Sebuah taxi berhenti di depan sebuah gedung apartemen mewah. Seorang wanita cantik berusia sekitar 19th turun dari taxi tersebut. Dia terlihat ragu untuk melangkahkan kakinya memasuki lobi. Dia berhenti dan memandang keatas betapa tingginya apartemen di hadapannya itu.
Dia memejamkan matanya untuk mengambil nafas panjang dan menghembuskan nya perlahan untuk mengurangi rasa gugupnya itu.
"Oke Freya!! Kamu harus tenang. Anggap saja kamu saat ini sedang menghadiri acara tahun baru teman kamu." hibur Freya pada dirinya sendiri dengan seutas senyum cantik nan menawan.
Huftt..Baru saja dia melangkahkan kakinya HP yang dia simpan di dalam sling bag berbunyi. Dia segera mengeluarkan HP nya itu dan melihat siapa yang meneleponnya. "Ada apa lagi sih." gerutunya dalam hati.
"Hallo!!" sapanya setelah menggeser tombol warna hijau pada layar HP yang terlihat sudah ada bekas retakan di ujung bawah sebelah kiri.
"Kamu masih ingat kan tugas kamu apa?" terdengar suara wanita yang memastikan jika Freya masih mengingat tugas yang dia berikan.
"Iya aku ingat." jawabnya setengah malas. Karena setiap menelepon ataupun menge-chat nya wanita itu selalu mengingatkan akan tugasnya malam ini.
"Kamu tenang saja. Dia gak akan kenal sama kamu karena Mama sama Papa belum pernah ngasih foto aku pada pria cupu dan bo doh itu." kata wanita itu mengingatkan Freya kalau pria yang akan ditemuinya itu tidak atau lebih tepatnya belum mengetahui tentang wanita itu.
"Ya walau dia aslinya tampan. Tapi kalau cupu dan bo doh mana mau aku dijodohkan sama dia." sambung wanita tadi dengan masih mencibir si pria yang akan di jodohkan dengannya yang berarti akan di temui Freya malam ini.
Freya hanya berdehem menyahuti perkataan wanita yang meminta tolong padanya itu.
"Jadi aku ingatkan sekali lagi pada kamu." suara wanita itu terdengar serius.
"Tugas kamu hanya membuat pria itu ilfil sama kamu dan kalau bisa merasa jijik sama kamu sehingga dia sendiri nantinya yang bakal meminta memutuskan perjodohan ini dengan sendirinya." sambungnya terdengar jika wanita itu memang benar-benar tidak menginginkan perjodohan itu.
"Iya aku tahu. Nona Shelin tenang saja. Aku akan membuat pria itu sendiri yang nantinya membatalkan perjodohan Nona Shelin dengan Tuan Bara." balas Freya yakin akan kemampuannya yang suka berakting itu.
Ya dulu Freya memang suka mengikuti ekskul drama di sekolahnya waktu SMP juga SMA. Dia juga selalu memerankan peran utama wanitanya. Dia begitu menyukai akting, bahkan dia pernah berkeinginan menjadi seorang aktris papan atas.
Namun entah kenapa disaat kuliah dia justru mengambil jurusan Administrasi Perkantoran, (Kesekretariatan). Karena menurutnya jurusan inilah yang memiliki peluang pekerjaan yang paling dicari sepanjang tahunnya. Oke, kita kembali ke cerita.
"Bagus. Dan perlu kamu ingat...." Shelin menjeda perkataannya membuat Freya harus waspada. Karena dia tahu, Shelin ada wanita licik yang akan mengandalkan berbagai macam cara untuk menjerat musuhnya atau bahkan orang yang dia suruh namun gagal dalam misinya. Dan Freya berharap semoga dia berhasil biar dia tak terjerat oleh kelicikan Shelin. Dia melakukan ini hanya karena Ibunya.
"Kalau sampai kamu gagal. Ibu kamu yang akan menanggung semua akibatnya." ancamnya pada Freya membuat Freya mengepalkan tangannya erat membuat buku kukunya memutih.
"Jangan pernah sentuh Ibu ku." kata Freya setengah berteriak. Dia tidak ingin Ibunya kenapa-kenapa. Karena Ibunya lah yang dia miliki sekarang. Ayahnya sudah meninggal sekitar 3-4th yang lalu bersama adiknya karena kecelakaan saat Ayahnya mengantar adiknya ke sekolah.
