Nara berlari seperti orang gila pagi ini, entah berapa banyak orang yang sudah dia tabrak tanpa sengaja dan puluhan kata sorry diucapkan. Pertama kali dalam hidupnya dia merasa mungkin akan berjalan menuju lembah kematian. Aaah tidak, mungkin ini kali kedua dalam hidupnya namun kali ini tidak ada yang bisa menyelamatkannya seperti saat itu. Nara berlari kencang dari stasiun MRT tempat dia turun tadi, berlari dengan rok pinsil, sepatu hak tinggi meski hanya 7 centi, blouse kerja serta blaszer di tangan itu butuh keahlian tinggi, belum lagi tas tangannya yang memuat banyak map kerja. Harusnya aku ikut olimpiade ke Tokyo aja tahun ini!! Iya dalam kategori cabang olahraga pelari jarak jauh, lari dari kenyataan hidup perkantoran!! Rutuknya dalam hati.
Salah siapa dia bisa bangun kesiangan di kala pagi ini ada meeting penting dalam divisinya, tetapi mana mau managernya mendengarkan alasannya bahwa dia semalam bergadang untuk membantu papa mamanya membuat roti hingga pukul 2 dini hari karena ada pesanan snack box dalam jumlah besar di bakery milik mereka.
Naranika Atmadja, gadis cantik ehmmm... kita sebut dia wanita saja karena statusnya. Naranika Atmadja wanita cantik berusia 26 tahun dan berstatus JANDA!
Nara menjadi janda di usia muda bukan juga keinginannya, dia bukan wanita yang di tinggal mati suaminya, bukan juga korban KDRT atau korban perselingkuhan dengan pramugari yang lagi marak belakangan ini. Nara berstatus janda hanyalah benar benar status belaka, semua ini di karenakan kejadian kelam 3 tahun lalu saat kedua orang tua Nara bangkrut dan di tipu rekan kerjanya dan saat itu Nara baru saja menyelesaikan kuliahnya. Kerugian beberapa milyar saja mereka tak sanggup membayar karena semua aset tersita, tidak mempunyai jaminan apapun yang berakibat tidak bisa mengajukan pinjaman pada Bank. Masih ada juga, Andra adik Nara yang masih bersekolah saat itu, membuat Nara mengambil keputusan besar untuk hidupnya dengan terpaksa, seperti di film film dan novel yang pernah dia baca yaitu menikah dengan rekan kerja papanya yang terpaut usia 35 tahun darinya.
Kantor catatan sipil menjadi saksi bisu kepiluan Nara saat itu, berat dan sedih sudah pasti tetapi dia tidak tega melihat kehancuran keluarganya karena papa mamanya akan dituntut untuk dipenjarakan karena tidak sanggup membayar hutang dan memilih untuk berkorban. Namun Tuhan berkehendak lain, setelah dua menit dia menandatangi surat nikahnya ada penyelamat datang. Iya Natha. Nathania Wan, gadis cantik asli keturunan korea yang menjadi sahabat Nara sejak bangku sekolah. Natha membawa pengacara keluarganya dan cek senilai hutang untuk dibayarkan lunas. Menuntut rekan kerja papa Nara dengan kasus penipuan, melewati berbagai rangkai proses yang rumit akhirnya Nara bisa menandatangi surat cerai.
Meskipun awalnya Natha marah dan kecewa karena Nara menyembunyikan masalah ini, namun pada akhirnya Natha datang menyelamatkan semuanya tanpa pamrih.
Kini status Nara adalah Janda, status yang melekat terus di belakangnya, status yang akan terus dia bawa seumur hidupnya dan status yang terera di kartu tanda penduduknya!! Meski demikian dia bersyukur mempunyai sahabat seperti Natha dalam hidupnya.
Oke balik lagi dengan keadaan Nara, wanita itu berlari semakin kencang begitu memasuki lobi kantor tempat dia bekerja. Spanduk berukuran besar yang bertuliskan penyambutan direktur baru pun tidak digubris Nara. Berlari menuju lift dan memencetnya dengan terburu buru, "Ayo cepat dong cepaat!!" Panik Nara sambil menekan tombol itu berulang kali seolah olah bisa menambah kadar kecepatan lift untuk turun dan terbuka.
'Ting' begitu pintu lift terbuka dia melesat secepat kilat masuk ke dalam lift dan menekan angka 8 lantai dimana divisinya berada.
