NovelToon NovelToon

Setulus Kasih IBU

bab 1

Namaku Novita, tapi banyak orang yang memanggil ku dengan sebutan Vita. Aku sudah memiliki dua orang anak. Anak pertama ku adalah seorang anak laki-laki bernama Raditya. Ya, Raditya adalah nama pilihan tepat menurut kami berdua. Karena kami sudah menyiapkan nama itu jauh-jauh hari sebelum Hari Perkiraan Lahir datang.

Awal itu, saat aku sedang mengandung buah hati pertama kami, kami begitu sangat bahagia. Seakan-akan kehidupan kami berubah sangat drastis. Bagaimana tidak. Kami sudah lama menunggu kehadiran bayi dalam keluarga kecil ini. Dan Raditya lah bukti dari cinta kita.

Aku mengenal suamiku sudah cukup lama sebelum kami melanjutkan hubungan ini ke pelaminan. Suamiku adalah laki-laki yang sempurna di mata ku. dia adalah laki-laki yang sangat bertanggung jawab kepada ku dan juga anakku.

Dia begitu sangat menyayangiku dan anakku. Dia juga selalu berjuang untuk membuat aku dan anakku bahagia dengan caranya sendiri. Nama suamiku adalah Kalendra.

Dia juga selalu membuat kehangatan dalam rumah tangga kami. Cinta dan kasih sayang tak henti-hentinya dia berikan kepada aku atau pun Raditya anaknya.

Waktu itu, tak pernah terlintas sedikit pun di pikiran ku kalau suamiku akan pergi meninggalkan kami untuk selama-lamanya.

Maaf, jika aku menceritakan apa yang aku rasakan. Karena aku benar-benar mencintai suamiku, dan menurutku dia adalah orang yang paling sempurna di dunia ini. Mungkin kata sempurna tidak cukup untuk dia, dia adalah yang sempurna dari yang paling sempurna yang sudah Tuhan ciptakan untukku. Walau aku tahu kalau Kesempurnaan yang sesungguhnya hanya lah milik-Nya.

Sedikit cuplikan percakapan ku dengan suamiku sewaktu dia masih bersama ku dan anak ku.

“Selamat pagi sayang,” ucap suamiku ketika menyapa ku di dapur.

“Hey, pagi juga ayah,” jawabku.

“Mau masak apa? Kelihatannya enak?” kata suamiku yang tidak pernah lupa memeluk tubuhku di pagi hari di saat aku sedang berdiri di depan kompor untuk menyiapkan hidangannya.

“Nih, masak kesukaan ayah. Gurame saus pedas manis,"

“Waw, kamu paling tau apa yang aku suka, makasih sayang,”

Kami pun saling berciuman untuk menyambut pagi hari yang begitu dingin waktu itu.

“Kalau begitu, ayah sekarang mandi terus berangkat kerja,” cakap ku meminta dirinya untuk segera mandi.

“Oke, istriku,” jawab singkat suamiku sambil mengambil sebuah cangkir.

Suamiku memang tidak pernah mau merepotkan ku. Dia hampir tidak pernah memerintahkan ku untuk membuatkan kopi di pagi hari. Tapi, aku sadar kalau itu adalah salah satu dari tugasku untuk melayani suamiku.

“Ayah, ayah mau ngapain? Kok ambil gelas?” Tanyaku.

“Aku mau buat kopi dulu bu,"

“Sudah sana ayah mandi. Biar ibu buatkan,"

“Tapi bukankah ibu masih sibuk memasak?”

“Ayah jangan khawatir. Ibu nggak sibuk kok, ini juga sudah hampir selesai. Pokoknya sekarang ayah mandi dulu. Nanti biar ibu yang buatkan kopinya,"

“Baiklah sayang, makasih ya sayang. Emuch…”

Suamiku kemudian pergi untuk mempersiapkan dirinya berangkat kerja.

 

Jujur saja, hati ini rapuh mengingat betapa mesra dan romantisnya sikap suamiku kepadaku sejak dahulu. Dan aku pun tidak pernah bisa melupakan semua perilaku yang suamiku berikan kepadaku.

