NovelToon NovelToon

DATAR

Sabuk Pengaman

Diandra Permata murid SMA St Theresia. Memiliki paras cantiknya namun sayang harus terhalang oleh kacamata yang membingkai diwajahnya. Kulitnya yang putih berubah merah merona ketika dirinya merasa kesal dan kepanasan terlihat. Warna yang mengoda dan terkadang membuat orang lain iri karna Ia tidak perlu menggunakan blush on dipipinya.

Rambutnya yang lurus panjang dan sedikit berwarna pirang diikat menjadi satu keatas mirip ekor kuda.

Tinggi badan 159 dan berat badan yang selalu konsisten di 48 kg membuat orang tidak percaya bahwa porsi makan yang dia miliki beda tipis dengan tukang kuli bangunan. Tidak pintar juga tidak bodoh dan bisa diandalkan jadi catatan transparan saat ujian. Lebih sering menyendiri dan mengabaikan gosip-gosip heboh disekolah.

Sejak kelas 10 Dian selalu mengenakan atasan seragam sekolah yang kebesaran kecuali baju olahraganya. Dan hari ini cewek satu kelasnya kompak mengenakan baju olahraga selama perlombaan berlangsung.

Setiap tahunnya di bulan Agustus akan diadakan perlombaan antar kelas dalam rangka menyambut hari kemerdekaan yang jatuh pada tanggal 17 Agustus. Satu Minggu sebelumnya berbagai perlombaan akan diselenggarakan oleh OSIS. Perlombaan yang diadakan pun beragam diantaranya adalah Cerdas cermat, Pidato, Basket, Badminton, Voly, Masak, Rangkai Bunga,Tarik Tambang,Band dan lain sebagainnya.

Setiap kelas pun bersaing menunjukkan kemampuan mereka dari berbagai perwakilan murid dihadapan Juri sekaligus menjadi batu loncatan untuk tebar pesona dihadapan murid lainnya. Juri adalah Guru-guru yang sudah dipilih oleh anak OSIS dari jauh hari.

Ini adalah tahun kedua bagi Dian menjadi murid disekolah St Theresia. Sama seperti tahun lalu Dian tidak pernah ikut serta dalam perlombaan apapun. Ia lebih memilih menonton dari lantai atas ke lapangan. Jika ada cowok yang menyegarkan matanya barulah ia akan turun ke lapangan untuk menonton dan berbaur dengan yang lain.

"Bukannya orang dengan keringat banyak itu terlihat sangat jorok ya! Tapi kenapa kali ini Dia malah terlihat begitu menggoda?" gumam Dian dalam hati mengagumi cowok yang sedang bermain basket dilapangan.

Seperti biasa saat menonton Dian harus menghadapi situasi yang tidak menyenangkan. Teriakan histeris cewek-cewek yang membuat telinganya hampir meledak.

"Mereka baru habis nelan speaker ya? Kupingku hampir meledak menampung suara cempreng yang melengking ini." gumam Dian dalam hati menutup kupingnya.

Selain teriakan kini kulit Dian pun mulai memerah karna desakan dan himpitan penonton lainnya. Ia pun menarik dirinya dari himpitan orang-orang dengan wajah kesal.

"Mungkin ini yang dinamakan cewek jahat." ucap Dian mendorong mereka yang telah menjepitnya hingga terjatuh ke dalam lapangan basket.

"Upss!" ucap Dian pergi meninggalkan tempat dengan memasang wajah seolah bukan dia yang mengakibatkan sederetan cewek-cewek roboh masuk ke lapangan basket.

pritt! suara priwitan pengurus OSIS yang disusul oleh pengurus lainnya membantu cewek-cewek dilapangan.

Sementara Dian yang masih kesal berjalan keluar sekolah menuju toko pakaian milik Yayasan sekolah.

"Mau beli apa,dek?" tanya wanita penjaga toko melihat Dian berdiri sambil memperhatikan seragam-seragam sekolah.

