NovelToon NovelToon

Lost Memory

Satu

"Tak bisakah aku masuk dalam kehidupanmu?"

"Jangan mimpi. Disini kehadiranmu tak lebih dari wanita bayaranku."

Ucapan dingin itu masih membekas di ingatan Grey. Davinia Anggreisya, wanita dua puluh dua tahun itu telah menangguhkan diri untuk menjadi istri kontrak dari Darrel Tristan Rizky Nanda, anak pewaris dari grup Adi Jaya di perusahaan properti yang masuk dalam jajaran top ke duapuluh besar di Asia Tenggara.

Bukan cuma-cuma seorang Grey menyodorkan diri, namun semua yang dilakukan didasari oleh uang. Tepatnya dua tahun lebih lalu usaha yang digeluti Ayahnya bangkrut. Meski aset yang dimiliki telah tersita nyatanya menyisakan hutang yang menggunung, puncaknya Ayahnya yang tak sanggup lagi melunasi hutang-hutang akhirnya memilih untuk mengakhiri hidup.

Grey tertekan dan pihak Bank seperti tak bisa mentolerir keadaan. Grey yang saat itu masih menjadi mahasiswi pada semester empat pun akhirnya memilih untuk tak melanjutkan sekolah, dan diam-diam ia menemui salah seorang mahasiswi yang dikenal sering berinteraksi pada dunia malam. Karena sudah menjadi rahasia umum bagi kalangan mahasiswi di kampusnya jika ingin menunjang kehidupan yang serba tersedia, harus ada yang bisa ditawarkan dan ditukar dengan harga diri yang dipunya. Dan contohnya, Grey yang lakukan sekarang.

Grey tanpa pikir panjang yang saat itu benar-benar membutuhkan uang banyak pun menerima tawaran saat ada orang yang berniat menggunakannya dalam jangka waktu yang panjang. Dua tahun ia menjalani kontrak pernikahan, meski saat semula ia berfikir kemungkinan buruk orang yang memakainya adalah lelaki tua bangka, namun kenyataannya salah. Ia justru dipertemukan oleh Darrel, pria yang mungkin dikagumi oleh kalangan wanita di luaran sana.

Grey sendiri mengakui jika Darrel pantas diperhitungkan, selain dari segi uang sejak awal bertemu ia sudah terpikat dengan ketampanan yang dimiliki wajah Darrel. Pria dengan bawaan dingin namun nyatanya penuh kharisma, hingga ia yakin bukan hanya dirinya namun wanita di luaran sana akan mudah jatuh hati dan tak segan menyerahkan diri dengan cuma-cuma dari kungkungan pria tampan nan mapan itu.

Grey pun mendesah, dengan badan masih tergolek di ranjang dan selimut menutupi bagian tubuh polosnya tapi isi pikirannya telah melanglang buana kemana-mana. Sejak dua hari yang lalu ia mendapat kabar jika tagihan utang yang pernah diambil dari salah satu Bank swasta yang dulu dipergunakan untuk menangguhkan pelunasan hutang Ayahnya justru dikabarkan mengalami penunggakan.

Padahal ia sudah memperhitungkan jika dua bulan terakhir utang yang dimilikinya telah lunas, tapi pihak penagih bersikeras jika masih ada utang-utang yang tersisa. Ia pusing, jika benar demikian ia sudah tak tahu bagaimana cara membayarnya lagi sementara kontrak pernikahannya dengan Darrel akan berakhir tiga bulan lagi.

Grey menjambak rambutnya, kepalanya semakin pening. Tak mungkin ada kesalahan hitung dari Bank dan ia yakin tak pernah sekalipun membayar cicilan secara menunggak, semua dilakukannya tepat waktu dan ia sangat yakin hutang sudah lunas dari dua bulan lalu. Sisanya yang yang didapatinya dari jatah bulanan yang diberikan Darrel akan dipergunakannya untuk tabungan bekal hidup usai ia benar-benar berpisah dari pria itu.