Sepanjang hari, aku selalu berdoa. Agar Tuhan selalu menjaga setiap langkah suamiku di mana pun dia berada, karena ada seseorang yang sedang menunggunya dirumah. Tapi apa lah daya, manusia tidak bisa berbuat apa-apa ketika Tuhan sudah berkehendak.

Tuhan juga sudah menyiapkan semuanya dengan berpasang-pasangan. Seperti dimana akan ada datang pasti akan pergi, lewat pasti kan berlalu, ada pasti kan tiada, terbit pasti akan tenggelam, pasang pasti akan surut, dan bertemu pasti akan berpisah. Semua itu sudah mutlak untuk-Nya. kita sebagai manusia mau tidak mau, siap tidak siap harus menerima semuanya dengan sepenuh hati.

Berlanjut dengan cerita di pagi hari ku saat suamiku masih ada diantara kami.

“Selamat pagi gantengnya ayah," sapa suamiku yang selesai mandi, disaat melihat anaknya yang sedang duduk di meja makan sambil membawa segelas susu.

“Pagi ayah," jawab Raditya membalas sapa ayahnya.

“Anak ayah baru bangun tidur ya?” tanya suami ku sembari mengusap-usap rambut Raditya.

Raditya kembali tersenyum dengan mulutnya yang masih berbusa bergaris putih bekas susu yang baru saja dia minum.

Melihat suamiku yang sudah duduk dan siap untuk menyantap sarapan waktu itu, aku pun mendekati anak dan juga suamiku untuk melayani mereka.

“Aku ambilkan nasinya ya ayah,"

“Iya bu,"

“Segini yah?”

“Nambah dikit ya bu,"

“Baiklah,"

Aku letakan nasi putih di piringnya. Setelah itu, aku melanjutkan untuk meletakan lauk kesukaannya.

Aku sangat bahagia melihat suamiku yang selalu makan dengan begitu lahabnya. Dia selalu makan apapun yang aku masak untuk dirinya. dia tidak pernah protes dengan rasa masakan ku. karena dia tidak ingin membuat aku kecewa atau pun sedih sedikit pun.

“Gimana yah? Enak kan?” tanya ku kepada suami tercinta ku.

“Enak bu, enak banget. ayah suka,"

“Beneran yah?”

“Iya sayang,"

“Syukur lah kalau begitu, nanti nambah lagi ya yah.”

Selesai sarapan, suamiku selalu menyodorkan tangannya untuk berpamitan pergi bekerja.

“Sayang, ayah berangkat kerja dulu ya. Ibu dan Raditya jaga diri baik-baik di rumah,"

“Iya ayah. Hati-hati ya berangkat kerjanya.” Ucapku sambil mencium tangan suami ku pagi itu.

Raditya yang masih berumur tiga tahun itu pun berlari kecil mendekati suamiku, karena dia tau kalau ayahnya sebentar lagi akan berangkat bekerja.

“Ayah, Raditya ikut,” ucap Raditya yang begitu sangat manja kepada ayahnya.

“Eh, sayang. Raditya di rumah dulu ya. Jaga ibu. Nanti kalau ayah sudah pulang kita main bersama ya. Sekarang ayah berangkat kerja dulu,"

“Emm, ayah,” ucap Raditya yang sedikit mewek karena ayahnya akan pergi bekerja.

Aku pun lalu mengendong Raditya yang masih sangat polos waktu itu.

“Sayang, ayah kerja dulu, nanti kalau pulang, ayah pasti ajak Raditya main,”

“Bener ya ayah?”

“Iya Raditya sayang. Ayah janji. Ya sudah bu, berhubung sudah jam segini, ayah pergi dulu,”

“Iya ayah, hati-hati ya,"

Suamiku selalu mengecup manis kening ku dan anakku Raditya. Dia tidak pernah lupa untuk itu. Karena menurut dia, kebahagiaan istri adalah kunci utama rejeki suami mengalir terus.

Suamiku kemudian pergi untuk bekerja. Kehidupan ku bersama suamiku memang sangat harmonis, bahkan kami hampir tidak pernah ada yang namanya adu mulut untuk memperdebatkan sesuatu hal yang membuat kita merasa kecewa atau sedih. Sebab suamiku tidak ingin membuat air mata ku ini keluar membasahi pipiku. Dia tidak bisa melihat aku menangis.

