California city waktu setempat.
Siang itu, seorang gadis cantik tampak sedang serius mengikuti sebuah pelatihan, latihan menembak.
Alice Walker, seorang putri FBI terkenal, ayahnya Adam Walker adalah agen FBI yang begitu jenius dikota itu. Karena kejeniusannya membuat Adam Walker telah banyak menangkap penjahat kelas nasional.
Adam Walker dikenal pria paling jenius dari pada agen FBI yang ada, pria itu dikenal juga dengan kehebatannya.
Dari semua agen FBI yang ada hanya Adam Walker yang bisa menangkap penjahat kelas kakap sekalipun.
Tapi walaupun Adam Walker begitu hebat hanya satu mafia saja yang berada di kota itu yang tidak bisa disentuhnya, bukan saja kekayaan yang mereka miliki tapi juga kehebatan mereka.
Sekalipun mereka melakukan sesuatu selalu tidak diketahui dan tindakan mereka selalu bersih tanpa jejak.
Adam Walker memiliki seorang putra bernama Jay Walker dan seorang putri cantik Alice Walker.
Jay Walker telah menikah dan memiliki seorang putri kecil, tapi pria itu tidak mengikuti jejak ayahnya, Jay Walker lebih memilih menjadi pengusaha.
Sedangkan putrinya Alice Walker sangat ingin menjadi seperti ayahnya, ingin menjadi seorang FBI hebat seperti ayahnya.
Tentu saja hal itu membuat Adam Walker sangat bangga, Adam Walker dan istrinya Diana Walker sangat mendukung keinginan putrinya tapi sebelum itu putrinya itu harus banyak belajar dan Adam Walker menyarankan putrinya menjadi seorang polisi terlebih dahulu.
"Dor...dor...dor..." terdengar suara tembakan pistol ditempat latihan menembak yang ada dikota itu.
"Ck, lagi-lagi meleset." celetuk Alice.
Adam Walker terkekeh, pria itu sedang mengawasi putrinya dan mengajari putrinya untuk membidik sasarannya dengan tepat.
"Alice, jika kau meleset terus bagaimana kau bisa menembak musuh yang ada didepanmu." ujar Adam Walker.
"Dad, give me one more chance." pintanya.
Adam Walker melangkah menghampiri putrinya, memegang tangan putrinya yang sedang memegangi sebuah pistol.
"Perhatikan baik-baik Alice." ujarnya.
"Arahkan pistol ini dengan benar, buka matamu dan fokus pada sasaran."
Alice mengikuti saran ayahnya, matanya tertuju pada papan sasaran yang ada didepannya.
"Saat kau ingin menembak, tembaklah kepala musuh tanpa ragu karena saat kau menembak kepalanya maka musuh akan langsung mati."
"Ingat, jangan pernah memberi kesempatan pada musuh." saran Adam Walker pada putrinya.
Alice mengangguk, wanita cantik itu mulai membidik sasaran didepannya, sesuai dengan intruksi ayahnya Alice langsung menembakkan pistol ditangannya dan...?
"Doorrr!"
Peluru dari pistol itu melesat dengan cepat dan langsung mengenai sasaran dengan tepat.
"Good job." puji Adam Walker saat melihat putrinya berhasil mengenai target tepat sasaran.
"Thanks dad." Alice tersenyum manis pada ayahnya.
Adam Walker mengacak-acak rambut putrinya.
"Alice, belajarlah dengan giat,daddy yakin kau akan menjadi FBI hebat seperti daddy nantinya." tuturnya.
"Of course dad, aku akan selalu belajar dengan giat."
Adam Walker tersenyum, dia bangga dengan putrinya itu, dia sudah sangat ingin melihat putrinya menyelesaikan kuliahnya dan mengikuti jejaknya.
Pasti sangat menyenangkan jika bisa bekerja bersama putrinya dalam satu team untuk menangkap para penjahat dan membersihkan kota itu dari para sampah masyarakat yang ada. Tapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya?
"Tapi kau harus ingat satu hal Alice, kau tidak boleh mengusik seseorang dikota ini."
"I know dad, kau selalu mengatakannya, jauhi keluarga Smith dan jangan cari perkara dengan mereka. Jangan mengulangi perkataan itu aku bosan, lagipula aku tidak akan pernah mengenal mereka." gerutu putrinya.
