NovelToon NovelToon

Jodohku Di Tangan Kakek

Aleta

Hari masih terlihat petang, bahkan matahari masih malu untuk menampakkan dirinya. Tetapi Aleta gadis yang hidup di panti asuhan sejak masih kecil, sudah berangkat ke pasar untuk menjajakan kue jajan pasar. Dia biasa menawarkan kue buatannya kepada para pedagang.

Hampir setiap hari, Aleta menjalani kebiasaan rutinnya itu tanpa merasa jenuh. Dia selalu bangun pada pukul 03.00 pagi untuk mengerjakan sholat tahajud, kemudian berkutat di dapur untuk membuat kue talam dan arem-arem untuk dibawa ke pasar. Pukul 05.00 pagi, dengan menaiki sepeda, Aleta sudah berangkat untuk menjajakan kuenya ke pasar. Meskipun keuntungan yang didapatkan tidak seberapa, tetapi Aleta tetap menjalani dengan bahagia.

"Aleta, tunggu." panggil Haris anak pak Broto pedagang di pasar, yang juga kakak kelasnya waktu di SMA.

Aleta berhenti menunggu Haris sambil meminggirkan sepedanya. Kemudian mereka ngobrol sambil berjalan kaki bersama menuju arah pulang Aleta.

"Ada apa kak." tanyanya dengan sopan.

"Kok cepat-cepat, keburu mau kemana."

"Mau membantu ibu di panti menyiapkan sarapan untuk adik-adik kak."

"O gitu, bagaimana kabar kuliahmu.., lancar kan?"

"Alhamdulillah kak, dosennya baik-baik. Mereka banyak membantuku dengan mengirimkan modul dan e book untuk media belajar."

"Baguslah kalau begitu, jadi kamu tidak kesulitan untuk mengakses materi."

"Iya kak."

Aleta saat ini sedang menjalani studi dengan menempuh kuliah di Akademi Manajemen dan Informatika semester 3. Dia mengambil jurusan Informatika dengan memanfaatkan Beasiswa Unggulan dari pihak kampus karena prestasi akademiknya.

"Kakak sendiri bagaimana kuliahnya." Aleta balik menanyakan progress kuliah Haris.

"Aku sekarang sedang mengikuti program magang di Bank Indonesia, yah sambil cari pengalaman kerja dan menambah poin di SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah).

"Selain itu, aku juga sedang menempuh mata kuliah tugas akhir penulisan skripsi."

"Loh cepetnya kak, ga kerasa ya kak Haris sebentar lagi lulus."

"Aku kan saat ini sudah berada di semester tujuh. Do.akan aku ya, agar aku bisa lulus tepat waktu dengan masa studi 3,5 tahun."

"Sama-sama ya kak, kita saling mendoakan untuk keberhasilan kita. Aamiin."

"Kak Haris, aku duluan ya. Kasihan ibu panti tidak ada temannya menyiapkan sarapan adik-adik"

"Lagian jam delapan aku juga harus ke kampus, ada tugas yang harus aku serahkan ke dosen hari ini." pamit Aleta kepada Haris.

"Ya hati-hati Aleta. Nanti jam 07.45 aku jemput di panti ya. Daripada naik angkot sendirian, nanti bisa bareng aku. Kan bisa menghemat pengeluaran." tawar Haris.

"Apakah tidak merepotkan kak?"

"Tidak, kan kita searah. Baiklah aku juga mau siap-siap dulu. Selamat tinggal Aleta."

"Selamat tinggal kak Haris."

Mereka berdua akhirnya berpisah jalanenuju tempat tinggalnya masing-masing.

*****

"Bagaimana jualannya nak, apakah laku semua?" tanya ibu panti dengan lembut kepada Aleta.

"Alhamdulillah habis Bu, tadi ada ibu-ibu yang membeli semua. Katanya untuk Snack arisan."

"Alhamdulillah ibu ikut senang nak."

