Pernikahan itu harus di dasari oleh rasa percaya. Saling percaya dengan pasangan masing-masing adalah kunci utama dalam sebuah hubungan rumahtangga. Maka tak akan ada kata sakit ataupun salah paham dalam sebuah hubungan suami istri.
Seperti kisah Arfian dan Rena. Hanya salah satu yang memiliki rasa percaya terhadap pasangannya. Membuat hubungan rumah tangga mereka kandas. Karena salah satu darinya hanya mementingkan egonya.
Tapi di samping rasa percaya, hubungan juga harus di lengkapi oleh rasa empati terhadap pasangan. Mengerti dengan kesibukan suami dan mengetahui betapa sulitnya menjadi seorang istri. Saling berbagi rasa juga bisa menjadi obat kala lelah.
Arfian, dia rela menikah muda demi menepati janjinya pada sang kekasih. Hidup bersamanya selama empat setengah tahun bukanlah waktu yang singkat.
Bahkan, seorang putri kecil telah hadir di tengah-tengah mereka. Arfian semakin keras bekerja demi dua bidadari kesayangannya.
Rela menghabiskan waktu berjam-jam di kantor dengan berkas yang memecahkan otak. Hasilnya lumayan cukup memuaskan. Sang istri tak pernah kekurangan materi, sang putri pun selalu mendapatkan apa yang dia inginkan.
Tak pernah sedikit pun terpikirkan olehnya jika kesibukannya di kantor menjadi celah bagi sang istri untuk bermain di belakangnya. Karena terlalu percaya akan cinta yang di milikinya, Arfian tak pernah mencurigai sang istri yang sering keluar di siang hari dan selalu menitipkan putrinya di penitipan anak.
Seperti hari ini, Arfian dengan cepat menyelesaikan semuanya. Dia buru-buru pulang begitu mendapat telpon dari mertuanya.
"mamah, kenapa tak masuk?" Arfian berlari menghampiri ibu mertuanya yang duduk di kursi luar.
"pintunya di kunci. kemana sebenarnya Rena." Terlihat jelas kalau wanita paruh baya itu kesal karena terlalu lama menunggu.
"mungkin sedang keluar mengajak Echa jalan-jalan." Seru Arfian. Mengeluarkan kunci cadangan yang selalu di bawanya, untuk berjaga-jaga jika Rena tengah tak ada di rumah.
"biar aku bawa mah." Arfian mengambil tas jinjing mertuanya yang cukup besar dan berat itu.
"mamah mau nginep beberapa hari di sini. kamu dan Rena tak keberatan kan?"
"tentu saja tidak. Echa akan sangat senang pasti."
Arfian mengantarkan Rada, ibu mertuanya itu kekamar lalu segera menghubungi Rena. Dahinya mengernyit heran karena ponsel istrinya tak bisa di hubungi seperti biasanya.
Tok..Tok..
Ketukan pintu dari luar begitu terdengar tak beraturan. Arfian langsung berlari untuk membukanya, sangat tahu siapa pelakunya.
"sayang...."
"Daddy. ga seru ah..padahal Echa mau buat kejutan." Renggut gadis kecil itu kesal.
"hahha, maafkan Daddy. aah..anda siapa? mana istri saya?" Arfian baru sadar jika orang yang bersama Echa ternyata bukan Rena, istrinya. Melainkan seorang wanita paruh baya yang begitu asing baginya.
Keningnya semakin mengerut melihat seragam yang di kenakan wanita seusia ibu mertua nya itu.
"mommy lama ga jemput Echa. jadi eyang sur yang antar Echa pulang." Jelas Echa sebelum wanita yang di panggil eyang itu menjawab.
"Echa, masuk ya. di dalam ada nenek."
"ahh..hore." Girang Echa. "eyang sur, Echa masuk dulu ya. papay..."
Wanita itu melambaikan tangannya. Dia kemudian melihat Arfian yang masih menatapnya dengan penuh pertanyaan.
"Pak Arfian, saya pengasuh Echa di penitipan. kenapa anda terlihat begitu bingung?"