"Kak, Aku mau seragam sekolah tapi atasannya saja yang ukuran S."

"Kosong,dek."

"Kalau yang M."

"Kosong juga."

"Mengapa kosong semua sih!inikan baru bulan delapan harusnya masih ada atasan anak baru yang tersisa." gumam Dian dalam hati dengan raut wajah kesal.

"Kakak yang cantik apakah gak ada atasan anak baru yang tersisa satupun untukku?" Tanya Dian dengan lembut merayu penjaga toko.

"Adik cantik yang masih ada ukuran XL kamu bisa menjadikannya selimut untuk tidur." balas penjaga toko meledek Dian.

"Kakak lagi ngejek aku ya?" tanyanya kesal.

"Enggak loh. Kakak ini hanya memberi saran kalau kamu mau membelinya hehe."

"Sama aja,Hump!" ucap Dian berbalik pergi meninggalkan toko dengan penuh kesal.

"Daripada aku kesal mending aku nongkrong diwarung mie aja deh. sekalian nunggu jam pulang. Daripada aku harus balik kedalam sekolah yang panas dan gerah." gumam Dian berbelok menuju warung mie balab.

Jam ditangan menunjukkan 13.30 Dian kembali ke sekolah. Sekolah sudah terlihat sepi hanya ada anak OSIS dan beberapa murid membantu membereskan sedikit kekacauan dilapangan. Dian naik menggunakan tangga yang biasanya digunakan oleh guru menuju kelas yang ada dilantai dua dan tiga.

Sampai dilantai tiga tidak ada satupun murid yang terlihat. Balkon depan dan belakang semua kosong. Hanya pot bunga yang masih tergantung disisi railing. Padahal saat hari-hari biasa masih ada satu dua pasangan yang masih terlihat berdiri saling tatap-tatapan.

Dian menelusuri balkon depan setiap kelas sambil melirik kecil pada kelas-kelas yang sudah kosong. Minggu ini adalah saat menyenangkan bagi semua murid. Peluang pulang lebih awal pun sangat besar sekaligus membiarkan keadaan kelas dengan kursi dan meja yang berantakan. Seperti halnya dengan kelas Dian yang berada nomor dua dari ujung.

"CK!Kenapa kursiku bisa ada didepan meja guru?" tanya Dian pada dirinya sambil menyeret kursi ketempat yang seharusnya berada. "Baru tahu keempat kaki kursi ini bisa jalan saat aku gak ada." ucap Dian lagi mengambil tasnya dan pergi meninggalkan kelas.

KREKK! suara pintu besi tangga murid yang ada lebih dekat dengan posisi Dian tertarik. Dian berlari dan melihat dari atas seorang petugas keamanan sekolah telah menguncinya.

"Astaga!harus balik berjalan panjang ke ujung lagi dong." ucap Dian berbalik menuju tangga yang dia gunakan sebelumnya saat naik keatas.

Dian pun berjalan menelusuri kelas-kelas yang sudah pada terkunci. Ketika ia hendak menurunkan kaki kanan pada anak tangga pertama.

TAKK! suara yang tak asing sekaligus membuat Dian merasakan ada yang terasa longgar dalam dirinya.

"Ya Ampun kaitan Behaku lepas!" ucap Dian menepuk jidatnya. "Aduh!gimana nih. Toilet juga jauh lagi diujung." keluhnya. "Cuma ada laboratorium yang ada didekat sini." Mengecek pintu laboratorium. "Yah, malah kekunci." berbalik badan menyandar kepintu sambil memperhatikan sekitarnya. "Disini aja gak pa-pa kali ya." Menggeser posisi tubuhnya ke dinding. "Mumpung gak ada orang juga." ucapnya pada dirinya sambil menempelkan punggungnya Kedinding.