" Aleta..., ibu mau bicara"

"Panti ini masih memiliki cukup uang dari para donatur untuk membiayai studimu dan adik-adik."

"Apalagi kamu mendapatkan beasiswa untuk membiayai kuliah. Kamu tidak perlu untuk memaksakan diri nak, kamu tidak perlu mencari uang tambahan."

"Utamakan kuliahmu nak, jangan sampai kesibukanmu jualan kue mengganggu belajarmu."

"Inshaa Allah tidak ibu, daripada Aleta tidak ada kegiatan, kan Aleta bisa mencari tambahan uang saku." katanya sambil meracik sayuran untuk dimasak.

"Melalui jualan kue, Aleta bisa bertemu dan berkenalan dengan orang-orang baru. Siapa tahu suatu saat Aleta membutuhkan bantuan mereka." lanjutnya sambil tersenyum.

Aleta memang anak yang rajin dan tekun. Dia selalu ringan tangan membantu siapapun tanpa pamrih. Uang saku yang didapatkan dari pemberi beasiswa selalu dimanfaatkan dengan baik. Selain untuk uang transportasi, tidak jarang juga dia gunakan untuk membelikan makanan ringan untuk adik-adik panti

*****

Pukul tujuh lima belas menit Haris sudah datang ke panti untuk menjemput Aleta. Haris langsung mencari ibu Panti, kemudian masuk ke ruang utama untuk memberi salam.

"Assalamu Alaikum Bu Rosa." Haris memberi salam pada ibu panti sambil mencium tangannya.

"Wa Alaikum salam nak Haris. Tumben sepagi ini sudah sampai di panti. Janjian sama Aleta?" tanya Bu Rosa dengan ramah.

"Iya ibu, tadi kebetulan ketemu Aleta di pasar. Dia ada jadwal ketemu dosen pukul delapan. Kebetulan saya juga masuk jam delapan, dan karena kita searah sekalian saya ajak Aleta bareng." ucap Haris menjelaskan.

"Terimakasih nak Haris. Tolong ikut menjaga Aleta ya. Dia anak yang baik, rajin, Solehah. Ibu sudah menganggap dia seperti anak ibu sendiri."

"Insha Allah Bu Rosa."

Dari dalam rumah Aleta sudah siap untuk berangkat ke kampus. Dia berjalan mendatangi Bu Rossa dan Haris.

"Sudah lama kak Haris datangnya?"

"Baru saja, terus tadi mencari Bu Rosa untuk ngobrol. Kangen lama aku tidak maen kesini." kata Haris.

Bu Rosa tersenyum bahagia melihat kebersamaan Haris dan Aleta. Haris anak yang baik dan berbakti pada orang tuanya. Bu Rosa merasa aman jika Aleta jalan dengan Haris. Dia anak yang tidak pernah neko-neko.

"Kita berangkat sekarang Aleta." tanya Haris.

"Iya kak, daripada nanti malah kena macet. Karena ini kan jam sibuk-sibuknya orang pada berangkat kerja."

"Ibu..., kita berangkat dulu ya." kata Aleta dan Haris berpamitan sambil mencium tangan Bu Rosa.

"Ya hati-hati di jalan. Jangan ngebut ya nak Haris."

"Iya Bu, Inshaa Allah."

"Assalamualaikum."

"Wa Alaikum salam."

Haris menyerahkan helm kepada Aleta. Kemudian dia menjalankan motornya sambil memboncengkan Aleta.

*****

Limabelas menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di halaman kampus Aleta. Haris menghentikan motornya di depan gerbang kampus, kemudian membantu Aleta melepaskan kaitan helm di lehernya.

"Terimakasih kasih ya Kak Haris.'

"Sama-sama Aleta. Nanti pulang jam berapa."

"Belum tahu kak. Hari ini aku ada jadwal dua kelas, masing-masing tiga SKS. Kalau tepat waktu, jam 12.30 aku baru keluar dari kelas."

"Oh ya, kalau begitu hati-hati ya menjaga diri. Aku akan berangkat kerja dulu." Haris berpamitan kepada Aleta.

