NovelToon NovelToon

CINTA DAN BENCI

PROLOG

"ca, lo jadi ikut di acara perpisahan sekolah kita kan?" tanya Anna.

"Gue belom tau An," jawab Vanessa.

"Yaaa, jangan gitu ca. Bentar lagi kita bakalan pisah. Setidaknya kita pesta perpisahan terakhir," ucap Ardi.

"Yaelah, kita masih bisa ketemu kali. Tinggal janjian aja via whatsapp, apa susahnya?"

Eca, begitulah biasa Vanessa dipanggil. Ia kini sudah duduk di bangku kelas 3 SMA, dan sebentar lagi mereka akan berpisah karena masing masing sudah memilih tempat kuliah yang sesuai dengan jurusan yang mereka inginkan.

Berbeda dengan Anna dan Ardi, Vanessa masih belum menentukan apakah ia akan melanjutkan kuliah atau tidak. Itu semua karena terhambat oleh biaya.

Keluarga Vanessa bukanlah keluarga yang miskin, tapi keluarga yang bisa dibilang berkecukupan. Ayahnya, Tio Barata, adalah seorang manager di salah satu perusahaan ternama, sedangkan ibunya, Helen Barata, adalah wanita sosialita yang selalu pergi jalan jalan bersama teman temannya dan berkumpul untuk sekedar arisan.

Ayahnya selalu memberikan uang yang banyak kepada ibunya untuk bersenang senang, tapi tidak dengan dirinya. Vanessa memiliki seorang adik yang masih duduk di bangku kelas 5 SD, mengapa? Karena Helen Barata adalah ibu tirinya. Ibu kandung Vanessa meninggal saat ia berumur 4 tahun, karena sakit yang dideritanya.

Victor Barata, adik laki laki Vanessa. Ia cukup dekat dengan Vanessa, dibanding dengan ibunya sendiri. Vanessa juga sangat menyayanginya. Usia mereka terpaut 7 tahun, namun tidak mengurangi kedekatan mereka.

Tio Barata, selalu memberikan apapun yang diinginkan oleh Victor, mulai dari mainan, handphone keluaran terbaru, laptop gaming, dan selalu memberikan uang jajan dengan nominal yang fantastis.

Sementara itu Vanessa, seperti telah terlupakan. Ayahnya seperti tak pernah menganggap Vanessa ada. Ia bahkan harus bekerja paruh waktu di sebuah cafe untuk bisa memiliki sedikit tambahan uang jajan.

Orang tuanya tak pernah bertanya padanya, apa kamu sudah siap kuliah? Kamu mau ambil jurusan apa? Apa kamu sudah memilih tempat kuliah yang kamu inginkan?

*****

Vanessa duduk di dalam kamarnya, tak ada barang berharga di dalam kamar tidurnya seperti kamar milik Victor. Ukuran kamar Vanessa hanya seperempat dari ukuran kamar Victor.

Ia berbaring di atas tempat tidur sambil menatap langit langit kamarnya. Pikirannya kosong, bukan karena ia tak memikirkan apa apa, tapi karena ia sudah tak mampu lagi untuk berpikir.

"Kakakk!!" Victor masuk secara mendadak dan langsung melompat ke atas tempat tidur milik Vanessa.

"Ada apa, Vic? Teriakanmu mengagetkan kakak," ucap Vanessa sambil mengelus pucuk kepala adiknya itu.

"Kak, temani aku main game yuk!" ajak Victor.

"Memangnya kamu tidak ada PR?" tanya Vanessa sambil memicingkan matanya.

Victor langsung tersenyum sambil memamerkan deretan giginya itu, "Aku malas, Kak."

"Kenapa?"

"Aku lelah. Setiap hari harus belajar dan belajar. Pulang sekolah harus les ini itu. Masa aku sampai rumah harus mengerjakan PR dan belajar lagi? Kapan aku bisa bermain?" ungkapnya sedih.

Victor memang dilimpahi kasih sayang dan materi yang besar, tapi ia juga diharuskan belajar dan belajar, karena Tio menginginkan anak laki lakinya itu bisa menjadi orang yang sukses dan memiliki perusahaan sendiri. Kadang Vanessa juga merasa kasihan pada adiknya itu, ia masih sangat kecil dan seharusnya memiliki waktu untuk bermain.

"Baiklah, bagaimana kalau kakak bantu kamu mengerjakan PR. Setelah itu, kakak akan menemanimu bermain."

"Benar, Kak?"

"Tentu saja. Kakak kan selalu menepati janji kakak padamu."

"Baiklah, aku akan membawa PR ku kesini. Tunggu sebentar ya, Kak," Victor kembali ke kamarnya untuk mengambil PR miliknya.

*****

Ini adalah novel keduaku setelah The Killer. Tapi yang kali ini memiliki genre yang berbeda. mudah mudahan kalian semua menyukainya.