"Sudah saya bilang meeting ini penting untuk divisi kita!!!" Lengkingan suara cempreng itu memekakkan telinga Nara. "Kamu sebagai wakil divisi bekerja ga profesional, bukan terlambat aja tapi kamu juga ga bawa usb buat presentasi!!! Meski kamu bisa ingat 80% isi slide presentasi yang kamu bikin tapi tanpa persiapan semua jadi berantakan!!! Kamu ga mengharagai kerja keras tim semua??!!!" Wulan, selaku manager Nara bertolak pinggang dihadapannya dan memarahi Nara tanpa ampun, wanita berumur 40 tahun itu terus mengoceh tanpa henti seperti kereta.
Nara berjalan lunglai menuju halte bus sehabis pulang kantor, tadi Wulan tidak sedikitpun melepaskan Nara hari ini, dimulai dengan setumpuk pekerjaan dan juga harus kunjungan ke kantor cabang untuk menyelesaikan berbagai urusan. Meski kecerobohan Nara bisa dengan cepat teratasi namum sungguh, Nara benar benar di omeli dan di berikan banyak ujian seharian ini oleh manager gilanya. Dan berkah buatnya di petang hari ini, untung tadi Natha menelponnya dan mengajaknya bertemu seusai jam kantor untuk makan malam bersama dan akan mentraktir Nara. "Seengaknya masih ada hal positif hari ini!" Nara terbahak dalam hatinya.
"Hari ini aku ngalamin hari tersial dalam hidup! Udah di omelin sama manager gila kerja itu, kerjaan semua numpuk! Kalau bisa, aku mau resign tapi gimana yah aku masih ada utang sama kantor!" Nara mengambil segelas bir dihadapannya, mereka duduk di restoran yang menyajikan makanan korea. "Pokoknya malam ini aku cuma mau makan dan minum bir sampe puas dari traktiran nona Natha!! Yayyy!"
"Stop!" Natha menahan lengan Nara.
Nara berdecak kesal, "Apa lagi?? Kamu juga mau menghentikan kebahagiaan kecil yang aku baru aja dapetin??" Wanita itu menjebikkan bibirnya dan memasang wajah meminta belas kasihan.
"Bukan." Natha mengambil gelas miliknya, "Seengaknya kita harus bersulang! Karena aku juga pusing sama masalah papa!!" Natha menertawakan dirinya sendiri lalu mereka menenggak bir bersamaan.
"Pusing kenapa sama om Awan?"
Natha melirik Nara dan tertawa kesal, "Jangan asal sebut nama papa sembarangan." Jelas saja karena ayah Natha adalah orang korea asli yang bernama Sung Ji Wan, konglomerat asal korea di negara ini yang menjadi pemimpin Sung Wan Enterprise dan yang berarti Natha adalah generasi kedua konglomerat itu. "Perjodohan lagi." Natha memasang wajah kesal dan malas, "Lingkaran setan yang ga pernah habis, selalu maksa aku buat ikut perjodohan." Gadis itu memangku wajahnya malas.
Nara mengunyah daging panggang di hadapannya, "Apa susahnya sih tinggal nolak ke om Awan, bilang dengan tegas. 'Papa aku tidak mau ke perjodohan.' Udah gitu aja."
"Kalau semua sesimple itu aku juga bisa Nara! Ini udah kesekian kalinya dan aku jenuh!" Natha mengetuk jidat Nara dengan sumpit ditangannya, "Papa ga akan stop maksa aku ikut perjodohan sampe aku klop sama orang yang di jodohin."
"Yauda sih ikut aja, kalau ga cocok tinggal tolak. Lagian kamu kan juga mau cari pacar..."
"Aku ada ide!!!!" Natha tiba tiba bersemangat dan menepuk bahu Nara kencang sampai gadis itu hampir saja tersedak daging.
"Apa sih?!" Nara menghempas tangan Natha kesal.
"Kamu!" Natha menunjuk ujung hidung Nara, "kamu gantiin aku ikut perjodohan!" Natha berkata mantap.
"Ga mau! Apaan sih kamu aja yang ikut."
"Ga, aku udah cape! Apapun yang terjadi pokoknya aku mau ketemu jodoh aku itu dalam cinta pandangan pertama. Aku tunggu jodoh yang kaya begitu, ga mau dari perjodohan ini pokoknya!" Kekeh Natha.