Semakin heran saja saat wanita ini menyebut namanya. Perasaan dia tak mengenalnya sama sekali.
"pengasuh? penitipan apa?" Arfian semakin bingung. Selama ini dia tak pernah memakai jasa itu.
Eyang Sur tersenyum tipis melihat wajah kebingungan Arfian. Kemudian dia mengatakan semuanya. Jika istrinya sudah sering menitipkan Echa, bahkan ini sudah berjalan dua bulan.
"apa bapak tidak tahu atau istri anda tak memberitahu bapak?"
Arfian menarik napas dalam. Merasa begitu miris dengan keadaan putrinya. Dia tak pernah tahu jika Rena sering menitipkannya di penitipan anak, Echa sendiri tak pernah mengatakan apapun padanya. Anak berusia 4 tahun itu tak pernah menceritakan tentang kesehariannya.
Lalu selama ini kemana istrinya dan apa yang di kerjakannya di luar rumah hingga tak sempat mengurus seorang anak. Itulah yang berputar di kepalanya. Dia harus segera mencari tahu semuanya.
Beberapa menit kemudian, Arfian pun menghampiri Echa dan Rada. Mereka tengah bermain boneka di ruang tengah.
"mah, ada yang ingin Arfian katakan." Ujarnya sambil mematikan televisi.
"ada apa?"
Meskipun masih kecil Echa mengerti dengan isyarat yang di berikan Arfian. Gadis itupun segera membawa semua bonekanya. Mencium Rada dan Arfian bergantian.
"Echa, tunggu nenek di kamar ya?" Ujarnya sambil berlari menaiki tangga.
Begitu Echa tak terlihat lagi, Arfian langsung mengatakan semuanya pada Rada perihal Rena yang sering menitipkan Echa.
"lalu kemana dia sekarang?"
"entahlah, ponselnya tak aktif."
"ck..aku punya putri yang tak tahu di untung. memalukan saja." Rada marah mendengarnya.
Selama ini dia rasa tak pernah mendidik Rena dengan tak benar.
"mamah, aku akan mencarinya. temani echa dan katakan padanya aku akan pulang malam."
"humm... bawa dia pulang. mamah harus memarahinya."
...******************************...
Rena tengah tertawa keras melihat beberapa temannya yang sudah mabuk, mereka bicara tak jelas dengan tubuh yang sempoyongan.
"bagaimana? jadi.. keputusan mu kali ini adalah..." Seorang pria tampan bertubuh cukup tinggi memeluk Rena dari belakang
Chup...
Mengecup tengkuknya lembut membuat Rena terkekeh pelan.
"Ben, ini sudah sore. aku harus segera pulang. Echa pasti...."
"mau menghindari ku lagi?" Ben memutar tubuhnya, mengeratkan pelukannya lalu perlahan mendekatkan bibirnya.
Dengan cepat Rena menempelkan jarinya di bibir Ben, menahan pria itu untuk bertindak lebih jauh.
"ayolah Ben, kita cari waktu yang tepat."
"baiklah." Ben menyerah. "jaga putriku." Bisiknya.
Rena mendelik tajam. Matanya mengedar waspada takut jika ada yang mendengarnya.
"jaga bicara mu."
"hahha..oke. aku antar kau kesana."
Tanpa mereka sadari dari kejauhan ada seseorang yang melihat semuanya dengan jelas. Orang itu menarik napas dalam. Tak menyangka akan melihat hal memalukan seperti itu.
Merasa malu sendiri karena orang itu adalah kakaknya yang selama ini dia anggap baik dan juga berhati lembut.
"jika kakak ipar tahu..maka tamat riwayatmu kak." Desisnya.
Puk..
Seseorang menepuk pundaknya cukup keras.
"Rega, kenapa berdiri saja. pesta ulang tahunnya akan segera di mulai."
"oh..iya." Dia pun bergegas menuju ruangan di mana pesta di gelar.
