NovelToon NovelToon

Aku Bukan Musuhmu

1.Awal mula

Di sebuah universitas ternama, suasana bahagia tercipta diantara semua mahasiswa. Kelulusan dengan nilai baik menjadi sebuah impian bagi mereka, dan sekarang kebahagiaan benar-benar menjadi sebuah kenyataan di depan mata. Wisuda kelulusan telah berjalan lancar.

Diantara banyak mahasiswa yang berbahagia salah satunya adalah Sheyna Amara Rusdiantoro, gadis cantik 21 tahun yang sangat manja, parasnya yang cantik membuat semua orang terpikat. Namun, belum ada satu orang pun yang mampu untuk meluluhkan hatinya.

Gadis cantik dengan sejuta kelebihan, periang, baik hati dan suka bergaul. Amara tidak pernah membedakan teman, bahkan status sosial. Gadis cantik itu putri ketiga, 2 kakak laki-laki begitu menyayanginya. sehingga, membuat Amara dijaga bak berlian.

"Selamat, Sayang," ucap Raka kakak pertama Amara yang kini berusia 32 tahun.

"Selamat, Sayang," sahut Anin istri dari kakak pertamanya yang baru saja menikah beberapa bulan lalu.

"Hai gadis, selamat ya. Sukses selalu," ucap Rafa, kakak keduanya sambil memberikan kecupan singkat di kening Amara. Amara tersenyum bahagia atas kedatangan kedua kakaknya. Papa dan mamanya sudah terlebih dulu pulang setelah acaranya selesai.

"Kakak akan pulang, lain waktu berkunjunglah ke rumah," ucap Raka sambil mencium kening Amara. Acara wisuda telah usai, Raka dan istrinya memutuskan untuk pulang.

"Iya Kak, aku akan datang dan akan membawa Kak Anin jalan-jalan," jawab Amara sambil melirik kakaknya. Raka mengacak rambut Amara dan tersenyum tipis.

"Jangan harap bisa membawanya pergi tanpa seizinku. Kau tau aku menjaganya sama seperti menjagamu. Kalian wanita kesayangan selain mama," ucap Raka sambil melirik istrinya.

"Pelit sekali, aku hanya ingin membawa Kak Anin ke pantai saja. Apa kau juga melarang?" ketus Amara. Raka tersenyum dan memberikan kunci kepada Amara.

"Satu malam untukmu bebas menikmati hari bahagiamu,"ucap Raka.

"Ah ... Kakak. Terimakasih," ucap Amara bahagia, sambil memeluk kakak pertamanya dan menerima kunci rumah.

Selama ini Amara harus menaati peraturan yang di buat papanya untuk tidak pulang larut malam. Jika melebihi itu, dipastikan dirinya akan mendapatkan hukuman dan tidak diperkenankan masuk rumah.

"Gadis, kau boleh merayakan kelulusanmu malam ini, tapi ingat jangan macam-macam," tegas Rafa.

"Siap bos," sahut Amara sambil mengangkat tanyanya di pinggiran dahi, membuat suatu penghormatan untuk kakaknya.

Rafa tersenyum dan merangkul pundak Adiknya, laki-laki yang kini berusia 25 tahun itu begitu dekat dengan Amara.

"Kalau begitu kakak pamit dulu, selamat menikmati kelulusan bersama temanmu," ucap Rafa. Amara mengangguk dengan sorot mata yang berbinar.

Ketiga kakaknya melangkah pergi, Amara masih saja mengamati kakaknya yang menjauh darinya. Sehingga netranya dapat mengamati Rafa yang tengah bercengkrama dengan seseorang di depan sana. Mata Amara membelalak lebar.

Astaga, tampan sekali dia! Siapa dia? kenapa kak Rafa tidak pernah mengenalkan padaku? batin Amara menggerutu.

"Woi, Ra ... !" melihat apaan sih?" Nada, teman baik Amara menghampirinya. Mencari jejak dimana mata Amara memandang. Amara hanya mengangkat bahunya, karna Rafa dan pria tampan yang mencuri perhatianya sudah menghilang entah kemana. Namun, bibir indahnya masih saja mengulas senyuman.

"Eh Ra, kesambet ya?" Nada menarik tangan Amara yang masih saja mengabaikan dirinya.