"Ya kak, Inshaa Allah."

Haris menstarter motornya dan pergi berangkat kerja, dan Aleta kemudian berjalan perlahan memasuki kampus.

*****

"Hai Aleta, mau ketemu pak Herdi ya." tanya Corry temannya kuliah.

"Iya Cor, ini mau menyerahkan tugas," jawabnya sambil menunjukkan jilidan makalah.

"Aku juga barusan ngumpul."

"Aku tunggu disini ya, nanti kita barengan ke kelas. Pak Herdi ga ada di tempat kok, tugasnya diminta menaruh di locker."

"Ya, tunggu sebentar."

Setelah memasukkan tugas di locker dosen, Aleta bersama Corry menuju kelas untuk mengikuti kuliah Artificial Intellegence.

****

Panti Asuhan Rejeki

Aleta dan Corry mengambil tempat duduk dua baris dari depan untuk mengikuti mata kuliah Artificial Intelegensi yang di ampu oleh Pak Theo. Dengan antusias mereka mendengarkan ketika dosen menjelaskan materi kuliah.

"Artificial Intellegence atau jika dalam bahasa Indonesia disebut sebagai kecerdasan buatan adalah suatu kecerdasan yang ditambahkan dalam suatu sistem yang bisa diatur dalam suatu konteks ilmiah." pak Theo menjelaskan konsep dasar dari AI.

"Sistem seperti ini sering dianggap komputer, dimana kecerdasan diciptakan dan dimasukkan ke dalam mesin komputer agar dapat melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan manusia."

"Sekarang silakan beri contoh bidang apa saja yang banyak menggunakan AI, siapa yang mau menjawab." pak Theo dosen yang mengampu mata kuliah AI memang terkenal sering memberikan kuis dalam perkuliahannya.

Beberapa saat kelas menjadi hening karena tidak ada yang menjadi volunteer untuk menjawab.

"Mungkin saya akan mencoba menjawab Bapak." Aleta mengacungkan jari.

"Silakan Aleta."

"Beberapa bidang yang sering menggunakan AI diantaranya adalah sistem pakar, games, logika fuzzy, jaringan saraf tiruan, dan robotik Bapak." jawab Aleta tegas.

"That.s right Aleta, good answer." pak Theo memuji Aleta.

"Bagaimana sistem bekerjanya AI ya pak." tanya Ferry.

Pak Theo dengan sangat jelas menjelaskan tentang AI, implementasi dan sistem bekerjanya. Diskusi selama jam perkuliahan dilakukan secara aktif oleh mahasiswa dan dosen. Setelah dua jam setengah pertemuan, pak Theo mengakhiri perkuliahan dengan metode classical.

Mata kuliah jam kedua adalah Kalkulus, tapi dari admin prodi menyampaikan bahwa pertemuan digantikan dengan tugas yang bisa diakses di sistem e learning. Aleta berencana akan langsung pulang untuk membantu ibu panti mendampingi adik-adik di panti asuhan.

"Aleta... ikut yuk main ke tempat Rina." ajak Corry. Rina yang berada di samping Corry tersenyum dan menganggukkan kepala.

"Untuk kali ini, mohon maaf banget ya, aku belum bisa gabung. Laen waktu deh." Aleta mengangkat kedua tangannya dan menangkupkan di depan dadanya sebagai isyarat permohonan maaf.

"Ya, ga pa pa deh. Bareng yuk keluarnya." kata Corry sambil menggandeng Aleta.

Mereka bertiga melangkah keluar kelas sambil mengobrol. Di depan gerbang mereka berpisah, Aleta berjalan menuju halte untuk mencari angkutan umum.

"Tin...tin..," terdengar suara klakson mobil di belakang Aleta, tanpa menengok dia bergeser dan berjalan lebih ke pinggir. Terdengar suara mesin mobil dimatikan.

"Aleta.., kok sombong sih. Masak diklakson tidak menoleh." tiba-tiba Ferdinand menepuk bahunya dari belakang dan mensejajarkan langkahnya di samping Aleta.