Sementara itu Arfian terus mencoba mencari keberadaan Rena. Menelpon beberapa temannya yang dia tahu cukup dekat dengan istrinya itu. Tapi, semua mengatakan tak ada yang bersama Rena bahkan mereka berada di rumahnya masing-masing.
Drt..Drt...
Ponselnya berbunyi. Arfian pun menghentikan mobilnya dan segera memarkirnya untuk mengangkat telpon masuk.
Baru saja akan mengangkatnya dia tak sengaja menjatuhkannya hingga tergelincir ke bawah kursi. membuatnya sedikit kesulitan untuk mengambilnya.
Arfian menarik nafas lega begitu ponselnya sudah berada di tangannya, Ia kembali membenarkan posisi duduknya. Saat itulah Tuhan memperlihatkan segalanya.
"Rena..." Tak sengaja dia melihat Rena memasuki sebuah mobil.
Arfian merasa curiga karena Rena nampak tak seorang diri di mobil itu.
Dengan cepat Arfian pun melajukan mobilnya mengikuti dari belakang. Tak peduli lagi dengan telpon yang terus berdering. Hatinya mendadak tak nyaman, saat mobil yang di ikutinya berhenti tepat di depan sebuah bangunan yang tak terlalu besar.
"Rena...." Tangannya mencengkram erat setir mobil menyaksikan bagaimana istrinya yang baru keluar dari mobil memeluk seorang pria.
Hal yang paling menyakitkan lagi saat dengan tak tahu malunya mereka berciuman di depan umum. Selama ini dia begitu percaya pada istrinya. Tak pernah sedikitpun dia menaruh curiga tapi melihat dengan jelas seperti ini membuat Arfian tak bisa lagi percaya sepenuhnya.
Sudah di pastikan jika istrinya itu telah bermain di belakangnya.
Arfian terus memperhatikan dengan seksama, dia tak ingin keluar dari mobilnya. Terlalu marah tak baik baginya, Arfian bukan pria yang akan marah dan meledak di depan umum.
Rena dengan santai melambaikan tangannya pada Ben. Lalu masuk kedalam untuk menjemput Echa, dia tak tahu jika Echa sudah di antarkan pulang 3 jam yang lalu. Saking senangnya dia melupakan Echa dan tak ingat waktu.
"kenapa kau tega melakukan itu." Gumam Arfian terluka. Dia menarik nafas dalam-dalam lalu segera memutari mobilnya meninggalkan tempat itu.
...************TBC*******...
Arfian pulang dengan wajah marah. Bahkan dia melewati ibu mertuanya yang tengah duduk di ruang tamu begitu saja. Hatinya terlalu sakit dan merasa begitu shock atas apa yang baru di alaminya. Selama ini sangat mempercayai istrinya melebihi apapun, dia mencintainya dengan begitu tulus.
Tak peduli dengan apa yang orang katakan tentang wanita itu. Ini bukan pertama kali baginya di khianati seorang wanita.
Dulu, mungkin Arfian merasa baik-baik saja saat kekasihnya ketahuan main belakang dengan sahabatnya sendiri. Ia tak terlalu kecewa karena status mereka yang hanya sebatas kekasih.
Tapi, kali ini berbeda. Rena istrinya, wanita yang dia anggap sebagai bagian dari hidupnya. Rasa sakitnya begitu terasa dalam. Arfian selama ini menyerahkan segalanya pada Rena.
Tapi apa yang dia dapatkan sebagai balasannya, sebuah pengkhianatan.
Brak...
Arfian menutup pintu kamarnya keras, menguncinya dari dalam. Untuk saat ini dia tak ingin siapapun mengganggunya.
"astaga..ada apa dengannya?" Kaget Rada. "mana Rena, apa Arfian tak menemukannya."
Rada bangkit dari duduknya. Sudah hampir malam Rena belum juga datang, Echa bahkan sudah tertidur tiga puluh menit yang lalu. Dengan ragu, mengetuk pintu kamar Arfian. Dia ingin tahu apa Arfian menemukan Rena atau tidak.
Tok..Tok
"Arfian..." Panggilnya cukup pelan.