Jangan lupa tinggalin jejak dengan komen ya. Dan untuk menyemangati Pim, boleh donk minta vote dan like nya.

Love,

PimCherry

LEPASKAN AKU!

"Cewe, boleh kenalan nggak?" Vanessa yang saat itu sedang menunggu bus di sebuah halte yang menuju cafe tempatnya bekerja, merasa terusik.

Pasalnya, sudah beberapa kali ia mengalami hal seperti ini. Ia sudah berusaha untuk bersikap biasa saja dengan menolak mereka secara baik baik. Namun, mereka seperti tak pernah berhenti mengganggu Vanessa.

"Sombong amat sih lo. Apa lo kira lo kecakepan ya?"

Vanessa juga sudah sering mendengar kalimat seperti itu. Ia bukan tak ingin berkenalan, tapi rasa rasanya bukan waktu yang tepat. Lagipula Vanessa sebagai seorang wanita tahu apa maksud dari perkenalan itu.

"Maaf, saya harus pergi dulu, bus saya sudah datang," ucap Vanessa sambil menaiki bus yang akan membawanya ke depan cafe tempatnya bekerja.

Karena masa sekolah tinggal 1 minggu lagi, maka minggu terakhir ini seluruh siswa kelas akhir diizinkan pulang lebih cepat dari jadwal. Vanessa pun bisa pergi ke cafe lebih awal, sehingga upah hariannya tidak akan dipotong lagi.

Siang itu terasa begitu panas, matahari memancar seperti tanpa penghalang. Peluh membasahi kening Vanessa. Di dalam bus juga begitu penuh hingga ia harus berdiri. Vanessa juga mencari tempat berdiri yang dekat dengan pintu keluar karena ia tidak ingin mengalami pelecehan seperti sebelum sebelumnya.

Dengan rambut dikuncir kuda, ia turun di halte yang tidak jauh dari cafe. Menghela nafasnya dalam sebelum kembali melangkahkan kakinya. Ia membuka pintu cafe, dan sebuah lonceng berbunyi. Rekan kerjanya melihat ke arahnya dan tersenyum.

"Tumben udah muncul, ca? Apa hari ini bakalan hujan gede kali ya," ucap Rika, salah satu rekan kerjanya.

"Hujan gede dari hongkong. Lo nggak liat tuh matahari mendelik seakan ini rumahnya sendiri."

Masih ada sedikit peluh di dahi Vanessa, ia meraih tissue dan langsung mengelap dahinya.

"Gue ganti baju dulu ya," ucap Vanessa.

"Cepetan ya, kayaknya gue dapet panggilan alam nih," ucap Rika.

"Tunggu bentar, baru juga 1 langkah."

"Cepetan ca, ntar keluar di sini."

"Iya, iya," Vanessa langsung pergi ke ruang pegawai dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang menjadi seragam cafe tersebut.

Setelah selesai, ia segera merapikan rambutnya dan mencepolnya. Ia langsung berjalan mendekati Rika yang sedang duduk tapi tubuh bagian bawahnya bergerak gerak tidak jelas.

"Sono cepetan!" ujar Vanessa.

Rika langsung bangkit dari kursinya dan berlari ke toilet. Vanessa berjaga di bagian kasir, tapi tidak menutup kemungkinan ia juga membantu rekan rekannya untuk melayani pembeli yang datang. Apalagi kalau sedang ramai, ia kadang sampai kewalahan.

*****

"Gimana ca? Lo jadi ikut nggak sih?"

"Hmm, gue sih mau aja. Tapi gue mesti cek sama jadwal shift kerja gue dulu."

"Kalo misalkan itu pas jadwal lo, lo tinggal minta gantiin aja sama rekan kerja lo. Nah nanti lo gantiin dia gitu pas giliran dia. Gampang kan?"

"Iya sih, tapi ..."

"Udah! Nggak ada tapi tapian. Lo harus ikut pokoknya. Kita nggak mau bersenang senang tanpa lo."

"Ya udah kalo gitu. Gue nyerah deh, kayanya nggak bakalan menang gue kalo berdebat sama lo berdua."

"Pasti donk, kita kan Double A," ujar Anna dan Ardi.

Mereka bertiga pun tertawa.

*****

Hari ini akhirnya tiba, hari pesta kelulusan mereka. Sekolah mereka mengadakan acara tersebut di sebuah ballroom hotel. Ruangannya sangat besar dan mampu menampung hingga 500 orang lebih. Acara dimulai jam 7 malan hingga selesai.

Guru guru juga hadir, namun pukul 9, mereka sudah meninggalkan ruangan tersebut. Ketika panitia sudah tidak melihat satupun guru, mereka pun mulai mengeluarkan minuman.