'Oh kak Ferdi, maaf kak. Aleta pikir kalau saya jalannya terlalu ke tengah dan mengganggu jalan. Akhirnya Aleta geser ke pinggir." jawab Aleta sambil tersenyum manis. Giginya nampak tertata rapi.

"Senyum manis ini dan sepasang mata jernih dan bening yang membuatku sulit untuk melupakan." batin Ferdinand terkesima dengan senyum Aleta.

"Ada apa kak."

"Aku anter pulang yuk. Panas lho naik angkot." tawar Ferdinand.

"Gak kak, Aleta sudah terbiasa. Naik angkot saja, lagian langsung ke rumah kok angkotnya tidak mampir ke halte yang lain." dengan halus Aleta menolak Ferdinand.

"Ya sudah, aku temani ya sampai angkotnya datang."

Aleta akhirnya menyetujui tawaran Ferdinand yang terakhir. Mereka duduk di halte membicarakan banyak hal sambil menunggu Angkot jurusan Wedi datang.

Setelah tiga puluh menit kemudian, angkot yang ditunggu Aleta sudah terlihat dari ujung jalan.

"Angkotnya sudah datang kak. Terimakasih ya sudah menemani Aleta ngobrol, jadi ga kerasa deh nungguin angkotnya." lagi-lagi senyum manis diberikan Aleta untuk Ferdinand.

Ferdinand menyetop angkot untuk berhenti, kemudian menunggu Aleta sampai masuk dan duduk di dalam angkot.

"Duluan kak Ferdi, selamat siang." pamit Aleta sambil melambaikan tangannya.

Ferdinand akhirnya kembali menuju mobil. Ferdinand sudah lama menaruh hati kepada Aleta, tetapi belum pernah menyatakan perasaannya dan baru menunjukkan melalui perhatian saja. Dia sangat hati-hati karena tidak mau pernyataannya malah akan membuat hubungannya dengan Aleta menjadi canggung.

*****

Turun dari angkot Aleta masih berjalan 100 meter menuju panti. Angkot hanya lewat di perbatasan jalan kelurahan Dengkeng yang menghubungkan antara dua desa di kaki pegunungan Seribu.

"Mari Bu, pak," sapa Aleta ramah dengan penduduk yang tinggal di sekitar panti.

"Mari mbak Aleta, baru pulang kuliah." mereka menjawab dengan penuh keramahan khas penduduk desa.

"Mbak Aleta, tunggu," Bu Darmi berlari memanggil dari kejauhan.

Aleta berhenti menunggu Bu Darmi datang.

"Ada apa Bu Darmi."

"Ini mau nitip sayuran dan buah pisang untuk anak-anak di panti. Kebetulan kemaren ibu panen lumayan banyak." kata Bu Darmi sambil memberikan dua tas plastik kresek kepada Aleta.

"Alhamdulillah, Barakallah ada rejeki hari ini. Terima kasih Bu Darmi, semoga Allah melipatgandakan rejeki Bu Darmi."

"Saya mewakili ibu panti mengucapkan banyak terima kasih kepada Bu Darmi dan keluarga." Aleta mengambil tas kresek dari Bu Darmi kemudian membungkukkan badannya sebagai tanda hormat ucapan terima kasih.

"Aamiin...Ya, sama-sama nak Aleta. Ibu balik ya nak." kata Bu Darmi pamit kembali ke rumahnya.

"Ya Bu Darmi, hati-hati di jalan. Assalamualaikum."

"Wa Alaikum salam,"

Sambil menenteng dua tas kresek di kedua tangannya Aleta melanjutkan pulang ke panti. Dari jauh adik-adik panti yang sedang asyik bermain, berlarian menyambut kedatangannya. Mereka berebut untuk membantu membawakan barang bawaannya. Aleta tersenyum bahagia melihat kelucuan dan tingkah polah adik-adik asuhnya.