Grey mendengkus dan segera beranjak dari pembaringannya, menanggalkan selimut dan menjatuhkan ke lantai lantas melenggang dengan tubuh polos menuju arah kamar mandi.

Siang ini ia berencana ingin menyelesaikan masalahnya dengan utang piutangnya, dan setelah ia terbebas dari keterikatan utang maupun kontrak pernikahannya dengan Darrel, ia ingin merasakan kembali kehidupannya yang bebas.

To be continued

Dua

Mulut Grey menganga mendapati catatan yang ditinggalkan oleh Darrel di atas meja makan.

"Malam nanti aku pulang."

Biasanya pria itu hanya meninggalkan lembaran uang atas upahnya yang bermulut manis ketika di ranjang. Seperti layaknya semalam, lidah Grey seperti terpuntir ketika merengek meminta agar ia tetap tinggal di kehidupan pria itu.

Ya, semata hanya rayuan dan Grey sudah menganggap dirinya tak lagi memiliki harga diri semenjak ia memutuskan untuk menangguhkan hidupnya demi uang.

Sudut bibir Grey terangkat mengambil lembaran uang dan memasukkannya ke dalam dompet. Lembaran catatan itu ia tinggalkan di atas meja dan ia segera pergi berlalu meninggalkan apartmentnya. Tempat khusus yang diberikan Darrel untuknya tinggal. Dan entah mungkin setelah kontrak pernikahannya berakhir ia tak akan bisa lagi untuk tinggal disana.

Beragam fasilitas dan biaya hidup memang Grey dapati dengan mudah, hampir di dua tahun ini ia tak merasa sedikit pun kekurangan. Sebagai hubungan timbal balik Grey juga paham akan statusnya yang juga di mata hukum pernikahannya dilakukan secara sah dan artinya ia wajib menyenangkan suaminya, mengambil hati suaminya dengan kalimat-kalimat rayuannya hingga mengimbangi apa yang diinginkan suaminya ketika mereka sama-sama di ranjang.

Ya meski semua yang terjadi Grey yakin akan menjadi boomerang untuk dirinya di kemudian hari. Karena bukan tanpa sebab, ia sudah bergantung. Untuk meninggalkan fasilitas dan lilitan jerat hutang saja rasanya mustahil bila dan andai ia dulu tak bertemu dengan sosok Darrel.

Ditambah sekarang ada kabar hutangnya yang belum selesai, rencana awal uang yang masih bersisa bila ia benar-benar berpisah dengan suaminya tak lagi bisa ia genggam sebab hutang sialan yang nyatanya tak kunjung usai.

Grey mengeram, memukul stir mobilnya. Suntuk pikirannya ditambah kemacetan di jalan benar-benar membuatnya frustasi.

Hingga setengah jam berlalu ia baru bisa sampai di salah satu Bank swasta tempatnya dulu menarik pinjaman yang dicicil rutin dari uang pemberian suaminya. Ia yang telah membuat janji kini langsung menemui pihak pegawai Bank dan mereka menjelaskan jika ada pengajuan hutang baru dari beberapa bulan lalu.

Grey tercengang, membaca bukti laporan. Terdapat catatan yang mengatasnamakan dirinya diwakili oleh Abimana Krisnanda selaku adik kandungnya telah mengambil tambahan pinjaman. Dan tak main-main ada tanda tangannya tertera dalam berkas perjanjian, jelas itu bukan ia yang menandatanganinya.

Grey ngotot berdebat dengan pegawai Bank tapi tak ada hasil dan total yang diambil tak kira-kira sebab melebihi ratusan juta.

Seketika itu juga tubuh Grey lemas, bahunya merosot. Ia menjatuhkan lembaran kertas di tangannya, rasanya ia tak mampu mengelak dengan catatan itu. Tapi di sisi lain ia juga ingin murka, dan menanyakan sendiri kepada adik lelaki satu-satunya tentang tujuannya mengambil tambahan utang yang nominalnya sudah tak bisa dinalar di kepala.