"Aku juga lagi nunggu jodoh, meskipun status aku eennngggg... janda." Nara tersenyum pias menampakkan giginya yang putih, "Yang pasti jodoh aku harus orang kaya aku ga peduli!" Nara mengangkat gelas bir nya. "Tapi aku ga mau gantiin kamu ikut perjodohan. Titik." Wanita itu lalu menenggak minumannya.
"Aku bayar!" Natha memukul telak Nara dengan uang, "Dan jangan bawa bawa status janda disini, bagi aku, kamu tetap sama, Nara tetaplah Nara."
"Bukan main yah punya temen anak konglomerat kaya gini, kamu bener bener mau manfaatin temen kaya gini?? Aku tau, aku juga lagi butuh duit buat bayar utang pinjeman sama kantor! Tapi setidaknya aku punya harga diri Nat!" Nara menjeda dan menenggak lagi sisa bir di gelasnya nya dan menghabiskannya dengan sekali teguk.
"Jadi, kamu mau bayar aku berapa??!" Nara meletakkan gelas kosong itu diatas meja cukup keras.
Nara bangun lebih awal pagi ini untuk berangakat ke kantor, dia tidak ingin tragedi terlambat kemarin terulang lagi meskipun kepalanya terasa pening karena semalam dia minum bir lumayan banyak bersama Natha hingga larut malam. Di dalam MRT perjalanan menuju kantor, Nara teringat kejadian semalam dimana dia setuju untuk menggantikan Natha ke perjodohan malam ini. Semua demi uang! Nara menertawakan dirinya.
Flash bac on
"Jadi aku cuma harus kesana dan nolak dia dengan langsung gitu?" Nara terus mengunyah daging panggang dihadapannya dan mendengarkan intruksi dari Natha.
"Iya, pokoknya bikin dia nolak perjodohan dan kalau kamu berhasil bikin dia lari kabur juga kamu bakal aku kasih bonus lumayan!" Natha tersenyum lebar lagi lagi menggoda Nara dengan uang.
"Itu bukannya gampang?" Nara menjeda, "kamu kan bisa aja akting jadi orang bodoh atau lusuh yang bisa bikin orang ilfil, itu pekerjaan remeh."
"Udah pernah! Bahkan aku pernah datang seperti orang bodoh di setiap perjodohan, bersikap menyebalkan juga pernah." Natha dengan gemas mengatakan itu semua. "Dan semua berakhir ketahuan karena aku sebenarnya tidak tertarik dengan pria pria yang di jodohkan, pada akhirnya semua hasilnya juga udah di tentuin kalau aku akan terus di jodohkan, jadi kamu tinggal akting aja yang profesional."
"Harus kaya apa??" Nara mulai berpikir serius.
Ekspresi wajah Natha sumringah seakan baru saja mendapat ilham, "Gimana kalau jadi femme fatale!!!!"
"Femm.. apa??" Nara memasang wajah bingung.
"Udah pokoknya semua aku yang urus, besok malam kita ketemu dia restoran Skylight yah! Ga usah make up dan ga usah bawa baju ganti, semua aku yang siapin, pokoknya kamu tinggal dateng aja."
Flash back off
Nara melengos, malam nanti jadi dia harus pergi ke perjodohan dan berperan sebagai Natha. Wanita itu berjalan lunglai masuk kedalam lobby kantor, "Nar! Ga semangat amat? Kemarin kamu ga ikut kan apel pagi. Ada nyambut direktur baru tuh." Seorang lelaki yang terpaut umur 7 tahun lebih tua dari Nara adalah salah seorang senior di kantornya.
"Pagi pak Adrian." Nara menyapa seniornya lebih dulu, "Saya maunya ikut apel pagi pak. Tapi kemarin kan saya harus ke kantor cabang buat urusin kerjaan kan dari ibu Wulan." Nara melihat beberapa spanduk dan karangan bunga terpajang sisa kemarin menyambut direktur baru mereka.
"Namanya siapa itu?" Nara menyipitkan matanya melihat tulisan pada karangan bunga.
"Aduh tulisan jauh begitu diliat, tuh segede gajah di spanduk!" Pak Adrian menunjuk dengan jarinya, "Direktur baru kita, bapak Reynold Orlando Giordan!"
"Gior..."