Bukk! melempar tasnya kelantai. Kemudian menjulurkan kedua tangannya masuk kedalam bajunya yang berada di bagian belakang. Dengan penuh perjuangan jari-jarinya mencoba untuk mempertemukan ujung-ujung behanya.

Di waktu bersamaan langkah kaki Rifki yang begitu pelan menapaki anak tangga menuju keberadaan Dian. Rifki melangkah sambil menyisir rambutnya kebelakang menggunakan jari tangan kanannya. Angin sepoi-sepoi yang berhembus datang menepis atasan yang terbuka hingga memperlihatkan kaos putih yang melekat ditubuh atletis itu. Dian yang sedang berjuang mempertemukan kaitan yang satu dengan yang lainnya tidak menyadari kedatangan Rifki yang kini terhenti menatapnya.

"Dia lagi ngapain?Garuk punggung? tapi kenapa sampai masukin tangan segala kedalam ba---." Tanya Rifki terputus dengan menaikan salah satu alisnya. "--ju?" sambungnya lagi memperhatikan Dian yang masih berjuang mengkaitan behanya. "Sial!sabuk pengamannya lepas." gumam Rifki dalam hati melanjutkan langkahnya kearah Dian berada. "Apa segitu susahnya?" tanya Rifki pelan meneruskan langkahnya.

"Dasar cewek bodoh!" Umpatnya dalam hati.

"CK!Beraninya dia melakukan itu disini. dia gak takut apa dipergokin cowok ditempat sepi begini?" sambungnya dalam hati sambil menggelengkan menggelengkan kepalanya.

"Gimana kalau aku goda sedikit?" tanya cowok itu pelan disertai dengan bibir yang tersenyum nakal.

"Huh! pegal banget nih tangan." keluh Dian yang berhasil mengkaitkan behannya sambil melihat kebawah dan mendapati ada sepasang sepatu berhenti didepannya.

"Mau aku bantu pasangin gak?" tanya Rifki membuat Dian mengeluarkan kedua tangannya dari dalam baju.

"Suara ini kayak pernah dengar." gumam Dian dalam hati mendongak keatas.

"RIFKI!" teriak Dian terkejut dengan merapatkan dirinya Kedinding.

"Eh?Kamu kenal Aku?" sahut Rifki.

"Eh?! A-Aku pergi dulu." ucap Dian mendorong Rifki lalu memungut tas miliknya dari lantai.

"Tunggu!" Panggil Rifki.

"Ya?!" sahut Dian berhenti ditangga. "Kenapa?" tanyanya polos menoleh ke Rifki.

"Sabuk pengamannya gimana? Udah kepasang belum?" tanya Rifki menggoda dan berusaha menahan tawa melihat ekspresi wajah Dian.

"K-Ka-Kamu barusan lihat." seru Dian memalingkan wajah malunya dari Rifki.

"Iya. Haha." jawab Rifki melepas tawanya. Ia tak kuasa untuk menahannya sejak tadi.

"Dasar tukang ngintip!" teriak Dian mempercepat menuruni tangga meninggalkan Rifki yang masih tertawa.

"Bisa gak sih dia pura-pura gak lihat saja. Pakai acara diperjelas lagi!" gumam Dian dalam hati menahan malu dan kesal.

"Kenapa harus dia coba? pakai ketawa lagi itu anak! Argh,buat kesal!. Ini semua salah Nenek!kenapa juga miniset dilemari semuanya pada hilang. Yang ada malah beha-beha sialan ini!." dumel Dian.

"Jangan sampe lepas lagi sabuk pengamannya!" teriak Rifki dari atas membuat Dian terhenti.

"Sabuk pengaman palamu!" Balas Dian mendongak kesal.

****

Visual

1. Dian Permata

Cantik,polos dan sedikit konyol.