"Apaan sih, nggak tau apa aku lagi mandangin pangeran?" ucap Amara sontak membuat Nada tertawa. Nada meletakkan punggung telapak tangannya ke dahi Amara, membuat gadis cantik yang dipanggil Rara itu menepis tangan sahabatnya karena geram.

"Kau pikir aku sakit?!" kesal Amara dan pergi meninggalkan Nada. Nada mengikuti langkah Amara yang sedikit emosi dibelakangnya.

"Maaf, aku hanya memastikan kau baik-baik saja. Biasanya kau akan mengabaikan setiap pangeran yang ingin mendekatimu," ucap Nada.

Amara menghentikan langkahnya, memutar langkahnya kemudian menatap Nada dan tersenyum.

"Mungkin dewi cinta membuka mata batinku, sehingga aku melihat pangeran tampan tadi," ucap Amara sambil tersenyum-senyum dan meletakkan kedua tangannya di dada, memejamkan matanya dan mencoba mengingat kembali wajah pangeran yang kemudian membuat wajahnya berseri. Nada mengernyitkan dahinya melihat aksi menggelikan sahabatnya itu.

"Ishhhhh ,,, kenapa kau ini jadi menggelikan seperti ini sih!"protes Nada.

"Sebaiknya kita segera masuk. Kau tau, Dinda dan Erika sudah menunggu kita, kita akan berbahagia malam ini," ucap Nada.

Amara menarik tangan Nada kemudian mereka berdua menuju ke dalam ruang pesta.

Suara musik menggema, raut bahagia tampak di wajah mereka semua, Amara dan Nada menuju ke meja pojok ruangan, disana ada Dinda dan Erika teman mereka juga.

"Hai, Ra. Selamat ya, kau lulus dengan nilai terbaik," ucap Dinda. Amara tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Ditenggah keasikan mereka menikmati pesta, tiba-tiba saja ponsel Nada berbunyi. Wanita cantik itu mengangkat ponselnya. Seketika wajah Nada berubah sedih.

"Kenapa, Nad?" tanya Amara sambil mengamati wajah Nada yang tampak sedih.

"Maaf Ra, aku harus pulang. Ibu masuk rumah sakit," sahut Nada. Amara menghela napas panjang.

"Aku ikut," ucap Amara tampak panik juga. Nada menggeleng cepat.

"Jangan, kamu disini saja. Nikmati hari bahagia ini. Aku tidak papa, aku bisa mengatasi masalah ini, Ra!" protes Nada.

"Dinda, Erika aku pulang duluan. Biarkan Rara bersama kalian," ucap Nada.

Erika dan Dinda mengangguk pelan. Nada melangkahkan kakinya keluar ruangan. Ditinggal pergi oleh sahabat yang selalu dekat dengannya membuat Amara merasa sesak.

"Ra, minumlah dulu. Tampaknya kamu butuh ini untuk menenangkan dirimu." ucap Dinda.

"Terimakasih, Dinda." ucap Amara sambil tersenyum kemudian meneguk jus jeruk yang diberikan oleh Dinda.

Pesta berjalan dengan meriah, tetapi Amara merasakan berat di kepalanya. Dinda dan Erika pergi entah kemana. Dengan langkah gontai, Amara melangkahkan kakinya, hingga pada akhirnya ia sedikit terhuyung. Tangan kokoh menahannya dan mereka saling bertatap.

"Ra, kamu kenapa?" tanya Rayen. Teman seangkatan yang mempunyai perasaan dengan Amara dan tak tersambut olehnya. Dengan cepat Amara berdiri dan tersenyum.

"Aku tidak papa, terimakasih telah membantu," ucap Amara sambil menatap wajah tampan didepannya.

"Aku akan mengantarmu, aku rasa kamu tidak baik-baik saja." ucap Rayen sambil memegang pundak Amara yang tampak pusing.

"Aku bisa sendiri, jangan mengkhawatirkan aku," protes Amara kemudian melenggang pergi. Rayen mengepalkan tanganya kuat. menghembuskan napas berat.

Disana, di pojok ruangan. Seorang wanita cantik merasa geram melihat adegan mereka yang tampak mesra.

"Lakukan rencana kita. Aku mau dia kehilangan kehormatan dan masa depannya." ucapnya pada orang disebrang sana kemudian menutup panggilannya.