Adam Walker terkekeh pelan.
"Bagus, aku hanya takut kau terlibat dengan mereka dan aku berharap sekalipun aku sudah mati kau tidak terlibat atau mengenal salah satu dari mereka." katanya.
Alice mengabaikan perkataan ayahnya dan kembali membidik sasarannya, selama dia sedang sibuk menembak ayahnya keluar dari sana untuk menjawab sebuah panggilan diponselnya.
"Mengenal keluarga Smith? Itu tidak akan pernah terjadi lagi pula, apa hebatnya keluarga Smith? Daddy terlalu berlebihan." kata Alice dalam hati.
"Wah nona, tembakkanmu sangat bagus."
Seorang pria yang juga sedang latihan menembak disampingnya memuji kehebatannya.
Alice tersenyum dan melihat pria yang juga sedang latihan menembak seperti dirinya.
"Terima kasih." ujarnya.
"Nona, kau masih muda untuk apa latihan menembak?" pria itu meletakkan senjatanya dan mendekati Alice.
"Apa salah aku belajar menembak?" Alice bertanya dengan ketus.
Untuk apa pria itu menghampirinya? Hanya mengganggu konsentrasinya saja.
"Tidak juga, hanya penasaran saja kenapa wanita cantik sepertimu bisa ada disini?" pria itu masih melontarkan pertanyaannya hingga membuat Alice menjadi gusar.
"Tentu untuk menembak kepala pria hidung belang sepertimu!" Alice mengarahkan senjatanya kearah kepala pria itu.
"Wah nona, hati-hati dengan senjata itu!" pria itu melangkah mundur.
"Pergi, jangan mengganggu aku!" usirnya kesal.
Pria itu segera pergi dari sana, padahal dia hanya mengajak gadis itu berbicara saja tapi gadis itu terlalu galak.
Setelah kepergian pria asing itu Alice kembali membidik sasarannya, dia harus berlatih dengan giat agar bisa seperti ayahnya.
Dia tidak boleh mengecewakan ayahnya dan mempermalukan ayahnya karena satu kesalahan saja yang dia buat nantinya maka akan mempengaruhi reputasi ayahnya.
Alice tidak mau itu terjadi, dia harus membuat ayah dan ibunya bangga akan dirinya. Alice kembali menembakkan senjata apinya kesetiap targetnya dan pada saat itu ayahnya kembali.
"Alice, apa kau sudah selesai?" tanya ayahnya.
"Sebenar lagi dad."
"Apa masih lama?" tanya ayahnya lagi.
"Kenapa? Apa daddy harus pergi?"
"Ya, daddy harus segera pergi karena ada hal mendesak." jelas ayahnya.
"Baiklah, hari ini cukup sampai disini."
Alice meletakkan pistol yang dipegangnya pada tempatnya dan segera melepaskan headphone yang dipakainya.
"Kalau begitu ayo kita pulang, daddy dapat panggilan penting dari kantor."
Alice melihat kearah ayahnya dengan penuh semangat.
"Apa ada kasus?" tanyanya dengan mata berbinar-binar.
"Ya, daddy harus segera pergi menyelidiki kasus ini." jawab ayahnya.
"Dad, may i come with you?" tanya Alice lagi.
"Tidak Alice, kasus ini sangat berbahaya dan daddy tidak mau kau terlibat." tolak ayahnya.
"But dad, aku sangat ingin melihatmu menangkap para penjahat itu dan lagi pula aku sudah bisa menembak sasaran dengan benar." bujuknya.
Adam Walker terkekeh,rasa penasaran putrinya sungguh menggemaskan.
"Tidak Alice, kasus ini sungguh sangat berbahaya."
"Apa ada hubungannya dengan keluarga Smith?"tanya Alice penasaran.
"Entahlah, tapi sepertinya bukan." jawab ayahnya.
Alice hanya memajukan bibirnya kecewa, padahal dia sangat ingin melihat aksi ayahnya.
Dengan berat hati Alice mengikuti langkah ayahnya, pergi dari tempat latihan menembak itu, tapi walau begitu dia akan kembali lagi kesana untuk mengasah kemampuan menembaknya agar dia bisa menembak penjahat didepannya dengan tepat nanti.