Arfian menghembuskan nafasnya. Setelah merasa lebih baik dia segera membuka pintu, karena menurutnya tak seharusnya dia marah pada mertuanya yang tidak tahu apa-apa itu.
Ceklek...
"oh..tuhan, ada apa dengan mu?" Rada terkejut melihat penampilan Arfian yang berantakan.
Rambutnya acak-acakan juga kemejanya yang kusut. Wajahnya nampak lusuh, lelah dan tak berdaya bercampur menjadi satu.
Arfian tak menjawab, pria itu berjalan melewati Rada tanpa bicara. Terlalu malas untuk sekedar membuka suara baginya. Rada mulai nebak-nebak apa yang terjadi pada menantu kesayangannya itu.
Pasti Rena tak di temukan dan ponselnya masih sulit untuk di hubungi.
"Rena, wanita itu sungguh tak bisa di maafkan." Desis Rada kesal.
Meskipun Rena adalah putrinya tapi jika salah, dia tak akan begitu saja memaafkannya. Rada sangat tahu, jika Arfian adalah pria baik yang bertanggung jawab jadi tak sepantasnya putri nya itu melukai hatinya.
Seenaknya bersenang-senang di luar tak memikirkan perasaan Arfian yang pasti khawatir padanya.
"Arfian, Rena mungkin sedang bersama..."
"dia bersama teman lelakinya." Sela Arfian membuat dahi Rada mengeryit.
"teman lelaki?"
"aku tak perlu mengatakan nya dengan jelas, mamah pasti tahu yang di maksud dengan teman lelaki."
Rada menutup mulutnya dengan tangan kanan, dia tentu saja mengerti itu. Hanya saja merasa tak percaya. Mana mungkin Rena berbuat seperti itu terhadap pria yang begitu mencintainya, memenuhi segala keinginannya.
"jadi maksudmu putri ku..telah berselingkuh?" Tanya Rada memastikan.
Arfian menghela nafas panjang. Pengkhianatan yang tak pernah terbayangkan seumur hidupnya telah terjadi.
Hatinya terluka, Rena wanita yang di pacarinya begitu singkat dan nikahi selama hampir lima tahun ini memang tak sepenuhnya dia kenal dengan baik.
Berpacaran selama 3 bulan dan langsung memutuskan untuk menikahinya hanya karena ingin membuktikan bahwa dirinya begitu serius dengan cintanya.
Ceklek...
"Echa, ini mommy. apa kau di dalam?" Suara teriakan Rena dari pintu masuk membuat Arfian langsung masuk kembali ke kamarnya.
Untuk saat ini dia tak ingin menemuinya, terlalu kecewa hingga tak sanggup melihat wajahnya.
"Arfi.....an..." Rada benar-benar merasa bersalah.
Putrinya yang berbuat tapi dirinya yang merasa begitu tak enak.
"ahh.. mamah?" Kaget Rena begitu memasuki ruang tamu. "ada apa? kenapa mamah...."
Plak...
Rada tak bisa menahannya lagi. Dia begitu marah hingga tak bisa menahan amarah untuk tidak menampar putrinya itu. Matanya menatap tajam dengan penuh kebencian.
"apa yang mamah lakukan?" Rena terkejut dengan apa yang di lakukan ibu nya secara tiba-tiba itu. "apa aku berbuat salah pada mamah?"
"huh..." Dengus Rada. "dari mana saja kau? kau titipkan Echa di panti sosial. apa kau gila? kenapa kau melakukan itu?" Berondong Rada.
Rena tersenyum, dia tak jadi marah karena tamparan yang diterimanya. Mengira jika ibunya marah karena hal itu. Karena dirinya telah menitipkan Echa di penitipan anak. Wajar saja jika seorang nenek marah mengetahui cucunya di perlakukan seperti itu sementara ibunya pergi bersenang-senang.
Rada sangat tahu, Rena tak bekerja jadi alasan apalagi jika bukan untuk bersenang-senang.
"mah, aku harus berkumpul dengan beberapa teman ku. mereka juga tak bawa anak-anaknya..jadi aku..." Belum selesai bicara Rada kembali menyelanya.