Sampailah pada sore harinya. Dimana ketika waktu sudah menunjukan jam pulang kerja suamiku. Setiap sore aku sudah menyelesaikan semua tugas rumah, dari beres-beres, menyuapi anak, dan juga menyiapkan makan malam.

Terdengar suara motor yang berhenti di depan pintu gerbang rumah kami. Raditya yang sudah sangat hafal betul suara motor milik ayahnya pun langsung berlari menyambut kedatangan ayahnya itu. sambil berlari membawa mainan kesukaannya dia berteriak memanggil-manggil ayahnya.

“Aaayyyaaahhh…” teriak Raditya.

“Raditya sayang," ucap suamiku yang membalas sambutan dari anaknya waktu itu.

Hati ini seakan tidak mau kehilangan momen yang sangat berharga melihat mereka saat itu. Karena aku tau, pasti akan sangat berat bagiku jika kebahagian ini tiba-tiba hilang.

Setelah motor suamiku masuk ke gerbang lalu memarkirkannya. Suamiku langsung saja berlari mendekati dan segera menggendong Raditya sambil mengecup pipi gembul anaknya itu.

Dengan sifat manja, Raditya memeluk erat ayahnya dan memperlihatkan mainan yang sedang dia bawa.

Aku yang berdiri di depan pintu lalu membawakan tas kerja milik suamiku dan menyambut dengan salam senyum kepadanya.

“Ayah, sini tas nya. Biar ibu yang bawakan,”

Di berikanlah tas kerja itu kepada ku. Setelah itu kami bertiga masuk kedalam rumah.

bersambung....

 

Memory

Selesai mandi dan membersihkan tubuhnya, suamiku langsung saja menghampiriku, yang waktu itu aku sedang duduk menemani Raditya menonton televisi. Dia ajukan pertanyaan kepadaku dengan manjanya.

“Bu, ayah laper. Ibu masak apa sore ini?” tanya suamiku sambil merangkul tubuhku.

“Ayah mau makan sekarang?” tanya ku menawarkan makan malam untuknya.

“Boleh,"

“Ya sudah, yuk kita ke meja makan,” ajakku kepada suamiku.

Aku dan suamiku pun pergi menuju ke meja makan. Sedangkan Raditya, masih terlihat duduk manis melihat tayangan film kesukaannya di televisi. Berhubung ruang makan dan juga ruang televisi masih dalam satu ruang, Raditya pun tidak merengek ketika kami tinggal untuk menyantap hidangan makan malam berdua dengan suamiku di meja makan.

Selesai makan malam, suamiku tiba-tiba langsung pergi begitu saja menuju ke kamar. Entah apa yang sedang dia lakukan di kamar. Sedangkan, aku masih sibuk merapikan dan mencuci piring yang baru saja kami gunakan.

Selesai membereskan meja makan, aku pun datang kembali untuk menemani anakku.

“Filmnya belum selesai nak?” tanya ku sambil duduk mendekati Raditya.

“Belum bu," balas Raditya.

Namun, aku tiba-tiba merasa ingin menghampiri dan melihat suamiku yang sedang ada di kamar sendirian. Belum juga kaki ku melangkah, tak lama suamiku keluar dari kamar. Dia membawa satu bungkus paper bag, entah apa isi di dalamnya. Aku hanya mengira kalau suamiku membawakan atau membelikan sebuah mainan untuk anaknya. Dia kemudian duduk di sampingku sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam paper bag yang sedang dia pegang waktu itu.

Dan ternyata benar, kalau suamiku sudah membelikan sebuah mainan truk kecil untuk anaknya. Mungkin tidak seberapa harga mainan itu, tapi nilai perhatian yang dia berikan kepada anaknya membuat hatiku terenyuh dan bangga memiliki suami seperti dirinya.

“Raditya, lihat, ayah belikan sesuatu untuk Raditya,”

Seketika Raditya langsung menoleh ke arah ayahnya saat itu. Dengan terlihat begitu sangat bungah, Raditya langsung mendekati ayahnya yang sedang memamerkan mainan yang saat itu sedang dipegangnya.