Grey tak lagi membantah, ia berucap permisi kepada pegawai Bank. Dalam perjalanannya pulang ia mencoba mendial nomor adiknya, namun sialnya nomor itu sulit sekali tersambung.

Hingga pada saat tiba di rumah ponsel Grey berbunyi, buru-buru ia mengangkatnya sebab adiknya lah yang menghubunginya.

"Bian, apa maksudmu mengambil tambahan pinjaman di Bank? Dan kenapa kamu lakukan itu!? Otakmu dimana!" Grey meluapkan emosinya, ia mengeram tak habis pikir dengan ulah adiknya. "Padahal kamu tahu, kakak sudah mati-matian melunasi hutang itu. Lalu kamu kemanakan uang yang sudah kamu ambil?"

"Itu Kak, aku bisa jelaskan."

"Jelaskan? Sekarang katakan!" kata Grey membentak dan terus saja mendesak adiknya.

"Aku usaha Kak. Aku melakukan usaha, niatku ingin membantu kakak untuk melunasi hutang itu. Awalnya aku sudah mencoba dan berhasil, tapi ketika aku pasang taruhan banyak, ternyata aku ditipu temanku..."

"Apa? Apa maksudmu, taruhan? Bian! Apa yang sebenarnya kamu lakukan? Kamu berjudi? Uang itu kamu lakukan untuk berjudi?" Grey sedemikian murka usai menyimpulkan kelakuan adiknya. Padahal selama ini ia menempatkan adiknya di tempat yang jauh darinya agar adiknya tak tahu apa-apa yang dilakukannya serta menempatkan adiknya itu di sekolah perguruan tinggi yang bagus, namun hasilnya semua di luar dugaan. Grey seperti ditusuk-tusuk belati di seluruh tubuhnya.

Grey bertambah murka saat panggilan teleponnya berakhir. Ia ingin sekarang juga mendatangi adiknya dan meluapkan emosi juga kecewanya, demi Ayah yang meninggalkan hutang dan demi adiknya agar dapat penghidupan yang baik dari dirinya tapi justru semua usahanya sia-sia belaka.

Apalagi harapannya sekarang, nyatanya sudah tak ada. Harga dirinya telah lama hilang dan ia ingin mengungkapkan kata-kata itu kepada adiknya yang tak punya otak menambah beban hutang padanya.

Grey pun bergegas memesan tiket ke tempat adiknya berada, entah masalah selesai atau tidaknya nanti yang jelas ia tak ingin menanggung sendiri hutang yang sebenarnya tak jadi tanggungannya. Ia capek dan lelah, sebab hidup seperti bukan dirinya.

Setelah Grey bersiap, ia pun memacu mobilnya menuju jalan Bandara. Beruntung ia mendapat tiket pada saat itu juga dan demi mengejar waktu ia memacu kendaraannya, namun ia baru teringat karena ketergesaannya ponselnya tertinggal.

Grey kalut dan cepat memutar kemudinya, namun kini naas, ia yang hilang fokus mengendalikan mobilnya kesulitan menghindar dari kendaraan yang berpacu cepat berlawanan arah dengannya. Hingga mengakibatkan mobilnya ditubruk dan terpental melewati pembatas jalan, seluruh tubuhnya terhantam kuat hingga ia hilang kesadaran.

To be continued

Tiga

Apartemen dalam kondisi gelap ketika Darrel tiba disana. Keningnya mengernyit, kali ini berbeda, tak ada yang menyambutnya ketika datang.

Berpesan atau kedatangannya yang secara tiba-tiba, wanita yang hampir dua tahun terakhir ini menemaninya akan menyambutnya dengan kata sapaan manja sekaligus kecupan tanpa sekali pun ia minta.

Darrel berjalan menuju arah saklar lampu dan seketika cahaya lampu memenuhi seisi ruangan. Matanya mulai mengedar, menyadari jika memang tak ada orang di sekitarnya sebab kini gorden jendela masih tersibak menampakkan pemandangan malam.

Mata Darrel mulai mengamati dan sorot matanya kini tertuju pada lembaran kertas yang ditinggalkannya esok pagi tadi beserta ponsel yang tergeletak di sampingnya.