"teman apa kekasih mu?"
Mata Rena melebar mendengar pertanyaan Rada. Menelan ludahnya saat Rada terus melontarkan banyak pertanyaan kepadanya.
...**********************************...
Rega melipat kedua tangannya, menatap penuh selidik pria di hadapannya. Sedikit berjengit saat pria itu tersenyum lebar.
"ck.. kau siapanya kak Rena?" Dengan tak sopan dia bertanya.
Pria itu terkekeh pelan. Dia tahu pria kecil yang tengah mencegat jalannya ini adalah adik dari kekasih gelapnya atau seseorang yang dulu pernah menjadi kekasihnya, mantan tepatnya.
"kau ingin aku menjawab jujur atau bohong?"
"hisshh...katakan saja. kau kekasih nya kan?"
"hahahaha...jika sudah tahu kenapa kau bertanya? dasar bodoh."
Grep...
Rega menarik kerah baju pria yang ternyata adalah Ben, mencengkramnya kuat. Dia sangat marah karena pria ini berani hadir di tengah-tengah hubungan kakaknya. Meskipun dia tahu jelas, tak sepenuhnya pria ini yang salah. Rena juga sama salahnya, karena telah berkhianat dari Arfian.
"anak kecil, jangan coba-coba memancing emosiku. atau..." Ben mencengkram pergelangan tangan Rega kuat hingga pria muda itu melepaskan cengkeraman tangannya di kerah baju Ben.
"akan ku patahkan tanganmu." Desis Ben sambil menghempaskan tangan Rega kuat.
"aku tidak takut." Tantang Rega dengan tatapan mata yang di buat setajam mungkin.
Ben terkekeh. Merasa sangat lucu melihat ekspresi wajah Rega yang di buat sangar. Terlihat jelas jika dia hanya pura-pura berani, Ben bisa melihatnya melalui mata Rega yang bergerak gelisah.
"dengar..." Ben mencengkram lengan Rega kuat. "kau itu hanya adik iparnya, seberapa besar dan kerasnya kau berusaha membelanya itu tidak akan pernah ada artinya."
"apa maksud perkataan mu?"
"hahahaha... kau membelanya karena takut hidup susah. kau memanfaatkan kakakmu demi kesenangan mu." Bisik Ben.
Rega menepis tangan Ben. Dia tak sepicik itu. Jika memang memanfaatkan Rena untuk apa dia susah-susah bekerja magang demi membiayai kuliahnya. Ben sungguh membuat Rega semakin kesal saja.
"kau diam, berarti yang aku katakan benar."
"tahu apa kau tentang hidup ku." Desis Rega. "lihat saja, kau akan menyesal karena telah mengganggu hubungan mereka."
Setelah mengatakan itu Rega langsung pergi. Sementara Ben tertawa terbahak di tempatnya. Dia merasa jika ancaman Rega hanyalah sebuah lelucon yang tak berarti.
...***************************...
Bruk...
Rena terduduk di lantai, kakinya terasa lemas sehingga tak mampu menopang berat tubuhnya. Matanya menatap lurus kedepan di mana Arfian berdiri.
"aku..."
"jangan mencoba menyangkal." Ujar Arfian tenang. "aku melihat semuanya dengan mata ku sendiri."
Rada bahkan sudah menangis. Terpukul dengan kelakuan putrinya yang sungguh tak tahu malu. Dia begitu membanggakan nya karena Rena sangat pintar juga dewasa. Berbeda dengan adiknya. Tapi, dengan kenyataan sekarang dirinya merasa sangat terpukul.
"Arfian...maafkan aku. aku..."
"mommy... Daddy." Echa berjalan dengan mata sedikit tertutup karena kantuk.
Arfian dengan cepat menggendongnya, membawanya kembali masuk kekamar nya.
"Daddy, Echa denger suara mommy menangis."
"tidak. mungkin kau hanya mimpi."
Arfian melirik Rena sekilas. Dia tak ingin putrinya tahu apa yang terjadi pada mereka. Memberi isyarat pada Rada agar membawa Rena pergi.