Terdengar Shelin tertawa sinis di seberang sana. "Aku tak akan menyentuh Ibu mu jika kamu berhasil menggagalkan perjodohan ini." terangnya.
"Tapi jika gagal. Ibu mu pulang hanya tinggal nyawa." tut. Shelin memutus sambungan sepihak.
Freya memejamkan matanya menahan gejolak rasa di hatinya. Dia melakukan ini hanya karena dia tak ingin membuat Ibunya yang bekerja di rumah Shelin menderita karena kelancangan Ibunya yang tak sengaja masuk ke kamar Shelin. Dia menggantikan Ibunya dalam menerima hukuman yang diberikan wanita psikopat itu. Dia harus mau menggantikan Shelin untuk bertemu dengan pria yang katanya akan dijodohkan dengan Shelin.
"Aku harus berhasil dalam misi ini."
"Aku gak mau terjadi apa-apa sama Ibu."
"Hanya Ibu yang aku punya saat ini."
Freya memantapkan hatinya dan melangkah memasuki lobi dan segera memasuki lift memencet angka 27.
Ting...Pintu lift terbuka segera Freya keluar dari dalam lift. Dia membuka HPnya dan melihat chat yang dikirim Shelin yang berisi nomor kamar apartemen.
Dan ternyata di lantai 27 cuma ada dua kamar saja Nomor yang begitu mirip. 2889a dan 2886a.
Freya memastikan lagi nomor kamar apartemen yang dikirim Shelin. Dia tidak mau kalau dia salah masuk dan berujung kegagalan dalam misinya.
"2889a.." gumamnya dan melangkahkan kakinya dua kali.
Kini dia berdiri di depan pintu kamar apartemen itu. Dengan jantung yang berdegup kencang Freya memberanikan diri memencet tombol Doorbell.
Freya mencet sekali lagi karena tak ada yang membukakan pintu. Dan memencet sekali lagi karena tak kunjung dibuka.
"Ini yang terakhir kali. Kalau tak dibuka juga aku anggap misi ini sudah berhasil. Karena langsung ditolak sebelum bertindak." gumamnya karena hampir sepuluh menit Freya berdiri di depan pintu menanti sang penghuni nomor apartemen 2889a.
Ceklek...Pintu terbuka dari dalam dan menampilkan sosok pria tampan yang memiliki postur tubuh tinggi dan tegap. Beda jauh dari bayangan Freya. "Ini mah ganteng banget. Dimana cupunya?" batin Freya menjerit melihat pria tampan di hadapannya.
"Maaf lama. Silahkan masuk." Pria itu mempersilahkan masuk Freya dengan sangat sopan membuat Freya sempat terpesona dibuatnya.
"Nona.." tegur pria itu membuat Freya tersadar akan lamunannya.
"Ah..Iya.." Freya segera masuk dan mengikuti pria tadi dari belakang.
"Nona tunggu disini dulu. Saya ada perlu sebentar." pria itu meninggalkan Freya sendirian di ruang tamu.
Freya menelisik kedalam apartemen yang begitu besar dan mewah. "Ini bahkan besarnya berkali - kali lipat rumah yang aku tempati sama Ibu." gumamnya.
Freya tersentak kaget saat tiba-tiba di belakangnya ada orang. Dia bahkan sampai mengelus dadanya saking kagetnya.
"Maaf Nona membuat anda kaget." pria itu menunduk sopan pada Freya membuat Freya juga ikut menunduk.
Pria itu tersenyum tipis melihat tingkah Freya.
"Mari Nona ikut saya!!!" pria itu membawa Freya naik ke lantai dua.
"Buset dah...Rumah didalam gedung ini mah." gumam Freya lirih dan masih di dengar pria yang ada di depan Freya walau samar.
"Kok sepi ya? Kata Nona Shelin mereka akan merayakan pergantian tahun. Tapi kok sepi banget?" batin Freya bertanya-tanya.
"Silahkan masuk Nona. Tuan Bryan sudah menunggu anda didalam." kata pria itu menunjuk kamar yang sudah dibuka pintunya itu dan terlihat begitu gelap.
"Bryan....."
*****
Assalamualaikum Readers...
Bismillah, mari kita berlayar di cerita Freya dan si kecil Maura yang selalu menanyakan kehadiran Ayahnya.
Simak yuk kisahnya disini.
"Silahkan masuk Nona. Tuan Bryan sudah menunggu anda didalam." kata pria itu menunjuk kamar yang sudah dibuka pintunya itu dan terlihat begitu gelap.