😍😍😍😍😍

Assalamualaikum hai sobat readers yang berbahagia... Aku Sokhibah el jannata.

Ini karya aku yang baru ya, semoga menghibur

jangan lupa kasih like, komen dan vote ya....

Dukung aku....... love kalian semua 😍😍😍😍

2.Dia?

Disana, di pojok ruangan. Seorang wanita cantik merasa geram melihat adegan mereka yang tampak mesra. "Lakukan rencana kita. Aku mau dia kehilangan kehormatan dan masa depannya." ucapnya pada orang disebrang sana kemudian menutup panggilannya. Netranya mengawasi gerak Amara yang berjalan gontai menuju ke arah mobilnya berada.

Amara membuka pintu mobil kemudian duduk sambil memijat pelipisnya yang terasa pusing. Amara melirik ponselnya yang menunjukan pukul 22.30. Sejak sore dirinya belum sempat ke toilet untuk buang air kecil, saat ini dirinya kebelet. Namun, keadaanya yang sedikit tidak enak membuat Amara menahan dan mengurungkan niatnya ke toilet .

Sebaiknya aku pulang, rasanya kepalaku berat sekali. Mungkin karna aku kelelahan seharian ini. batin Amara.

Dengan kecepatan pelan Amara melajukan mobilnya. Pikirannya melayang mengingat ibu Nada yang tengah sakit, Amara memutuskan untuk memutar balik mobilnya menuju kearah rumah sakit dimana ibu Nada dirawat.

Beberapa saat kemudian, 4 preman muncul dan menghadang jalan didepannya. Amara tampak panik mengamati situasi kanan dan kirinya.

"Turun, Nona cantik!" salah satu orang preman menggedor pintu mobil Amara. Gadis cantik itu kini diliputi perasaan takut. Amara mencoba menguasai hatinya. Namun, sayangnya kepalanya tak mau diajak kompromi.

kepalanya terasa berat dan pusing, para preman terus saja mendesaknya untuk keluar. Amara mencoba memutar otaknya untuk melajukan mobilnya. Namun, nyatanya preman yang berada di sisi kanan dan kirinya membuka pintu dengan paksa membuat Amarah terkejut bukan kepalang.

"Apa mau kalian?" tanya Amara yang berusaha melepas cengkraman tangan preman tersebut.

"Ikutlah dengan kami, Nona. Kita bersenang-senang malam ini," salah satu preman menjawab dan menarik tangan Amara hingga gadis itu keluar dari mobil. Salah satu dari mereka melangkah maju, membuat Amara mundur teratur mencoba menghindari preman itu.

"Apa mau kalian? Aku tak membawa apapun kecuali mobil ini, mundurlah! Aku akan memberikannya untuk kalian, akan tetapi biarkan aku pergi. "Amara mencoba bernegosiasi.

Ke 4 preman itu saling memandang dan tertawa terbahak-bahak mendegar ucapan Amara.

"Bukankah kami sudah mengatakan jika kami ingin bersenang-senang denganmu?" ucap seseorang sambil menjilat lidahnya dengan tampang yang menjijikan, membuat Amara semakin panik.

"Aku mohon lepaskan Aku,"

"Tentu saja kami akan melepaskanmu, tapi kita mulai bersenang-senang. Jangan mencoba berteriak atau menolak karna itu percuma saja, Nona!"

Amara terus saja berjalan mundur. Sehingga, sebuah lubang membuatnya terjungkal dan duduk ditanah. Para preman itu terus maju, mata mereka seolah menelanjangi tubuh Amara, menatap Amara penuh dengan nafsu.

"Pergilah, lepaskan aku. Aku mohon!" Amara mencoba mengulur waktu, preman itu semakin mendekat dan berjongkok didepan Amara. Salah satu jari tangannya mengusap pelan pipi mulus Amara yang berlinang air mata.

"Lepaskan aku!"

"Mana bisa seperti itu? Aku akan membuatmu hangat malam ini." ucap preman itu sambil mengamati tubuh Amara, membuat gadis itu merasa muak dan mengalihkan pandangannya.

"Bawa dia!"

Atas perintah pimpinannya, mereka mengikat tangan Amara. Membungkam mulutnya kemudian membawanya kearah mobil. Preman itu memasukkan Amara kedalam mobil belakang, diikuti 2 orang dikanan dan kirinya. Mereka mendekati Amara mengusap tangan mulus amara. Amara yang terikat terus saja menangis.