(Model Natasha Wilona)

2. Rifki Hermawan

Ganteng tapi gak playboy 😜

(Model Junior Roberts)

Pindah Sekolah

Rifki Hermawan cowok dengan wajah tampan ini adalah teman sekelas Dian. Dian pertama kali melihat Rifki saat keduanya berada di kelas 11-IPA2 pada Minggu kedua bulan Juli lalu. Dian yang dulu menganggap cowok yang memiliki paras tampan hanya sekedar sebagai penyegar mata sesaat. Sipenyegar mata itu hanya ada diantara anak OSIS tahun lalu yang datang ke kelas dengan membawa kotak bertuliskan sumbangan. Dan Dian menyadari bahwa ada penyegar mata yang berkepanjangan.

"Semakin dilihat segarnya sampai merasuki kehati. ini kalau aku lagi panas dalam pasti langsung sembuh." gumam Dian terpaku menatap Rifki.

Dian pun bergegas mulai mencari informasi tentang Rifki. Dewi Fortuna seakan berpihak pada Dian dengan memberikan teman semeja seperti April.

April murid cewek dengan isi tas yang kebanyakan peralatan make up ketimbang buku ini adalah penggemar berat Rifki. Keberadaan April memudahkan Dian mengetahui banyak hal tentang Rifki tanpa bertanya terlebih dahulu.

Setiap hari di kantin April dengan sukarelawan menceritakan betapa populer dan menariknya Rifki. Yang mengagumi Rifki berasal dari semua kalangan. Banyak cewek yang tergila-gila pada Rifki bahkan guru wanita yang masih lajang pun suka tebar pesona. April bahkan mencatat nama-nama cewek yang mengejar-ngejar Rifki sampai ke kelas di bon pembelian make up yang ada di dompetnya.

"Kamu ngekorin Rifki setiap hari,Pril?" Tanya Dian membuka bon-bon yang dikeluarkan April.

"Setiap pulang sekolah aku itu bantuin mama di salon. Mana ada waktu ngekorin Rifki." Jawab April

"Jadi mama kamu punya salon. Pantesan aja tas isinya semua make up."

"Iya. Aku ambil dari salon mama aku hehe."

"Terus gimana cara kamu dapat nama-nama cewek ini semua?"

"Akukan sekelas bareng Rifki. Jadi setiap pagi bakalan lihat cewek-cewek dari kelas lain yang mondar-mandir sudah kayak gosokan. Ada juga yang sampai nyamperin tapi malah diabaikan Rifki." Jawab April menjelaskan

Setelah mendengar beberapa cerita versi April ditambah dengan pembicaraan dari cewek lain dari hasil nguping. Dian semakin tertarik dan juga mendengar kabar buruk mengenai Rifki.

Baru-baru ini Dian mendengar dari bisik-bisik tetangga bahwa Rifki mendapat surat panggilan.

Istirahat kedua di Kantin

"April,Katanya Rifki dapat surat panggilan."

"Sst,pelanin suara Kamu. Ada Nadin." Tegur April melirik kecil kearah keberadaan Nadin yang tidak jauh dari keduanya.

"Emang kenapa?" bisik Dian pelan

"Kamu tahu Nadinkan. Cewek yang berkuasa di kelas kita itu loh." Ucap April setelah melihat rombongan Nadin pergi meninggalkan kantin.

"Iya tahu. Yang cantikan dan suka nyamperin Rifki."

"Cantik darimana. Masih cantikan aku kemana-mana."

"Iya deh kamu yang paling cantik."

"Nih, Aku kasih tahu Nadin dan Aku itu sama. Sama-sama penggemar Rifki. Bedanya dia itu lebih setia. Nadin itu punya dua dayang disampingnya."

"Iya tahu. Sinta dan Morikan." sambung Dian

"Benar sekali. Nah, Nadin itu anaknya blakblakkan. Dia juga lumayan kasar kalau ngomong. Jadi kamu harus hati-hati. Jangan sampai kamu ada masalah dengannya. Apalagi kalau itu berkaitan dengan Rifki. Cewek-cewek di kelas saat ini hati-hati banget bicara mengenai Rifki. Intinya jangan pernah menyinggung segala buruk-buruknya Rifki di depan Nadin. Kamu tahu sendiri kan akhir-akhir ini Rifki mulai redup. Dan sepertinya tidak menunggu berapa lama lagi akan redup juga." ucap April menjelaskan dengan panjang lebar.