Vanessa duduk di pojok ruangan, ia lelah sekali. Itu dikarenakan ia mengganti shift kerjanya menjadi pagi hingga sore hari, padahal kemarin ia mendapatkan shift malam. Ia ingin sekali pulang, tapi Ardi dan Anna menahannya.

Dari kejauhan Vanessa bisa melihat teman temannya meminum minuman beralkohol. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bahkan Ardi dan Anna pun ikut serta. Vanessa tak ingin menyentuh minuman itu karena besok ia harus bekerja.

Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, tanpa mempedulikan Ardi dan Anna, Vanessa akhirnya meninggalkan tempat itu. Ia melangkahkan kakinya menuju halte terdekat dari hotel tersebut.

Ia menoleh ke kiri dan ke kanan. Suasana masih sangat ramai karena ini memang malam minggu. Mobil masih lalu lalang, tapi tidak ada bus yang lewat. Apa dia harus naik taksi? Tidak, itu akan mahal. Sebaiknya ia berjalan sedikit untuk mencari pangkalan ojek.

Vanessa berjalan perlahan, sambil melihat ke kiri dan ke kanan. Siapa tahu ada tukang ojek yang lewat. Ia tidak memesan ojek melalui aplikasi online karena ponselnya tidak mampu menampung terlalu banyak aplikasi. Jadi hanya aplikasi chat saja yang ia download.

Vanessa merasa ia sudah berjalan cukup jauh, tapi belum menemukan 1 ojek pun.

"Apa ojek sudah tidak ada lagi?" Vanessa melihat jam di ponsel miliknya, sudah hampir pukul 12. Ia menghela nafas lemah.

Baru saja ia ingin melanjutkan langkahnya, tubuhnya ditarik oleh beberapa orang.

"Hei, lepaskan aku!" Teriak Vanessa.

"Diam!!"

Vanessa bisa mencium bau alkohol dari orang orang itu. Vanessa dibawa ke sebuah tempat yang gelap dan sepi. Ia sungguh ketakutan saat ini.

Dengan kasar mereka mendorong Vanessa hingga terjatuh. Vanessa kemudian menoleh ke arah nereka untuk melihat siapa orang orang itu.

"Ka ... kamu?!" ucap Vanessa kaget.

"Terima kasih karena masih mengenaliku, gadis sombong!"

"Lepaskan aku! Aku mau pulang!" Teriak Vanessa.

"Kamu boleh pulang, tapi setelah kita bersenang senang."

"Tidak!!! Lepaskan aku!"

Plakkk!!!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Vanessa. Sakit ...

"Sakit, huh?! Aku akan membuatmu lebih menderita lagi."

"Apa maumu?"

"Kami semua akan bermain main denganmu. Kamu pasti akan menyukai semua servis yang kami berikan, jadi nikmatilah!" Laki laki itu memerintahkan teman temannya untuk meninggalkannya.

Ia mulai ******* bibir Vanessa dengan kasar. Tanpa mendengar teriakan dan tangisan Vanessa, ia merobek baju gadis itu dan mulai menikmatinya.

"Tolong lepaskan aku, jangan lakukan ini padaku," pinta Vanessa.

"Kamu memohon, huh?!"

Plakkk!!!

Sebuah tamparan lagi mendarat di pipi Vanessa, dan kini ia bisa merasakan sudut bibirnya berdarah.

Laki laki itu tanpa berkata kata langsung melakukan penyatuan tubuh. Vanessa yang baru pertama kali melakukannya, mengerang kesakitan, apalagi laki laki itu melakukannya dengan sangat kasar.

Bukan hanya 1 kali, tapi laki laki itu melakukannya lagi. Kemudian setelah laki laki itu selesai, Vanessa bisa mendengar ia memanggil temannya. Tak mampu menahan rasa sakit yang teramat sangat, Vanessa pun pingsan.

*****

BUKAN MAMAKU

Vanessa terbangun di sebuah rumah sederhana. Ia merasakan tubuhnya sangat lemah, tulang tulangnya seakan sudah remuk. Ia bangkit dari tidurnya dan merasakan sakit yang luar biasa di daerah intimnya.

"Ahhh ...," Vanessa terjatuh karena memaksakan diri untuk berdiri.

Ia kembali mengingat apa yang terjadi dengannya semalam, ia kembali menangis. Air mata seperti tak berhenti luruh dari mata cantiknya.

"Ma, eca kangen mama," seketika itu juga Vanessa kembali pingsan.

*****

Dengan menggunakan ojek online yang dipesankan oleh pemilik rumah yang membantunya, akhirnya Vanessa kembali ke rumahnya.

Dengan langkah gontai ia berjalan masuk ke dalam rumah.

"Wah, wah, dari mana saja kamu baru pulang, huh?! Apa udah jadi liar di luaran sana seperti mamamu itu?"