"Sabar, nona cantik. Aku yang akan menghangatkanmu pertama kali, "ucap pimpinan preman itu.

Ya Tuhan, siapa mereka? aku mohon lindungi aku tuhan,,,

Tangis Amara pecah, kini dia tidak tau lagi harus berbuat apa. Beberapa menit kemudian sampailah mereka disebuah gudang yang berada di tengah desa jauh dari pemukiman.

Mereka menarik Amara dengan paksa, salah satu diantaranya menarik Amara kedalam kamar kotor dan berdebu. Mendorong tubuh gadis cantik itu dengan keras. Amara menggeleng pelan saat preman itu mendorong pintu dengan keras. Air mata Amara mengalir deras saat netranya mengamati preman itu mulai melepas pakaian nya,mulai mendekat dan menarik penutup mulut Amara.

"Kita pemanasan dulu, Sayang. Mau berapa kali? "tanyanya sambil mengusap pelan wajah cantik yang penuh dengan linangan air mata. Dengan tangan masih terikat, Amara memalingkan wajahnya. Dirinya begitu jijik melihat preman dengan aroma Alkohol didepannya itu.

Amara yang berpaling membuat preman itu melihat indah leher jenjang Amara. Preman itu mendorong tubuh Amara hingga ia terlentang sempurna diatasi kasus, preman itu mulai melonggarkan ikat pinggangnya dan dengan gerakan cepat menarik pakaian Amara dengan ganas sehingga menampakkan pakaian dalam. Amara menggelengkan kepalanya. Kepalanya terasa berat dan dia tidak tau lagi apa yang terjadi selanjutnya.

🤗🤗🤗🤗🤗

Amara mengerjabkan Matanya. Sinar matahari pagi membuat dirinya bangun, ia melihat dinding kamar asing yang sekarang dia tempati. Amara mencoba mengingat sesuatu dan membuat Air matanya meleleh. Seketika Amara bangun dari tidurnya.

Amara memandang pakaiannya yang sudah tidak berbentuk. Bahkan, dia melihat pakaian dalamnya di sampingnya meskipun rok panjangnya masih melekat sempurna di tubuhnya. Amara semakin terpukul saat melihat bercak darah yang tampak jelas di spray lusuh itu. Amara menggelengkan kepalanya. Air matanya mengalir deras. Amara memungut pakaian dalamnya dan memakai jaket yang kini ada disampingnya untuk menutupi tubuhnya.

Ia merasakan tubuhnya remuk redam, Amara melangkahkan kakinya keluar dari kamar itu. Saat membuka pintu, tampak laki-laki yang tampan yang akan masuk kedalam kamar. Sejenak Mereka saling memandang, keduanya terhanyut dalam pertemuan mata indah, sesaat kemudian Amara mundur kebelakang dan memberikan 1 tamparan keras di wajah pria tampan didepannya.

Laki-laki berwajah datar itu mengusap pipi panasnya dan menatap tajam kearah wanita yang sudah dia selamatkan dari pemerkosaan yang hampir saja dilakukan oleh beberapa preman itu.

" O ... jadi kamu bos para preman itu? Apa salahku?!" bentak Amara. Pria itu terdiam kemudian melangkah pergi meninggalkan Amara. Amara menghela nafas panjang melihat lelaki itu pergi entah kemana. Hatinya sakit dan sesak, seketika sebuah bayangan melintas diotaknya.

"Dia?! "

🤗🤗🤗🤗🤗

hayyy terus ikuti ya... Lik komen dan hadiahnya jangan lupa gaess... kasih aku semangat....

Salah Paham

"Dia? "

Amara terkesiap kaget dan menutup mulutnya rapat dengan kedua tangannya. Air matanya mengalir deras, pikiran negatif tentang pria yang tadi ada dihadapannya mengiang diotaknya. Pria tampan yang menarik perhatianya tadi malam ternyata telah melakukan hal yang buruk padanya. Laki-laki yang semalam mampu membuat hatinya berdebar nyatanya memberikan rasa kecewa yang begitu dalam.

Bukankah dia yang tadi malam berbincang dengan kak Rafa? lalu bagaimana bisa dia melakukan semua ini padaku? Apa dia menyelamatkan ku? Tidak, Tidak, tidak mungkin dia ada ditempat ini jika tidak bersekongkol dengan para preman itu. Lalu bagaimana bisa kak Rafa mengenalnya?