"April,ternyata selain Rifki kamu juga penggemar Nadin ya?"

"Dian,sebenarnya Aku,Rifki,Nadin dan setengah manusia di kelas kita itu berada dikelas yang sama pada tahun pertama."

"Pantesan aja selalu ketawa hahahihi dikelas. ternyata sudah kenal selama setahun." gumam Dian sedikit terkejut

"Hump! Kamu,kenapa baru kasih tahu aku."Ucap Dian pasang wajah cemberut.

"Kamu juga enggak ada nanyakan. Sudah jangan cemberut lagi. Balik kelas yuk."

Pembicaraan tentang surat panggilan berlalu begitu saja. Tidak ada yang tahu mengenai pelanggaran apa didalam surat itu. Yang pasti itu telah mempengaruhi reputasi Rifki dimata murid lain.

Memasuki bulan Agustus semua murid mulai sibuk menghiasi kelas menyambut hari kemerdekaan. Begitu juga dengan anak OSIS mempersiapkan perlombaan yang akan diadakan satu Minggu sebelum hari H.

Perlombaan basket dan Band adalah yang paling dinanti semua murid. Perlombaan Band diadakan diakhir acara. Sementara untuk pembukaan diadakan pertandingan basket antar anggota lama dan anggota yang baru bergabung di klub basket. Dan nanti akan diteruskan dengan pertandingan basket antar tingkatan.

Pulang sekolah ditangga.

"Tahun ini penembak jitu kita tidak ada di lapangan nih."

"Emang Rifki kemana?" tanya yang lain

"Ada hubungan apa penembak jitu dengan Rifki." gumam Dian mendengar kakak-kakak kelas yang berbicara didepannya saat menuruni tangga.

"Dengar dari yang lain Rifki tidak ikut ambil dalam pertandingan basket kali ini. Bahkan posisi Shooting Guard juga sudah diganti oleh anggota lain."

"Dian,Dian setahun kemaren mata dipakai buat lihat apa sih. April juga kenapa tidak cerita kalau Rifki anak basket,Hump!" gumam Dian masih menyimak pembicaraan kedua kakak kelasnya.

"Rifki juga tidak ikut serta mewakili anak sebelas untuk pertandingan antar tingkatan."

"Semoga aja ada wajah baru lagi yang modelnya kayak Rifki ya."

"Iya."

"Selama ini aku selalu mikir darimana Rifki mendapatkan tubuh sebagus itu. Ternyata dia anak basket." gumam Dian sesampai di koridor lantai satu.

"Oh iya! tadi kalau tidak salah dengar kakak-kakak itu nyebut posisi shooting guard. coba kita search dulu." ucap Dian mengambil handphone dan mengetik dikolom pencarian.

"Klik!"

"Shooting guard biasanya merupakan penembak terbaik didalam tim." suara pelan Dian membaca.

"Ternyata Dia berada diposisi yang paling disorot oleh banyak penonton. Aku tidak bisa membayangkan betapa kerennya dia saat menembak untuk mengejar poin memenangkan pertandingan." ucap Dian menyimpan handphonenya dan melihat Rifki baru saja keluar dari ruang UKS berjalan kearahnya.

Dian berbalik badan menghadap ke lapangan membiarkan Rifki melewati keberadaannya yang berdiri disana.

Tak berapa lama lagi Dian menoleh kembali memperhatikan Rifki yang kini membelakanginya.

"Jadi dari jam istirahat sampai pulang dia molor di UKS ckckck. Tapi tetap keren kok hehe." gumam Dian menutup bibirnya yang tertawa kecil.