"Bryan....." gumam Freya pelan. Bukankah orang yang akan di temuinya itu namanya Bara? Kenapa jadi Bryan? Aku gak salah masuk apartemen kan? Freya mundur selangkah, dia harus waspada. Dia gak tahu siapa orang yang ada di dalam kamar yang gelap meski terlihat remang itu. Dia juga belum tahu siapa Bara itu. Yang dia tahu pria yang bernama Bara itu cupu,pakai kaca mata dan juga terlihat bo doh.
"Silahkan masuk Nona. Tuan sudah menunggu anda dari tadi." Freya tersentak dari lamunannya saat mendengar suara tegas memerintahkan dia untuk segera masuk ke kamar.
"Mmm...ak-ku..." Freya menatap sekeliling yang tampak sepi. Ingin dia lari saja dari sana dan menyerah karena takut. Tapi dia juga mengingat Ibunya yang sekarang ada di tangan Shelin.
Pria itu mengangkat sebelah alisnya melihat ketidak nyamanan atau mungkin ketakutan pada wanita dihadapannya.
"Silahkan masuk Nona." sekali lagi pria itu memerintahkan Freya untuk segera masuk ke dalam kamar.
Freya menatap pria itu dan ke dalam kamar bergantian. Kenapa begitu menyeramkan, batin nya. Ya Allah, lindungilah Freya, doanya dalam hati.
Dengan ragu, Freya melangkah pelan ke dalam kamar yang gelap dan sedikit remang karena hanya disinari cahaya sinar bulan dari luar yang masuk melalui kaca jendela yang begitu besar yang sengaja gordennya tidak ditutup memperlihatkan pemandangan malam di kota S.
Brakk
Pintu ditutup dengan keras oleh pria tadi. Freya menoleh ke belakang dan mencoba membuka pintu itu. "Sial. Kenapa dikunci segala sih." geramnya.
"Kau sudah datang sayang."
Freya menoleh dan mendapati seorang pria yang memiliki postur tubuh tinggi dan tegap. Tidak sesuai yang Shelin bicarakan. Ini bukan Bara, batinnya.
"Apa ini Tuan Bryan?" gumamnya lirih seperti bisikan
"Sial!! Aku salah masuk apartemen." Freya mulai ketakutan saat pria itu mendekat. Freya refleks menutup hidungnya saat indra penciumannya mencium aroma alkohol yang begitu menyengat.
"Pria ini mabuk. Aku harus waspada." Freya mengaktifkan alarm waspada pada dirinya. Dia harus waspada akan bahaya yang mungkin terjadi pada dirinya nanti. Dia gak tahu pria itu mau apa. Yang pasti dia harus waspada terlebih dahulu.
"Kenapa lama sekali." pria dengan suara yang begitu berat itu tiba-tiba mencengkram dagu Freya dengan kencang. Refleks Freya memegang tangan pria itu dengan kedua tangannya. Berharap pria itu segera melepaskan cengkraman nya.
"L-lep-pass.." mata Freya sudah mulai berkaca-kaca. Entah kenapa dia tiba-tiba merasa takut. Apalagi Pria yang terlukis dengan bayangan wajah yang memiliki rahang tegas, hidung mancung dan tatapan mata yang kelihatannya tajam terlihat menyeramkan seperti monster meski Freya tak bisa begitu mengenali sosok itu. Pria itu semakin mendekatkan wajahnya pada dirinya.
Freya segera memalingkan wajahnya saat pria itu hendak menciumnya. Cup. Dan bibir pria itu akhirnya mendarat di pipi kanan Freya. "Sial." umpat pria itu tepat di dekat telinga Freya.
Freya memejamkan matanya erat. Dia benar-benar takut. Ini malam tahun baru. Ini juga malam ulang tahun dia. Freya gak mau sesuatu yang buruk terjadi padanya tepat di malam ulang tahunnya yang bertepatan malam tahun baru ini.
"Eghhh.." pria itu menarik pinggang ramping Freya membuat Freya refleks melepas genggaman tangannya pada tangan pria itu dan menumpukan kedua tangannya pada dada pria itu supaya badannya tak begitu merapat dengan badan pria yang menurut Freya menyeramkan itu.
"Kau tak seperti yang di bicarakan Ladysa. Kau jauh lebih menarik dari apa yang Ladysa bicarakan." pria itu berbicara sambil membingkai lembut jarinya pada wajah Freya membuat Freya merinding ketakutan.