Pria tampan ini butuh waktu untuk menyelesaikan semuanya. Dia akan menenangkan pikiran dan hatinya terlebih dahulu sebelum bertanya apa alasannya Rena melakukan itu semua.
Saat ini dia hanya perlu pura-pura baik saja di depan Echa. Dia tak ingin putrinya tahu apa yang terjadi, dia masih kecil dan belum sepantasnya mengetahui hal seberat ini dalam kehidupannya yang masih berwarna itu.
...*************************...
Hal tak terduga dan tak pernah Arfian bayangkan sebelumnya kini benar-benar terjadi. Kekecewaannya semakin bertambah banyak. Rena mengakui semuanya, wanita yang telah di nikahi nya itu tak menyangkal sedikit pun atas apa yang di katakan Arfian.
Rena menunduk dalam, dia tak berani memandang wajah pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya itu. Dia tak bisa lagi bertahan dengannya karena merasa jika Ben, pria itu jauh lebih baik dari Arfian.
Di tambah Ben merupakan cinta pertamanya. Rena tak bisa melupakan pria itu dengan mudah.
"aku mencintai nya." Lirih Rena dengan suara yang nyaris tak terdengar. "maafkan aku Arfian."
Arfian menarik nafas dalam-dalam. Mengepalkan tangannya menahan emosi yang kapan saja bisa meledak.
"jadi..kau mengkhianati ku karena merasa dia jauh lebih baik?" Seperti biasa, Arfian selalu berhasil menguasai emosinya. Bicara dengan tenang seolah tak terjadi apa-apa.
Rena mendongak menatap wajah Arfian.
"ini salahku. seharusnya saat kau melamar ku dulu aku menolaknya. aku terlalu muda saat itu hingga rasanya sangat bahagia ada seorang pria yang menyatakan cinta dan mengajak ku menikah tanpa berpikir akan seperti apa kedepannya. aku hanya tergiur dengan uang mu dan kehidupan mewah." Rena mengatakan semuanya dengan begitu lancar.
"hahhahaa.." Arfian tertawa hambar, menertawakan dirinya yang begitu bodoh. "jadi kau menyesalinya sekarang?"
Rena kembali menunduk tak berani menjawab.
"lalu Echa? apa kau juga menyesal karena telah melahirkannya?"
"apa? tentu saja tidak. aku...."
"tentu saja kakak tidak akan menyesal karena Echa adalah putri mu dan pria br*ngsek itu." Tiba-tiba Rega datang dan menyela.
Melemparkan sebuah amplop cokelat keatas meja dengan marah. Dia sangat marah pada Rena sekaligus merasa malu. Tak menyangka kakak yang selama ini dia banggakan memiliki sifat buruk seperti ini.
"apa maksudmu?" Tanya Arfian dengan alis bertaut.
Sementara Rena sudah tegang, dia menatap adiknya memohon agar tak mengatakan apapun.
Rega tak peduli dengan isyarat yang di berikan Rena. Terlanjur kecewa dan tak ingin membohongi seseorang yang selama ini sudah baik terhadapnya. Arfian adalah sosok kakak ipar yang begitu dia hormati.
"maafkan aku karena ikut campur dalam masalah kakak." Ucapnya seraya menatap Arfian. "aku melakukan ini untuk memastikan jika Echa bukanlah kesalahan yang di buat kakak ku. tapi.. maafkan aku kakak ipar. Kakak bisa melihatnya sendiri."
"tidak. Rega, apa yang kau katakan."
"maafkan aku kakak. kau sudah sangat keterlaluan terhadap kakak ipar. jadi jangan salahkan aku melakukannya."
Arfian mengambil amplop itu lalu membukanya. Membaca setiap kata di atas kertas dengan seksama. Tangannya gemetar ketika membaca tulisan paling akhir. Tubuhnya mendadak lemas, dia tak bisa percaya ini. Bagaimana bisa, Rena melakukan hal sejauh ini. Mengkhianati juga membohonginya selama bertahun-tahun.
