafael, kamu datang kenapa tak mengabari kami sebelumnya?" tanya Ken dan mereka pun berpelukan untuk saling menyapa.
"Aku kesini menjemput putriku Nabila, dia memintaku menjemputnya." jelas Rafael dan sontak membuat Joy tersedak.
🌟Malam itu setelah Nabila kembali ke kamar, ia pun menghubungi papanya.
"Pa... bisakah papa menjemputku?"
"Kenapa tiba-tiba kamu ingin pulang nak? bukankah kamu ingin di sana selama satu bulan."
"Awalnya memang aku ingin lebih dekat dengan Joy pa, tapi sepertinya hubungan jarak jauh itu lebih baik. Nabila mohon pa, tolong jemput Nabila.
"Baiklah, besok pagi papa akan menjemputmu.🌟
Suara high heels yang beradu dengan lantai dan suara roda koper yang bergesekan dengan lantai memecah tanda tanya. Nabila sudah bersiap diri dan menarik kopernya menghampiri Rafael.
"Pa... Nabila sudah siap" ucap Nabila pada papanya.
"Ada apa ini Nabila, kenapa kamu tiba-tiba ingin pulang? apa ada masalah antara kamu dengan Joy? kamu bilang pada bibi akan di sini selama satu bulan." tanya Karin yang menghampiri Nabila.
Belum sempat Nabila menjawab Joy menghampiri." Aku ingin bicara padamu sebentar" Joy menarik lengan Nabila menjauh dari yang lainnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa kamu tiba-tiba ingin pulang? kenapa kamu tak bicara dulu denganku?" tanya Joy yang membutuhkan penjelasan sambil menangkup wajah Nabila dan menatap matanya.
Nabila menjauhkan tangan Joy dari wajahnya dan membelakanginya, menghapus air mata yang baru menetas."Lebih baik aku pulang, dan kita berhubungan jarak jauh saja, itu sepertinya lebih baik. daripada aku disini tapi hatimu tidak ada disini." ucap Nabila.
Joy membalikan tubuh Nabila, dan meminta penjelasan dari ucapannya."Apa maksudmu, aku selalu perhatikan denganmu dan selalu menyempatkan waktu bersamamu, apa lagi yang kurang? coba katakan padaku agar aku bisa memperbaiki kesalahan yang aku perbuat."
"Aku cemburu mas, aku cemburu melihat kamu dengan Rara, aku tahu kalian saudara tapi kalian tak ada ikatan darah. Di tambah lagi kamu yang begitu perhatian bahkan sangat mencemaskan dirinya saat terluka, apa mas pernah secemas itu padaku saat aku terluka, tidak kan." pertegas Nabila membuat Joy mundur selangkah dan mengacak rambutnya tak percaya kekasihnya cemburu pada adiknya.
"Astaga sayang!!! ternyata hanya karena Rara kamu jadi seperti ini. Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Rara, aku perhatikan dan cemas padanya karena dia itu adikku, apa kamu paham." Joy mencoba menjelaskan kesalahan paham yang terjadi yang membuatnya tak habis pikir.
"Oke... kalau memang mas gak ada hubungan apa-apa, mas harus janji padaku akan datang menemui orang tuaku, aku tunggu mas datang melamar aku sampai bulan depan."
"Baik... baiklah kalau itu maumu, aku kan segera datang melamar mu, tapi tidak bisakah kamu tetap Tinggal di sini, ini juga rumah pamanmu." bujuk Joy namun Nabila tetap menolaknya
"Aku tetap akan pulang."
"Baiklah, aku tak bisa memaksamu lagi, kalau itu memang keputusan darimu." Joy pun membiarkan Nabila pergi dan kembali menemui yang lain. Joy terpaku dalam diam. Menyalahkan dirinya sendiri yang tak bisa membuat kekasihnya nyaman.
Setelah pamit pada Ken dan Karin serta Arthur Nabila pun pergi bersama Rafael meninggalkan kediaman Ken.
Rara yang masih ada di kamar hanya bisa melihat kepergian Nabila dari balkon.
"Apa karena kejadian kemarin Nabila pergi?" gumam Rara seraya memperhatikan mobil Nabila meninggalkan mansion.
Rara kembali masuk dalam kamar, dan mencari-cari ponsel miliknya, untuk menghubungi Nabila, Rara merasa ikut bersalah jika memang penyebab kepergian Nabila karena dirinya.