"Ladysa? Siapa Ladysa? Apa Ladysa itu Shelin? Apa Shelin menjebak ku?" begitu banyak pertanyaan di benak Freya hingga dia tak sadar kalau bibir pria itu tinggal beberapa senti lagi akan mendarat di bibir Freya.
"Lepas..!!" Freya berteriak memukul dada pria itu saat dia merasakan hembusan nafas panas pria itu mengenai wajahnya. Dia berusaha melepaskan diri dari rengkuhan pria berbadan lebih besar darinya itu.
"Kau gak akan aku lepaskan malam ini. Karena aku sudah membayar mahal pada Ladysa untuk mu menemaniku malam ini." desis pria itu membuat bulu kuduk Freya semakin merinding.
"Aku gak kenal Ladysa. Aku juga gak kenal kamu. Tolong lepasin aku." Freya bergerak terus berusaha lepas dari rengkuhan tangan kekar pria itu.
"Shitt!! Kau membangunkannya baby." geramnya dengan suara parau dan mengangkat Freya layaknya karung beras dan dilemparkannya di ranjang king size yang begitu lembut, empuk dan hangat itu. Tapi menurut Freya ranjang itu seperti ribuan duri yang akan menusuknya dan membuatnya luka.
Freya beringsut kebelakang saat bayangan pria itu merangkak mendekatinya. Dia berusaha menghindar dari pria itu. Dengan segera di berguling ke kanan untuk turun dari ranjang.
Aakkhhhhhh
Teriak Freya saat pria itu menarik kakinya kasar membuat rok dress yang di pakai Freya menyingkap dan memperlihatkan paha mulus nan putih itu. Meski samar namun itu mampu membuat darah pria mengerikan semakin mendidih seperti dialiri listrik ribuan volt.
Pria itu menelan salivanya kasar. Dia sedari tadi menahan gejolak has rat pada dirinya saat melihat Freya yang baru saja masuk ke kamarnya. Menurutnya wanita itu jauh lebih dari segalanya dari wanita-wanita yang dia sewa dari Ladysa.
Apalagi tadi saat dia merengkuhnya, si rosi, alat tempurnya langsung bereaksi tanpa adanya cumbuan terlebih dahulu. Dan itu belum pernah dia temukan pada wanita yang selama ini dia sewa dari Ladysa.
Dengan tak sabar pria itu langsung mencumbu Freya dengan kasar dan tak ada kelembutan sama sekali.
Freya berusaha menghindar dan memberontak saat bibir, lidah dan tangan pria mengerikan itu menyentuh kulitnya.
"Akhhh.." teriak pria itu saat bibir nya digigit oleh Freya.
Dia mengusap darah yang keluar dari bibirnya. Dan menatap Freya tajam dengan api kemarahan, Freya dapat merasakan itu.
"Eghh.." berontak Freya saat dia kembali dikungkung pria itu.
"Kau akan tahu akibatnya gadis kecil." gumamnya tepat didepan wajah Freya.
"Lepaskan aku monster." teriak Freya justru membuat pria itu terkekeh.
"Kalau aku gak mau?" tanya nya sambil menciumi wajah Freya yang terus berusaha menghindar. Freya kesusahan karena kedua tangannya di satukan di atas kepala dan digengamnya dengan satu tangan yang besar itu.
"Lebih baik kau bunuh aku sekarang juga. Kebetulan ini juga bertepatan dengan hari kelahiranku. Jadi impas. Hari kelahiran ku juga hari kematianku." ucap Freya tegas memandang wajah pria itu walau tak begitu jelas.
"Maafkan aku Ibu." batin nya menangis saat dia sudah tak mampu keluar dari kungkungan pria itu. Bahkan pria itu membuatnya merasakan sesuatu yang tak pernah dia rasakan selama ini. Freya terbuai meski dia berusaha sadar sepenuhnya akan apa yang dilakukan pria itu padanya.
Dor..Dor..Dor..
Suara kembang api juga terompet bersautan tepat jam dua belas malam. Pertanda pergantian tahun telah dilalui. Berharap tahun lalu menjadi pelajaran di tahun sekarang untuk menjadi lebih baik lagi.
Disaat yang bersamaan juga terjadi pada Freya. Tragedi malam tahun baru, dia telah kehilangan keperawanannya. Dia kehilangan mahkotanya yang dia jaga selama ini. Monster itu telah merenggut keperawanannya.
"Shelina.." teriaknya di tengah cumbuan yang pria itu lakukan padanya.
"Tolong lepasin aku."