Sebelum pergi menjalankan tugasnya, Adam Walker mengantar putrinya kembali kerumah mereka.
Pria itu harus mengambil beberapa senjata dirumahnya dan bersiap-siap untuk menghadapi penjahat yang harus dia tangani nantinya.
Alice turun dari mobil ayahnya dan berlari kecil kedalam rumah mereka sedangkan Adam Walker berjalan mengikuti putrinya dengan senyum mengembang diwajahnya.
"Mommy, i'm home." teriak gadis itu dengan ceria.
Diana Walker yang sedang berada didalam dapur hanya tersenyum mendengar teriakan putrinya, wanita itu sedang menyiapkan makanan dengan menantunya Rose Walker.
Rose Walker adalah istri dari Jay Walker, mereka dikarunia seorang putri yang sudah berusia lima tahun dan diberi nama Marry Walker.
Alice masuk kedalam dapur dan langsung memeluk ibunya dari belakang, wanita itu menciumi wajah ibunya dan menyomot makanan yang sedang dipegang oleh ibunya.
"Alice, jaga sikapmu." ujar ibunya.
"Mom aku hanya lapar." rajuk Alice dengan manja.
"Mommy tahu sayang, tapi sikapmu tidak sopan dan lagipula, cuci tanganmu terlebih dahulu." ujar ibunya.
"Oke mom, i love you." ujar Alice dengan ceria dan kembali menciumi pipi ibunya.
"Hai kakak ipar." Sapa Alice pada kakak iparnya yang ada disana.
"Hai Alice, bagaimana harimu?" tanya Rose Walker pula.
"Tentu saja bagus kakak ipar, hari ini tembakanku sudah mulai tepat pada sasaran." katanya dengan bangga.
"Mulai tepat? Itu masih kurang bagus sayang." Sela ibunya.
"Mom, aku akan belajar setiap hari agar aku bisa cepat seperti daddy."
Alice berjalan kearah meja, duduk disana dan menyomot makanan yang ada disana.
"Ya...ya..tapi jangan lupa apa yang daddy ajarkan padamu." ayahnya masuk kesana dan menciumi wajah istrinya.
"Aku harus pergi." kata Adam Walker pada istrinya.
"Kemana? Sebaiknya kita makan bersama terlebih dahulu." ajak istrinya.
"Sayang, aku mendapat kasus penting dan aku harus segera pergi."
Diana Walker mengelus wajah suaminya dan menciuminya.
"Adam, jaga dirimu baik-baik, kau adalah segalanya bagi kami." ujarnya.
Adam Walker tersenyum pada istrinya, pria itu memeluk istrinya dengan erat.
"Aku berjanji setelah tugasku ini selesai aku akan kembali."
Diana mengangguk dalam pelukan suaminya, dia berharap suaminya bisa menangani kasus yang akan dia hadapi dengan baik dan dapat kembali kerumahnya dengan selamat.
Setelah itu Adam Walker mengusap kepala putrinya sejenak dan pergi dari sana untuk menjalankan tugasnya, menangkap seorang penjahat yang sangat berbahaya.
Alice melihat kepergian ayahnya dengan perasaan aneh, seperti akan terjadi sesuatu dengan ayahnya itu. Tapi ayahnya sudah terbiasa menangani kasus yang berbahaya dan dia yakin, kali ini ayahnya pasti akan menuntaskan kasus yang dia hadapi dan kembali dengan keadaan baik-baik saja.
Alice menepis perasaan khawatirnya, gadis itu segera bangkit berdiri dan berjalan kearah anak tangga untuk menuju kekamarnya.
Dia harus segera mandi karena badannya sudah lengket sehabis latihan menembak tadi, pada saat Alice hendak menaiki anak tangga tampak kakaknya Jay Walker sedang menuruni anak tangga sambil menggendong putrinya Marry Walker.
"Alice, kau ini masih saja tidak berubah, manja seperti Marry." goda kakaknya.
"Kak Jay, kau menyebalkan!aku tidak manja dan jangan samakan aku dengan Marry." ujar Alice kesal.
Jay Walker hanya terkekeh melihat tingkah adik perempuannya itu.