"Taruh di meja dapur ya." ucap Aleta mengarahkan adik-adik.

"Ya kak."

Aleta mencari ibu panti terlebih dahulu sebelum memasuki kamar. Ibu panti sedang di halaman belakang membaca buku.

"Assalamualaikum ibu," Aleta mengucapkan salam dan mencium kedua tangan Bu Rosna.

"Kamu sudah pulang nak. Bagaimana kuliahmu hari ini."

"Alhamdulillah lancar ibu. Tadi ada titipan sayuran dan pisang dari Bu Darmi, dan Aleta sudah mengucapkan terima kasih mewakili ibu dan semua penghuni panti. Tadi Bu Darmi juga titip salam untuk ibu" Aleta menyampaikan salam Bu Darmi kepada Bu Rosna sambil memeluk beliau.

"Wa Alaikum salam, Ayuk cuci kaki tangan dulu terus ganti baju. Jangan seperti anak kecil, ibu yang harus mengingatkan."

"Baik ibu, Aleta ke dalam dulu." sahut Aleta cengar cengir dan melepaskan pelukannya. Kemudian dia masuk ke dalam untuk mengganti pakaian, dan membantu memasak di dapur.

Panti asuhan "Rejeki" tempat mereka tinggal memiliki 25 anak asuh yang saat ini ada di bangku SD, 10 di bangku SMP, 8 SMA selain Aleta. Anak asuh yang seusia Aleta sudah pada pergi meninggalkan panti untuk bekerja di luar kota. Hanya Aleta yang mau melanjutkan studi ke perguruan tinggi.

Setelah selesai berganti pakaian, Aleta menengok sebentar adik-adik yang sedang bermain di halaman. Dia memastikan bahwa adik-adik asuhnya tidak memainkan sesuatu yang berbahaya. Mereka yang tinggal di panti asuhan ini sangat menyayangi dan saling memperhatikan satu sama lain. Meskipun mereka tidak terlahir dari rahim yang sama, tetapi ikatan mereka terjalin melebihi saudara kandung.

******

Kakek Cokro

Seusai sholat Subuh berjamaah, Aleta mengajak adik-adik panti melakukan tadabbur alam. Hari ini dia sengaja tidak membuat kue jajanan pasar, sehingga bisa menemani adik-adik berkeliling desa, sambil menikmati pemandangan alam di kaki pegunungan Seribu. Setiap hari Jum.at Aleta selalu meluangkan waktunya untuk mendampingi adik-adik membuat satu aktivitas bersama.

"Kak Aleta..., Susi sama Santi bisa kesana." tanya Susi dengan menunjuk ke tanggul sungai Birin. Sungai itu sebagai pembatas yang memisahkan desa Dengkeng dan Desa Kadilanggon.

"Pergilah, tapi jangan sampai melewati sungai ya." pesan Aleta.

"Iya kak, kami kesana ya." kata Susi dan Santi berlarian menuju pinggiran tanggul.

Sedangkan lima anak laki-laki lainnya berusaha menangkap binatang kepik yang banyak menempel pada tanaman krangkong.

Aleta berjalan kaki dengan meregangkan kedua tangannya menghirup udara kesegaran pagi. Senyum mengembang selalu terbit di bibirnya, melihat kebahagiaan adik-adik panti meskipun hanya dengan melakukan sesuatu yang sederhana.

Sesekali tetangga melintas dengan menggunakan sepeda untuk bekerja di sawah. Saat ini di desa sedang musim tanam padi, sehingga beberapa petani sudah berangkat ke sawah di pagi hari untuk melakukan pembuatan bibit dengan cara penyemaian.

"Mbak Aleta.., tumben jam segini masih jalan-jalan, apa hari ini tidak ke pasar." tanya Mbah Karyo tetangga panti yang tinggal di ujung desa.

"Mboten (tidak) Mbah, hari ini Aleta sudah janji sama adik-adik untuk jalan pagi sesudah sholat Shubuh. Mbah Karyo badhe tindak sabin (Mau pergi ke sawah)? jawab Aleta.