“Yee, ayah beliin Raditya mainan truk," kata Radit yang terlihat kegirangan.

“Raditya suka?” tanya suamiku sambil membuka plastik bungkusan mainan itu.

“Suka ayah, suka sekali,"

Selesai membukakan plastik bungkusan mainan itu, suamiku lalu memberikan mainannya kepada Raditya. Hatiku terasa damai, melihat atau merasakan kebahagian yang ada di hadapanku saat itu. setelah mendapatkan mainan dari ayahnya, Raditya kemudian memainkan truk kecil itu di lantai. Sedangkan aku dan suamiku duduk berdua sambil menemani anak kami bermain. Namun, tiba-tiba suamiku memberikan sebuah kejutan kepada ku. Dia meminta agar aku menutup mata.

“Ehem, (batuk kecil) bu,” panggil suamiku.

“Iya, ada apa yah?” tanya ku penasaran.

“Em, tutup matanya sebentar dong,"

“Hayo, ayah mau ngapain ibu? Pasti ayah mau njahilin ibu ya?" tanya ku dengan penuh penasaran.

Suamiku pun justru tertawa kecil di sampingku karena melihat wajahku yang begitu sangat bingung dan was-was.

“Ih, ibu. Tutup mata dulu. Nanti juga tau,”

“Awas saja kalau ayah sampai aneh-aneh," ucapku yang khawatir kalau suamiku akan iseng kepada ku.

“Enggak bu, ayah janji. Ayah nggak akan berbuat aneh-aneh sama ibu,” kata suamiku sambil melebarkan senyumannya.

“Habis ayah tiba-tiba mencurigakan sih,”

“Udah cepet gih tutup matanya," pinta suamiku.

“Bener ya yah,”

“Iya sayang," ucap suamiku sambil mencubit manja kedua pipiku.

Sambil tersipu malu mendengar permintaan suamiku yang seperti anak kecil, aku pun langsung menutup kedua mata ku.

“Udah,” ucapku.

“Nanti kalau ayah bilang buka, ibu baru buka matanya ya," bilang suamiku.

“Iya, iya yah. Jadi penasaran sama ayah. Ada apa sih yah. Cepetan deh yah,”

“Hust! Tunggu sebentar. Nanti juga tau sendiri,”

Ketika aku menutup mata, aku merasa ada benda yang sedang suamiku pasangkan di leherku. Aku langsung saja membuka mata dan melihat benda tersebut. Begitu terkejutnya aku waktu itu. Suamiku membelikan aku sebuah kalung yang begitu sangat indah untukku.

“Ayah,” ucapku sambil melihat ke arah suamiku dan memegang kalung yang sudah terpasang di leherku.

Mulutku sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Aku begitu sangat terharu dengan kejutan yang suamiku berikan kepada ku sore itu. Aku langsung saja memeluk erat suamiku dengan meneteskan air mata.

“Ayah, terimakasih banyak. Beneran ibu sangat terkejut sekali yah. Makasih ya yah," kata ku sambil menangis, karena terharu melihat suamiku yang begitu sangat romantis kepadaku. Dia sangat paham bagaimana cara memperlakukan istrinya dengan sangat baik.

“Sama-sama. Ini hanya hadiah kecil dari aku, karena ibu sudah mau mendampingiku selama ini. Dan ibu sudah memberikan aku kebahagiaan yang tidak ternilai,"

“Maksud ayah? Ayah, jangan bicara seperti itu, selama ini ibu masih memiliki banyak kekurangan untuk menjadi istri yang baik untuk ayah,"

“Hhuuussstt! Ibu tau gak? Raditya itu adalah hadiah terbaik yang sudah ibu berikan untukku. Kebahagiaan sebenarnya seorang suami adalah kehadiran buah hati di dalam rumah tangga kita ibu,”

“Emm, ayah. Aku jadi mewek kan,”

“Serius bu. Kalung yang aku berikan ini tidak sebanding dengan apa yang sudah ibu berikan dan korbankan kepada ku,"

Aku pun menangis, terharu mendengarkan perkataan suamiku tadi. 