"Hei, jangan bertengkar." sela ibunya.
Alice menjulurkan lidahnya kearah kakaknya, gadis itu menciumi wajah keponakannya sejenak.
"Marry sayang, apa kabarmu?" tanyanya.
"Marry baik aunty, bagaimana kabar aunty?" Marry balik bertanya.
"Baik juga sayang."
Alice mengacak rambut keponakannya yang berada didalam gendongan kakaknya, setelah itu dia berlari keatas untuk menuju kekamarnya dan tentu saja untuk mandi.
Tidak lama kemudian, Alice telah mandi dan turun kebawah, disana tampak keluarganya sedang berbicara dengan hangat.
Walaupun ayahnya sering tidak ada dirumah tapi Alice selalu merasa mereka adalah keluarga yang bahagia dan dia berharap keluarganya akan tetap seperti itu.
Alice sangat bangga pada ayahnya, begitu juga dengan Jay Walker dan Diana Walker, mereka selalu bangga dengan pria hebat yang selalu melakukan tugasnya dengan baik dan mereka berharap kali ini Adam Walker dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik pula dan dapat segera pulang secepatnya.
Alice segera bergabung bersama keluarganya, gadis itu menarik sebuah kursi dan duduk disamping ibunya.
"Alice, kenapa kau tidak bekerja diperusahaan kakak saja?" tanya Jay Walker pada adiknya itu.
"Kak, kau tahukan aku sedang belajar untuk menjadi seorang agen FBI? Tapi sebelum itu aku harus menjadi seorang polisi terlebih dahulu agar aku punya banyak pengalaman untuk menghadapi kasus besar nantinya."
"Hei, apa hebatnya menjadi seorang FBI?" tanya Jay Walker heran.
"Lalu apa hebatnya menjadi pengusaha?" tanya Alice pula.
"Kau ini ya, sangat pintar memutar balikkan pertanyaan." Jay Walker mulai kesal.
Pasalnya dia kasihan melihat adiknya itu jika sudah jadi seorang FBI nanti apalagi adiknya itu mau menjadi polisi terlebih dahulu?
Membayangkannya saja sudah membuat Jay tidak tega.
"Sudah, kenapa kalian bertengkar?" Sela Diana Walker.
"Jay,adikmu memilih jalannya maka biarkan saja, dan kau memilih jalanmu. Kalian itu berbeda dan jangan memaksakan kehendakmu pada orang lain."
"Kalian harus saling mendukung dan sebagai kakak, kau harus menyemangati adikmu untuk mencapai impiannya." nasehat ibunya.
"Tapi mom, Alice seorang wanita?"
"Memangnya kenapa?" tanya ibunya heran.
"Seharusnya Alice bekerja dikantorku saja, sangat beresiko seorang wanita menjadi seorang FBI apalagi menjadi polisi." kata Jay lagi.
"KakJay, kau selalu mengatakan itu, banyak kok wanita yang menjadi polisi dan menurutku mereka sangat hebat." ujar Alice dengan bangga.
Jay menghembuskan nafasnya frustasi, sudah berapa kali pria itu membujuk adiknya tapi sia-sia, obsesinya menjadi seorang FBI seperti ayahnya memang sudah sejak Alice masih kecil.
Bahkan Alice memilih sekolah hukum agar memenuhi syarat untuk menjadi anggota FBI seperti ayahnya.
Tidak hanya itu, diluar kesibukan kuliah hukum yang diambilnya, Alice juga belajar beladiri. Adiknya itu belajar taekwondo untuk menjaga dirinya nanti.
Selain itu pula dia juga harus mengikuti latihan menembak agar bisa memenuhi syarat menjadi FBI nantinya.
Jay Walker tidak habis pikir, apa menyenangkan hal-hal seperti itu untuk gadis seusia Alice?
Bukankah lebih menyenangkan berkumpul dengan teman-teman sebaya dan jalan kemall serta mengurusi penampilan mereka. Tapi adiknya itu?
"Alice, jika kau sudah bosan dengan mimpimu maka datanglah keperusahaan kakak." kata Jay Walker pada adiknya itu lagi.
"Bosan? Tidak akan." jawab Alice dengan yakin.