"Iya nak, mau tandur (tanam padi). Simbah duluan ya."

"Njih Mbah, Monggo. (ya Mbah, mari)."

Aleta tanpa sadar kakinya sudah berada di pinggir sungai Birin. Tiba-tiba terdengar teriakan Santi dan Susi

"Kak Aleta....ada mayat." teriaknya sambil menutup wajahnya, sedangkan satu tangannya menunjuk ke sisi tanggul.

Aleta segera bergegas menghampiri Susi dan Santi, kemudian menenangkan keduanya.

"Sudah sudah, tenang. Coba kakak periksa dulu. Coba kalian panggil Joko dan Iwan kemari ya."

Aleta melihat ada seorang kakek yang berlumuran darah tergeletak di pinggir tanggul. Akhirnya dia berjongkok, dan memberanikan diri memeriksa kondisinya. Aleta memegang dahi, dan mengambil pergelangan tangan kakek tersebut. Dia masih merasakan denyut nadi yang lemah, dan ada rasa hangat di dahinya yang menandakan bahwa masih ada kehidupan.

Tiba-tiba kakek itu membuka mata dengan lemah.

"Air." bisik kakek itu meminta air.

"Kalian pada kesini." Aleta memanggil adik-adik.

"Ada apa kak," tanya beberapa adik panti yang laki-laki.

"Tadi ada yang bawa air putih tidak dari panti."

"Saya bawa kak, tapi cuman satu botol kecil." sahut Koko.

Koko menyerahkan botol air minum kepada Aleta. Aleta menerima botol dari Koko, dan perlahan membukanya kemudian dengan hati-hati memberikan kepada kakek yang baru siuman. Setelah beberapa saat

"Assalamualaikum, kakek sudah sadar." tanyanya lembut.

Kakek menganggukkan kepalanya. Dia menatap gadis dan anak-anak di depannya satu persatu.

"Kakek, karena tubuh kakek lemah dan penuh luka, kakek kami bawa pulang dulu ke panti ya."

"Biar kami bisa mengobati luka-luka di badan kakek."

"Kakek kami papah dulu ya kek, karena kami tidak ada yang kuat kalau harus menggendong kakek."

Kakek itu tersenyum dan lagi-lagi hanya menganggukkan kepala. Kemudian Aleta dibantu beberapa adik-adik panti yang laki-laki memapah kakek, untuk membawanya beristirahat di panti.

******

Sesampainya di panti asuhan mereka membaringkan tubuh kakek di bale-bale yang ada di ruang tengah.

"Iwan, minta air panas di dapur ya kemudian ditaruh di ember terus di beri air kran.

"Susi, beritahu ibu panti ya kalau ada tamu yang sedang membutuhkan pertolongan."

"Santi ke dapur, minta Bu Ida untuk membuatkan bubur.'

Aleta membagi tugas satu-satu kepada adik-adik. Kemudian dia sendiri mengambil kotak obat dan beberapa kain kassa serta alkohol.

Tergopoh-gopoh Bu Rosna menuju ke ruang tengah.

"Ada apa nak, kakek ini siapa kok dibawa kesini." tanya Bu Rosna penuh rasa khawatir.

"Belum tahu Bu, tadi Aleta dan adik-adik menemukan beliau tergeletak di pinggir tanggul. Tubuhnya penuh luka, ini Aleta mau membersihkannya." Aleta menceritakan dengan singkat tentang kakek.

"Iya, ibu akan menyiapkan teh panas dulu di dapur."

Tak berapa lama Iwan membawa ember kecil ke ruang tengah. Setelah mencelupkan jarinya untuk test menandai tingkat kepanasan air, perlahan Aleta membasahi kassa dengan air tersebut. Kemudian dengan penuh ketelatenan, Aleta menyeka semua kotoran tanah yang ada di badan kakek itu.

"Koko, bantu kakak ya. Mintakan sarung pada ibu ya. Pakaian kakek sangat kotor sekali, nanti kalian bantu kakek ganti baju ya."