Pak Adrian berdecak dan bersikap seperti pembawa berita profesional, "Direktur baru kita ini satu satunya cucu pak presdir, baru kembali dari Amerika kantor cabang disana." Lalu dengan gerakan mencurigakan pak Adrian melirik kanan kirinya dan berbisik dekat telinga Nara. "Dengar dengar di kantor cabang Amerika dia terkenal dengan sebutan setan penggila kerja, badannya seperti robot yang sudah di seting hanya untuk bekerja saja 24 jam penuh. Para karyawan di Amerika menyebutnya seperti pasien rumah sakit jiwa yang mempunyai penyakit kecemasan bila melihat pekerjaan yang tidak sempurna. Yang paling di bencinya adalah ketidaksempurnaan dan kebohongan, dengar dengar dia akan langsung memecat karyawan yang ketahuan berbohong ataupun yang kerjanya tidak beres."
Nara menjauhkan telinganya dan menatap senior kantornya itu dengan perasaan yang bergidik, dia adalah sasaran empuk untuk atasan yang seperti itu karena ceroboh adalah nama tengah Nara meskipun otaknya tergolong encer. "Masa ada orang seperti itu??" Nara tertawa hambar menepuk bahu seniornya.
"Ini rumor yang bisa dipastikan keakuratannya." Bisik pak Adrian dan membuat Nara menelan ludahnya kasar.
****
"Pak Rey, pak Presdir sudah menunggu anda sedari tadi di depan." Bastian yang merupakan sekretaris Reynold dan juga anak asuh pak presdir berdiri dengan cemas di depan meja Reynold, sedangkan pria itu masih berkutat dengan setumpuk dokumen di mejanya dengan alis mengernyit membaca pertiap halaman dokumen di tangannya.
"Iya." Jawabnya singkat dan padat tanpa mengalihkan pandangannya.
"Tapi..." Bastian menarik nafas dalam dalam, "Pak Presdir sudah menunggu lebih dari 15 menit." Ucap Bastian kembali dengan hati hati.
"Iya." Reynold tetap tidak bergeming dengan raut wajah datarnya masih berkutat dengan dokumen.
"Pak pres..."
'BRAKKKKKK!!!!' Suara pintu dibuka dengan kasar, seorang pria tua berpenampilan rapi dan masih menunjukan kadar ketampanannya meskipun garis halus menghiasi wajahnya karena sudah memasuki usia lanjut.
"Keterlaluan kamu Rey! Bikin kakek menunggu diluar seperti itu!!!" Kakek masuk dengan emosi, mengayunkan tongkat jalannya dan menunjuk pada Rey dan mengomeli cucu satu satunya itu yang baru saja kembali dari Amerika namun tidak mencari dirinya dan malah langsung mengurusi pekerjaannya.
"Pak presdir." Sapa Bastian sambil membungkukkan badan.
Reynold masih saja duduk dengan tenang dan menunjukkan wajah datarnya, "Jika pak Presdir yang agung ini datang mana mungkin saya tidak tau."
Kakek langsung menatap Bastian seolah menagih jawaban,
"Hah??!" Bastian tergagap melihat Rey, "Tap.. tapi.. saya sudah berulang kali.."
Kakek dari Reynold yang sangat mengetahui watak cucu satu satunya itu langsung duduk dan mendengus kasar, "Sudahlah, aku memang bernasib tidak baik dan selalu diabaikan oleh satu satunya cucuku." Kakek memulai lagi adegan drama korea yang sering di tontonnya, sambil mengusap sudut matanya yang tidak basah sama sekali.
Rey menatap malas dan masih tetap melanjutkan pekerjaannya, "Jika kamu masih mau berbakti pada kakek tua ini, Rey kabulkanlah permohonan kakek tua ini." Dengan suara yang di lemah lemahkan ditambah akting batuk batuk yang disengaja.
Bastian hanya mematung melihat ketidakpedulian dari Reynold , karena adegan ini sudah dia lihat hampir sepanjang dia tumbuh besar bersama Rey yang juga menjadi atasannya.
"Ikutlah perjodohan!" Kakek menunjuk Reynold karena cucunya tetap tak bergeming.
"Aku sibuk!" Jawabnya singkat.
"Kau bahkan belum tau kapan diadakan perjodohan itu tapi sudah berkata bahwa kau sibuk!" Ucap kake kesal.
"Kapanpun itu aku sibuk!" Ulangnya tegas.
Kakek menggeletukkan giginya karena terlalu kesal, "Malam ini jam 7 kau harus datang ke restoran Skylight untuk ikut perjodohan!"
"Aku menolak! Dua jam lagi aku sibuk!"