Amara bergulat dengan pemikiranya sendiri kemudian menghapus air matanya. Wanita cantik itu melangkahkan kakinya dengan cepat keluar dari gudang itu, Amara bernafas lega ketika mendapati mobilnya masih terparkir diujung jalan. Amara melirik dirinya yang mengenaskan kemudian masuk kedalam mobil. Amara menancap gas mobilnya, secepatnya dia harus pergi dari tempat terkutuk itu sebelum gerombolan preman dan bosnya menemukan dirinya, pikir Amara.

😊😊😊😊

"Jadi kau ditampar karna dia pikir kau bos dari preman itu? " tanya Damar sambil menyesap jus yang ada didepannya.

"Ya, begitulah," jawab Micho sambil meletakkan gelasnya,kemudian melirik lengan tangannya yang terluka akibat goresan benda tajam yang ditepisnya dari preman yang hampir menodai gadis yang semalam pingsan.

Micho Aditya Pratama, pria 25 tahun dengan karir cemerlang. Meskipun tidak memiliki perusahaan raksasa dengan segala kemewahan, namun pria dewasa itu mampu merintis bisnis dari 0 dan mampu membangun 2 perusahaan yang bergerak dibidang property dan kuliner. Dia dibantu oleh Damar, orang kepercayaan sekaligus sahabatnya. Pencapaian ini yang membuat dirinya bangga dengan hasil jerih payahnya sendiri. Setidaknya dia bisa membahagiakan papanya yang telah merawatnya dari kecil dengan apa yang dimilikinya sekarang.

"Kau tidak menjelaskan padanya dan membiarkan kesalahan pahaman ini? " tanya Damar.

"Hem,"

"Lalu, bagaimana jika dia mencarimu dan mengusik kehidupan mu?"

Mendengar pertanyaan Damar, Micho sedikit menggeser duduknya dan menatap ke arah Damar.

"Mana mungkin dia sanggup mencariku, kenal saja juga tidak," sanggah Micho.

"Mana tau, kali aja dia akan mencarimu, melihat dari tampilanya saja ku pikir wanita itu bukan orang sembarangan, bukankah mereka akan melakukan segala cara untuk orang yang mengusik kehidupannya?" ucap Damar.

Micho yang semula bersandar di kursi putarnya kini menatap tajam kearah Damar.

"Lupakan tentang wanita itu, aku lebih tertarik membicarakan Rafa." ucap Micho. Wajahnya sedikit menahan emosi.

"Rafa? "tanya Damar.

"Hem,"

"Mau apalagi dia? Membuat masalah?" tanya Damar. Dulunya mereka bertiga adalah sahabat. Karna suatu hal membuat persahabatan mereka pecah dan membuat Rafa menjauh dari Damar dan Micho.

"Dia memintaku untuk menjual perusahaan padanya," decak Micho. Damar menghela napas panjang dan tersenyum singkat.

"Masih saja dia merasa tersaingi olehmu, dan membanggakan harta, sampai-sampai menawar perusahaan mu, " protes Damar.

"Mau sampai tetes darah penghabisan pun, aku tidak akan menyerahkan hasil jerih payahku padanya," sahut Micho. Damar menghela napas panjang.

"Sampai kapan kalian akan seperti ini? Kalian terus saja bersaing dan saling menuduh sejak kejadian itu," Damar menyandarkan kepalanya di kursi putar.

"Ini yang tidak aku suka darimu, diam dan diammu itu memperpanjang masalah. Seharusnya kamu mengatakan yang sebenarnya dan sejelasnya. Mungkin kita akan akur seperti dulu kala," protes Damar, Micho menghela nafas panjang.

"Aku paling tidak suka ribut, biarkan orang menilaiku seperti apa. Itu hak mereka, bahkan dimatamu saja aku pasti juga banyak salah, itu hakmu. Rafa punya hak untuk melakukan apa yang dia mau, aku pun juga begitu. Masalah Bianca, mau sejelas apapun aku mengatakan padanya aku tetap salah dimata Rafa. Bukan aku diam, tapi aku sudah berusaha membicarakannya waktu itu dan tidak pernah didengar oleh Rafa," decak Micho kemudian melangkah pergi.