“Ayah, hu.. hu.. hu..”

“Sayang, sudah dong. Di kasih kejutan kok malah nangis sih,"

“Soalnya aku bener-bener gak tau mau bilang apa yah. Aku merasa kalau  aku tuh wanita yang paling beruntung karena memiliki suami yang begitu sangat baik seperti ayah. Hisk… hisk… hisk…”

“Ah, kamu terlalu berlebihan,”

Suamiku pun langsung menghapus air mataku yang jatuh di pipi, kemudian memeluk erat tubuhku di depan Raditya.

Entah, aku tak tau, Tuhan begitu sangat baik, sehingga mengirimkan aku seseorang malaikat untuk selalu menjaga hidupku.

Setiap hari aku selalu berdoa untuk kesehatan dan juga keselamatan suamiku atau pun anakku. Aku juga berdoa supaya Tuhan selalu memberikan kebahagiaan di dalam keluarga kecil kami. Sebab, aku sadar hidup ini terasa sunyi tanpa kehadiran mereka. Hati ku juga akan rapuh jika suamiku pergi meninggalkan kami.

Kata-kata cinta atau sayang tidak pernah bisa hilang dari mulutku ini sampai kapan pun. Karena, aku sungguh mencintai dirinya, aku juga menyayangi dia wahai suamiku tetaplah bersama ku.

Waktu berlalu dengan begitu sangat cepat. Tak terasa kami sudah melewati waktu panjang bersama-sama.

Pagi ketika suamiku akan pergi bekerja, ponselnya tiba-tiba berdering. Ia kemudian segera mengambil dan mengangkat panggilan masuk.

Aku yang masih disibukkan mengurus keperluan Raditya yang akan masuk ke Taman kanak-kanak pun tidak terlalu menggubris suami ku yang sedang menerima telepon di luar.

Tiba di mana aku akan berangkat untuk mengantarkan Raditya ke sekolah. Aku berpamitan dengan suamiku.

“Yah,” panggilku sembari menyentuh tangan suami.

Entah, apa yang sedang suamiku bicarakan dengan temannya di telepon waktu itu. Sebab, aku melihat wajah suamiku seperti gugup dan juga gelisah. Aku tak sempat bertanya apa yang terjadi karena aku sangat terburu-buru waktu itu.

Sambil menoleh ke arahku dan menggenggam ponselnya dia pun menyodorkan tangannya di hadapan ku meminta ku untuk bersalaman kepadanya.

“Yah, aku pergi dulu ya. Ini sudah siang, dan ini hari pertama Raditya masuk TK,”

Suamiku hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan terlihat sibuk dengan percakapan dengan temannya saat itu. Dia memberi isyarat kepadaku untuk berhati-hati.

Aku pun kemudian keluar dari gerbang pintu rumahku dan pergi untuk mencari transportasi di jalan raya bersama Raditya.

Dalam perjalanan menuju ke sekolah Raditya, dalam hati ku bertanya-tanya tentang keadaan suamiku pagi itu.

bersambung....

Masih dengan memmory

“Ada apa ya dengan ayah? Kenapa ayah seperti gelisah saat sedang menerima telepon itu? Coba aku tanya kan nanti kepada ayah saat dia pulang kerja," batin ku yang duduk sambil merangkul Raditya.

Dalam perjalanan menuju ke sekolahan Raditya, aku sudah mempunyai firasat soal suamiku. Namun, aku terus berfikir positif walaupun hati ini terus merasa gelisah.

Sedangkan, sore hari di mana suamiku terlihat murung saat pulang dari kerja waktu itu. Biasanya dia selalu membalas sambutan hangat yang diberikan oleh anaknya, tapi waktu itu, suamiku sama sekali tidak membalasnya. Entah karena dia sangat lelah atau menang di kantor dia sedang ada masalah. Aku pun mencoba untuk memahami keadaannya.

Suamiku lalu duduk dengan wajah yang masih terlihat bingung.

“Ada apa ya ayah nih? Kok tumben sekali sih. Ayah kelihatan lesu, apa di kantor sedang ada masalah? Ya Tuhan, lancarkan lah segala urusan suamiku dimana pun dia berada. Berikan dia rezeki yang lancar. Dan jauhkanlah musibah yang menghalangi urusannya,” doa ku dari dalam hati.