Kakek sampai kehabisan kata kata menghadapi Rey yang dingin bagaikan sebongkah gunung, "Baiklah jika begitu maumu, kakek akan duduk disini menikmati makan malam kakek sambil menonton drama kesukaan kakek. Kakek masih punya sisa banyak waktu untuk menunggu agar cucu kakek satu satunya ini tidak sibuk lagi."
Reynold mengeratkan pulpen di tangannya mendengar ucapan kakeknya, "Kirimkan alamatnya!" Rey bangkit berdiri hendak keluar ruangan untuk menghadiri meeting.
"Dia putri satu satunya dari presdir Ji Wan dari Sung Wan Enterprise, dia bisa menyokongmu untuk kemajuan perusahaan ini. Nanti malam jm7 di restoran Skylight." Ulang kakek dalam memberi informasi.
"Kakek mau menjodohkan aku atau menjual aku?" Rey mengernyitkan alisnya.
"Jika bisa menyelam sambil meminum air tanpa membuat perutmu sakit, itu harus dilakukan. Untuk kamu menikah dengan orang yang dicintai kan mustahil, kamu hanya mencintai pekerjaanmu saja sepanjang hidupmu."
"Jika sudah tau begitu maka bantu aku untuk fokus bekerja, atau pecat saja general manajer Kendra itu! Meskipun dia berjasa besar dalam memajukan perusahaan dulu, tapi..." Rey balas mengomel.
"Kamu kan tau kenapa kakek mengirimmu kembali kesini, kakek sudah lemah dalam memimpin perusahaan ini. Karena kakek yang sudah melemah sebagai garda terdepan ini bisa apa." Kakek menunduk sedih dan memasang wajah murung, "Hanya perjodohan inilah harapan kakek untuk dapat membantumu, kabulkan permintaan pria tua ini." Cara kakek mendramatisir pembicaraan dengan wajah muram yang dibuat buat membuat Rey memutar bola matanya dan langsung keluar ruangan kerjanya.
****
Reynold diam sepanjang perjalanan di mobil, Bastian yang mengemudikan mobil sedari tadi mencuri melihat rey dari spion depan. Kedua alis Rey mengerut kesal, *Sebenarnya apa sih maksud kakek terus menerus nyuruh aku buat nikah?! Dari di Amerika juga begitu, padahal waktu buat aku kerja aja udah kurang!! Jika tidak berjalan dengan baik, salah sal
ah waktu aku hanya habis buat ikut perjodohan doang dari kakek!! Ga bisa begini.... kalau begini aku harus*..
"Aku harus menikah."
Bastian yang terkejut bukan main mendengar ucapan Rey menginjak rem mendadak dengan tiba tiba.
"Berbahaya kan menyetir seperti itu." Rey mengerutkan keningnya karena badannya sempat terpental sedikit kedepan untung saja terhalang oleh seatbelt.
"Apa anda bilang tadi pak direktur??" Bastian menoleh kebelakang kursi tempat Reynold duduk dan berharap dia salah dengar.
"Aku bilang aku akan menikah! Aku akan setuju dengan siapapun yang akan datang ke perjodohanku nanti!" Tegasnya tanpa ragu.
"Me.. menikah??? Anda??" Bastian memasang wajah tak percaya dan shock. "Tapi pak direktur anda pernah bilang tidak akan pernah mau menikah, menikah adalah hal yang paling anda benci karena urusan rumit itu akan merampas waktu anda untuk bekerja." Bastian masih saja memasang wajah terkejutnya.
"Maka dari itu aku harus menikah, itu jalan keluar satu satunya untuk menghindari semua perjodohan dari kakek! Dengan siapapun yang datang ke perjodohan nanti, aku harus menikah!" Tekadnya.
"Ini ga terlalu berlebihan???" Nara memandang pantulan dirinya pada cermin, sejujurnya dia merasa takjub pada dirinya. Dandan an ala smokey eyes, lipstik merah terang dan bulu mata palsu bahkan dia juga menggenakan wig berambut ikal dengan warna coklat terang yang berbeda dengan rambut aslinya yang berwarna hitam. Belum lagi gaun hitam ketat dan seksi yang dia kenakan menampilkan belahan dadanya serta paha mulusnya. Toilet restoran Skyhigh seakan menjadi saksi bisu dimana seorang Nara berubah wujud benar benar menjadi femme fatale, karena tampilannya saat ini benar benar mematikan.