"Yeah, siapa tahu nanti kau akan bosan. Perusahaan kakak sangat terbuka untukmu."
"Kak, kau menyebalkan!!" kata Alice kesal.
Jay terkekeh pelan.
Keluarga kecil itu mulai menikmati hidangan yang ada dan berbicara dengan hangat pula.
Tapi mereka tidak tahu bahwa saat itu Adam Walker sedang menghadapi seseorang yang akan membuat keluarga kecil itu hancur berantakan.
Adam Walker bersama dengan seorang rekannya pergi kesebuah club malam saat itu, mereka mendapat tugas untuk menangkap seorang penjahat yang berasal dari Brazil yang melarikan diri Ke California.
Adam Walker masuk kedalam bar and grill yang ada di Thousand Oaks, California. Tugas mereka menangkap pria bernama George Marcelo sipenjahat yang melarikan diri.
George Marcelo tidak saja seorang kriminal tapi pria ini seorang pengedar narkoba terbesar yang ada di Brazil, pria ini juga dikenal sebagai seorang penjahat kelamin karena sudah banyak korban yang dilecehkan olehnya.
George Marcelo melarikan diri dari Brazil ke California karena dirinya sudah menjadi buronan di Brazil.
Adam Walker mendapat tugas untuk menangkap pria itu hidup atau mati karena kepolisian yang ada di Brazil meminta bantuan agen FBI yang ada di California.
Bukan tanpa alasan tapi karena George Marcelo diketahui ada dinegara itu.
Sebagai seorang pengabdi negara tentu hal itu menjadi tanggung jawabnya, membersihkan penjahat dari para masyarakat apapun yang akan terjadi.
Adam walker dengan rekannya Marcos masuk kedalam bar itu sambil mengedarkan pandangan mereka untuk mencari target mereka, hiruk pikuk suara music dibar itu terdengar sangat memekakkan telinga tapi kedua agen FBI itu tidak perduli.
Dua orang agen FBI itu berjalan melewati kerumunan orang-orang yang sedang meliukkan badan mereka mengikuti irama music.
Dengan selembar foto ditangannya, Adam Walker dan rekannya menyusuri tempat itu untuk mencari target mereka yaitu George Marcelo.
Saat itu George Marcelo sedang menikmati brandy yang sedang dipegangnya dengan dua wanita cantik disisinya, tidak hanya itu Goerge Marcelo juga sedang melihat penari striptis yang sedang meliukkan tubuh telanjang mereka didepannya.
Pria itu tidak hanya sendiri,dia berada disana dengan beberapa anak buahnya, tentu saja anak buah itu dia dapat dari kakaknya Lucas Marcelo yang memang sudah menetap lama di California.
Bukan tanpa alasan pula George Marcelo melarikan diri ke California, dia datang ke kota itu karena memang kakaknya ada disana, mendukungnya dan melindunginya.
Saat itu,anak buahnya datang dan membisikkan sesuatu ditelinga.
George Marcelo langsung bangkit berdiri saat mendapat laporan bahwa ada dua orang agen FBI berada dibar itu.
Pria itu ingin melangkah pergi tapi tiba-tiba saja Adam Walker dan Marcos menodongnya senjata mereka kearahnya.
"George Marcelo, angkat tanganmu dan letakkan dibelakang kepalamu." kata Adam Walker.
Sontak saja para anak buah George Marcelo mengeluarkan senjata mereka dan menodongkan benda itu pada kedua agen FBI itu, saat melihat kejadian itu para wanita penghibur yang ada disana berlari ketakutan.
"Berhenti, jatuhkan senjata kalian jika tidak?" Adam Walker menekan sedikit pelatuk senjatanya.
"Aku akan melubangi kepalanya." ancamnya.
"Adam Walker, ternyata kau!aku pastikan jika aku mati kau juga akan mati." ujar George Marcelo.
George Marcelo memberi tanda kepada anak buahnya menggunakan tangannya yang sudah terangkat sehingga para anak buahnya menuruti permintaan Adam Walker, meletakkan senjata mereka diatas lantai.
"George Marcelo, kau ditangkap atas semua kejahatanmu dan pastinya kau akan mendapati hukuman mati." kata Adam Walker pula.