Aku pun kemudian mengambil tas yang selalu dia bawa kerja beserta jaket kesayangannya.

“Ayah, aku buatkan kopi?” tanya ku.

“Iya bu,"

“Baiklah,”

Selesai menaruh tas kerja dan juga jaket milik suamiku di tempatnya, sesegera mungkin, aku langsung membuatkan secangkir kopi untuk dirinya. Aku sengaja tidak langsung bertanya kepadanya. Karena aku tidak ingin, memancing amarahnya. Tapi aku memang sudah mempunyai niat mengajukan pertanyaan kepada suamiku nanti disaat dia sudah terlihat sedikit tenang.

Selesai membuatkan kopi hangat untuknya, aku letakkan secangkir kopi itu di meja yang ada di hadapannya.

“Ini yah kopinya,”

“Owh, makasih ya bu,”

“Sama-sama,”

Raditya langsung meminta ayahnya duduk di pangkuannya.

“Ayah, Raditya duduk sini," ucap Raditya sambil menuding kedua paha ayahnya.

“Raditya sayang, ayah capek nak. Sini duduk bersama ibu saja,”

“Sudah bu, nggak apa-apa. ayah tau kalau Raditya pasti kangen ya sama ayah?”

Raditya langsung mencium pipi ayahnya dan duduk berbalik menghadap ayahnya, kemudian ia memeluk ayahnya dengan erat.

Akan tetapi, aku masih bertanya-tanya, “Raditya kok tumbenan ya meluk ayahnya? Mungkin dia tau kalau ayahnya sedang terlihat susah,” kata ku dalam hati sambil melihat Raditya dan suamiku.

Setelah Raditya tertidur lalu semua pekerjaan dan tugas ku selesai, aku kemudian mendekati suamiku yang sedang duduk di depan rumah sambil bermain ponselnya.

“Ayah, ternyata di sini,” sapa ku.

“Eh, sayang,”

Aku merasa aneh dengan gelagat suamiku. Dia seperti sedang menyembunyikan sesuatu entah kesusahannya sendiri atau apa.

“Gimana kerjanya yah? Lancar?” tanya ku.

Aku sengaja membuka percakapan itu kepada suamiku berharap suamiku akan terbuka dan menceritakan kegelisahannya kepadaku.

“Aman bu,” jawab suamiku.

“Emm, syukur deh kalau gitu,” jawab ku.

“Kamu kenapa belum tidur? Biasanya kalau ibu menidurkan Raditya, ibu juga ikutan tidur,"

“Belum mengantuk saja yah. Tapi ayah juga, biasanya jam segini sudah tidur? Besok kan ayah harus berangkat pagi,”

“Em, ayah juga belum mengantuk bu,"

“Owh, apa ayah mau ibu buatkan kopi atau teh hangat?”

“Enggak usah bu, sudah terimakasih. Kamu sudah capek seharian mengurus rumah dan juga Raditya,"

Aku pun langsung memberikan senyuman kecil kepada suamiku.

“Kenapa suamiku tidak menceritakan apa-apa sama aku ya?” batin ku dalam hati.

Tapi aku tidak menyerah sampai di situ, aku terus memancing percakapan kepada suamiku, agar suamiku mau menceritakan apa yang menjadi beban di pikirannya.

“Ayah, tadi pagi kenapa ayah terlihat gelisah?” tanya ku.

Namun, nampak jelas di wajah suamiku yang sedang menutup-nutupi sebuah masalahnya sendiri.

“Yah.”

“Eh, iya sayang?”

“Kenapa ayah diam?”

“Owh, nggak ada apa-apa kok bu,”

“Bener?”

“Iya sayang. Ibu jangan khawatir ya, semua pasti akan baik-baik saja.”

Aku terkejut dengan ucapkan atau jawaban suamiku pada waktu itu. Apa yang dia katakan beda sekali dengan ekspektasi ku. Dia enggan menceritakan kepadaku.

“Baik-baik saja?” tanya ku kepada suamiku.