"Berlebihan kenapa? Kan kamu lagi dalam mode penyamaran. Aku yakin orang tua kamu juga ga bakal ngenalin kamu." Natha memberikan polesan blush on terakhir di pipi Nara.
"Iya sih kalau begini papa mama juga ga bakal ngenalin siapa Aku." Nara lagi lagi memeriksa make upnya di depan cermin. "Aku takjub bisa berpenampilan seperti ini." Nara menertawakan dirinya
Natha memeriksa isi paperbag yang dia bawa dan mengeluarkan sesuatu. "Aah ini dia, nih cepet kamu pake." Natha menyerahkan benda itu pada Nara.
Mata Nara membulat melihat apa yang Natha serahkan, "Gila!! Ukuran aku punya itu udah cup C tau! Dan aku ga butuh sumpelan apapun!" Nara menutupi dadanya dan bergidik memandang silicon pad yang Natha pegang untuk menyumpal dadanya.
"Untuk jadi femme fatale sejati kamu butuh ini, cepet pake jangan nawar nawar!" Natha memaksa Nara seakan ini tidak untuk di tolak.
Setelah 30 menit bergempur di toilet, Nara akhirnya sudah duduk di bangku restoran untuk bertemu dengan pasangan perjodohannya. Masih 15 menit sebelum waktunya tiba, dia masih melihat ponselnya yang berisi chat dari Natha yang menginsruksikan tadi bahwa pasangan perjodohannya adalah seorang direktur perusahaan besar yang bahkan dia lupa siapa namanya. "Masa di jodohin tapi ga inget namanya siapa." Gerutu Nara.
Natha sudah pulang dan berjanji akan mengirimkan Nara supir untuk menjemputnya nanti setelah misi nya selesai.
Setelah memesan segelas minuman pada pelayan, Nara melihat sekeliling. Suasana restoran cukup sepi, sedikit wajar karena ini bukanlah akhir pekan dan jam makan malam sudah lewat. Tadi saja dia tergesa kesini begitu jam kantor usai untuk menghindari kemacetan untung saja Nara juga sudah mengisi perutnya tadi, Nara melirik arlojinya ini sudah lewat 20 menit dari waktu janjian. "Kena macet apa yah ini orang, udah telat ga profesional."
"Apa anda nona Nathania Wan?" Suara itu membuat Nara mengadahkan kepalanya.
Astaga!!! Nara cukup terpaku tanpa bisa berkata kata melihat seorang pria di hadapannya, tampan saja tidak cukup mewakili pria itu. Matanya, hidungnya, alisnya, bibirnya semua begitu sempurna bahkan kulit yang berwarna putih susu itu membuat kadar ketampanannya menjadi sangat maksimal.
Gila Natha, yang modelan begini di tolak, apa aku aja yang nikah sama dia yah?! Rutuk Nara dalam hati, Ahh tidak dia kan mau di jodohkan dengan Natha karena uang!!! Jangan tertipu Nara!
Mari kita mulai kegilaan ini!
"Anda datang terlambat menemui wanita seperti saya, anda tidak boleh seperti itu loh." Nara memainkan rambut palsunya yang bergelombang dengan senyum yang menggoda, "Padahal saya wanita sibuk tapi anda membuat saya menunggu seperti ini, saya agak lelah hari ini setelah bermain main dengan pria seharian dan masih menyempatkan diri untuk kesini." Nara berbicara dengan nada sensual dan gestur tubuh yang menggoda.
Rey hanya diam dan menikmati minumannya,
Kenapa dia ga merespon?! Nara sudah hampir gila dengan aktingnya.
"Apa anda juga senang bermain main seperti saya?" Nara masih berusaha untuk membuat pria dihadapannya ini berlari pergi, namun Rey tetap diam tak menjawab sambil menatapnya datar.
"Ah maaf yah saya terlalu blak blak an." Nara tertawa centil. "Itu semua karena saya juga sudah bosan dengan semua perjodohan ini, apa anda mau ketempat lain bersama saya?" Nara tersenyum dengan genit dan mencondongkan tubuhnya untuk menggoda Rey. "Apa anda tau kalau di atas ada hotel juga? Saya juga sudah pernah mencoba hotel diatas sini, kasurnya juga empuk. Saya bermain dengan tiga pria sekaligus." Nara tertawa lebar tetapi dalam hatinya dia ingin menangis. Ngomong apa sih kamu Nara?! Dasar gila.