Hal baru yang Dian temukan hari ini memperlanjut ketertarikannya pada Rifki. Sementara Rifki semakin jarang ada di kelas meskipun ada dia kebanyakan diam dan bersikap dingin.

"Ckckck kayaknya gosip yang beredar benar,deh." ucap April memalingkan mata dari Rifki

"Gosip apa?"

"Rifki putus sama ceweknya."

"Ceweknya anak mana?"

"Aduh Dian jangan pura-pura tidak tahu lagi, deh. Kamu ini kayak baru sekolah disini aja." ucap April meninggalkan Dian dan pergi bergabung dengan yang lain untuk bergosip.

"Emang aku tidak tahukan." gumam Dian

Dan tiba-tiba terdengar suara samar-samar dari dalam kamar.

"Aku benaran tidak tahu." ucap Dian

"Aku tidak tahu. Tidak tahu dan tidak mau tahu lagi." ucap Dian tidur telentang menatap langit-langit kamarnya sambil mengingat yang telah dia lakukan sejauh ini akan berhenti karna sabuk pengamannya lepas diwaktu yang tidak tepat dan kepergok Rifki. Cowok yang Dian sukai. Soalnya cowok itu malah meledek dan menertawainya. Jahat!

"Tapi Dia keren." ucap Dian memuji Rifki sambil membayangkan wajahnya terlukis dilangit kamar.

"Tidak!Tidak boleh Dian. Kamu tidak ingat bagaimana wajah tengilnya meledek dan menertawakanmu siang tadi!" teriak Dian memperingati dirinya untuk tidak memikirkan dan mengagumi Rifki.

Dian kembali mengingat kejadian memalukan siang tadi.

"Bagaimana dengan wajah tampan dan postur tubuh yang keren itu? Aku benar-benar tidak kuat!" teriak Dian meraih guling dan menyembunyikan wajahnya dibalik guling.

"KREKK!" suara pintu kamar terbuka. Seorang Pria tampan berusia sekitar 40-an lebih masuk mendekati ranjang Dian dan duduk disana.

"Dian,Kamu kenapa sayang?"

Dian bangkit dari tidur dan langsung memeluk Pria tampan itu.

"Papa,Dian bisa pindah sekolah tidak?"

"Eh?!"

#Datar

Ambigu

Saat jam Istirahat pertama Dian, April, Nadin, Mori dan Sinta masih ada di kelas. Sementara murid lain sudah turun ke lapangan menonton perlombaan lainnya.

"Eh! dari les pertama Aku belum lihat Rifki." ucap Nadin

"Absen kali,Nad." sahut Mori

"Coba cek dulu di laci. Apakah ada ranselnya disana?" tanya April menoleh ke kebelakang memperhatikan Nadin dan Mori berjalan ke meja Rifki.

Mori membuka laci dan melihat ada ransel Rifki.

"Ransel ada orangnya kemana?" tanya Mori menunjukkan ransel Rifki pada semua

"Mungkin Rifki ada di Ruang BP, Nad." ucap Sinta

"Rifki buat masalah juga diminggu menyenangkan ini." tambah Mori

"APA SUDAH SELESAI MENGHINA RIFKI?!" tanya Nadin dengan raut marah membuat Mori dan Sinta terkejut.

"April,apa sebaiknya kita pergi saja?" Tanya Dian berbisik

"Tidak usah pedulikan mereka." jawab April yang masih mencatat

Perlahan Mori dan Sinta berjalan mendekat pada Nadin yang bertolak pinggang denga raut wajah yang masih kesal.