“Lebih baik, sekarang ibu istirahat. Ibu sudah terlihat lelah saat ini,"

Aku pun hanya terdiam, sebab aku rasa percuma saja jika aku meneruskan perbincangan ku dengan suamiku malam itu. Sebab, aku begitu mengenal suamiku, suamiku tipe orang yang tidak mudah terpancing dengan ucapan orang. aku kemudian langsung masuk dan pergi menuju ke kamar ku. setelah itu, aku membaringkan tubuhku di tempat tidur.

Tak lama suamiku masuk kedalam kamar. Aku lalu berpura-pura tidur. Karena aku ingin sekali melihat dan mengecek ponsel milik suamiku. Di hati ini seperti ada yang menuntun ku supaya aku segera mengecek ponsel suamiku malam itu.

Beberapa menit berlalu. Aku menoleh ke arah suamiku. Dia terlihat sudah tertidur dengan begitu sangat pulas sambil mendengkur.

“Ayah sudah tidur. Aku ingin mengecek ponselnya. Apa sih yang sedang suamiku sembunyikan,” ucap ku dari dalam hati.

Aku kemudian beranjak dari tempat tidur dan berjalan perlahan-lahan menuju meja tempat suamiku meletakkan ponselnya.

Berhubung, aku tidak ingin suamiku tau, kalau aku sedang menyelidiki dirinya, setelah mengambil ponselnya aku langsung saja keluar dari kamar. Aku kemudian duduk di ruang tv dan membuka kunci ponsel suamiku. Satu persatu aku cek story yang ada di ponselnya. Akan tetapi, aku tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan di dalam ponsel suamiku. Namun, aku melupakan satu aplikasi yang ternyata disitulah jawaban atas semua pertanyaan ku. aku membuka WhatsApp, dan membaca satu persatu percakapan yang ada di dalamnya.

Dan di percakapan itu, suamiku meminta bantuan kepada teman-temannya agar mencarikan sebuah pekerjaan. Kebingungan ku semakin bertambah. Hingga akhirnya, aku melihat panggilan masuk untuk mengecek panggilan masuk dari pagi tadi. Dan ternyata managernya suamiku yang menelepon dirinya pagi itu.

“Ada apa dengan ayah, kenapa dia bertanya kepada teman-temannya sebuah lowongan pekerjaan? Terus dia mencarikan lowongan pekerjaan untuk siapa? Ah coba aku cek lagi satu persatu chat nya,” kata ku dalam hati yang masih sibuk dengan ponsel suamiku.

Dan akhirnya aku menemukan salah satu chat, yang di mana di situ suamiku menceritakan kepada salah satu temannya dengan isi chat sebagai berikut,

“Bro, aku kena PHK. Ada lowongan pekerjaan gak?”

“Kenapa di PHK bro?”

“Ada pengurangan karyawan bro dan aku salah satunya. pihak perusahaan saat ini sedang tidak seperti dulu,"

“Sabar bro, aku bakal carikan info lowongan pekerjaan buat kamu. Tapi pekerjaan apa saja kamu mau kan?”

“Mau bro, asalkan aku bisa cari duit biar bisa menafkahi istri dan anakku. Pusing ini kepala bro,"

“Baik-baik, tunggu kabar dari aku saja ya bro,”

“Baiklah, kalau bisa secepatnya ya bro. Mungkin waktu ku bekerja disana tinggal satu minggu lagi bro. Kebutuhan ku juga banyak sekali. Aku sengaja tidak menceritakan kepada istriku. Aku khawatir kalau istriku nanti kecewa kepadaku bro,”

“Ha… ha… ha… baik-baik. Tenang saja, secepatnya aku akan carikan info lowongan pekerjaan buat kamu. Aku tau apa yang kamu rasakan bro. Yang sabar aja ya bro,"

“Di tempat kamu apa tidak ada lowongan pekerjaan?”

“Sementara ini belum ada bro,”

“Baiklah, aku tunggu kabar dari kamu,”

Begitulah percakapan suamiku dengan temannya. Bisa dibilang temannya itu adalah teman kerjanya dulu. Dan pertemanan mereka awet sampai sekarang. Bisa dibilang saudara tapi tak sedarah atau saudara jauh.

bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!