"Tolong...Aku mohon lepasin aku.."
"Tolong..."
Keringat bercucuran di kening dan dahinya, dengan mata terpejam yang mengeluarkan air mata itu juga kepala di gerakkan ke kanan dan ke kiri seperti menghindari sesuatu. Kedua tangannya menggenggam erat pada bantal yang ada di pangkuannya. Wanita itu terus meracau minta tolong untuk dilepaskan.
"Freya....Bangun Frey...." seorang wanita datang membangunkan Freya saat mendengar orang yang berteriak meminta tolong. Dan setelah keluar dari kamar dia mendapati Freya, temannya tengah tidur di sofa dalam keadaan mengigau.
"Hei...Freya ayo bangun." panggilnya dengan menepuk-nepuk pipi Freya berharap Freya segera bangun dan tersadar.
"Freya.." teriaknya
Freya membuka matanya dan menatap langi-langit ruang keluarga. Nafasnya bergemuruh seperti habis dikejar ribuan singa. Dia memimpikan kejadian 6th yang lalu dimana dirinya direnggut keperawanannya oleh orang yang tak dikenalnya di malam tahun baru. Dia hanya tahu namanya Bryan tanpa tahu wujud tampangnya seperti apa. Pria itu begitu mengerikan menurut Freya. Seperti monster.
Pria itu. Pria yang membukakan pintu untuknya dan memintanya masuk ke kamar yang gelap itu. Freya masih mengingatnya. Freya masih mengingat seperti apa wajahnya. Walau dia sendiri tak tahu siapa namanya.
"Kamu mimpi itu lagi?" tanya wanita tadi yang kini duduk disebelah Freya.
"Ini minum dulu." Freya menerima gelas yang disodorkannya untuk dirinya dan segera diminumnya air itu sampai tandas.
"Haus ya.." canda wanita itu saat menerima gelas kosong dari Freya
"Ehmm...Aku memimpikan itu lagi." jawab Freya dengan menatap sebuah potret anak kecil yang tergantung ada di ruang keluarga sambil memegang piala juga medali emasnya.
"Apa kerjaan mu banyak di kantor? Sampai kamu memimpikan itu lagi?" Freya mengangguk pelan, dia terlihat lesu.
"Banyak banget kerjaan sampai harus pulang lembur untuk beberapa hari kedepan." kata Freya dan kembali merebahkan kepalanya di sandaran sofa.
"Bos mu itu gila ya. Ngasih kerjaan gak tanggung-tanggung. Ini sudah hampir seminggu loh Frey, kamu lembur terus" omel wanita itu pada Bosnya Freya.
"Bukan Bos ku yang gila, tapi Presdir yang dipusat yang gila." sungut Freya yang kesal karena harus memberikan laporan keuangan dari satu tahun kebelakang. Dan harus di selesaikan dalam waktu dua minggu. Dan harus Freya sendiri yang mengerjakannya. Ini benar-benar gila. Mana sanggup Freya mengerjakan itu sendirian. Mana saat protes malah ditambah lagi kerjaannya. "Presdir gila." umpat Freya dalam hati.
"Memang kamu gak ada asisten apa?"
"Kalau aku punya asisten aku gak bakal lembur Mutia, sayang." Freya yang gemas langsung mencubit kedua pipi Mutia.
"Bunda.." panggil anak kecil dengan suara serak khas bangun tidur yang berjalan ke arah mereka.
Freya melepaskan tangannya yang ada di pipi Mutia dan langsung mengangkat tubuh anak kecil itu ke pangkuannya.
Mutia mencibirnya sambil mengusap-usap pipinya yang panas karena bekas cubitan Freya.
"Bunda kenapa gak mindahin Maura ke kamar Bunda? Bunda baru pulang?" tanya si ke Maura yang sedikit mengangkat wajahnya menatap sang Bunda.
Freya mengusap lembut rambut kepala juga pipi Maura sambil tersenyum. Lelahnya hilang saat melihat wajah putrinya yang cantik jelita ini.
"Maafin Bunda ya sayang. Bunda ketiduran di sofa." sesal Freya yang tidak bisa menemani putrinya dalam beberapa hari terakhir ini.
"Maura cantik, kenapa sudah bangun?" tanya Mutia karena sekarang jam masih menunjukkan setengah empat lebih sepuluh menit pagi.
"Maura kangen Bunda." ucapnya lirih dan langsung memeluk Bunda Freya.