Dan bahkan pria di hadapannya masih saja hanya menatap Nara datar tanpa ekspresi membuat Nara semakin ingin menjerit karena malu.
Ini orang.. Nara mendesah frustasi. Tapi gua ga bisa stop sampe disini! Nara mulai kesal, "Apa anda tidak suka jika bermain bergabung dengan pria pria lainnya, anda ingin berma..."
"Nama saya Reynold Orlando Giordan."
"Hah? Apa?" Nara bingung dipotong secara tiba tiba.
"Dari tadi kamu berkata anda anda.. sepertinya kamu tidak tau nama saya."
Nara cukup terkejut pria dihadapannya akhirnya berbicara juga, namun.. namanya kaya familiar.
"Owh hahaha, maaf saya jadi ga fokus gara gara lelah sehabis bermain dengan para pria. Jadi apa pekerjaan anda??" Nara tertawa canggung menyeruput minumannya.
"Saya bekerja di Gior Group."
"Waaahh itu perusahaan besar, saya tau...." Nara tertawa... saya tau.... ka.. karena.. Itu kan kantorku?!!
Pantesan namanya kaya familiar, apa dia karyawan baru yah?! Ekspresi wajah Nara berubah dan mendadak ingatan Nara seakan berputar putar. Tadi Natha bilang kalau dia di jodohin sama.. "Direktur??!" Karena terlalu terkejut Nara sampai berdiri.
"Benar saya direktur Gior Group, apa ada masalah?"
Tanya Rey datar menatap Nara.
Masalah?! Tentu saja ini masalah besar!
Keringat dingin Nara semakin mengucur deras tatkala dia juga mengingat dengan jelas apa yang seniornya ceritakan tadi di kantor.
Ja.. jadi dia pasien sakit jiwa itu??? Direktur setan penggila kerja?! Pinjaman kantor? Bakery papa mama?? Nasib aku kedepannya giman kalau dipecat?! Jerit Nara dalam hati.
Tangan Nara sampai bergetar karena ketakutan, Tapi kalau dia direktur ga akan ketemu sama aku kan yang cuma karyawan dibawah??! Benar!!! Lagi pula aku sekarang kan femme fatale, dia pasti ga bakal ngenalin aku. Sudah terlanjur begini sekalian saja selesaikan. Tekad Nara.
"Anda sepertinya ga keberatan soal saya sehabis bermain dengan para pria." Nara duduk kembali dan semakin mencondongkan tubuhnya seolah ingin memperlihatkan belahan dadanya yang menyembul dibali baju ketat yang dia kenakan.
"Soal anda bertemu pria sebelum ini? Saya tidak keberatan." Ucap Rey datar.
Nara membelakkan matanya terkejut, "Ta.. tapi saya tidak sekedar bertemu dan bermain dengan pria loh, anda paham kan saya habis melakukannya dengan banyak pria." Nara menaikkan satu kakinya untuk bersikap menggoda.
Tolongggg pergilah! Jerit Nara menangis dalam hati. Melihat reaksi Rey yang datar, Nara menelan ludahnya kasar untuk kembali melancarkan aksi terakhirnya, "Jadi kita langsung saja bermain berdua, anda tau selera saya? Saya lebih senang dari atas atau di belakang. Saya juga lebih senang memukul dari pada di pukul." Dengan menahan sejuta malunya Nara juga memajukan badannya menduduki meja yang menjadi pemisah antara dia dengan Rey hingga wajah mereka hanya tinggal berjarak 15 centi.
"Ponsel anda." Rey mengadahkan tangannya setelah beberapa detik keheningan tercipta.
"Hah?" Ekspresi Nara berganti dengan wajah bingung namun dia menyerahkan ponselnya.
Rey mengetik sesuatu di ponsel Nara membuat gadis itu penasaran. "Ini nomorku." Rey menunjukkan layar ponsel Nara dimana ponselnya sedang menghubungi nomor Rey, "Nomormu berbeda dari yang diberitahukan padaku pantas saja tadi tidak menyambung saat ku telfon. Aku sedikit sibuk hari ini," Rey bangkit berdiri. "Aku permisi pergi, kita bertemu sampai disini hari ini dan nanti ada supir yang akan mengantar kamu pulang."
Nara memandang punggung Rey yang berjalan menjauh.
"A.. Aku berhasil kan? Dia sudah pergi, dengan begini aku berhasilkan?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!