"Diam Tante! Aku nggak suka tante jelek jelekin mama," ucap Vanessa.

"Loh, tante nggak jelek jelekin. Emang kenyataannya begitu kok. Apa kamu nggak tahu kalau mamamu itu sakit karena terkena penyakit HIV?"

"Tidak!! Hentikan tante!"

"Kamu anak yang nggak berguna. Kelakuan ibu dan anak sama saja. Sama sama wanita jalang!"

Plakkk!!!

Vanessa tidak mampu menahan amarahnya lagi. Secara otomatis tangannya melayang begitu saja dan menampar ibu tirinya.

"Vanes!!" Teriak Tio.

"Pa ... papa ...," ucap Vanessa pelan dan terbata.

"Berani sekali kamu menampar mamamu."

"Dia bukan mamaku!" Teriak Vanessa.

"Masuk ke kamarmu dan renungkan kesalahanmu. Aku tidak akan mengijinkanmu keluar sampai kamu bisa mengerti apa kesalahanmu. Cepat!!" Tio membentak Vanessa dan mengusir putrinya itu dari hadapannya.

Setelah kepergian Vanessa,

"Kamu tidak apa apa, sayang?" Tanya Tio pada Helen.

"Sakit, sayang," ucapnya manja.

Tio mengelusnya perlahan dan menciumi pipi istrinya itu.

"Bagaimana kalau kita pergi berbelanja?"

"Benarkah?" tanya Helen dengan wajah yang sumringah.

"Tentu saja. Kamu kan istriku yang paling kucinta."

"Tunggu sebentar, aku ambil tas ku dulu."

Mereka berdua pergi meninggalkan kediaman Barata. Sementara Vanessa hanya bisa menangis di dalam kamar sambil memeluk pigura foto yang berisi gambar ibunya yang sedang memeluk dirinya.

"Ma, eca kangen sekali sama mama. Apa mama tidak ingin bertemu dengan eca. Jemput eca ma, eca pasti akan dengan senang hati ikut dengan mama," ucapnya sambil menghapus buliran air mata yang jatuh di pipinya.

*****

Saat malam tiba, mimpi itu kembali datang. Wajah laki laki yang telah memperkosanya kembali menghiasi mimpinya. Ia berusaha untuk beeteriak, namun suaranya tidak dapat keluar dan kembali secara tidak langsung ia kembali merasakan sakit yang teramat sangat.

Peluh memenuhi dahinya. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri. Kedua tangannya mencengkeram sprei.

"Tidak! Tolong, jangan lakukan! Tidak!!!" Vanessa terbangun dengan bermandikan peluh. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan posisi ia berada saat ini.

Sejak kejadian itu, setiap malam merupakan hal terburuk bagi Vanessa. Ia tidak pernah sekalipun tidak bermimpi buruk.

Sudah hampir 1 minggu ia tidak pergi bekerja, karena ia tidak diperbolehkan keluar dari kamar. Ia sudah mengirim pesan kepada rekan kerjanya, Rika, bahwa ia tidak bisa masuk kerja, dengan alasan sakit yang menular, sehingga ia perlu beristirahat dan menjauhi orang untuk sementara waktu.

Tokk ... tokkk ... tokk ...

"Non, ini saya bawakan makanannya."

""Letakkan di depan pintu saja, bi. Nanti saya ambil."

Setiap hari makanan untuknya akan dibawakan ke kamar. Tapi pernah sekali waktu, ia tidak mendapatkan makanan sama sekali seharian penuh. Ia yakin itu semua atas perintah ibu tirinya. Ia menahan rasa laparnya dengan hanya minum air saja.

Victor, adiknya, tak pernah lagi mengunjunginya di kamar. Namun terkadang ia mengirimkan pesan melalui ponselnya, untuk sekedar menyapa atau menanyakan keadaannya. Ternyata alasan yang digunakan oleh ibu tirinya juga sama dengan alasannya pada rejan kerjanya, yakni sedang mengidap penyakit menular, jadi tidak boleh ditemui oleh siapapun.

*****

1 bulan sudah ia dikurung di dalam kamar. Tubuhnya semakin kurus dan tercipta lingkaran hitam di bawah matanya. Hal itu karena hampir setiap malam setelah mengalami mimpi buruk, ia berusaha untuk tidak tertidur lagi karena rasa takutnya.

Hoekkk ... hoekk ....

Vanessa berlari ke kamar mandi. Ia memuntahkan isi perutnya. Namun karena memang ia tidak bernafsu untuk makan, maka tidak ada juga yang ia keluarkan, hanya cairan bening saja.

Setelah membersihkan diri, ia kembali duduk di atas tempat tidurnya. Jujur, ia sangat lelah dan merasa tubuhnya sangat lemah. Ia kembali berbaring di atas tempat tidur yang pada akhirnya membuatnya kembali terlelap.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!