"Ya kak Aleta." jawab Koko kemudian beranjak untuk mencari Bu Rosna.

*****

Di ruangan tengah tampak Aleta dengan telaten menyuapi kakek yang baru saja ditemukannya di pinggir tanggul. Setelah badannya dibersihkan dan mengganti bajunya, kakek terlihat sangat bersih dengan beberapa bagian tubuhnya yang dibalut dengan kassa dan plester. Meskipun sudah tua, guratan ketampanan di masa lalu masih nampak tergambar di wajahnya.

"Terima kasih ya nak, kakek janji. Kakek akan membalas semua kebaikan penghuni panti ini." kata kakek dengan suara lemah.

"Kakek istirahat dulu ya, jangan banyak berpikir dulu. Yang penting kakek sembuh, baru memikirkan yang lain

" kata Aleta.

Setelah selesai menyuapi kakek, Aleta menyiapkan sebuah pil warna putih.

"Kakek, dokter di Puskesmas baru bisa kesini nanti sore."

"Setelah berkonsultasi dengannya, beliau menyarankan kakek untuk sementara minum obat ini dulu. Obat ini untuk menghilangkan rasa nyeri dan mencegah inflamasi." Aleta memberikan pil warna putih dan segelas air putih.

Kakek menuruti apa yang dikatakan Aleta. Beliau segera meminum obatnya.

"Nak, siapa namamu." tanya kakek dengan tersenyum. Beliau tidak berhenti memandangi wajah Aleta.

"Nama saya Aleta kakek. Saya salah satu anak asuh di panti ini. Orang tua saya keduanya sudah meninggal, dan saya diambil ibu panti untuk dibesarkan di panti ini." Aleta memperkenalkan dirinya.

"Nama yang bagus, sebagus hati dan perilakumu nak."

"Nama kakek adalah Cokrodirjo nak Aleta. Anak bisa memanggil kakek dengan sebutan Cokro."

"Baik kakek Cokro. Sekarang kakek istirahat dulu ya, Aleta mau membantu beres-beres di belakang." pamit Aleta pada kakek Cokro. Sebelum pergi Aleta menyelimuti badan kakek Cokro dengan kain Bali yang terbuat dari kain Santung.

Sepeninggalan Aleta, kakek Cokro dengan cepat tertidur, karena salah satu efek obatnya adalah dapat menimbulkan rasa kantuk.

Di dapur Aleta dengan cekatan membantu menyiapkan sarapan pagi. Bu Rosna juga tengah sibuk menggoreng tahu dan tempe.

"Ibu tidak keberatan kalau kakek Cokro untuk sementara disini sampai beliau sembuh." tanya Aleta pada ibu panti.

"Ya tidak to nak. Kita wajib menolong siapapun yang sedang kesulitan. Kebetulan kakek-kakek yang luka tadi sedang kesulitan dan membutuhkan bantuan kita." kata Bu Rosna sambil tersenyum tulus.

"Tapi kira-kira beliau itu orang yang jahat tidak ya Bu.Kalau ternyata jahat, gimana Bu."

"Aleta.., jangan kebanyakan berpikir yang tidak-tidak."

"Jahat atau tidak itu akan terlihat nanti. Yang penting saat ini tugas dan kewajiban kita untuk membantunya."

"Iya juga ya Bu. Tapi Aleta akan sangat merasa bersalah, kalau ternyata kakek Cokro ternyata orang jahat. Kan Aleta Bu yang membawanya ke rumah."

"O... namanya kakek Cokro."

"Kamu mulai lagi kan berpikir yang tidak-tidak."

"Sudah sana gih, tikarnya digelar sama adik-adikmu, kemudian makanan sama piringnya disiapkan."

"Kasian adik-adikmu keburu lapar. Sebentar lagi mereka akan berangkat ke sekolah."

"Baik Bu." tanpa membantah Aleta segera melaksanakan apa yang diperintahkan ibu Rosna.

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!