"Nadin,apa kamu masih marah?" tanya Sinta merangkul tangan kiri Nadin

"Maaf Nadin kita tidak ada maksud menghina Rifki." ucap Mori merangkul tangan kanan Nadin

"Iya. Benar kata Mori." tambah Sinta

"Kita ke bawah aja gimana Nad?siapa tahu Rifki ada disana." ajak Mori

"Lepasin tangan Aku! Ingat aku belum maafin kalian." ucap Nadin menepis rangkulan mereka dari lengannya

"Segitunya Nadin belain Rifki. Penggemar nomor 1" gumam Dian

Nadin pun pergi meninggalkan kelas di ikuti oleh Mori dan Sinta dari belakang. Suara sorak Sorai dari bawah pun terdengar riuh. sementara Dian memakan habis sandwich dalam kotak makannya sambil menunggu April yang dari tadi belum selesai-selesai mencatat.

Satu jam lebih berlalu tinggal Dian dan April yang masih ada di kelas. Kini April mengeluarkan peralatan make up-nya dari tas dan meletakkannya di meja.

"Dian,Kita di kelas aja ya? nonton buat gerah."

"Hm." jawab Dian dengan nada lesu

"Dian,Kamu kenapa?" tanya April

"Aku mau pindah sekolah. Tapi Papa tidak kasih." jawab Dian bertopang dagu

"Kenapa tiba-tiba mau pindah sekolah?" Tanya April menatap heran sambil memakai foundation diwajahnya.

"Kemarin Rifki mergokin aku lagi pasang kaitan BHku. Terus dia ledekin dan ngetawain aku, April." gumam Dian

"Aku males sekelas sama kamu. Kamu tidak pernah bawa pulpen. Pinjam milikku tapi tidak pernah kamu balikin lagi." jawab Dian asal

"Hahaha." tawa April

"Eh! malah ketawa."

"Pindah kelas aja." ucap April yang sekarang memakai bedak tabur.

"Emang bisa begitu." ucap Dian dengan sumringah

"Bisa. Kalau Kamu anak dari Kepala sekolah. Ah!Tapi seingat aku Kepala sekolah kita adalah seorang Biarawati. Aduh bagaimana ini,Dian ?Aku tidak bisa membantu kamu." ucap April dengan wajah datar sambil memakaikan bedak pada wajah Dian yang berubah kesal.

"April,Apa kamu sedang meledekku?" tanya Dian

"Tidak babyku sayang. Aku hanya memberitahumu kembali. Siapa tahukan kamu tidak ingat kalau kepala sekolah kita itu seorang suster." ucap April mengambil blush on dan membukanya.

"BRAKK!" suara pintu yang mengarah ke balkon belakang di tendang dari luar.

"PRANG!" blush on di tangan April jatuh ke lantai.

"RIFKI! Kamu buat terkejut dan---" teriak April terputus melihat nasib blush on miliknya. Dian juga terkejut melihat Rifki dan langsung memalingkan wajahnya dari Rifki.

"BLUSH ON AKI HANCUR!" teriak April pada Rifki

"Astaga! Aku tidak percaya April berteriak pada Rifki segalak itu. Apakah penggemar jaman sekarang bersikap demikian ke idolannya? sungguh mengejutkan jiwa dan ragaku." gumam Dian melihat April

"Kenapa kamu berteriak padaku? Jelas-jelas benda itu jatuh dari tanganmu sendiri." ucap Rifki dengan santai berjalan ke belakang. Matanya kemudian melirik kecil pada Dian.

"Cewek ini kayak pernah lihat. Tapi dimana ya?" gumam Rifki

"Kalau saja kamu tidak menendang pintu dengan tiba-tiba blus on ini juga tidak akan terjatuh dari tanganku." gerutu April mengambil blus on dari bawah meja.

"Bukankah kamu bisa membelinya dengan yang baru. Hanya sebuah blush on berisik sekali."

"Kamu pikir mencari warna seperti ini gampang. Kamu bahkan menendang pintu itu sangat kuat."

"Sampai kapan Aku akan mendengar mereka berdebat. April,apa kamu benaran penggemar Rifki? Aku mulai berpikir kamu berbohong padaku." gumam Dian

"Aku juga tidak tahu kalau masih ada orang di kelas." ucap Rifki duduk bersandar denga meletakkan tangan dibelakang leher. Kemudian mengangkat kedua kaki ke meja dan menyilangkannya. Mendongakkan wajah dan menejamkan mata menghiraukan rengekan April yang masih berlanjut.