Marcos menyimpan senjatanya dan mengambil sebuah borgol yang berada dibalik bajunya hendak memborgol tangan George Marcelo tapi pada saat itu tanpa sepengetahuan kedua agen FBI itu, seorang anak buah George Marcelo diam-diam mengambil senjatanya yang dia letakkan tadi diatas lantai dan menembaki tangan Marcos.
Sontak saja borgol yang dipegangi Marcos terpental dan suara tembakan itu membuat para tamu dibar itu kaget dan mulai kocar kacir berlarian.
Pada saat rekannya ditembak, Adam Walker langsung menembaki George Marcelo tapi pria itu menghindar sehingga tembakan itu hanya mengenai tangannya.
Dalam sekejap mata ditempat itu langsung terjadi baku tembak dan para tamu dibar itu ada yang mulai tertembak oleh anak buah George Marcelo.
Adam Walker dan rekannya bersembunyi dibawah meja, mereka mulai meminta bantuan, mereka tidak menyangka ada yang mendukung George Marcelo dikota itu.
Setelah itu Adam Walker dan Marcos mulai menembaki anak buat George Marcelo dari tempat mereka bersembunyi dan tentu saja mereka juga menjadi sasaran tembak bagi anak buah George.
"Marcos, aku akan pergi kesana untuk menembaki George Marcelo, ingat kau harus melindungi aku." ujar Adam Walker pada rekannya itu.
Marcos mengangguk dan pada saat itu, Adam Walker berguling diatas lantai untuk mendekati George Marcelo.
Saat melihat pria itu, anak buah George menembakkan senjata mereka dan dengan cepat pula Marcos menembakkan Senjatanya kearah anak buah George Marcelo yang sedang menembaki rekannya.
"Dor....Dor....!" dua anak buah George Marcelo yang mencoba menembaki Adam Walker langsung terkapar karena ditembak oleh Marcos.
Adam Walker mengangguk pada rekannya, Setelah itu Adam Walker kembali menggulingkan tubuhnya diatas lantai untuk mendekati George Marcelo yang sedang bersembunyi.
Dengan tangannya yang terluka, George Marcelo mencoba menghubungi kakaknya, bagaimanapun dia harus keluar dari sana.
Sontak saja kakak George Marcelo sangat kaget apalagi saat mendengar adiknya itu berhadapan dengan Adam Walker.
Kakak George Marcelo langsung bergegas bersama anak buahnya untuk menjemput adiknya itu tapi pada saat itu George Marcelo sedang menghadapi mautnya.
Dengan pengalaman yang ada Adam Walker mendekati targetnya, malam itu dia harus mendapatkan George Marcelo hidup ataupun mati jika tidak pria itu akan sulit ditangkap nantinya.
Kesempatan yang dia miliki hanya malam ini karena jika sasarannya bisa melarikan diri maka kesempatan untuk menangkap sasarannya itu akan semakin sulit.
Untuk beberapa saat baku tembak kembali terjadi, Adam Walker menembaki anak buah George Marcelo yang sedang melindungi pria itu.
George Marcelo mengintip dari tempatnya bersembunyi, pria itu menongolkan kepalanya sedikit dan pada saat itu Adam Walker yang sudah berada didekatnya dan memang sudah mengincarnya langsung menembaki kepala George Marcelo, hanya dalam satu kedipan mata, peluru Adam Walker langsung melesat dan mengenai kepala George Marcelo dan pria itu langsung ambruk ditempat persembunyiannya.
Suara sirine mobil polisi diluar sana sudah memekakkan telinga, para tamu bar sudah berada diluar semua kecuali Adam Walker dan Marcos juga sisa anak buah George Marcelo yang sudah menyerahkan diri.
Para polisi mulai menutup tempat itu, selain ada korban tewas juga terdapat beberapa tamu bar yang terluka.
Polisi mulai mengangkat para mayat yang mati begitu juga dengan mayat George Marcelo, mayat pria itu akan dibawa dan dikembalikan pada kepolisian di Brazil.
Adam Walker dan rekannya keluar dari tempat itu dengan santai tanpa terluka sedikitpun.
Tapi pada saat itu, seorang pria berdiri dari kerumunan orang-orang menatap Adam Walker penuh dengan kebencian.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!