"Ponselku?... mana ponselku... Rara mencari ponselnya yang tak disadari telah hilang bersama tas miliknya.
Arthur yang baru datang untuk menjenguk adiknya di buat bingung dengan tingkah Rara yang mondar-mandir mencari sesuatu.
"Ra... apa yang kamu lakukan, mondar-mandir seperti itu, ingat kakimu masih terluka." Arthur menahan lengan Rara agar ia bisa berhenti.
"Dimana ponselku?" kakak ya... yang mengambil ponselku? kembalikan kak, Rara butuh sekarang."
"ponsel apa? kakak gak ada menyembunyikannya, Kakak juga gak tahu kamu menyimpannya." jelas Arthur yang bingung.
"Dimana tas Rara, ponsel Rara ada dalam tas Rara."
"Tas...!!! kamu gak bawa apa-apa waktu Kakak menemukan kamu di depan rumah sakit." jelas Arthur lagi.
"Jadi kalau bukan kakak yang nyimpan dan Rara gak ada bawa, terus siapa yang mengambilnya." Rara terdiam.sesaat mengingat-ingat kejadian yang ia alami." Apa mungkin, tasku di bawa orang gila itu? atau tertinggal di jalan atau rumah sakit." Rara menebak-nebak.
"Kak pinjamkan aku ponselmu, aku ingin menghubungi ponselku, siapa tahu masih aktif dan tahu keberadaan tas milikku dimana"
"Buat apa repot mencari tas dan ponselmu yang sudah hilang. kakak bisa membelikan yang baru buat kamu."
"Pokoknya pinjam ponselnya, bukan masalah ponsel atau tasnya yang Rara cari tapi isinya, sangat berarti buat Rara." jelas Rara dan Arthur pun memberikan ponsel miliknya. Dengan cepat Rara pun mengambil dan segera menghubungi ponselnya.
"Mudah-mudahan ponselku masih aktif, dan siapapun yang menemukannya mau mengangkatnya."Gumam Rara sambil menggigit kukunya berharap ada yang mengangkatnya.
Namun sayang tak ada satu panggilan pun yang di angkat, padahal ponselnya masih aktif.
"Bagaimana apa bisa di hubungi?" tanya Arthur yang masih menunggu. Rara pun menggelengkan kepalanya.
"Gak ada yang angkat." jawab Rara kecewa.
"Kembalikan ponsel kakak, biar kakak lacak posisi ponselmu." Rara pun mengembalikannya pada Arthur. Rara sangat sedih karena kehilangan kenangan yang paling berharga, yang selalu ia simpan di dalam tasnya.
"Ayo ikut kakak Ra, kakak ingin menunjukkan sesuatu padamu." Arthur pun menggandeng Rara dan mengajaknya turun ke lantai bawah.
"kakak mau menunjukkan apa?" tanya Rara namun tak ada jawaban dari Arthur.
Dua orang laki-laki berpakaian rapi, berdiri di tengah ruangan, Mereka Bertubuh tinggi dan juga masih muda.
Rara menatap Arthur, dengan penuh tanda tanya untuk apa laki-laki tersebut.
"Mereka siapa kak?" tanya Rara.
"Mereka yang akan menjagamu dimana pun kamu berada. Sesuai janji kakak. Kakak tak akan membiarkan kejadian yang kemarin terulang lagi. Jadi kakak mencarikan bodyguard untukmu. ini Namanya Kiki usianya 23 tahun dan yang itu namannya Roy 25 tahun." jelas Arthur dan membuat Rara melongo. karena mereka terlihat tampan dan masih muda.
"Aku gak butuh mereka kak, aku bisa jaga diriku sendiri. Lagian aku gak terbiasa ada yang mengawalku." tolak Rara dan Arthur menutup mulut Rara dengan menempelkan jari telunjuknya.
"Kakak tidak meminta pendapatmu, ini sudah keputusan keluarga, jadi kamu tidak bisa menolaknya mengerti."
"Kalian berdua dengarkan, ini adalah Rara adikku satu-satunya, aku ingin kalian menjaganya, karena dia adalah permata keluarga ini, jangan biarkan dia pergi tanpa pengawalan dari kalian." jelas Arthur kepada dua bodyguard baru Rara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!