Damar memandang sahabatnya yang melenggang pergi kemudian menghela nafas panjang.

"Aku merindukan kekompakan kita bertiga," ucap Damar.

😊😊😊😊😊

"Jadi kalian gagal? " seorang perempuan membentak Bos preman yang kini tengah duduk sambil memegangi tangannya yang terluka.

"Ini karna seseorang datang dan menyerangku," protesnya.

"Cih! Dasar tidak becus," bentak wanita itu.

"Ilmu bela diri 2 orang itu tidak bisa disepelekan," protes ketua preman itu.

"Bahkan jumlah kalian lebih banyak, dan kalian kalah?! benar-benar memalukan!" ucap wanita itu penuh amarah.

"Itu bagian kalian, kalian harus memastikan aku aman. Jangan meninggalkan jejak ku, jangan pernah menyangkut pautkan namaku." ucapnya kemudian melangkah pergi.

🤗🤗🤗🤗

Amara melirik ponselnya, ia menghubungi kontak Nada. Nada mengangkatnya dan mengatakan jika ia ada dirumah. Ibunya hanya rawat jalan karna keadaanya tidak terlalu mengkawatirkan.

Amara berjalan ke dalam rumah yang telah teebuka pintunya. Amara menatap sayu kearah sahabatnya yang berdiri di ambang pintu, Nada yang menyadari sesuatu terjadi segera menghampiri Amara.

"Rara ... Ya Tuhan. Apa yang terjadi?"

Nada memekik keras sambil mengamati ujung rambut hingga ujung kaki penampilan dari Amara yang kacau.

"Kamu kenapa, Ra?" tanya Nada, Amara hanya menggelengkan kepalanya. Nada membimbing Amara menuju kekamarnya.

"Apa yang terjadi?" tanya Nada Khawatir. Nada memberikan segelas air agar sahabatnya sedikit tenang.

"Katakan, apa yang terjadi denganmu?" tanya Nada. Amara melirik Nada dan menggeleng pelan. Nada meraih Amara dalam dekap hangatnya.

"Aku kotor, Nad. Aku Kotor," keluh Amara.

"Siapa yang melakukannya?" tanya Nada. Dia tau Amara telah terjadi sesuatu setelah mengamati tubuh Amara yang melepaskan jaket yang tadi melilit ditubuhnya.

"Katakan siapa orangnya? Apa perlu aku menghubungi Kak Raka dan Kak Rafa?" pekik Nada sambil menatap tajam wajah Amara. Amara menggelengkan kepalanya. Amara tak menjawab, ia hanya menggeleng dan menahan air matanya.

"Katakan Ra, Katakan!"pekik Nada lagi.

"Teman kak Rafa," ucap Amara sontak membuat Nada menutup mulutnya tak percaya.

"Apa perlu aku menghubungi Kak Rafa? "

"Jangan, aku tidak mau Kak Rafa ribut dengan temanya. Aku mau disini dulu, katakan pada Kak Rafa aku tidak pulang hari ini," pinta Amara. Nada menghela nafas panjang dan mengusap pelan pundak Amara.

"Lebih baik kamu bersihkan dirimu," ucap Nada dan diangguki oleh Amara.

Amara menuju kekamar mandi, menyalakan shower dam mengguyur tubuh nya. perut dan area sensitifnya terasa sakit. Entah karna menahan buang air kecil dari semalam atau karena hal lain. Lagi-lagi Amara memejamkan matanya. Air matanya mengalir bersamaan dengan mengalirnya air shower. Bayangan perlakuan ganas beberapa orang tadi malam membuat hatinya sesak. bercak darah yang berada di spray lusuh itu juga jelas tampak di ingatannya.

"Tuhan, maafkan hambamu yang tidak bisa menjaga diri dan kehormatannya," lirih Amara sambil menggosok kasar tubuhnya. Hatinya sesak karna pemikirannya sendiri, Amara benar-benar frustasi karna kepahitan yang diterimanya saat ini.

"Amara, Ra, Rara !"

Satu jam telah berlalu dan Amara tak kunjung keluar dari kamar mandi, menjadikan Nada kawatir dan mengetok kasar pintu kamar mandi.

🤗🤗🤗🤗

Like, komen ,Hadiah ya..... teman... selamat membaca. Semoga suka. 😊😊😊

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!