Rega merasa jika perbuatannya sudah benar. Saat dia di bar waktu itu tak sengaja mendengar Ben mengatakan 'jaga putri ku', hal itu membuatnya curiga dan segera melakukan tes DNA.
Hasilnya begitu mengejutkan. Dia sendiri bahkan hampir tak percaya dan mencoba menyangkal nya. Tapi, kenyataan tetaplah kenyataan.
"kau..." Arfian meremas kertas itu.
Rena langsung bangkit dari duduknya dan berlutut di hadapan Arfian.
"maafkan aku. tapi aku mohon jangan sampai echa..."
Brak...
Arfian berdiri dengan marah hingga kursi yang di duduki nya terjatuh. Dia tak bisa lagi berada terlalu lama di sini. Sudah sangat muak dan begitu kecewa. Terlebih dia begitu terpukul atas kenyataan yang baru saja terungkap.
Putri kecilnya yang dia cintai sepenuh hati rupanya bukan putri kandungnya. Kekecewaannya terhadap Rena semakin bertambah. Dengan kebenaran tentang siapa Echa, membuktikan bahwa istrinya itu sudah menyelingkuhi nya selama itu.
Rega memandang Rena dengan jijik. Tak ada lagi rasa hormat dalam dirinya.
"kau keterlaluan kak." Ujar nya. "aku kecewa." Lanjutnya lalu pergi meninggalkan Rena yang meraung di sana.
...****************************...
"nenek, kenapa mommy dan Daddy lama sekali?" Echa cemberut kesal karena sudah dua jam lebih menunggu mereka tak kunjung datang.
Rada mengelus kepala Echa lembut. Dia mendadak gelisah saat hanya melihat Arfian yang datang. Wajah pria itu terlihat sangat serius dengan aura gelap yang mengelilingi nya.
"Arfian... bagaimana?" Tanya Rada hati-hati.
Arfian tak menjawab, dia langsung memeluk Echa erat. Rasanya begitu berat mengetahui jika putri kecilnya ini bukanlah darah dagingnya. Matanya terpejam, baru kali ini air mata menetes dari pelupuk matanya.
"Daddy.. menangis?" Tanya Echa. Arfian menggeleng pelan.
"hanya kelilipan debu." Bohongnya.
Meski pun tahu jika Echa bukanlah putrinya tapi Arfian tak bisa menghilangkan rasa cintanya begitu saja. Echa adalah hidupnya. Arfian tak bisa menerima kenyataan pahit itu.
"Arfian..." Rada menyentuh pundak Arfian. "apa yang kalian bicarakan? apa Rena...."
"mamah, biar aku yang jelaskan." Sela Rega.
Dia baru saja tiba beberapa menit setelah Arfian.
"kak, kau bawa Echa ke kamar. biar aku yang menjelaskan semuanya pada mamah."
"hum..." Arfian hanya berdeham pelan, dia mengangkat tubuh Echa lalu membawanya masuk kekamar.
Gadis kecil itu hanya diam memperhatikan wajah Arfian, lalu memeluk lehernya sambil berbisik pelan.
"apa Echa nakal Daddy?"
"tidak. Echa putri Daddy yang paling baik."
"lalu kenapa Daddy menangis?"
Arfian menghela nafas panjang, dia tak bisa membohongi Echa. Putri kecilnya ini sangat pintar di usia mudanya.
"Daddy hanya..." Arfian mendudukkan Echa di kasur. "besok Daddy akan pergi, jadi Echa baik-baik ya sama mommy dan nenek juga uncle Rega." Suara Arfian bergetar menahan tangis.
Echa menggeleng cepat. Memeluk Arfian kuat.
"Daddy jangan pergi. Echa ga mau di tinggal. Echa ikut ya...ajak Echa ya Daddy?" Mohonnya dengan berurai airmata.
Selama ini Echa memang tak pernah jauh dari nya. Kemanapun dia pergi, Echa selalu ikut.
"tidak sayang. kali ini Daddy tak bisa ajak Echa."