Bergegas ia melangkahkan kaki menuju ke sana, menggapai ponsel dan menghidupinya. Nampak beberapa panggilan telepon tak terjawab, lantas kemana perginya sang pemilik ponsel yang sekarang ada digenggamnya.

Darrel kali ini memilih memutar langkah menelpon asistennya agar menjemputnya lantas mematikan saklar lampu dan keluar dari apartement.

"Gak jadi tidur disini?" tanya Andreas melajukan mobil usai Darrel duduk di samping kursi kemudi.

Andreas bukan hanya sekedar asistennya melainkan ia juga berteman baik dengan Darrel selama di bangku kuliah. Kedekatan mereka lah yang membuat Darrel mempercayakan sebagian besar bisnisnya untuk ditangani dan dibantu oleh Andreas.

"Grey tidak sedang di rumah."

Sudut bibir Andreas berkedut, menyadari ada hal yang aneh apalagi sikap orang di sampingnya yang nampak suntuk.

"Gak coba kamu telpon dulu, bisa jadi dia sedang keluar nyari makan atau beli kebutuhan mendesak. Aku tahu wanita sering berbelanja hal yang aneh-aneh."

"Ponselnya ditinggalkan di rumah, dan aku yakin perginya sudah lama."

Alis Andreas terangkat tinggi-tinggi. "Kamu berbuat kesalahan? Apa ngambek barangkali atau lagi nyari gadun baru," ucapnya meledakkan tawa.

Mulut Andreas langsung terkatup, menyadari bercandanya terlalu berlebihan. Ia lantas melirik dan didapati orang di sampingnya yang justru menghempaskan punggung pada sandaran jok mobil sambil memejamkan mata. "Kalau sudah sampai, bangunkan aku."

Andreas tak langsung menjawab perintah itu, menyadari jika candaannya tadi tak ditanggapi sedikit pun.

"Sudah kamu pikirkan, tentang hubungan kalian? Mau lanjut berjalan atau kamu sudahi begitu saja setelah habis kontrak. Kalau pendapatku sih gak ada salahnya kamu lanjutin hubungan ke arah serius. Lagian hampir dua tahun ini yang kutahu Grey tak pernah berbuat ulah, dia menurut padamu. Dan juga aku sudah cari tahu tentang keluarganya, kalau Grey..."

"Di depan ada halte. Hentikan mobilnya disana," ucap Darrel memotong perkataan Andreas.

Andreas melirik bingung dan pandangan orang di sampingnya hanya menjurus ke arah lurus.

"Mau apa berhenti disini?" tanya Andreas yang memelankan laju mobilnya karena sudah dekat dengan halte yang dimaksud.

"Turun. Aku masih ada urusan," ucap Darrel datar.

"Gak bencanda kamu, Rel? Tinggal sedikit lagi kita sampai. Pulang pun aku berencana pakai mobil ini karena besok pagi ada meeting."

"Bukan urusanku, turun dan cari taksi. Aku yakin kamu tak kekurangan uang," kata Darrel yang langsung membuka pintu samping mobilnya, ia berjalan tegap mengitari mobil. Lantas membuka pintu kemudi dan memberi perintah agar sahabat sekaligus yang merangkap sebagai asistennya segera turun dari mobil.

Andreas tak bisa membantah, usai ia turun kini mobil yang dikendarai Darrel melaju kencang meninggalkan tempatnya. Dan masih di tepi jalan Andreas mengumpat dengan kata-kata penuh kesal.

"Darrel sialan! Aku sumpahi si Grey gak bakal pulang dan akan mencampakkanmu. Dengan begitu aku ingin tahu gimana kamu nanti nangis darah hingga aku bisa menertawakanmu dengan puas. Kita lihat saja," teriak Andreas diakhiri dengan tawa dan baru sadar jika orang-orang yang berada di halte tengah menatap aneh ke arahnya.

"Darrel sialan," gumamnya pelan akibat kesal bercampur malu.

To be continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!