Freya memejamkan matanya, membalas pelukan putrinya itu. Dia tahu akhir-akhir ini dia begitu sibuk sampai lembur. Hingga tak terasa satu persatu butiran air lolos dari pelupuk matanya.
Mutia yang melihat Ibu dan anak Itu merasa kasihan. Dia kenal Freya sekitar 5th yang lalu waktu Freya menjadi mahasiswa baru di universitas yang sama dengannya dikota Y. Yang sama-sama masuk lewat jalur prestasi.
Sejak saat itu mereka berteman sampai sekarang. Dia mengenal Freya sebagai sosok yang kuat akan hinaan dan cacian dari orang yang menganggapnya rendah. Apalagi Freya memiliki anak tanpa sosok seorang Ayah dan suami disisinya.
Freya juga seorang wanita mandiri dan baik. Dia tak segan menolong orang meski dia sendiri perlu pertolongan.
Mutia juga baru mengetahui fakta kalau Freya sudah memiliki anak saat Ibunya Freya meninggal tiga tahun yang lalu. Dia juga begitu kaget saat Freya menceritakan masa lalunya yang menjadikannya single parent buat putri kecilnya, Maura di usia yang masih tergolong muda.
Dan sejak saat itulah Mutia tinggal bersama Freya dan juga si kecil Maura yang selalu memanggilnya Mama.
"Mola anggil ante tiya Mama saja ya? Bial Mola puna dua Ibu. Bunda sama Mama."
Mutia sendiri dia anak yatim piatu yang tinggal bersama Paman dan Bibi nya. Namun sejak Ibu nya Freya meninggal, Mutia lebih memilih tinggal bersama Freya dengan alasan karena adanya si kecil Maura yang langsung membuatnya jatuh cinta.
"Maura mau makan apa? Biar Mama yang bikin sarapan pagi ini." kata Mutia mengalihkan perhatian Ibu dan anak itu yang sedang menyelami rasa rindu.
Freya segera menghapus air matanya kasar sebelum putrinya melihatnya.
Maura nampak berfikir, dia menatap Bundanya meminta pendapat. "Makan nasi apa makan roti, Bunda?"
"Memangnya Maura mau makan apa?" tanya Freya balik pada putrinya yang masih berada di pangkuannya.
"Maura ingin makan nasi yang di gulung sama rumput laut itu loh, Bun." jawabnya dengan mata berbinar membayangkan betapa lezatnya makanan itu.
"Yang lain aja sayang. Rumput lautnya habis. Belum beli kemarin." sahut Mutia sedikit menyesal. Padahal kemarin dia belanja tapi lupa tidak membeli rumput laut.
Wajah Maura langsung cemberut. Tadi ditanya minta apa, giliran dia minta malah disuruh minta yang lain aja. Padahal Maura sudah ingin banget makan nasi yang di gulung dengan rumput laut itu.
"Gimana kalau Bunda bikinin Maura rolade ayam saja." tawar Freya menatap putrinya itu. Karena dia tahu, putrinya itu paling suka rolade ayam. Apalagi yang bikin Bunda Freya.
"Sama nauget juga ya, Bun." katanya dengan wajah kembali ceria tak lupa matanya yang dikedip-kedipkan lucu.
"Kamu kok ngelunjak banget sih sayang, hmm." Freya menciumi wajah putrinya itu dengan gemas dan memberi gelitikan di perut Maura membuat Maura bergerak di pangkuan Bunda Freya dan berusaha menghindar dari serangan Bundanya. Tangan Freya satunya dia gunakan untuk memegangi putri kecilnya supaya tidak jatuh.
"Mama tolongin Maura." teriak Maura diiringi tawanya, dia merasa geli karena ulah Bunda Freya yang mencium dan menggelitiki perutnya.
Mutia hanya diam saja melihat drama di depannya itu sambil tertawa juga tentunya. Dia merasa iri sama Freya yang begitu kuat, sabar dan tabah dalam menjalani hidup yang keras dan penuh hinaan, caci maki ini.
"Kamu wanita tangguh dan hebat Freya."
"Kamu mampu membesarkan dan mendidik Maura dengan baik."
"Bahkan Maura begitu pintarnya dalam bidang matematika di usia yang belum menginjak tiga tahun."
"Juga dia begitu pandai lima bahasa selain bahasa Indonesia tentunya."
"Bahkan IQ ku lebih rendah dari Maura yang memiliki IQ 160."
"Kamu berhasil melahirkan anak jenius walau tanpa adanya sosok Ayah dan Suami disisi kamu, Freya."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!