"tapi Kenapa?" Isaknya. "benarkan karena Echa nakal?"
Rasanya sulit bagi Arfian melihat Echa seperti ini. Dia terus memeluknya erat seolah hari esok tak akan ada lagi.
"Echa janji, tak akan nakal. echa juga akan menuruti semua apa kata Daddy."
Hati Arfian semakin terasa di sayat mendengarnya. Tapi, sekeras apapun gadis ini memohon tak mungkin baginya untuk mengajaknya bersama. Echa bukan putrinya, dia tak boleh egois.
Dan disisi lain, Rada menangis keras begitu mendengar cerita Rega. Semua seperti pukulan besar baginya. Rena telah melakukan hal yang tak bisa di maafkan. Apalagi, putrinya itu sampai menipu Arfian soal kebenaran Echa. Dia sendiri bahkan tak pernah tahu soal siapa ayah kandung Echa sebenarnya.
Rena begitu rapi dan rapat menutupi semua kebohongannya hingga sampai bertahun-tahun.
"mamah, apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"mohonlah pada Arfian untuk tidak menceraikan kakakmu. bagaimana nasib cucuku nanti."
Rega menarik napas dalam.
"mah, kita tak bisa memaksa kak Arfian untuk tetap bersama kakak. dia punya pilihan sendiri. sekarang yang harus kita pikirkan adalah Echa." Khawatirnya. "Echa masih kecil dan tak tahu apapun, bagaimana jika dewasa nanti dia tahu kebenarannya, jika ayahnya bukanlah...." Rega tak sanggup melanjutkan kalimatnya, dia begitu bingung sekarang.
...***************************...
Ben memeluk tubuh Rena, mencoba menenangkannya. Semua orang yang ada ruangan itu bahkan hanya terdiam tak tahu harus berkomentar seperti apa.
Mereka adalah teman-teman Ben dan Rena saat sekolah.
Semuanya tahu, jika Ben dan Rena sepasang kekasih sejak di zaman sekolah. Hanya saja orang tua Ben tak menyetujui hubungan antara keduanya hingga pada suatu hari Rena bertemu Arfian.
Sebagai palampiasan akan rasa sakit karena penolakan keluarga Ben dan demi janin dalam kandungannya, Rena menjalin hubungan dengan Arfian. Menyingkirkan siapa pun yang bisa mengalahkannya.
Memutuskan menerima lamarannya karena rasa marah pada Ben yang hanya diam tanpa melakukan apapun ketika orangtuanya meminta mereka untuk berpisah.
Dan hingga beberapa tahun mereka tak bertemu. Rena hampir melupakannya dan mulai mencintai Arfian dengan tulus. Tapi, suatu hari dalam perjalanan pulang dari rumah ibunya mereka di pertemukan.
Seperti sebuah lelucon hidup yang di tulis khusus untuk mereka. Rasa itu timbul kembali, Ben melupakan bahwa dirinya dulu lebih memilih kedudukan di banding Rena. Rena pun lupa jika dirinya sekarang adalah istri seseorang.
Mereka terlena kembali dalam cinta masa lalu. Ben bahkan terus memberikan perhatian khusus pada Rena begitu tahu jika suaminya jarang ada waktu untuk wanita itu.
Bertemu setiap hari juga saling menceritakan hidup masing-masing selama tak bersama.
"jangan takut, aku akan menikahi mu. kita pergi dari sini."
"tapi Ben, Echa..."
"dia putri ku, kita bawa dia."
Rena tak yakin putri nya itu mau ikut dengannya. Echa sulit dekat dengan orang asing.
"jangan lupa, Arfian sudah tahu kenyataannya. dia pasti tidak akan mau menerima echa."
Rena masih ragu. Arfian tak sekejam itu. Saat dulu tahu bahwa dirinya bukan seorang gadis lagi pun, pria itu menerimanya dengan tulus. Hanya saja Rena tak mengatakan bahwa dirinya tengah mengandung saat itu. Hingga Arfian berpikir jika Echa adalah darah daging nya.
...**********************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!