"Sudah,sudah jangan marah lagi. Kamu masih bisa pakai blush on yang warna lain." bujuk Dian

"Tapi Dian ini warna yang ingin aku pakai sekarang. Dan kamu tahu ini masih baru. Aku bahkan belum pernah memakainya." rengek April

"Astaga! hanya sebuah blush on kenapa sampai merengek begini. Jika memakai warna lain tidak akan membuatnya mati jugakan." gumam Dian

Sudah 15 menit akhirnya April berhenti merengek. Melihat itu Dian meraih blus on dari tangan April.

"Sini Aku lihat."

"Kamu mau ngapain?" tanya April

"Kelihatannya ini masih bisa dipakai." jawab Dian mengambil blus brush dan membubuhkan pada blus on dengan lembut.

"Tidak usah aku tidak akan memakainnya."

"Aku pikir kamu ingin memperlihatkannya pada seseorang. Ini!" ucap Dian memberikan blus brush pada April. April pun tersenyum dan mulai memakaikan blus on diarea wajah yang dia inginkan.

"Tidak ada suara lagi. Apa mereka sudah pergi?" gumam Rifki membuka matanya dan melihat Dian memperhatikan April yang sedang bermake up.

"Dian,kamu mau?" tanya April menawarkan make up-nya.

"Tidak usah."

"Apa kamu takut aku akan membuat wajahmu menor?"

"Bukan---"

"Rifki,Kamu masih disini ternyata." ucap April memotong jawaban Dian

"Bukan urusanmu." Jawab Rifki melihat Dian yang berusaha menyembunyikan wajahnya.

"Dari tadi aku perhatikan, ini cewek selalu berusaha menyembunyikan wajahnya." gumam Rifki

"Nadin tadi nyariin kamu. Kalian sudah ketemu belum?"

"belum."

"Kenapa ke atas? Apa sudah bosan di ruang BP ?" Tanya April

"Di bawah berisik. April,kenapa dari tadi ka---"

"Eh!Dian,Kamu pakai blus on ya?" Tanya April memotong ucapan Rifki

"Enggaklah. Aku bahkan tidak memiliki itu dirumah." jawab Dian

"Tapi kulit wajah di bawah mata kamu merah merona kayak pakai blush on." ucap April menyentuh wajah Dian dengan telunjuknya.

"Coba aku lihat." ucap Rifki dari kursinya

"Kali ini kamu tidak bisa menyembunyikan wajahmu lagi dariku ." gumam Rifki

"Lihat deh!" ucap April memperlihatkan wajah Dian pada Rifki.

"Ternyata Kamu. Jadi dari tadi kamu berusaha menyembunyikan wajahmu karna takut aku mengenalimu." gumam Rifki mengingat Dian

"Aku tidak bisa melihat dengan jelas." ucap Rifki tersenyum pada Dian

"Bohong!Dia berbohong! Dia sudah mengenaliku." gumam Dian

"Kamu harus melihatnya dari dekat.Cepat sini!" perintah April

"Kenapa April malah memintanya mendekat?" gumam Dian dalam hati.

"Baiklah." sahut Rifki

"Gimana?" Tanya April melepas tangannya dari wajah Dian

"Hmm, Kemarin dada amankan sampai rumah?" tanya Rifki menghiraukan April

"Eh?!"

"Rifki,apa kamu sedang mengkhawatirkan dadaku atau sedang meledekku didepan April?" gumam Dian.

****

Visual

3. Nadin Zevanya

Jutek dan Galak. Ketua penggemar Rifki.

(Model Shanina Cinnamon)

4. Aprillia

Salon berjalan sekaligus infotaiment kelas.

(Model Gabriella Ekaputri)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!